Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

HIPERTENSI PADA USIA LANJUT

Pembimbing:
dr. Lydia Tantoso Sp.PD

Disusun oleh:
Dheasitta Andini Putri
406172015

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GERIATRI


PANTI WREDHA SALAM SEJAHTERA BOGOR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 05 AGUSTUS – 08 SEPTEMBER 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

HALAMAN PENGESAHAN

Penyusun : Dheasitta Andini Putri


NIM : 406172015
Universitas : Universitas Tarumanagara
Fakultas : Kedokteran
Tingkat : Progam Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Kesehatan Geriatri
Periode Kepaniteraan Klinik : 5 Agustus – 8 September 2019
Judul Referat : Hipertensi Pada Usia Lanjut
Diajukan : Agustus 2019
Pembimbing : dr. Lydia Tantoso Sp.PD

Telah diperiksa dan disetujui tanggal:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Werdha Salam Sejahtera Bogor
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Lydia Tantoso Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 2
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Hipertensi Pada Usia
Lanjut”.
Penulisan karya tulis studi pustaka ini bertujuan untuk memberikan suatu
gambaran tentang gangguan hipertensi pada usia lanjut. Hipertensi merupakan faktor
risiko penting untuk morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, terutama pada lansia.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Lydia Tantoso Sp.PD selaku pembimbing dan semua pihak yang telah membantu
penulis selama proses penyusunan referat ini.
Tentunya saya sadar masih banyak kekurangan dalam karya tulis yang saya
susun ini. Oleh karena itu kritik, saran, dan masukan bagi kemajuan karya tulis saya
ini sangat dihargai. Saya terbuka bagi kritik dan saran yang sifatnya membangun,
demi penyempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Jakarta, 16 Agustus 2019


Penulis

Dheasitta Andini Putri

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 3
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. 2


KATA PENGANTAR .............................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
EPIDEMIOLOGI ....................................................................................................... 6
DEFINISI LANJUT USIA ....................................................................................... 6
DEFINISI HIPERTENSI .......................................................................................... 7
HIPERTENSI BERDASARKAN PENYEBAB........................................................ 7
KLASIFIKASI HIPERTENSI .................................................................................. 7
FAKTOR RISIKO HIPERTENSI ............................................................................ 8
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA USIA LANJUT ....................................... 9
PENGARUH HIPERTENSI PADA ORGAN LANJUT USIA ................................ 11
DIAGNOSIS HIPERTENSI ...................................................................................... 13
TATALAKSANA HIPERTENSI .............................................................................. 17
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 23

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 4
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

BAB I
PENDAHULUAN

Populasi lanjut usia (lansia) di Indonesia diprediksi akan meningkat dengan


berkembangnya dan majunya ilmu dalam bidang kesehatan. Seiring dengan
meningkatnya usia maka penyakit kronis juga semakin meningkat, sehingga usia
lanjut lebih banyak membutuhkan terapi untuk penatalaksanaan berbagai penyakit
yang diderita. Hipertensi merupakan suatu penyakit yang prevalensinya meningkat
dengan bertambahnya usia. Sekitar 90% usia dewasa dengan tekanan darah normal
akan berkembang menjadi hipertensi pada usia lanjut.1,4

Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk morbiditas dan mortalitas


kardiovaskular, terutama pada lansia. Ini adalah penyakit kronis yang signifikan dan
sering tanpa gejala, yang membutuhkan kontrol optimal dan kepatuhan terhadap obat
yang diresepkan untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, serebrovaskular,
dan ginjal.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 5
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. EPIDEMIOLOGI
Dengan bertambahnya umur, maka terjadi pula penurunan fungsi fisiologis
akibat proses penuaan sehingga mayoritas Penyakit Tidak Menular (PTM) muncul
pada lanjut usia. Hasil Riskesdas 2018 menyebutkan PTM terbanyak pada lansia yaitu
hipertensi, artritis, stroke, penyakit ginjal kronis, DM, kanker, penyakit jantung
koroner, dan asma.3
Menurut Laporan Ketujuh Komite Bersama Nasional tentang Pencegahan,
Deteksi, Evaluasi dan Perawatan Tekanan Darah Tinggi (JNC-7), hipertensi terjadi
pada lebih dari dua pertiga individu setelah usia 65 tahun. Dari hasil Riskesdas 2018
didapatkan prevalensi hipertensi pada penduduk di Indonesia sebagai berikut; 45.3%
pada penduduk dengan usia 45-54 tahun, 55.2% pada penduduk dengan usia 55-64
tahu, 63.2% pada penduduk dengan usia 65-74 tahun, dan 69.5% pada penduduk
dengan usia 75 tahun ke atas. Dengan demikian dapat dilihat bahwa terjadinya
peningkatan prevalensi penyakit hipertensi seiring dengan bertambahnya usia, Oleh
karena ini, sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk lansa, program
kesehatan yang ditunjukkan bagi kelompok lansia perluu disiapkan dan
direncanakan.2,3

II. DEFINISI LANJUT USIA


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1988 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan Lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapau usia 60 tahun ke atas. Menurut WHO, lansia dibagi menjadi beberapa
kriteria, yaitu:4,5
1. Lanjut usia (elderly): antara 60 dan 74 tahun.
2. Lanjut usia tua (old): antara 75 dan 90 tahun.
3. Usia sangat tua (very old): di atas 90 tahun.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 6
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

