Pembimbing:
dr. Lydia Tantoso Sp.PD
Disusun oleh:
Dheasitta Andini Putri
406172015
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Hipertensi Pada Usia
Lanjut”.
Penulisan karya tulis studi pustaka ini bertujuan untuk memberikan suatu
gambaran tentang gangguan hipertensi pada usia lanjut. Hipertensi merupakan faktor
risiko penting untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, terutama pada lansia.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Lydia Tantoso Sp.PD selaku pembimbing dan semua pihak yang telah membantu
penulis selama proses penyusunan referat ini.
Tentunya saya sadar masih banyak kekurangan dalam karya tulis yang saya
susun ini. Oleh karena itu kritik, saran, dan masukan bagi kemajuan karya tulis saya
ini sangat dihargai. Saya terbuka bagi kritik dan saran yang sifatnya membangun,
demi penyempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. EPIDEMIOLOGI
Dengan bertambahnya umur, maka terjadi pula penurunan fungsi fisiologis
akibat proses penuaan sehingga mayoritas Penyakit Tidak Menular (PTM) muncul
pada lanjut usia. Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan PTM terbanyak pada lansia yaitu
hipertensi, artritis, stroke, penyakit ginjal kronis, DM, kanker, penyakit jantung
koroner, dan asma.3
Menurut Laporan Ketujuh Komite Bersama Nasional tentang Pencegahan,
Deteksi, Evaluasi dan Perawatan Tekanan Darah Tinggi (JNC-7), hipertensi terjadi
pada lebih dari dua pertiga individu setelah usia 65 tahun. Dari hasil Riskesdas 2018
didapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk di Indonesia sebagai berikut; 45.3%
pada penduduk dengan usia 45-54 tahun, 55.2% pada penduduk dengan usia 55-64
tahu, 63.2% pada penduduk dengan usia 65-74 tahun, dan 69.5% pada penduduk
dengan usia 75 tahun ke atas. Dengan demikian dapat dilihat bahwa terjadinya
peningkatan prevalensi penyakit hipertensi seiring dengan bertambahnya usia, Oleh
karena ini, sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk lansa, program
kesehatan yang ditunjukkan bagi kelompok lansia perluu disiapkan dan
direncanakan.2,3
V. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa berdasarkan rata-
rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis.
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah
sistolik (TDS) ≤ 120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) ≤ 80 mmHg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan
pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat dan berisiko tinggi
berkembang menjadi hipertensi dimasa yang akan datang. Sasaran untuk individu
dengan prehipertensi dan tanpa indikasi yang meyakinkan adalah menurunkan TD ke
tingkat normal dengan perubahan gaya hidup, dan mencegah kenaikan tekanan darah
progresif menggunakan modifikasi gaya hidup yang disarankan. Terdapat dua tingkat
(stage) hipertensi, dan kedua tingkatan tersebut membutuhkan intervensi medis.6
Gambar 1.6
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
• Berat badan berlebih atau obesitas: Berat badan tinggi meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular, diabetes, dan tekanan darah tinggi. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.
• Konsumsi alkohol berlebih: Konsumsi alkohol secara rutin dan berat dapat
menyebabkan banyak masalah kesehatan, termasuk gagal jantung, stroke,
dan detak jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Ini dapat menyebabkan
tekanan darah Anda meningkat secara dramatis dan juga dapat
meningkatkan risiko kanker, obesitas, alkoholisme dan kecelakaan.
• Sleep apnea: Apnea tidur obstruktif dapat meningkatkan risiko
pengembangan tekanan darah tinggi dan sering terjadi pada orang dengan
hipertensi resisten.
• Kolesterol tinggi: Lebih dari setengah orang dengan teknanan darah tinggi
juga memiliki kolesterol tinggi. Kolestrol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
arteri menjadi kaku dan mengalami penurunan kapasitansi dan rekoil yang terbatas
sehingga tidak dapat mengakomodasi perubahan yang terjadi selama siklus jantung.
Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan sistolik dan peningkatakan tekanan nadi
(pulse pressure).2
Selain kekakuan arteri, disfungsi endotel merupakan salah satu kontributor
penting dalam peningkatan tekanan darah pada usia lanjut. Cedera mekanis ataupun
inflamasi pada arteri menyebabkan penurunan ketersediaan vasodilator Nitric Oxide
(NO), yang menyebabkan ketidakseimbangan antara kerja vasodilator dan
vasoconstrictor.2
Selain itu, pada usia lanjut, sering ditemukan disregulasi sistem saraf autonom.
