Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL TERAPI BERMAIN PUZZLE

DI RUANG GALILEA III ANAK


RS BETHESDA YOGYAKARTA

Disusun Oleh : Kelompok V


1. Leoderik Papuara (1804014)
2. Lisa Yeri Trinawati (1804015)
3. Ni Made Suma Mulya Dewi (1804016)
4. Sri Rahayu (1804020)
5. Yossana Herlian (1804025)

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak dan bermain merupakan dua dunia yang hampir tidak dapat
dipisahkan. Bagi anak bermain merupakan seluruh aktifitas anak termasuk
bekerja, kesenangannya, dan merupakan metode bagaimana mereka
mengenal dunia. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih. Melalui
bermain, anak tidak hanya menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya seperti
melompat, melempar, atau berlari. Tetapi bermain menggunakan seluruh
emosinya, perasaannya dan pikirannya (Soetjiningsih,2013).
Dalam kehidupan masyarakat banyak dijumpai para orang tua yang kurang
atau tidak menyadari betapa pentingnya masalah bermain ini bagi tumbuh
kembang anak, sehingga para orang tua tidak pernah memberikan perhatian,
apalagi secara terencana untuk memfasilitasi kecenderungan tabiat bermain
anak tersebut, apalagi secara terprogram. Bahkan tidak jarang orang tua
tidak sabar dan merasa kesal bila melihat anaknya bermain dengan
mengacak-acak barang yang dimainkannya. Berdasarkan wawancara pada
3 orang ibu di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Jeruk Kelurahan Patihan
pada tanggal 29 Mei 2013, ibu pertama yang mempunyai anak laki-laki
berumur 3,5 tahun. Si anak di rumah senang bermain komputer hingga
rusak. Ibu juga membelikan mainan yang diinginkan si anak tanpa melihat
label mainan tersebut aman atau tidak untuk seusia anaknya. Ibu yang kedua
yang mempunyai anak umur 4,5 tahun di rumah anak dibelikan mainan play
station (PS). Bila ibu bekerja, sepulang dari sekolah anak bermain PS
dengan mengajak teman-temannya. Ibu yang ketiga mempunyai anak
perempuan yang berumur 4 tahun yang suka menggunting. Di rumah si anak
menggunting apapun yang dia temukan termasuk kain taplak meja.

1
2

Akhirnya si ibu menyembunyikan gunting supaya si anak tidak merusak


barang-barang rumah.
Berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) (2012) jumlah balita di Indonesia pada tahun 2011tercatat
sebanyak 13. 898. 951 jiwa dari 234. 292. 695 jiwa (5,93%) penduduk
Indonesia. Jumlah balita di Propinsi Jawa Timur mencapai 2.526.654 jiwa
dari 37.687.622 jiwa (6,70%) penduduk Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan
Badan Pusat Statistik, Kota Madiun memiliki jumlah balita sebanyak
26.414 jiwa dari 171.926 jiwa (15,36%) penduduk kota madiun. Sedangkan
berdasarkan data dari Puskesmas Patihan bulan Januari 2013 jumlah siswa
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Jeruk Kelurahan Patihan berjumlah 55
anak. Jumlah siswa di PAUD Jeruk adalah yang terbanyak dibanding PAUD
lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Patihan.
Beberapa kritikan dari para ahli pendidikan tentang kurangnya waktu bagi
anak untuk bersosialisasi dan mengembangkan hobby atau bakatnya
(termasuk bermain) karena sebagian besar waktu terpakai untuk kegiatan-
kegiatan belajar demi mengejar prestasi akademik disekolah sudah sangat
sering kita dengar. Sekolah-sekolah untuk anak-anak bahkan ada yang
sudah dimulai dari anak umur 1,5 tahun (walaupun sekolah usia ini tentunya
belum mulai belajar). Banyak TK yang menekankan kurikulumnya untuk
mengajar anak membaca, menulis dan berhitung, bukan lagi sekedar untuk
bermain-main. Pulang sekolah anak masih harus mengikuti bermacam-
macam les, misalnya kumon, sempoa, menggambar, balet, piano, dll. Selain
untuk sekolah dan les, anak-anak juga masih perlu waktu untuk
mengerjakan pekerjaan rumah (PR), mandi, makan, dan istirahat (tidur).
Lalu kesempatan anak untuk bermain dapat berkurang bahkan tidak ada
sama sekali (Prabowo, 2008).
Alat permainan mempunyai peranan penting sebagai stimulus dalam
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian
Hurlock (1999) dalam Suyadi (2009), mengatakan bahwa alat permainan
yang diberikan saat bermain dapat merangsang perkembangan yang utuh
3

baik secara kognitif, motorik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.