III. DEFINISI HIPERTENSI


Menurut Joint Nationale Committee for Detection, Evaluation and Treatment
for High Blood Pressure VII, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan diastolic ≥ 90 mmHg.6

IV. HIPERTENSI BERDASARKAN PENYEBAB


 Hipertensi esensial primer atau idiopatik merupakan hipertensi tanpa kelainan
dasar patologis yang jelas. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetic mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor,
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan
antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain.7
 Hipertensi sekunder merupakan hipertensi dengan penyakit komorbid atau
obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Hipertensi
sekunder sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal,
jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat.7

V. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 untuk pasien dewasa berdasarkan rata-
rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis.
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah
sistolik (TDS) ≤ 120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) ≤ 80 mmHg.
Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan
pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat dan berisiko tinggi
berkembang menjadi hipertensi dimasa yang akan datang. Sasaran untuk individu
dengan prehipertensi dan tanpa indikasi yang meyakinkan adalah menurunkan TD ke
tingkat normal dengan perubahan gaya hidup, dan mencegah kenaikan tekanan darah
progresif menggunakan modifikasi gaya hidup yang disarankan. Terdapat dua tingkat
(stage) hipertensi, dan kedua tingkatan tersebut membutuhkan intervensi medis.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 7
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

Gambar 1.6
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

VI. FAKTOR RISIKO HIPERTENSI


1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah (Unmodifiable Risk Factors):8
• Riwayat keluarga: Jika orang tua atau kerabat dekat ındıvıdu menderita
tekanan darah tinggi, ada kemungkinan besar ındıvıdu tersebut akan
menderıta hıpertensı juga.
• Usia: Seiring dengan bertambahnya usia, semakin besar kemungkinan
seorng individu untuk mederita tekanan darah tinggi. Seiring
bertambahnya usia, pembuluh darah kita secara bertahap kehilangan
beberapa kualitas elastisnya, yang dapat berkontribusi pada peningkatan
tekanan darah.
• Jenis Kelamin: Hingga usia 64, pria lebih mungkin untuk menderita
tekanan darah tinggi daripada wanita. Pada usia 65 dan lebih tua, wanita
lebih mungkin untuk menderita tekanan darah tinggi.
2. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah (Modıfıable Risk Factors):8
• Kurangnya aktivitas fisik: Tidak mendapatkan aktivitas fisik yang cukup
sebagai bagian dari gaya hidup dapat meningkatkan risiko terkena tekanan
darah tinggi.
• Diet yang tidak sehat, terutama diet tinggi sodium: Nutrisi yang baik dari
berbagai sumber sangat penting untuk kesehatan seseorang. Diet yang
terlalu tinggi dalam konsumsi garam, kalori, lemak jenuh dan trans,
membawa risiko tambahan tekanan darah tinggi. Di sisi lain, diet dengan
pilihan makanan sehat sebenarnya dapat membantu menurunkan tekanan
darah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 8
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

• Berat badan berlebih atau obesitas: Berat badan tinggi meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular, diabetes, dan tekanan darah tinggi. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.

• Konsumsi alkohol berlebih: Konsumsi alkohol secara rutin dan berat dapat
menyebabkan banyak masalah kesehatan, termasuk gagal jantung, stroke,
dan detak jantung yang tidak teratur (arrhythmia). Ini dapat menyebabkan
tekanan darah Anda meningkat secara dramatis dan juga dapat
meningkatkan risiko kanker, obesitas, alkoholisme dan kecelakaan.
• Sleep apnea: Apnea tidur obstruktif dapat meningkatkan risiko
pengembangan tekanan darah tinggi dan sering terjadi pada orang dengan
hipertensi resisten.
• Kolesterol tinggi: Lebih dari setengah orang dengan teknanan darah tinggi
juga memiliki kolesterol tinggi. Kolestrol merupakan faktor penting dalam
terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan perifer
pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.

• Diabetes: Kebanyakan orang dengan diabetes juga berkembang menjadi


tekanan darah tinggi
• Merokok dan penggunaan tembakau: Menggunakan tembakau dapat
menyebabkan tekanan darah individu sementara waktu meningkat dan
dapat menyebabkan kerusakan endotel pada arteri yang menyebabkan
arterosklerosis. Perokok pasif, paparan asap orang lain, juga meningkatkan
risiko penyakit jantung bagi yang bukan perokok.
• Stress: Status sosial ekonomi dan tekanan psikososial dapat memengaruhi
akses ke kebutuhan hidup dasar, obat-obatan, penyedia layanan kesehatan,
dan kemampuan untuk mengadopsi perubahan gaya hidup sehat.