Penurunan sensitivitas baroreflex pada sinus carotid arkus aorta menyebabkan respon
perubahan teanan darah dan detak jantung yang tidak tepat. Hal ini dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik, yaitu menurunnya tekanan darah sistolik ≥20
mmHG dan / atau tekanan darah diastolic ≥ 10 mmHg setelah berubah posisi dari
posisi duduk ke posisi berdiri. Disregulasi sistem saraf autonom juga dapat
menyebabkan hipertensi orthostatik, yaitu meningkatnya tekanan darah dengan
perubahan postural.2,9
Regulasi neurohormonal pada usia lanjut juga terganggu. Regulasi sistem
renin-angiotensin-aldosterone berkurang bersama dengan usia. Tingkat aldosterone
plasma menurun dengan usia, Sebaliknya, aktivitas sistem saraf simpatik meningkat
dengan usia. Konsentrasi norepinerphrine plasma perifer pada usia lanjut dapat
mencapai dua kali lebih tinggi dari konsentrasi pada individu dewasa muda. Selain
itu, kerusakan mikrovaskular pada ginjal berakibat berkurangnya fungsi tubulus ginjal
dalam mengatur keseimbangan elektrolit natrium dan kalium. Proses
glomerulosklerosis dan fibrosis-interstisial yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah melalui mekanisme peningkatan natrium intrasel, penurunan pertukanan ion
natrium-kalsium, dan ekspansi volume darah.2
Gambar 2.10
Patofisiologi hipertensi dan kerusakan organ pada lansia
sistolik adalah prediktor independen yang kuat dari penurunan fungsi ginjal di
antara pasien yang lebih tua dengan ISH (Isolated systolic Hypertension).2
4. Hipertensi dan Perubahan Retina Terkait Usia:
Prevalensi lesi retina meningkat dengan tekanan darah sistolik yang lebih
tinggi, tetapi tidak harus dengan tekanan darah diastolik. Peningkatan tekanan
darah yang persisten menghasilkan penebalan intimal, hiperplasia medial, dan
degenerasi hialin (sklerosis). Penuaan itu sendiri juga terkait dengan sebagian
besar perubahan ini yang membuat penilaian patologi retina pada pasien yang
lebih tua kurang dapat diandalkan dibandingkan pasien yang lebih muda.
Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk oklusi arteri retina dan
neuropati optik iskemik anterior nonarteritic. Tahap akhir dari penyakit retina
disebabkan oleh gangguan sawar darah retina dan eksudat lipid dalam tekanan
darah yang sangat tinggi.2
Gambar 3.12
Algoritma Diagnosis Hipertensi
Gambar 4.2
Penyebab Hipertensi Sekunder
Gambar 5.6
Pemeriksaan Skrining Hipertensi Sekunder
X. TATALAKSANA HIPERTENSI
Sebagian besar pasien usia lanjut yang didiagnosis hipertensi pada akhirnya
menjalani terapi menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi secara
farmakologi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda, karena adanya
perubahan– perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu
eliminasi obat menjadi lebih panjang, terjadi penurunan fungsi dan respon dari organ,
adanya berbagai penyakit penyerta lainnya (komorbiditas), adanya obat-obatan untuk
penyakit penyerta yang sementara dikonsumsi harus diperhitungkan dalam pemberian
obat antihipertensi. Perubahan sistem biologis pada usia lanjut akan mempengaruhi
proses interaksi molekul obat yang pada akhirnya mempengaruhi manfaat klinik dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 17
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)
berat badannya lebih ringan. Yang di sebut minuman adalah 12 ons bir, 5 ons
anggur, dan 1,5 ons minuman keras.6
Modifikasi gaya hidup mengurangi TD, mencegah atau menunda
timbulnya hipertensi, meningkatkan keberhasilan obat antihipertensi, dan
mengurangi risiko kardiovaskular. Sebagai contoh, pada beberapa individu,
rencana makan DASH 1.600 mg natrium memiliki efek BP mirip dengan
terapi obat tunggal. Kombinasi dua (atau lebih) modifikasi gaya hidup dapat
mencapai hasil yang lebih baik. Untuk pengurangan risiko kardiovaskular
secara keseluruhan, pasien harus dinasihati untuk berhenti merokok.6
Gambar 6.6
Modifikasi Gaya Hidup Untuk Mencegah dan Mengelola Hipertensi
2. Tatalaksana Farmakologik
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah >
6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat
≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk
menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu:14
• Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti
pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
• Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
• Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
• Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Berikut ini adalah golongan obat anti hipertensi yang dapat digunakan pada pasien
usia lanjut:1
Diuretik
Diuretik yang sering dipakai pada usia lanjut terutama golongan Tiazid,
antagonis aldosteron. Diuretik loop adalah suatu diuretik yang sangat kuat
diberikan apabila ada gagal jantung atau Penyakit Ginjal Kronis (CKD).