Pemilihan alat permainan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
tumbuh kembang anak (Ronald, 2010).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi sebagai
hiburan, tetapi juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan penelitian
seorang ahli saraf bernamaIan Robertson, puzzel dapat meningkatkan
kemampuan mental. Selain itu, permainan ini juga dapat mencegah penyakit
Alzheimer dan hilang ingatan(Baras, 2010).
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan
keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil
dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah sifat aktif dimana anak selalu
ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain
dalam puzzel gambar, disni anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam
meletakkan gambar yang telahdi bongkar.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari bermain?
2. Apa tujuan bermain?
3. Apa fungsi bermain?
4. Bagaimana prinsip bermain?
5. Apa saja klasifikasi bermain?
6. Apa saja alat edukatif dalam permainan?
7. Bagimana terapi bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui kebutuhan bermain untuk anak dan meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam konsep bermain.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari bermain
b. Mengetahui tujuan dari bermain

3
4

c. Mengetahui fungsi dari bermain


d. Mengetahui prinsip bermain
e. Mengetahui klasifikasi bermain
f. Mampu memahami alat edukatif dalam permainan
g. Mampu menerapkan terapi bermain pada anak yang dirawat di
rumah sakit
BAB II
KONSEP TERAPI BERMAIN

A. DEFINISI
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu
alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut
sering disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk
mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping
dalam menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional
dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit
(Wong, 2009).
Terapi bermain adalah penggunaan media permainan (alat dan cara
bermain) dalam pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus yang
bertujuan untuk mengurangi atau menghiangkan gangguan-gangguan atau
penyimpangan-penyimpangan. Seperti gangguan dan penyimpangan fisik,
mental, sosial, sensorik, dan komunikasi (Indrayani, 2011)
Terapi bermain adalah sebuah proses terapeutik yang menggunakan
permainan sebagai media terapi agar mudah melihat ekspresi alamai
seorang anak yang tidak bisa diungkapkan dalam bahasa verbal karena
permainan merupakan pintu masuk kedalam dunia anak-anak (Hatiningsih,
2013)

B. TUJUAN
Menurut Soetjiningsih (2013) anak bermain pada dasarnya agar
memperoleh kesenangan, sehingga ia tidak akan merasa jenuh. Bermain
tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti
halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Bermain adalah unsur yang

5
6

penting untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas


dan sosial.
Anak dengan bermain dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya,
bermain cara yang baik untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran dan
kedukaan. Anak dengan bermain dapat menyalurkan tenaganya yang
berlebihan dan ini adalah kesempatan yang baik untuk bergaul dengan anak
lainnya.

C. FUNGSI
Menurut Hatiningsih (2013) bermain pada anak mempunyai fungsi-fungsi
sebagai berikut :
1. Merangsang perkembangan sensorik dan motorik
Perkembangan sensorik motorik didukung oleh stimulasi visual,
stimulasi pendengaran, stimulasi taktil atau sentuhan dan stimulasi
kinetik.Stimilasi visual merupakan stimulasi awal yang penting pada
tahap permulaan perkembanagn anak. Stimulasi pendengaran (aditif)
merupakan perkembangan bahasa (verbal) terjadi pada tahun pertama
kehidupan. Stimulasi taktil berarti memberikan perhatian dan kasih
sayang yang dibutuhkan oleh anak. Stimulasi ini menimbulkan rasa aman
dan percaya diri pada anak sehingga akan lebih responsive dan
berkembang. Stimulasi kinetic membantu anak untuk mengenal
lingkungan yang berbeda.
2. Merangsang perkembangan kognitif (intelektual)
Anak belajar mengenal warna, bentuk atau ukuran, tekstur dari berbagai
objek, angka, dan benda. Anak belajar untuk merangkai kata,berpikir
abstrak dan memahami hubungan ruang seperti naik, turun , diba\wah
dan terbuka. Aktivitas bermain juga membantu perkembangan
ketrampilan dan mengenal dunia nyata atau fantasi.
3. Merangsang sosialisasi
Dengan bermain akan mengenalkan anak pada hubungan dengan
lingkungan. Mengenalkan nilai-nilai moral dan etika, belajar untuk
7

