LP PTG
LP PTG
OLEH :
SRI WAHYUNI, S.Kep
18.04.032
CI.LAHAN CI.INSTITUSI
( ) ( )
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Penyakit trofoblas gestasional merupakan suatu kelainan berupa
proliferasi sel trofoblas yang abnormal selama kehamilan yang melipui mola
hidatidosa komplit maupun parsial, mola invasif, koriokarsinoma dan
placental site trophoblastic tumor. Sekitar 10 % kasus penyakit trofoblas
gestational berkembang menjadi proses keganasan (penyakit trofoblas ganas)
yang memerlukan tatalaksana lebih lanjut. Penyakit Trofoblas Ganas (PTG)
meliputi mola invasif, koriokarsinoma dan placental site trophoblastic tumor.
Penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah suatu tumor ganas yang berasal
dari sito dan sinsiotrofobals yang menginvasi miometrium, merusak jaringan
disekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. PTG
dapat didahului oleh proses fertilisasi (molahidatidosa, kehamilan biasa
abortus, dan kehamilan ektopik) bahkan dapat merupakan produk langsung
dari hasil konsepsi atau yang bukan didahului oleh suatu kehamilan. PTG
yang didahului proses pembuahan sel telur digolongkan sebagai
“khoriokarsinoma dengan kehamilan” (gestational choriocarcinoma)
sedangkan yang tidak didahului pembuahan sel telur dikenal sebagai
koriokarsinoma tanpa kehamilan (non gestational choriocarcinoma) yakni
yang berasal dari tumor sel germinal pada ovarium.
B. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya penyakit trofoblas ganas (PTG) belum jelas
diketahui, namun bentuk keganasan tumor ini merupakan karsinoma epitel
korion meskipun pertumbuhan dan metastasisnya menyerupai sarkoma. Selain
itu, pada umumnya penyakit ini disebabkan oleh adanya kehamilan anggur
atau molahidatidosa.
C. PATOGENESIS
a. Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena
itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan
dalam jaringan mesenkim dan villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung.
Menurut Reynolds, kematian disebabkan kekurangan gizi berupa
asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21, menyebabkan
gangguan angiogenesis.
b. Teori Neoplasma, dari Park
Sel-sel tropoblas yang abnormal mempunyai fungsi yang abnormal
pula, dimana resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga
timbul gelembung, menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
D. KLASIFIKASI
Penyakit trofoblas ganas dibedakan atas 2, yaitu:
a. Penyakit trofoblas ganas non-metastatik
Mola invasif (korioadenoma destruens)
Placental site trophoblastic tumor
b. Penyakit trofoblas ganas metastatik
MOLA INVASIF
Ditemukan sekitar 15% sesudah pengeluaran mola dan lebih rendah
pada pasca kehamilan normal. Gejala-gejala klinis yang dapat
ditemukan ialah:
Perdarahan vaginal yang tidak teratur
Adanya kista teka lutein
Subinvolusi uterus atau pembesaran asimetris
Sel-sel tumor trofoblas dapat menyebabkan perforasi
miometrium sehingga terjadi perdarahan intraperitoneal
Infeksi tumor yang nekrosis dapat menyebabkan sekret
purulen dan nyeri pelvis akut.
PLACENTAL SITE TROPHOBLASTIC TUMOR (PSTT)
Jarang ditemukan, tetapi merupakan varian penting dari
koriokarsinoma. Ditemukan kurang dari 1% pada penderita penyakit
trofoblas. Tumor tumbuh lokal dengan infiltrasi ke miometrium atau
berupa polip yang tumbuh ke dalam kavum uterus.
PENYAKIT TROFOBLAS GANAS METASTATIK
Ditemukan sekitar 4% sesudah pengeluaran mola dan lebih
rendah pada pasca kehamilan normal. Gejala-gejala klinis yang
dapat ditemukan ialah:
Gabungan perdarahan spontan & fokus metastasis
Paru-paru : nyeri dada, batuk, hemoptisis,sesak, hipertensi
pulmonal
Vagina : perdarahan ireguler & sekret purulen
Hati : nyeri epigastrik atau nyeri kwadran kanan atas,
perdarahan intraperitoneal hebat
SSP : kelainan otak & gangguan neurologik fokal bila
terjadi perdarahan spontan.