Golongan diuretik non-tiazid seperti Indapamid adalah turunan dari
Sulfonamid, dapat mengurangi morbiditas kardiovaskular atau stroke pada
usia > 80 tahun. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah kenaikan kadar
gula darah.
Calcium Channel Blocker (CCB)
Obat golongan Antagonis kalsium atau Calcium Channel Blocker (CCB) telah
terbukti keamanan dan efikasinya pada pengobatan hipertensi pada usia lanjut.
CCB dianjurkan terutama apabila terdapat penyakit komorbid kardiovaskular.
Obat yang diberikan adalah yang memilki waktu kerja yang panjang.
Penelitian ACCOMPLISH menunjukkan bahwa penggunaan Amlodipin (CCB
golongan dyhidropiridine) lebih efektif dibandingkan dengan Tiazid dalam
menurunkan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan risiko tinggi,
termasuk diabetes dan merupakan pilihan alternatif yang baik untuk
pengobatan hipertensi dengan diabetes. CCB golongan non dihydropyridine
seperti Diltiazem dan Verapamil tidak memilki efek inotropik maupun
kronotropik terhadap fungsi sistolik ventrikel kiri jantung bila dibandingkan
dengan CCB golongan dihydropyridine seperti Amlodipin atau Felodipin.
Verapamil dan Diltiazem dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada
pasien hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal (renal pharenchymal
Gambar 7.16
Pilihan Obat-Obatan pada Hipertensi
Gambar 8.16
Algoritma Penanganan Hipertensi Menurut JNC 8
Setelah terapi obat antihipertensi dimulai, sebagian besar pasien harus kembali
untuk tindak lanjut dan penyesuaian obat pada interval bulanan atau sampai tujuan
tekanan darah tercapai. Kunjungan yang lebih sering akan diperlukan untuk pasien
dengan hipertensi stadium 2 atau dengan kondisi komorbiditas yang rumit. Serum
kalium dan kreatinin harus dipantau setidaknya satu hingga dua kali per tahun.
Setelah tekanan darah mencapai sasaran dan stabil, kunjungan tindak lanjut biasanya
dapat dengan interval 3 hingga 6 bulan. Komorbiditas seperti gagal jantung, penyakit
terkait seperti diabetes, dan perlunya tes laboratorium mempengaruhi frekuensi
kunjungan. Faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya harus dipantau dan dirawat
sesuai tujuannya masing-masing, dan penghindaran tembakau harus dipromosikan
dengan giat. Terapi aspirin dosis rendah harus dipertimbangkan hanya ketika tekanan
darah terkontrol karena peningkatan risiko stroke hemoragik ketika hipertensi tidak
terkontrol.6
BAB III
KESIMPULAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 24
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)
DAFTAR PUSTAKA
13. James PA et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8) [Internet]. Jamanetwork. 2014. Available from:
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/1791497
14. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular [Internet].
Inaheart.org. 2015. Available from:
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksna_hipertensi_pada_peny
akit_Kardiovaskular_2015.pdf
15. The JNC 8 Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide [Internet]. AJMC. 2014.
Available from: https://www.ajmc.com/journals/evidence-based-diabetes-
management/2014/january-2014/the-jnc-8-hypertension-guidelines-an-in-depth-
guide?p=1
16. JNC 8 Hypertension Guideline Algorithm [Internet]. Thepafp.org. 2019.
Available from: http://thepafp.org/website/wp-content/uploads/2017/05/2014-
JNC-8-Hypertension.pdf