mengatasi persoalan serta tanggung jawab terhadap sesuatu yang


diperbuatnya. Pada tahun pertama nak hanya mengamati objek yang ada
disekitarnya.
4. Merangsang kreativitas
Dengan bermain anak dapat bereksperimen dan mencoba ide-idenya
sehingga akan mengembangkan bakat dan kreativitasnya. Dalam hal ini
lingkungan dan orang terdekat sangat mendukung
5. Merangsang kesadaran diri
Dengan aktivitas bermain anak belajar memahami kelemahan dan
kemampuannya dibandingkan dengan anak yang lain. Disini anak juga
mulai melepaskan diri dari orang tua.
6. Merangsang nilai-nilai moral
Anak belajar mengenai perilaku yang benar dan salah dari lingkungan
rumah maupun sekolah. Anak juga belajar mentaati aturan dalam suatu
kelompok, misalnya kejujuran
7. Merangsang nilai terapeutik
Dengan bermain anak dapat mengekpreksikan emosi dan ketidakpuasan
atas situasi social serta rasa takutnya yang tidak dapat diekkspresikan di
dunia nyata.
8. Komunikasi
Bermain merupakan alat komunikasi terutama pada anak yang masih
belum dapat menyatakan perasaaannya secara verbal misalnya, anak
menggambar dua anak kecil perempuan (mungkin dia ingin punya adek
perempuan), anak melempar sendok atau garpu saat makan (mungkin dia
tidak suka dengan lauk pauknya), dsb.

D. PRINSIP BERMAIN
Prinsip bermain menurut Hatiningsih (2013) yaitu :
1. Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak memerlukan
energy yang memadai. Anak yang sehat memerlukan aktivitas bermain
8

yang bervariasi baik bernain aktif maupun pasif untuk menfhindari rasa
bosan dan jenuh. Jika anak sakit, maka keingina anak untuk bermain
akan menurun
2. Waktu yang cukup
Jika anak mempunyai waktu yang cukup untuk bermain maka stimulus
yang diberikan dapat ditangkap lebih optimal oleh anak, dan anak akan
mempunyai kesempatan yang lebih lama untuk megenal alat-alat
permainnya.
3. Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuakan dengan usia dan
tahap perkembangan anak. orang tua hendaknya memperhatikan hal
itu, sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan
benar. Alat permainan tersebut harus aman dan mempunyai unsur
edukatif bagi anak
4. Ruang untuk bermain
Aktivitas bermain dapat dilakukan dimana saja, namun bila
memungkinkan lebih baik diperlukan suatu ruangan khusus untuk
bermain sekaligus untuk menyimpan mainanya.
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru temannya
sampai diberitahu oleh orang tuanya. Dengan dibimbing oleh orang
tuanya merupakan cara terbaik karena anak lebih terarah dan lebih
berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alata tersebut.
Selain itu akan meningkatkan relasi antara orang tua dan anak
6. Teman bermain
Dalam bermain anak memerlukan teman baik sebaya, saudara maupun
orang tuanya. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi
anak dan membantu anak dalam memahami perbedaan
9

E. KLASIFIKASI BERMAIN
Ada beberapa jenis permainan menurut Hatiningsih (2013) ditinjau dari isi
permanan maupun karakter sosialnya. Berdasarkan isi permainan, ada sosial
affectif play, sense-pleasure play, skill play, games, unoccopied behavior
dan dramatic play
1. Berdasarkan isi permainan
a. Sosial Affetif Play
Inti permainan ini adalah permainan hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, permainan
“cliuk ba”, berbicara sambil tersenyum atau tertawa, memberikan
tangan kepada bayi untuk menggenggamnya. Bayi akan mencoba
berespon terhadap tingkah laku orang tuannya atau orang dewasa
tersebut dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh
b. Sense-Pleasure Play
Permainan ini mengguanakan alat permainan yang menyenangkan
dan mengasyikkan pada anak. Misalnya dengan mengguankan air,
anak akan memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain.
Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakain
asyik bersentuhan dengan alat permaianan ini sehingga susah untuk
berhenti.
c. Skill Play
Permainan ini meningkatkan ketrampilan anak, khususnya motorik
kasar dan halus. Ketrampilan tersebut diproleh melalui pengulangan
kegiatan perrmain yang dilakukan. Semakin sering melakukan
kegiatan, anak akan semakin trampil. Misalnya, bayi akan trampil
memegang benda-benda kecil, memndahkan benda dari satu tempat
ke tempat lain.
d. Game
Game atau permainan adalah jenis peraianan yang mengguanalan
alat tertentu, yang mengguanakan perhitungan atau skor
10