Stadium Keterangan
I Pasien dengan peningkatan kadar bhCG persisten dan
tumor terbatas pada korpus uterus.
II Pasien dengan metastasis pada vagina dan/atau pelvik.
III Pasien dengan metastasis paru dengan atau tanpa
keterlibatan uterus, vaginal atau pelvik.
Diagnosis berdasarkan peningkatan kadar hCG dengan
adanya lesi-lesi pulmoner pada foto radiologik dada.
IV Pasien yang mengalami penyakit lanjut dengan
keterlibatan otak, hati, ginjal, atau saluran
gastrointestinal.
Masuk dalam kategori risiko-paling tinggi,oleh karena
sebagian besar resisten terhadap kemoterapi.
Pada banyak kasus penyakit timbul setelah kehamilan
non-mola dan memiliki gambaran histologik
koriokarsinoma.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit trofoblas ganas secara klinis ditegakkan berdasarkan:
a. Anamnesis.
Perdarahan yang terus menerus setelah evakuasi mola atau
kehamilan sebelumnya
Bila terjadi perforasi uterus, ditemukan adanya keluhan nyeri perut
Bila ada lesi metastasis, maka dapat ditemukan gejala hemptoe, sakit
kepala, kejang, dan hemiplegia.
b. Pemeriksaan fisis
Uterus besar dan irreguler
Dapat terlihat adanya lesi metastasis di vagina atau organ lain
Ditemukan kista lutein bilateral yang persisten
c. Pemeriksaan penunjang
Ditemukan kadar β hCG yang menetap atau meninggi
Pada foto thorax dapat terlihat adanya lesi metastasis
USG pelvis, hati dan ginjal untuk melihat adanya metastasis
Bila ada metastasis di hati maka dapat ditemukan gangguan fungsi
hati
CT scan kepala bila ada indikasi kelainan saraf
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan klinis (menilai ada tidaknya metastasis vagina)
2. Pengukuran hCG serum serial mingguan
3. Pemeriksaan darah lengkap dan trombosit, PT, PTT, fibrinogen, BUN,
kreatinin, tes fungsi hati
4. Foto toraks
5. CT Scan atau MRI otak (menilai ada tidaknya metastasis otak)
6. CT Scan hati bila ada indikasi. CT Scan seluruh tubuh biasanya dilakukan
pada pasien yang memiliki metastasis paru
7. Kuretase harus dilakukan bila ada perdarahan uterus. Biopsi dilakukan pada
daerah yang memungkinkan. Ada risiko perdarahan hebat pada tempat biopsi.
8. MRI bila diindikasikan.
9. T4, tes fungsi tiroid bila diindikasikan.
10. Scanning selektif dengan antibodi anti-hCG radioaktif iodin atau indium
bila ada resistensi terhadap kemoterapi.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip dasar penanganan penyakit trofoblas ganas adalah kemoterapi
dan operasi. Indikasi kemoterapi yaitu:
1. Meningkatnya β hCG setelah evakuasi
2. Titer β hCG sangat tinggi setelah evakuasi
3. β hCG tidak turun selama 4 bulan setelah evakuasi
4. Meningginya β hCG setelah 6 bulan setelah evakuasi atau turun
tetapi lambat
5. Metastasis ke paru-paru, vulva, vagina kecuali kalau β hCGnya
turun
6. Metastasis ke bagian organ lainnya (hepar, otak)
7. Perdarahan vaginal yang berat atau adanya perdarahan
gastrointestinal
8. Gambaran histologi koriokarsinoma
Operatif merupakan tindakan utama dalam penanganan dini
PTG, walaupun tumor sudah lama bila masih terlokalisir di uterus
tindakan histerektomi baik dilakukan. Pasien-pasien dengan
perdarahan pervaginam yang terus menerus, setelah abortus, mola,
dan persalinan yang normal dengan uterus sebesar kehamilan ≤ 12
minggu dan tidak ruptur operasinya diutamakan histerektomi. Bila
penyakit telah meluas maka histerektomi dilakukan hanya atas
dasar perdarahan dari uterus yang hebat atau resisten terhadap
kemoterapi.