VII. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA USIA LANJUT


Berbeda dengan kelompok usia muda, individu usia lanjut sering mengalami
penurunan elastisitas arteri atau meningkatnya kekakuan arteri yang ditandai dengan
tergantinya lapisan elastin pada lamina elastic pembuluh darah dengan jaringan
kolagen. Selain itu, dengan bertambahnya umur, terjadi pula proses aterosklerosis
yang menyebabkan turunnya compliance pembuluh darah besar. Hasilnya adalah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 9
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

arteri menjadi kaku dan mengalami penurunan kapasitansi dan rekoil yang terbatas
sehingga tidak dapat mengakomodasi perubahan yang terjadi selama siklus jantung.
Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan sistolik dan peningkatakan tekanan nadi
(pulse pressure).2
Selain kekakuan arteri, disfungsi endotel merupakan salah satu kontributor
penting dalam peningkatan tekanan darah pada usia lanjut. Cedera mekanis ataupun
inflamasi pada arteri menyebabkan penurunan ketersediaan vasodilator Nitric Oxide
(NO), yang menyebabkan ketidakseimbangan antara kerja vasodilator dan
vasoconstrictor.2
Selain itu, pada usia lanjut, sering ditemukan disregulasi sistem saraf autonom.
Penurunan sensitivitas baroreflex pada sinus carotid arkus aorta menyebabkan respon
perubahan teanan darah dan detak jantung yang tidak tepat. Hal ini dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik, yaitu menurunnya tekanan darah sistolik ≥20
mmHG dan / atau tekanan darah diastolic ≥ 10 mmHg setelah berubah posisi dari
posisi duduk ke posisi berdiri. Disregulasi sistem saraf autonom juga dapat
menyebabkan hipertensi orthostatik, yaitu meningkatnya tekanan darah dengan
perubahan postural.2,9
Regulasi neurohormonal pada usia lanjut juga terganggu. Regulasi sistem
renin-angiotensin-aldosterone berkurang bersama dengan usia. Tingkat aldosterone
plasma menurun dengan usia, Sebaliknya, aktivitas sistem saraf simpatik meningkat
dengan usia. Konsentrasi norepinerphrine plasma perifer pada usia lanjut dapat
mencapai dua kali lebih tinggi dari konsentrasi pada individu dewasa muda. Selain
itu, kerusakan mikrovaskular pada ginjal berakibat berkurangnya fungsi tubulus ginjal
dalam mengatur keseimbangan elektrolit natrium dan kalium. Proses
glomerulosklerosis dan fibrosis-interstisial yang menyebabkan kenaikan tekanan
darah melalui mekanisme peningkatan natrium intrasel, penurunan pertukanan ion
natrium-kalsium, dan ekspansi volume darah.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 10
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

Gambar 2.10
Patofisiologi hipertensi dan kerusakan organ pada lansia

VIII. PENGARUH HIPERTENSI PADA ORGAN LANJUT USIA


1. Penyakit Serebrovaskular dan Demensia:
Hipertensi pada orang tua adalah faktor risiko utama untuk stroke
iskemik dan hemoragik. Hipertensi sistemik terisolasi (ISH) merupakan
komponen penting dari risiko stroke terkait tekanan darah. Manfaat
pengurangan BP untuk risiko stroke ditunjukkan dalam Hipertensi Sistolik
dalam Program Lansia (SHEP), di mana pasien dalam pengobatan aktif telah
mengurangi insiden kedua iskemik (37%) dan stroke hemoragik (54%). Dalam
PROGRESS (Perindopril Protection Against Recurrent Stroke Study), pasien
yang menjalani terapi antihipertensi mengalami lebih sedikit stroke iskemik
berulang, 10% - 35% dan stroke hemoragik 26% - 87% dibandingkan dengan
plasebo. Meskipun ada manfaat yang konsisten dalam pengurangan stroke
ketika penggunaan obat dibandingkan dengan plasebo, ada sedikit perbedaan
antara kelas obat.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 11
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

Prevalensi hipertensi dan demensia meningkat dengan bertambahnya


usia. Hipertensi adalah faktor risiko penting untuk demensia vaskular dan
penyakit Alzheimer. Penanganan tekanan darah yang buruk dikaitkan dengan
penurunan kognitif yang lebih besar. Empat studi acak mengevaluasi
demensia sebagai hasil dengan pengobatan hipertensi pada pasien usia lanjut.
Dalam Syst-Eur dan PROGRESS, pengobatan aktif dikaitkan dengan
penurunan 50% dan 19% dalam insiden demensia masing-masing. Uji coba
HYVET-COG menemukan penurunan yang signifikan 14% dalam demensia
dengan pengobatan aktif vs plasebo.2
2. Penyakit Arteri Koroner:
Menurut statistik AHA 2004, 83% kematian CAD terjadi pada orang
≥ 65 tahun. Pasien usia lanjut dengan hipertensi memiliki prevalensi infark
miokard yang lebih tinggi daripada pasien usia lanjut tanpa hipertensi. Namun,
rekomendasi terakhir untuk mengurangi tekanan darah secara agresif pada
pasien berisiko tinggi, harus diatasi terutama mengacu pada pencegahan infark
miokard. Dogma lama "semakin rendah semakin baik" tidak selalu benar.
Inilah yang dibuktikan dengan analisis retrospektif dari International
Verapamil-Trandolapril Study (INVEST). Percobaan INVEST dirancang
untuk menyelidiki dua strategi pengobatan hipertensi pada pasien dengan
CAD. Penelitian ini mencakup sejumlah besar individu yang lebih tua dari 80
tahun dan analisis sekunder dari kelompok ini dilakukan untuk menilai efek
dari kontrol tekanan darah secara ketat dengan melaporkan kurva kematian
berbentuk J pada grup kontrol tekanan darah. Tidak jelas apakah kurva
kematian berbentuk J dari penelitian ini disebabkan oleh penyakit stadium
akhir yang parah saja atau apakah iatrogenesis memainkan peran penting.
Namun, data tersebut harus menjelaskan perlunya pengawasan teliti dalam
menurunkan tekanan darah di bawah 130/70 mmHg pada pasien yang lebih
tua, termasuk mereka yang berisiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular
yang merugikan.2
3. Penyakit Ginjal Kronis:
Hipertensi dan penuaan berdampak pada fungsi ginjal. Pasien usia
lanjut lebih cenderung memiliki penyakit ginjal kronis, biasanya ditentukan
oleh perkiraan laju filtrasi Glomerulus (eGFR) ≤ 60 mL/menit per 1,73 m2.
75% dari populasi dengan CKD adalah individu ≥ 65 tahun. Tekanan darah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 12
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