e. Unoccopied Behavior
Anak tidak memainkan permainan tertentu, namun anak terlihat
mondar-mandie, tersenyum, tertawa, membungkuk memainkan
kursi atau apa saja yang ada disekelilingnya. Anak akan tampak
senang, gembira, dan asyik dengan situasi serta lingkungannya.
f. Dramatic Play
Pada permainan ini anak memainkan perasn sebagai orang lain
melalui peraianannya. Apabila anak bermain dengan temannya, akan
terjadi percakapan diantara mereka tentang peran orang yang mereka
tiru. Permainan ini penting untuk proses indentifikasi anak terhadap
peran tertentu.
2. Berdasarkan karekater sosial
a. Sosial Onlockery Play
Pada permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermaian, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisiasi dalam
permainan.
b. Solitary Play
Pada permainan ini, akan tampak dalam kelompok permainan, tetapi
anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan
alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang
digunakan temannya, tidak ada kerjasama, ataupun komunikasi
dengan teman sepermainannya.
c. Parallel Play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi kontak
satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia
toddler.
d. Associative Play
Pada permainan ini, terjadi komunikasi antara anak satu dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada yang memimpin permainan,
11

dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain boneka, masak-


masakan, hujan-hujanan.
e. Copperative Play
Pada permainan ini terdapat aturan permainan dalam kelompok,
tujuan dan pemimpin permainan. Pemimpin mengatur dan
mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan Dalam permainan. Misalnya
bermain bola.
3. Berdasarkan kelompok usia
a. Anak usia bayi
1) Bayi usia 0 – 3 bulan
Permainan bagi usia bayi adalah adanya interaksi sosial yang
menyenangkan antara bayi dengan orang tua atau dengan orang
di sekitarnya.
2) Bayi usia 4 – 6 bulan
Dapat dilakukan permainan seperti mengajak bayi menonton
televisi, memberi mainan yang mudah dipegang dan berwarna
terang.
3) Bayi usia 7 – 9 bulan
Dapat dilakukan dengan memberikan mainan yang berwarna
terang atau memberikan kertas dan alat tulis, biarkan ia
mencoret – coret sesuai keinginannya.
b. Anak usia toddler ( > 1 – 3 tahun )
Pada usia ini karakteristik yang khas, yaitu : banyak bergerak, tidak
bisa diam dan mulai mengembangkan otonomi dan kemampuannya
untuk dapat mandiri. Jenis permainan yang dapat dipilih adalah
solitary play dan parallel play.
c. Anak usia pra sekolah ( > 3 – 6 tahun )
Anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan
halus yang lebih matang daripada usia toddler. Anak sudah lebih
12

aktif, kreatif, dan imajinatif. Oleh karena itu, jenis permainan yang
sesuai adalah associative play, dramatic play, dan skill play.
d. Anak usia sekolah ( 6 – 12 tahun )
Kemampuan anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih
mampu bekerjasama dengan teman sepermainannya. Dengan
demikian permainan pada usia anak sekolah tidak hanya
meningkatkan keterampilan fisik tetapi intelektualnya juga.
e. Anak usia remaja ( 13 – 18 tahun )
Anak remaja berada pada suatu fase peralihan, yaitu dari satu sisi
akan meninggalkan fase anak – anak, dan di sisi lain masuk usia
dewasa dan bertindak sebagai individu. Oleh karena itu anak remaja
akan mengalami krisis identitas. Prinsipnya kegiatan bermain bagi
anak usia remaja tidak hanya sekedar mencari kesenangan dan
meningkatkan fisioemosional, tetapi juga lebih ke arah menyalurkan
minat dan bakat.