Bila tergolong risiko rendah, maka diberikan kemoterapi
tunggal, sedang bila tergolong risiko sedang dan tinggi diberikan
kemoterapi kombinasi.
Stadium I:
Jika penderita tidak menginginkan anak lagi, maka histerektomi dengan
adjuvant kemoterapi tunggal merupakan pengobatan yang utama. Bila penderita
masih menginginkan anak, maka diberikan kemoterapi tunggal.
Kemoterapi tunggal tersebut adalah:
a. Methotrexate (MTX): dosis 10-20 mg/m IV/IM tiap hari selama 5 hari
diulang tiap 2-3 minggu, jika dalam 2 minggu tidak ada tanda-tanda depresi sum-
sum tulang/ kelainan darah (Hb, leukosit, trombosit) maka segera diberikan seri
berikutnya.
b. Actinomycin D (ACT.D): dosis 12 µg/kgBB/IV tiap hari selama 5 hari
diulang tiap 2-3 minggu, jika tidak ada depresi sum-sum tulang. Kemoterapi
diberikan sampai kadar β hCG dalam darah menjadi normal, kemudian
dilanjutkan 1-2 seri.
Jika kadar β hCG meningkat atau menetap setelah pemberian sitostatika
sebanyak 1 seri, maka dianggap resisten/ tidak dilanjutkan lagi untuk seri berikutnya
kemudian diganti dengan kemoterapi kombinasi.
Penderita stadium I harus:
1. Kontrol β hCG tiap minggu sampai normal tiaga minggu berturut-turut kemudian
dilanjutkan setiap bulan sampai normal 12 kali berturut-turut.
2. Menggunakan kontrasepsi selama evaluasi
Stadium II dan III
Ditentukan apakah tergolong risiko rendah, sedang atau tinggi. Jika tergolong
rendah maka diberikan kemoterapi tunggal seperti pada penderita stadium I. Bila
tergolong risiko sedang atau tinggi, maka diberikan terapi kombinasi.
Kemoterapi kombinasi tersebut adalah:
1. Untuk risiko sedang:
Kombinasi: Vincristine 1 mg/m/IV dan Cyclophosphamide 600 mg/m/IV.
Diberikan pada hari 1 dan hari ke 3 dengan interval 1 minggu, bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih
2. Untuk risiko tinggi
Kombinasi: Vincristine 1 mg/m/IV dan Cyclophosphamide 600 mg/m/IV.
Diberikan pada hari 1 dan hari ke-3 dengan interval 1 minggu bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih
Pemantauan penderita stadium II dan III sama dengan penderita stadium I
Stadium IV
Semua penderita stadium IV diberi kemoterapi kombinasi sama dengan yang
tergolong risiko tinggi.
Pemantauan penderita stadium IV berupa:
1. Pemeriksaan kadar β hCG setiap sampai mencapai kadar normal 3 minggu
berturut-turut.
2. Pemeriksaan kadar β hCG dilanjutkan setiap bulan sampai kadar normal 24 bulan
berturut-turut.
Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan medis yang harus dilakukan pada
pasien dengan penyakit trofoblas ganas:
I. PENCEGAHAN
Pada kasus risiko tinggi bila jumlah anak yang diinginkan sudah
mencukupi supaya dilakukan histerektomi. Memberikan kemoterapi terhadap
kasus-kasus kehamilan ektopik untuk mencegah penyakit trofoblas.
Bila titer β hCG paska mola tidak turun-turun selama 3 minggu
berurut-turut atau malah semakin naik dapat diberikan kemoterapi, kecuali
anak sudah cukup dapat dilakukan histerkstomi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan
bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
b. Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji adanya kehamilan molahidatidosa sebelumnya, apa
tindakan yang dilakukan, kondisi klien pada saat itu.
3) Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,
jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan
penyakit-penyakit lainnya.
B. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan lesi karena metastasis.
Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang
- Ekspresi wajah tenang
- TTV dalam batas normal (90-130/60-90mmHg, RR: 16-20x/menit,
T:36,5-37,5, HR: 60-100x/menit).
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat
membantu menentukan intervensi yang tepat.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi
merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh
klien.
3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit
nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap
nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
4. Beri posisi yang nyaman.
Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada
area luka/nyeri.
5. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri
sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.