sistolik adalah prediktor independen yang kuat dari penurunan fungsi ginjal di
antara pasien yang lebih tua dengan ISH (Isolated systolic Hypertension).2
4. Hipertensi dan Perubahan Retina Terkait Usia:
Prevalensi lesi retina meningkat dengan tekanan darah sistolik yang lebih
tinggi, tetapi tidak harus dengan tekanan darah diastolik. Peningkatan tekanan
darah yang persisten menghasilkan penebalan intimal, hiperplasia medial, dan
degenerasi hialin (sklerosis). Penuaan itu sendiri juga terkait dengan sebagian
besar perubahan ini yang membuat penilaian patologi retina pada pasien yang
lebih tua kurang dapat diandalkan dibandingkan pasien yang lebih muda.
Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk oklusi arteri retina dan
neuropati optik iskemik anterior nonarteritic. Tahap akhir dari penyakit retina
disebabkan oleh gangguan sawar darah retina dan eksudat lipid dalam tekanan
darah yang sangat tinggi.2

IX. DIAGNOSIS HIPERTENSI


Diagnosis hipertensi harus didasarkan pada setidaknya 3 pengukuran tekanan
darah berbeda yang diambil pada ≥ 2 kunjungan yang terpisah. Pengukuran dilakukan
setelah pasien duduk dengan nyaman sedikitnya selama 5 (lima) menit dengan
sandaran punggung, kaki terletak di lantai, lengan diletakkan pada sandaran lengan
dengan posisi mendatar dan posisi manset sejajar dengan letak jantung. Pengukuran
tekanan darah pada kelompok usia lanjut seharusnya juga dilakukan pada posisi
berdiri dari posisi duduk setelah 1 sampai dengan 3 menit. Hal ini dilakukan untuk
mengevaluasi adanya hipotensi maupun hipertensi postural.9
Menurut American Heart Association (AHA), pengukuran tekanan darah dengan
akurat esensial dalam menegakkan diagnosis dan managemen hipertensi. AHA telah
merilis instruksi spesifik untuk pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk yang
tepat:11

Menyiapkan pasien dengan benar:11
o Menginstruksikan pasien untuk rileks, duduk di kursi dengan kaki rata
di lantai dan punggung ditopang. Pasien harus duduk selama 3-5 menit
tanpa berbicara atau bergerak sebelum pembacaan tekanan darah
pertama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 13
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

o Pasien harus menghindari kafein, olahraga, dan merokok selama


setidaknya 30 menit sebelum pengukuran
o Memastikan bahwa pasien telah mengosongkan kandung kemih
sbeleum pemeriksaan
o Baik pasien maupun pengamat tidak boleh berbicara selama periode
istirahat atau selama pengukuran
o Melepaskan pakaian yang menutupi lokasi penempatan manşet
o Pengukuran yang dilakukan saat pasien duduk di meja periksa tidak
memenuhi kriteria ini.
 Teknik yang tepat untuk pengukuran tekanan darah:11
o Menggunakan alat pengukur tekanan darah lengan lengan atas yang
telah divalidasi dan dikalibrasi
o Lengan pasien harus ditopang (misalnya berbaring di meja). Pasien
tidak boleh memegang lengan mereka karena akan mempengaruhi
tingkat tekanan darah
o Menggunakan ukuran manset yang benar
o Menggunakan diafragma atau bel stetoskop untuk pembacaan
auskultasi
 Melakukan pengukuran yang tepat yang diperlukan untuk diagnosis:11
o Pada kunjungan pertama, catat tekanan darah di kedua lengan -
gunakan lengan yang memberikan bacaan yang lebih tinggi untuk
pembacaan selanjutnya
o Melakukan pengukuran berulang dengan interval1-2 menit
o Untuk penentuan auskultasi, gunakan perkiraan palpasi obliterasi
tekanan nadi radialis untuk memperkirakan tekanan darah sistolik.
Kembangkan manset 20-30 mmHg di atas nilai tersebut untuk
penentuan tingkat tekanan darah dengan auskultasi.
o Untuk bacaan auskultasi, kempiskan tekanan manset 2 mmHg / detik
dan dengarkan suara Korotkoff

Dokumentasi yang tepat tentang pembacaan tekanan darah:11
o Catat tekanan darah sistolik pada permulaan pertama dari setidaknya 2
denyut berturut-turut dan tekanan darah diastolik pada suara terakhir
yang terdengar.
o Catat tekanan darah sistolik dan diastolik ke angka genap terdekat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 14
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

o Catat waktu diminumnya obat tekanan darah terbaru sebelum


pengukuran
 Rata-rata bacaan:11
o Gunakan rata-rata ≥2 pembacaan yang diperoleh pada ≥2 kali untuk
memperkirakan tekanan darah individu.