F. ALAT EDUKATIF
Menurut Hatiningsih (2013) alat permainan edukatrif adalah permainan
yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak sesuai usia dan tingkat
perkembangannya serta berguna untuk perkembangan aspek fisik, bahasa,
kognitif, dan sosial anak. Pengembangan aspek fisik dilakukan melalui
kegiatan yang dapat menujang atau merangsang pertumbuhan fisik anak
seperti belajar berjalan, atau merangka, naik turun tangga, dan bersepeda.
Pengenbangan bahasa dilakukan untuk melatih bicara dan menggunakan
kalimat yang benar. Pengembangan aspek positif dilakukan dengan
pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna objek, dll. Pengembangan aspek
sosial dilakukan dengan cara berhubungan atau berinteraksi dengan orang
tua saudara, keluarga, dan masyarakat.
13

Adapun syarat permainan APE:


1. Keamanan
Alat permainan untuk anak dibawah usia 2 tahun hendaknya tidak
terlalu kecil, catnya tidak beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan
tidak mudah pecah, karena pada usia ini anak kadang – kadang suka
memasukkan benda ke dalam mulut. Di usia 0-1 tahun menggunakan
alat-alat yang tidak membahayakan anak, misalnya tidak ada bagian
yang tajam, tidak mengandung racun, tidak mudah pecah, karena pada
umur ini anak mengenal benda disekitarnya dengan cara memegang,
mencengkram dan memasukkkan ke dalam mulutnya
2. Ukuran dan berat
Prinsipnya mainan tidak membahayakan dan sesuai usia anak. Apabila
mainan terlalu besar anak akan sukar menjangkau atau
memindahkannya, sebaliknya terlalu kecil, mainan akan mudah
tertelan.
3. Desain
APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran,
susunan, dan warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu, APE
hendaknya tidak trlalu rumit untuk menghindari kebingungan anak.
4. Fungsi yang jelas
APE hendaknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli
perkembangan anak.
5. Variasi APE
APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar
pasang), namun tidak terlalu sulit agar anak tidak frustasi, dan tidak
terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.
6. Universal
APE sebaiknya mudah diterima dan dikenal oleh semua budaya dan
bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang
bisa dimengerti oleh semua orang.
14

7. Tidak mudah rusak, mudah didapat, dan terjangkau oleh masyarakat


luas.
Karena APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak,
maka setiap lapisan masyarakat, baik yang tingkat sosial ekonomi
tinggi maupun rendah, hendaknya dapat menyediakannya. APE
didesain sendiri asal memenuhi persyaratan

G. TERAPI BERMAIN PADA ANAK YANG DIRAWAT DI RUMAH


SAKIT
1. Pengertian
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu
alat paling efektif untuk mengatasi stres anak. Karena hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan sering disertai stres
berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut
dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stres
(Wong, et al, 2008)

2. Fungsi Bermain Di Rumah Sakit


Menurut Wong ( 2008 ) Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang
anak bila bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:
a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
c. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian
tubuh
e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan
tujuan peralatan dan prosedur medis
f. Memberi peralihan dan relaksasi
g. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
h. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengekspresikan perasaan,
15

i. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap


yang positif terhadap orang lain,
j. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
k. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik

3. Alat Permainan Diperlukan


Tetapkan jenis alat permainan yang akan digunakan. Ingat bahwa alat
permainan tidak harus yang bagus dan baru. Gunakan alat permainan yang
dimiliki anak atau yang tersedia di ruang rawat. Apabila anak akan diajak
bermain melipat kertas, gunakan bahan yang murah dan harga terjangkau.
Yang penting adalah permainan yang digunakan harus menggambarkan
kreatifitas perawat dan orang tua, serta dapat menjadi media untuk
eksplorasi perasaan anak (Supartini,2014 )

4. Tehnik Bermain di Rumah Sakit


Menurut Whaley & Wong (2008), tehnik bermain untuk anak yang dirawat
di rumah sakit adalah menyediakan alat mainan yang merangsang anak
bermain dan memberikan waktu yang cukup pada anak untuk bermain dan
menghindari interupsi dengan apa yang dilakukan anak.
Peningkatan pengendalian anak yang meliputi mempertahankan
kemandirian, dan konsep perawatan diri dapat menjadi salah satu hal yang
menguntungkan. Meskipun perawatan diri terbatas pada usia dan kondisi
fisik anak, kebanyakan anak di atas usia bayi dapat melakukan aktivitas
dengan sedikit atau tanpa bantuan. Pendekatan lain mencakup memilih
pakaian dan makanan bersam-sama, menyusun waktu dan melanjutkan
aktivitas sekolah
Meningkatkan kebebasan bergerak juga diperlukan, karena anak-anak yang
lebih muda bereaksi paling kuat terhadap segala bentuk restriksi fisik atau
imobilisasi. Meskipun imobilisasi medis diperlukan untuk beberapa
intervensi seperti mempertahankan jalur iv, tetapi sebagian besar retriksi
fisik dapat dicegah jika perawat mendapatkan kerja sama dari anak
16