Gambar 3.12
Algoritma Diagnosis Hipertensi

Selain pengukuran tekanan darah, pada anamnesis dapat ditemukan gejala


hipertensi, walaupun tidak khas seperti nyeri kepala bagian belakang, kaku kuduk,
sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, dan
berkeringat banyak. Selanjutnya, penting untuk menggali riwayat penyakit pasien.
Walaupun sebagian besar kasus hipertensi disebabkan oleh hipertensi esensial.
Namun, penting untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi yang dapat diperbaiki
yang juga dikenal sebagai hipertensi sekunder. Anamnesis dapat memberikan
petunjuk tentang adanya penyakit yang mendasari seperti gagal ginjal, penyakit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 15
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

renovaskular, hipaldosteronisme, phaechromocytoma atau sindrom Cushing. Faktor


sugestif lainnya adalah tidak adanya riwayat keluarga hipertensi, perjalanan penyakit
yang tidak biasa, komplikasi awal atau resistensi terhadap terapi.2

Gambar 4.2
Penyebab Hipertensi Sekunder

Riwayat pemakaian obat –obatan, termasuk pemakaian obat anti hipertensi


sebelumnya, obat bebas yang digunakan seperti NSAIDs dan obat flu, dan obat jenis
herbal perlu ditanyakan. Kebiasaan sehari – hari dan gaya hidup selama ini termasuk
kebiasaan merokok, minum alkohol, penggunaan obat-obatan (narkotika), latihan fisik
yang teratur, dan derajat aktivitas fisik sehari-hari harus dinilai. Riwayat diet makanan
tertentu seperti diet tinggi garam (yang bisa menaikkan tekanan darah), konsumsi
lemak (meningkatkan risiko kardiovaskular), dan konsumsi alkohol (yang bila
dikonsumsi dalam jumlah berlebihan bisa memicu kenaikan tekanan darah) sangat
penting untuk ditanyakan kepada pasien maupun keluarga pasien saat dilakukan
anamnesis.2
Pada pemeriksaan fisik diarahkan kepada kelainan organ target seperti
perubahan vaskular optalmologis pada pemeriksaan funduskopi, bruit pada karotis,
pelebaran vena pada leher, suara bunyi jantung ketiga dan keempat, ronkhi basah
paru, dan melemahnya pulsasi arteri perifer. Pemeriksaan fungsi kognitif (seperti
Mini Mental State Examination (MMSE) sangat membantu dalam mendeteksi adanya
gangguan fungsi kognitif pada pasien usia lanjut dengan hipertensi.2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 16
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

Penyebab hipertensi sekunder termasuk didalamnya bruit renalis (stenosis


arteri renalis); moon face, buffalo hump, abdominal striae (pada sindroma cushing),
tremor, hiperrefleksia, dan takikardi (pada thyrotoksikosis) harus di periksa secara
seksama.2
Pemeriksaan laboratorium dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya
faktor risiko tambahan, mecari kemungkinan hipertensi sekunder dan kerusakan target
organ. Pemeriksaan darah rutin lengkap, pemeriksaan fungsi ginjal, asam urat,
elektrolit, panel metabolik, profil lipid, kadar gula darah puasa, tes fungsi tiroid
(thyroid stimulating hormone ; TSH), urinalisia, EKG dan foto thoraks PA.6

Gambar 5.6
Pemeriksaan Skrining Hipertensi Sekunder

X. TATALAKSANA HIPERTENSI
Sebagian besar pasien usia lanjut yang didiagnosis hipertensi pada akhirnya
menjalani terapi menggunakan obat antihipertensi. Pengobatan hipertensi secara
farmakologi pada usia lanjut sedikit berbeda dengan usia muda, karena adanya
perubahan– perubahan fisiologis akibat proses menua. Perubahan fisiologis yang
terjadi pada usia lanjut menyebabkan konsentrasi obat menjadi lebih besar, waktu
eliminasi obat menjadi lebih panjang, terjadi penurunan fungsi dan respon dari organ,
adanya berbagai penyakit penyerta lainnya (komorbiditas), adanya obat-obatan untuk
penyakit penyerta yang sementara dikonsumsi harus diperhitungkan dalam pemberian
obat antihipertensi. Perubahan sistem biologis pada usia lanjut akan mempengaruhi
proses interaksi molekul obat yang pada akhirnya mempengaruhi manfaat klinik dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 17
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

keamanan farmakoterapi. Frekuensi terjadinya efek samping pada kelompok usia


lanjut lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Selain itu
pasien usia lanjut merupakan salah satu pasien yang rentan terhadap interaksi obat.1
Tujuan utama kesehatan masyarakat dari terapi anti hipertensi adalah untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal. Menurut The Eight
Joint National Commitee (JNC 8) for Management of High Blood Pressure in Adults
tahun 2014, merekomendasikan pada kelompok usia ≥60 tahun mulai pengobatan
dengan anti hipertensi bila tekanan darah ≥150/90 mmHg dan target penurunan
tekanan darah <150/990 mmHg. Namun, tidak ada bukti yang cukup bagi penderita
hipertensi yang lebih muda dari 60 tahun untuk tujuan sistolik, atau pada mereka yang
lebih muda dari 30 tahun untuk tujuan diastolik, sehingga panel merekomendasikan
BP dengan tekanan kurang dari 140/90 mm Hg untuk kelompok-kelompok
berdasarkan ahli pendapat. Ambang dan tujuan yang sama direkomendasikan untuk
orang dewasa hipertensi dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis nondiabetes
(CKD) seperti untuk populasi hipertensi umum yang lebih muda dari 60 tahun.13

1. Tatalaksana Non Farmakologik


Penerapan gaya hidup sehat oleh semua orang sangat penting untuk
pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
manajemen mereka yang hipertensi. Penurunan berat badan hanya 10 lbs (4,5
kg) mengurangi tekanan darah dan / atau mencegah hipertensi dalam sebagian
besar orang yang kelebihan berat badan, meskipun yang ideal adalah
mempertahankan berat badan normal. Tekanan darah juga diuntungkan oleh
adopsi pola makan untuk menghentikan hipertensi (diet DASH), rencana
makan yang merupakan diet kaya buah-buahan, sayuran, dan susu rendah
lemak, produk-produk dengan kandungan kolesterol rendah serta lemak jenuh
dan total (modifikasi dari seluruh diet). Kaya akan kandungan kalium dan
kalsium. Natrium diet harus dikurangi tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4
g natrium).6
Setiap orang yang mampu harus melakukan aktivitas fisik aerobik
yang teratur seperti jalan cepat setidaknya 30 menit per hari hampir setiap hari
dalam seminggu. Asupan alkohol harus dibatasi tidak lebih dari 1 ons (30 mL)
etanol, setara dengan dua minuman per hari pada kebanyakan pria dan tidak
lebih dari 0,5 ons etanol (satu minuman) per hari pada wanita dan orang yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 18
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

berat badannya lebih ringan. Yang di sebut minuman adalah 12 ons bir, 5 ons
anggur, dan 1,5 ons minuman keras.6
Modifikasi gaya hidup mengurangi TD, mencegah atau menunda
timbulnya hipertensi, meningkatkan keberhasilan obat antihipertensi, dan
mengurangi risiko kardiovaskular. Sebagai contoh, pada beberapa individu,
rencana makan DASH 1.600 mg natrium memiliki efek BP mirip dengan
terapi obat tunggal. Kombinasi dua (atau lebih) modifikasi gaya hidup dapat
mencapai hasil yang lebih baik. Untuk pengurangan risiko kardiovaskular
secara keseluruhan, pasien harus dinasihati untuk berhenti merokok.6

Gambar 6.6
Modifikasi Gaya Hidup Untuk Mencegah dan Mengelola Hipertensi

2. Tatalaksana Farmakologik
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah >
6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat
≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk
menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu:14

• Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal


• Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 19
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

• Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti
pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
• Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
• Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
• Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

Algoritma tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai


guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum, yang diambil dari Joint National
Committee (JNC 8). Dibandingkan dengan pedoman pengobatan hipertensi
sebelumnya, JNC 8 menyarankan tujuan tekanan darah yang lebih tinggi dan
lebih sedikit menggunakan beberapa jenis obat antihipertensi. Beberapa
prinsip dasar terapi menurut JNC 8 adalah sebagai berikut:15
• Pada pasien 60 tahun atau lebih tua yang tidak memiliki diabetes atau
penyakit ginjal kronis, tekanan darah sasaran sekarang adalah <150/90
mm Hg.
• Pada pasien yang berusia 18 hingga 59 tahun tanpa komorbiditas
utama, dan pada pasien yang berusia 60 tahun atau lebih yang
menderita diabetes, penyakit ginjal kronis (CKD), atau kedua kondisi
tersebut, sasaran baru tekanan darah adalah <140/90 mm Hg.
• Perawatan lini pertama dan selanjutnya harus dibatasi pada 4 kelas
obat: Diuretik tipe tiazid, Calcium Channel Blocker (CCB), ACE
inhibitor, dan ARB.
• Alternatif lini kedua dan ketiga termasuk dosis yang lebih tinggi atau
kombinasi ACE inhibitor, ARB, Diuretik tipe thiazide, dan CCB.
Beberapa obat sekarang ditunjuk sebagai alternatif lini selanjutnya,
termasuk yang berikut: beta-blocker, alphablocker, alpha1/beta-blocker
(misalnya, carvedilo), vasodilatasi beta-blocker (misalnya, nebivolol),
agonis alpha2/-adrenergik pusat (mis. clonidine), vasodilator langsung
(misalnya, hidralazin), loop diruretika (misalnya, furosemide),
aldosteron antagoinsts (misalnya, spironolactone), dan antagonis
adrenergik yang bekerja secara periferal (misalnya, reserpin).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 20
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

• Penggunaan ACE inhibitor dan ARB direkomendasikan pada semua


pasien dengan CKD tanpa memandang latar belakang etnis, baik
sebagai terapi lini pertama atau sebagai tambahan terapi lini pertama.
• CCB dan Diuretik tipe tiazid harus digunakan sebagai pengganti ACE
inhibitor dan ARB pada pasien di atas usia 75 tahun dengan gangguan
fungsi ginjal karena risiko hiperkalemia, peningkatan kreatinin, dan
gangguan ginjal lebih lanjut.