Pemberitahuan kepada anak hak-haknya pada saat di hospitalisasi


meningkatkan pemahaman yang lebih banyak dan dapat mengurangi
perasaan tidak berdaya yang biasanya mereka rasakan

5. Alat Mainan yang Sesuai dengan Usia dan Kondisi Anak


Menurut Wong (2008) alat mainan dapat diberikan pada anak dalam
keadaan kondisi sakit ringan, dimana anak dalam keadaan yang
membutuhkan perawatan dan pengobatan yang minimal. Pengamatan dekat
dan tanda vital serta status dalam keadaan normal dan kondisi sakit sedang,
dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan
yang sedang, pengamatan dekat dan status psikologis dalam keadaan
normal. Sedangkan anak dalam keadaan sakit berat tidak diberikan aktivitas
bermain karena anak berada dalam status psikologis dan tanda vital yang
belum normal, anak gelisah, mengamuk serta membutuhkan perawatan
yang ketat.
Pada usia bayi, saat anak mengalami sakit ringan, alat mainan yang sesuai
seperti balok dengan warna yang bervariasi, buku bergambar, cangkir atau
sendok, kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi.
Sedangkan saat anak sakit sedang, mainan yang dapat diberikan berupa
kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi.
Alat mainan yang dapat didorong dan ditarik, balok-balok, mainan
bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku gambar, kertas,
crayon, dan manik-manik besar dapat diberikan pada anak usia toodler saat
mengalami sakit yang ringan. Sedangkan pada saat anak sakit dalam tingkat
yang sedang, mainan yang diberikan dapat berupa mainan bermusik, alat
rumah tangga, telephone mainan, buku bergambar, dan manik-manik besar.
Pada usia pra sekolah, saat mereka mengalami sakit ringan, alat mainan
yang dapat diberikan berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku
gambar, teka-teki, menyusun potongan gambar, kertas untuk melipat-lipat,
crayon, alat mainan bermusik dan majalah anak-anak. Dan saat anak pra
17

sekolah mengalami sakit sedang, mainan yang diberikan dapat berupa


boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku bergambar, dan alat mainan musik.
Pada usia sekolah, anak sudah mulai melakukan imaginasi. Maka alat
mainan yang dapat diberikan berupa permainan teka-teki, buku bacaan, alat
untuk menggambar, alat musik seperti harmonika. Sedangkan pada saat
remaja, anak mulai mencurahkan kreativitas yang dimilikinya, maka alat
mainan yang diberikan dapat berupa permainan catur, alat untuk
mengggambar seperti cat air, kanvmeas, kertas, majalah anak-anak atau
remaja, dan buku cerita (Hardjadinata, 2009).

6. Memilih Alat Mainan


Menurut Wong, et al, (2008), orang tua dari anak-anak yang dihospitalisasi
sering menanyakan pada perawat tentang jenis-jenis mainan yang boleh
dibawa untuk anak mereka. Meyakinkan orang tua bahwa ingin memberikan
mainan yang baru untuk anak mereka merupakan sifat alami adalah tindakan
yang bijaksana, tetapi akan lebih baik bila menunggu sementara untuk
membawakan mainan tersebut, terutama jika anak tersebut masih kecil.
Anak-anak kecil perlu rasa nyaman dan keyakinan terhadap benda-benda
yang dikenalnya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih mainan bagi anak
yang dirawat di rumah sakit adalah, pilihlah alat mainan yang aman (alat
mainan ini aman untuk anak yang satu belum tentu untuk anak yang lain).
Hindari alat mainan yang tajam, mengeluarkan suara keras dan yang terlalu
kecil, terutama anak umur di bawah 3 tahun. Ajarkan anak cara
menggunakan alat yang bisa membuat injury seperti gunting, pisau dan
jarum. Sediakan tempat untuk menyimpan alat mainan anak-anak dan
pilihlah alat mainan yang membuat anak tidak jatuh.
18

7. Prosedur Dalam Terapi Bermain Dirumah Sakit


Menurut Nabiel (2014), tahap awal sebelum memasuki fase terapi bermain
anak harus di siapkan sehingga mereka tahu apa yang akan dihadapi dan
akan dilakukannya. Beberapa orang tua tidak cukup menyiapkan anak
mereka, karena mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau takut anak
tidak mau mengikuti terapi saat mereka memberitahu bahwa anak akan
menjalani terapi. Orang tua sebaiknya memberitahu bahwa anak akan
bertemu dengan terapis dalam ruang khusus dimana disana banyak mainan
setiap minggu dan menjelaskan bahwa proses ini akan membantu anak
menemukan hal yang lebih baik.
Sesudah terapi bermain selesai, terapis atau perawat harus menjelaskan
pada orang tua bahwa setelah sesi terapi selesai mereka jangan bertanya
pada anak tentang apa yang terjadi atau bagaimana perasaan anak selama
sesi berlangsung. Ini untuk menjamin anak merasa aman, privasinya terjadi,
dan percaya. Akan tetapi hal tersebut diperbolehkan jika anak yang lebih
dulu memulai pembicaraan tentang sesi yang berlangsung. Perawat juga
harus mengkomunikasikan kepada orang tua jika memberikan pekerjaan
rumah seperti menggambar atau melukis.

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di


Rumah Sakit
Menurut Green LW (2010), terdapat tiga kategori faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap pelaksanaan terapi di rumah sakit yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi rasional atau motivasi
berperliaku yang menjadi pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap dan
keyakinan,
1) Pengetahuan (Cognitif)
Terlaksananya aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di
ruangan dalam meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari
domain kognitif ini, dalam arti perawat tersebut tahu atau
19

mengetahui tentang arti, fungsi, klasifikasi, tipe, karakteristik


bermain pada anak, faktor-faktor yang mempengaruhi bermain,
prinsip dan fungsi bermain di rumah sakit dan alat mainan yang
diperbolehkan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan perawat tentang
aktifitas bermain pada anak maka akan semakin optimal pula
perawat dalam melaksanakan tindakan yang di berikannya tersebut
(Whaley & Wong, 2004).
2) Sikap (Attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.sikap
seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan yang mendukung
atau memihak (favorable) maupun perasaan tak mendukung atau
memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sedangkan menurut
Secord dan Backman (dalam Azwar, 2000) mendefenisikan sikap
adalah suatu keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),
pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang
terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap dikatakan
sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila
individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
reaksi individual. Dari defenisi yang ada dapat di simpulkan bahwa
manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat di
tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Azwar, 2000).
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
perawat adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang di
anggap penting, media massa, institusi serta faktor emosi dalam diri
individu. Suatu sika yang positif belum terwujud dalam suatu
tindakan (Whaley & Wong, 2004).
BAB III

SAP BERMAIN

TOPIK : TERAPI BERMAIN

SUB TOPIK : PUZZLE

SASARAN : ANAK

TEMPAT : RUANG BERMAIN GIII ANAK

WAKTU : 35 MENIT

A. TUJUAN
1. TIU (Tujuan Instruksional Umum)
Setelah diajak bermain, diharapkan anak dapat melanjutkan tumbuh
kembangnya, mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman
bermain dan beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. TIK (Tujuan Instruksioal Khusus)
Setelah diajak bermain selama 35 menit, anak diharapkan:
a. Anak dapat mengikuti permaian sampai selesai dengan baik.
b. Anak dapat merasa senang dengan permainan puzzle
c. Anaik dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya
yang dirawat diruang yang sama.
d. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
e. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.
f. Menghilangkan kejenuhan selama dirawat di RS berkurang.