Berikut ini adalah golongan obat anti hipertensi yang dapat digunakan pada pasien
usia lanjut:1
 Diuretik

Diuretik yang sering dipakai pada usia lanjut terutama golongan Tiazid,
antagonis aldosteron. Diuretik loop adalah suatu diuretik yang sangat kuat
diberikan apabila ada gagal jantung atau Penyakit Ginjal Kronis (CKD).
Golongan diuretik non-tiazid seperti Indapamid adalah turunan dari
Sulfonamid, dapat mengurangi morbiditas kardiovaskular atau stroke pada
usia > 80 tahun. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah kenaikan kadar
gula darah.
 Calcium Channel Blocker (CCB)
Obat golongan Antagonis kalsium atau Calcium Channel Blocker (CCB) telah
terbukti keamanan dan efikasinya pada pengobatan hipertensi pada usia lanjut.
CCB dianjurkan terutama apabila terdapat penyakit komorbid kardiovaskular.
Obat yang diberikan adalah yang memilki waktu kerja yang panjang.
Penelitian ACCOMPLISH menunjukkan bahwa penggunaan Amlodipin (CCB
golongan dyhidropiridine) lebih efektif dibandingkan dengan Tiazid dalam
menurunkan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan risiko tinggi,
termasuk diabetes dan merupakan pilihan alternatif yang baik untuk
pengobatan hipertensi dengan diabetes. CCB golongan non dihydropyridine
seperti Diltiazem dan Verapamil tidak memilki efek inotropik maupun
kronotropik terhadap fungsi sistolik ventrikel kiri jantung bila dibandingkan
dengan CCB golongan dihydropyridine seperti Amlodipin atau Felodipin.
Verapamil dan Diltiazem dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada
pasien hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal (renal pharenchymal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 21
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

disease) dan hipertensi yang resisten, namun sebaiknya dihindari


penggunaannya pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.
 Angiotensin Converting Enzyme – Inhibitor & Receptor Blocker
Angiotensin Converting Enzyme – Inhibitor (ACE-Inhibitor) dan Angiotensin
Receptor Blocker ( ARB ) adalah obat yang bekerja dengan menghambat
system renin – angiotensin. Obat ini telah terbukti mempunyai efek diluar efek
penurunan tekanan darahnya. Pada hipertensi dengan risiko kardiovaskular
yang tinggi, obat- obatan golongan ini mampu memperbaiki atau
menghambat kelainan organ target yang terjadi. Penelitian LIFE menunjukkan
penurunan angka mortalitas kardiovaskular dan insidensi stroke pada
penderita hipertensi sistolik terisolasi (HST) dengan pemberian Losartan
(ARB) dibandingkan dengan Atenolol (Beta blocker). Dikarenakan memiliki
efek renoprotektif dari obat golongan ACEInhibitor dan ARB pada penderita
DM tipe 2, maka pedoman penatalaksanaan / guideline anti hipertensi terbaru
menyarankan penggunaan salah satu dari obat ini sebagai terapi inisial pada
hipertensi usia lanjut dengan diabetes mellitus. Efek amping golongan ACE-
Inhibitor yang sering terjadi adalah batuk kering yang disebabkan oleh
bradikinin, bila ini terjadi sebaiknya ACE-Inhibitor dihentikan dan diganti
dengan golongan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) seperti Valsartan
ataupun Losartan. JNC 8 tidak memperbolehkan penggunaan ACE-Inhibitor
dan ARB secara bersamaan pada satu paien.
 Alfa Blocker
Golongan seletif alfa-1 adrenergic antagonist seperti Terazosin dan
Doxazosin bermanfaat untuk pengobatan hipertensi yang disertai dengan
benign prostatic hypertrophy (BPH). Efek samping utama dari obat golongan
alfa bloker ini adalah hipotensi orthostatik, refleks takikardi dan sakit kepala.
Penilitian ALLHAT menunjukkan adanya efek samping berupa peningkatan
risiko stroke, kejadian kardiovaskular dan peningkatan risiko penyakit jantung
kongestif dengan penggunaan Doxazozin bila dibandingkan dengan
Chlortalidone, hal ini menunjukan bahwa penggunaan golongan alfa antagonis
sebaiknya dihindari sebagai penggunaan lini pertama obat anti hipertensi.
 Beta Blocker

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 22
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

Golongan Penyekat beta (Beta Blocker) seperti Propranolol, Bisoprolol,


Atenolol, dan lain- lain tidak lagi dianjurkan sebagai terapi inisial pada
pengobatan hipertensi usia lanjut dikarenakan efek sampingnya yang besar
terutama pada saluran pernafasan, kecuali pada gagal jantung, penyakit
jantung koroner, migraine dan tremor senilis. Pada hipertensi obat golongan
ini biasanya diberikan sebagai kombinasi dengan diuretik.
 Golongan anti hipertensi lainnnya
Golongan obat yang bekerja di sentral seperti Klonidin, tidak dianjurkan
dipakai pada awal terapi mengingat efek sedasi, mengantuk, bradikardi, dan
mulut kering. Selain itu penggunaan obat ini pada usia lanjut dikhawatirkan
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi krisis karena penghentian obat
secara mendadak (withdrawal effect). Klonidin dapat diberikan dalam bentuk
kombinasi dengan obat – obatan lain untuk mencapai target tekanan darah
yang optimal.

Gambar 7.16
Pilihan Obat-Obatan pada Hipertensi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 23
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

Gambar 8.16
Algoritma Penanganan Hipertensi Menurut JNC 8

Setelah terapi obat antihipertensi dimulai, sebagian besar pasien harus kembali
untuk tindak lanjut dan penyesuaian obat pada interval bulanan atau sampai tujuan
tekanan darah tercapai. Kunjungan yang lebih sering akan diperlukan untuk pasien
dengan hipertensi stadium 2 atau dengan kondisi komorbiditas yang rumit. Serum
kalium dan kreatinin harus dipantau setidaknya satu hingga dua kali per tahun.
Setelah tekanan darah mencapai sasaran dan stabil, kunjungan tindak lanjut biasanya
dapat dengan interval 3 hingga 6 bulan. Komorbiditas seperti gagal jantung, penyakit
terkait seperti diabetes, dan perlunya tes laboratorium mempengaruhi frekuensi
kunjungan. Faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya harus dipantau dan dirawat
sesuai tujuannya masing-masing, dan penghindaran tembakau harus dipromosikan
dengan giat. Terapi aspirin dosis rendah harus dipertimbangkan hanya ketika tekanan
darah terkontrol karena peningkatan risiko stroke hemoragik ketika hipertensi tidak
terkontrol.6
BAB III
KESIMPULAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri
Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 24
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

Hipertensi merupakan faktor risiko penting untuk morbiditas dan mortalitas


kardiovaskular, terutama pada lansia. Berbagai uji coba telah diperlihatkan bahwa
tidak hanya aman untuk mengobati hipertensi pada manula, tetapi juga yang akan
mengurangi risiko stroke, gagal jantung, infark miokard dan penyakit lain penyebab
kematian. Pengobatan hipertensi juga mengurangi kejadian gangguan kognitif dan
demensia pada lansia. Adopsi gaya hidup sehat adalah salah satu pilar manajemen
hipertensi. Bukti menunjukkan bahwa beberapa kelas obat antihipertensi efektif
dalam mencegah kejadian kardiovaskular, tetapi biasanya tidak ada obat tunggal yang
cukup untuk mengendalikan tekanan darah pada kebanyakan lansia dengan hipertensi.
Individualisasi pengobatan harus dipandu oleh adanya faktor risiko kardiovaskular
secara bersamaan. Penilaian kerusakan organ kardiovaskular subklinis dan terapi
antihipertensi lebih dini menyebabkan pengurangan risiko kardiovaskular total.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 25
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

1. Sihombing B, Aprilia D, Sinurat F. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Lanjut Usia.


[Internet]. 2019. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63271/018%20.pdf?seque
nce=1&isAllowed=y
2. Lionakis N, Mendrinos D, Sanidas E, Favatas G, Georgopoulou M. Hypertension
In The Elderly. [Internet]. 2012. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3364500/
3. Hasil Utama RISKESDAS 2018 [Internet]. Depkes.go.id. 2018. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
4. Situasi Lanjut Usia di Indonesia [Internet]. Depkes.go.id. 2016 [cited 21 August
2019]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin%20lans
ia%202016.pdf
5. Cavaliery TA. Managing pain in geriatric patient. Washington, USA: Journal of
American Oseteopathic association; 2007
6. Chobanian A, Bakris G, Black H, Cushman W, Green L, Izzo J et al. Seventh
Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. Hypertension [Internet]. 2003;42(6):1206-
1252. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK9633/
7. Acelajado M. Optimal management of hypertension in elderly patients. Integrated
Blood Pressure Control [Internet]. 2010;:145. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3172073/
8. Know Your Risk Factors for High Blood Pressure [Internet]. www.heart.org.
2017. Available from: https://www.heart.org/en/health-topics/high-blood-
pressure/why-high-blood-pressure-is-a-silent-killer/know-your-risk-factors-for-
high-blood-pressure
9. Benetos A, Petrovic M, Strandberg T. Hypertension Management in Older and
Frail Older Patients. Circulation Research [Internet]. 2019;124(7):1045-1060.
Available from:
https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIRCRESAHA.118.313236
10. Hypertension in the Elderly: An Evidence-based Review [Internet]. Reasearch
Gate. 2011. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/51590468_Hypertension_in_the_Elderly
_An_Evidence-based_Review
11. Muntner P, Shimbo D, Carrey R. Measurement of Blood Pressure in Humans: A
Scientific Statement From the American Heart Association | Hypertension
[Internet]. Ahajournals.org. 2019. Available from:
https://www.ahajournals.org/doi/full/10.1161/HYP.0000000000000087
12. Criteria for Diagnosis of Hypertension and Guidelines for Follow-up (Figure 1) |
Hypertension Canada Guidelines [Internet]. Guidelines.hypertension.ca. 2019.
Available from: https://guidelines.hypertension.ca/diagnosis-
assessment/diagnosis/

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 26
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019
Dheasitta Andini Putri (406172015)

13. James PA et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8) [Internet]. Jamanetwork. 2014. Available from:
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/1791497
14. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular [Internet].
Inaheart.org. 2015. Available from:
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksna_hipertensi_pada_peny
akit_Kardiovaskular_2015.pdf
15. The JNC 8 Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide [Internet]. AJMC. 2014.
Available from: https://www.ajmc.com/journals/evidence-based-diabetes-
management/2014/january-2014/the-jnc-8-hypertension-guidelines-an-in-depth-
guide?p=1
16. JNC 8 Hypertension Guideline Algorithm [Internet]. Thepafp.org. 2019.
Available from: http://thepafp.org/website/wp-content/uploads/2017/05/2014-
JNC-8-Hypertension.pdf

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Geriatri


Panti Wredha Salam Sejahtera Bogor 27
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode Kepaniteraan 05 Agustus – 08 September 2019

Anda mungkin juga menyukai