20
21

B. PERENCANAAN
1. Jenis Program Bermain
Bermain/menyusun Puzzle
2. Karakteristik Bermain
a. Melatih motorik halus
b. Melatih daya imjinasi
c. Berkembangnya kognitif
3. Karakteristik Peserta
a. Usia anak 3-6 tahun
b. Jumlah peserta 3-6 anak yang didamping orang tua
c. Keadaan umun membaik
d. Tidak ada gangguan mobilitas
e. Tidak menderita penyakit menular seperti TBC, dll.
f. Peserta kooperatif
4. Metode : demonstrasi
5. Alat-alat yang digunakan
a. Puzzle dalam bentuk gambar
6. Pengorganisasian
a. Leader : Yossana Herlian
b. Co-Leader : Ni Made Suma Mulya Dewi
c. Fasilitator : Lisa Yeri Rinawati
d. Observer : Sri Rahayu, Erik Papuara

C. SRATEGI PELASANAAN
1. Persiaan : 5 menit
a. Menyiapkan ruangan
b. Menyiapkan alat
c. Menyiapkan peserta
2. Pembukaan : 5 menit
a. Perkenalan dengan anak dan keluarga
22

b. Anak akan saling bekenalan


c. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Kegiatan : 20 menit
a. Leader mengarahkan cara menyusun bentuk puzzle.
b. Anak memilih salah satu jenis puzzle yang disukai.
4. Penutup : 5 menit
a. Menyimpulkan hasil terapi bermain
b. Memberikan reward pada anak yang berhasil menyusun puzzle
c. Memberikan pesan-pesan.

D. SETTING RUANGAN

Leader Peserta Fasilitator dan observer orang tua anak

Co - leader
23

E. Uraian Tugas Kelompok


1. Leader : Yossana Tugas leader :
a. Menjelaskan tujuan pelaksanaan bermain
b. Menjelaskan peraturan kegiatan sebelum kegiatan dimulai.
c. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok.
d. Mampu memimpin acara dari awal sampai akhir
2. Co – Leader : Ni Made Suma M.D
Tugas co – leader :
a. Membantu leader
b. Mengingatkan leader jika ada yang kurang
c. Membantu kelancaran jalannya terapi bermain
3. Fasilitator : Lisa Yeri R.
Tugas fasilitator :
a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif.
b. Berperan sebagai role model bagi klien selama kegiatan berlangsung.
c. Mempertahankan kehadiran peserta.
d. Membantu melancarkan jalanya acara
4. Observer : Sri Rahayu, Erik
Tugas Observer :
a. Mengobservasi jalannya / proses kegiatan
b. Mencatat perilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan
berlangsung.
c. Memantau kelancaran acara dan perkembangan serta karakteristik
peserta.
d. Mendokumentasikan acara

F. EVALUASI YANG DIHARAPKAN


1. Anak dapat mengembangkan motorik halus
2. Anak dapat mengembangkan kreatifitas
3. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
4. Anak merasa senang
24

5. Anak tidak takut lagi dengan perawat


6. Orang tua dapat mendampingi anak sampai selesai
7. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan bermain
puzzle.

Mengetahui

Preceptor Akademik Preceptor Klinik

(Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS) (Lestari Sri Hastuti, A.Md.Kep)


25

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelaksanaan terapi bermain dengan puzzle dilaksanakan pada tanggal 11 – 05 –
2018 pukul 11.00 WIB di ruang bermain Galelia 3 Anak selama 35 menit.
1 Anak yang mengikuti terapi bermain berjumlah 4 orang dengan jenis
kelamin laki – laki dan didampingi orang tua
2 Masing – masing anak mengikuti kegiatan bermain dari awal sampai akhir
dengan baik, tidak ada yang takut dan menangis
3 Anak mengatakan senang mengikuti permainan yang diberikan
4 Anak mampu bersosialisasi dengan teman yang lainnya
5 Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan jadwal yang ditentukan

B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada orang tua anak yaitu orang tua dapat
memberikan permainan yang sesuai dengan umur anak. Terapi bermain juga
sebaiknya dilakukan secara rutin agar anak tidak merasa jenuh dan mampu
bersosialisasi dengan lingkungan tempat ia dirawat.
26

DAFTAR PUSTAKA

Hatiningsih, Nuligar. (2013). Play therapy untuk meningkatkan konsentrasi pada


anak attention deficit hyperactive disorder (ADHD). Jurnal ilmiah
psikologi terapan 1-2. 324-342 ISSN: 2301-8267.
Indriyani, L. (2011). Play therapy: pembelajaran mitigasi bencana tanah longsor
untuk ABK. Bulletin vulkanologi dan bencana geologi. 6-3:7-15.
Hidaa, Nabiel H. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hurlock, Elizabeth B. 2005. Perkembangan Anak Jilid II-Edisi ke 6. Jakarta:


Erlangga.

Supartini.2004. Buku Ajar Konsef Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.

Soetjiningsih, 2013. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC

Wong, 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC


27

Lampiran Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai