Anda di halaman 1dari 21

Departemen Keperawatan Gawat Darurat

Stikes Panakkukang Makassar

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT TROFOBLAS GANAS (PTG)


DI RUANG IGD OBGYN RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

OLEH :
SRI WAHYUNI, S.Kep
18.04.032

CI.LAHAN CI.INSTITUSI

( ) ( )

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PRODI PROFESI NERS
T.A 2018/2019

BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Penyakit trofoblas gestasional merupakan suatu kelainan berupa
proliferasi sel trofoblas yang abnormal selama kehamilan yang melipui mola
hidatidosa komplit maupun parsial, mola invasif, koriokarsinoma dan
placental site trophoblastic tumor. Sekitar 10 % kasus penyakit trofoblas
gestational berkembang menjadi proses keganasan (penyakit trofoblas ganas)
yang memerlukan tatalaksana lebih lanjut. Penyakit Trofoblas Ganas (PTG)
meliputi mola invasif, koriokarsinoma dan placental site trophoblastic tumor.
Penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah suatu tumor ganas yang berasal
dari sito dan sinsiotrofobals yang menginvasi miometrium, merusak jaringan
disekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. PTG
dapat didahului oleh proses fertilisasi (molahidatidosa, kehamilan biasa
abortus, dan kehamilan ektopik) bahkan dapat merupakan produk langsung
dari hasil konsepsi atau yang bukan didahului oleh suatu kehamilan. PTG
yang didahului proses pembuahan sel telur digolongkan sebagai
“khoriokarsinoma dengan kehamilan” (gestational choriocarcinoma)
sedangkan yang tidak didahului pembuahan sel telur dikenal sebagai
koriokarsinoma tanpa kehamilan (non gestational choriocarcinoma) yakni
yang berasal dari tumor sel germinal pada ovarium.

B. ETIOLOGI
Etiologi terjadinya penyakit trofoblas ganas (PTG) belum jelas
diketahui, namun bentuk keganasan tumor ini merupakan karsinoma epitel
korion meskipun pertumbuhan dan metastasisnya menyerupai sarkoma. Selain
itu, pada umumnya penyakit ini disebabkan oleh adanya kehamilan anggur
atau molahidatidosa.
C. PATOGENESIS
a. Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena
itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan
dalam jaringan mesenkim dan villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-
gelembung.
Menurut Reynolds, kematian disebabkan kekurangan gizi berupa
asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21, menyebabkan
gangguan angiogenesis.
b. Teori Neoplasma, dari Park
Sel-sel tropoblas yang abnormal mempunyai fungsi yang abnormal
pula, dimana resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga
timbul gelembung, menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.

D. KLASIFIKASI
Penyakit trofoblas ganas dibedakan atas 2, yaitu:
a. Penyakit trofoblas ganas non-metastatik
 Mola invasif (korioadenoma destruens)
 Placental site trophoblastic tumor
b. Penyakit trofoblas ganas metastatik
 MOLA INVASIF
Ditemukan sekitar 15% sesudah pengeluaran mola dan lebih rendah
pada pasca kehamilan normal. Gejala-gejala klinis yang dapat
ditemukan ialah:
 Perdarahan vaginal yang tidak teratur
 Adanya kista teka lutein
 Subinvolusi uterus atau pembesaran asimetris
 Sel-sel tumor trofoblas dapat menyebabkan perforasi
miometrium sehingga terjadi perdarahan intraperitoneal
 Infeksi tumor yang nekrosis dapat menyebabkan sekret
purulen dan nyeri pelvis akut.
 PLACENTAL SITE TROPHOBLASTIC TUMOR (PSTT)
Jarang ditemukan, tetapi merupakan varian penting dari
koriokarsinoma. Ditemukan kurang dari 1% pada penderita penyakit
trofoblas. Tumor tumbuh lokal dengan infiltrasi ke miometrium atau
berupa polip yang tumbuh ke dalam kavum uterus.
 PENYAKIT TROFOBLAS GANAS METASTATIK
Ditemukan sekitar 4% sesudah pengeluaran mola dan lebih
rendah pada pasca kehamilan normal. Gejala-gejala klinis yang
dapat ditemukan ialah:
 Gabungan perdarahan spontan & fokus metastasis
 Paru-paru : nyeri dada, batuk, hemoptisis,sesak, hipertensi
pulmonal
 Vagina : perdarahan ireguler & sekret purulen
 Hati : nyeri epigastrik atau nyeri kwadran kanan atas,
perdarahan intraperitoneal hebat
 SSP : kelainan otak & gangguan neurologik fokal bila
terjadi perdarahan spontan.

Pada pembagian lain secara klinis PTG di bagi 2, yaitu:


1. PTG terdapat hanya dalam uterus invasif mola
Adalah tumor atau suatu proses seperti tumor yang menginvasi
miometrium dengan hiperplasia trofoblas disertai struktur vili yang menetap.
Terminologi lain untuk keadaan ini yang tidak lagi dipakai ialah malignant
mola, mola detruens, korio adenoma detruens.
2. PTG meluas keluar uterus koriokarsinoma
a. Gestasional koriokarsinoma adalah karsinoma yang terjadi dari sel-sel
trofoblas dengan melibatkan sitotrofoblas dan sinsiotrofoblas. Hal ini
biasa terjadi dari hasil konsepsi yang berakhir dengan lahir hidup, lahir
mati (still birth), abortus, kehamilan ektopik, molahidatidosa atau
mungkin juga oleh sebab yang tidak diketahui.
b. Non gestasional koriokarsinoma adalah suatu tumor ganas trofoblas
yang terjadi tanpa didahului oleh suatu fertilisasi, tetapi berasal dari
germ sel ovarium. Brewer mengatakan bahwa non gestasional
koriokarsinoma juga dapat merupakan bagian teratoma. Oleh
International Union Against cancer (IUCR) diadakan klasifikasi
sederhana dari penyakit trofoblas, yang mempunyai keuntungan bahwa
angka yang diperoleh dari berbagai negara di dunia dapat
dibandingkan.
Terdapat tiga sistem klasifikasi untuk menentukan stadium dan prognosis pasien
dengan PTG. FIGO (The International Federation of Gynecologist and Obstetricians)
membagi stadium pasien berdasarkan penyebaran penyakit dan faktor risiko klinik
(Tabel 1), WHO mentabulasi skor total berdasarkan faktor risiko individual dalam
menentukan skor indeks prognosis (Tabel 2) sedangkan klasifikasi menurut
Hammond membagi PTG atas yang bermetastasis atau tidak (Tabel 3).
Tabel 1. Stadium PTG berdasarkan FIGO 2000

Stadium Keterangan
I Pasien dengan peningkatan kadar bhCG persisten dan
tumor terbatas pada korpus uterus.
II Pasien dengan metastasis pada vagina dan/atau pelvik.
III Pasien dengan metastasis paru dengan atau tanpa
keterlibatan uterus, vaginal atau pelvik.
Diagnosis berdasarkan peningkatan kadar hCG dengan
adanya lesi-lesi pulmoner pada foto radiologik dada.
IV Pasien yang mengalami penyakit lanjut dengan
keterlibatan otak, hati, ginjal, atau saluran
gastrointestinal.
Masuk dalam kategori risiko-paling tinggi,oleh karena
sebagian besar resisten terhadap kemoterapi.
Pada banyak kasus penyakit timbul setelah kehamilan
non-mola dan memiliki gambaran histologik
koriokarsinoma.

Tabel 2.Skor Indeks Prognosis oleh WHO


Skor FIGO 0 1 2 4
Usia (tahun) ≤ 39 >39 - -
Kehamilan sebelumnya Mola Abortus Aterm
Jarak dari kehamilan ( bulan) <4 4-6 7-12 >12
Kadar β hCG pretreatment < 1.000 1000- >10.000- >
10.000 100.000 100.000

Besar tumor termasuk uterus < 3 3-5 >5


(cm)
Letak metastasis Paru,vagina Lien, Tr, Otak,
ginjal gatrointestinal hati
Jumlah metastasis 0 1-4 4-8 >8
Riwayat gagal kemoterapi - - Regimen 2 atau
tunggal lebih

Penilaian: Bila nilai total: ≤4 = risiko rendah


5-7 = risiko sedang
≥8 = risiko tinggi

Tabel 3. Klasifikasi PTG menurut Hammond


Kategori Kriteria
Non metastasis Tidak ditemukan metastasis
Metastasis Terdapat metastasis ekstrauterin
a. Prognosis baik Tidak ada faktor risiko :
Durasi < 4 bulan
Kadar β hCG pre terapi < 40.000mIU/ml
Tidak terdapat metastasis otak atau hati
Bukan kehamilan aterm sebelumnya
Belum pernah kemoterapi

b. Prognosis buruk Ada faktor risiko


Durasi ≥ 4 bulan sejak kehamilan sebelumnya
Kadar β hCG preterapi ≥ 40.000 mIU/ml
Metastasis otak atau hati
Kehamilan aterm sebelumnya
Pernah kemoterapi

E. GEJALA DAN TANDA


Perdarahan yang tidak teratur setelah berakhirnya suatu kehamilan dan
dimana terdapat subinvolosio uteri juga perdarahan dapat terus menerus atau
intermiten dengan perdarahan mendadak dan terkadang masif. Pada
pemeriksaan ginekologi ditemukan uterus membesar dan lunak. Kista
tekalutein bilateral. Lesi metastasis di vagina dan organ lain. Perdarahan
karena perforasi uterus atau lesi metastasis ditandai dengan: nyeri perut, batuk
darah, melena, dan peningkatan tekanan intrakranial berupa sakit kepala,
kejang, dan hemiplegia.
Kadar β hCG paska mola setelah menurun, tidak menurun malahan
dapat meningkat lagi atau titer β hCG yang meninggi setelah terminasi
kehamilan, mola atau abortus. Pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan
adanya lesi yang metastasis. Pada sediaan histopatologis dapat ditemukan
villus namun demikian dengan tidak memperlihatkan gambaran patologik
tidak dapat menyingkarkan suatu keganasan.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit trofoblas ganas secara klinis ditegakkan berdasarkan:
a. Anamnesis.
 Perdarahan yang terus menerus setelah evakuasi mola atau
kehamilan sebelumnya
 Bila terjadi perforasi uterus, ditemukan adanya keluhan nyeri perut
 Bila ada lesi metastasis, maka dapat ditemukan gejala hemptoe, sakit
kepala, kejang, dan hemiplegia.
b. Pemeriksaan fisis
 Uterus besar dan irreguler
 Dapat terlihat adanya lesi metastasis di vagina atau organ lain
 Ditemukan kista lutein bilateral yang persisten
c. Pemeriksaan penunjang
 Ditemukan kadar β hCG yang menetap atau meninggi
 Pada foto thorax dapat terlihat adanya lesi metastasis
 USG pelvis, hati dan ginjal untuk melihat adanya metastasis
 Bila ada metastasis di hati maka dapat ditemukan gangguan fungsi
hati
 CT scan kepala bila ada indikasi kelainan saraf

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan klinis (menilai ada tidaknya metastasis vagina)
2. Pengukuran hCG serum serial mingguan
3. Pemeriksaan darah lengkap dan trombosit, PT, PTT, fibrinogen, BUN,
kreatinin, tes fungsi hati
4. Foto toraks
5. CT Scan atau MRI otak (menilai ada tidaknya metastasis otak)
6. CT Scan hati bila ada indikasi. CT Scan seluruh tubuh biasanya dilakukan
pada pasien yang memiliki metastasis paru
7. Kuretase harus dilakukan bila ada perdarahan uterus. Biopsi dilakukan pada
daerah yang memungkinkan. Ada risiko perdarahan hebat pada tempat biopsi.
8. MRI bila diindikasikan.
9. T4, tes fungsi tiroid bila diindikasikan.
10. Scanning selektif dengan antibodi anti-hCG radioaktif iodin atau indium
bila ada resistensi terhadap kemoterapi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip dasar penanganan penyakit trofoblas ganas adalah kemoterapi
dan operasi. Indikasi kemoterapi yaitu:
1. Meningkatnya β hCG setelah evakuasi
2. Titer β hCG sangat tinggi setelah evakuasi
3. β hCG tidak turun selama 4 bulan setelah evakuasi
4. Meningginya β hCG setelah 6 bulan setelah evakuasi atau turun
tetapi lambat
5. Metastasis ke paru-paru, vulva, vagina kecuali kalau β hCGnya
turun
6. Metastasis ke bagian organ lainnya (hepar, otak)
7. Perdarahan vaginal yang berat atau adanya perdarahan
gastrointestinal
8. Gambaran histologi koriokarsinoma
Operatif merupakan tindakan utama dalam penanganan dini
PTG, walaupun tumor sudah lama bila masih terlokalisir di uterus
tindakan histerektomi baik dilakukan. Pasien-pasien dengan
perdarahan pervaginam yang terus menerus, setelah abortus, mola,
dan persalinan yang normal dengan uterus sebesar kehamilan ≤ 12
minggu dan tidak ruptur operasinya diutamakan histerektomi. Bila
penyakit telah meluas maka histerektomi dilakukan hanya atas
dasar perdarahan dari uterus yang hebat atau resisten terhadap
kemoterapi.
Bila tergolong risiko rendah, maka diberikan kemoterapi
tunggal, sedang bila tergolong risiko sedang dan tinggi diberikan
kemoterapi kombinasi.
Stadium I:
Jika penderita tidak menginginkan anak lagi, maka histerektomi dengan
adjuvant kemoterapi tunggal merupakan pengobatan yang utama. Bila penderita
masih menginginkan anak, maka diberikan kemoterapi tunggal.
Kemoterapi tunggal tersebut adalah:
a. Methotrexate (MTX): dosis 10-20 mg/m IV/IM tiap hari selama 5 hari
diulang tiap 2-3 minggu, jika dalam 2 minggu tidak ada tanda-tanda depresi sum-
sum tulang/ kelainan darah (Hb, leukosit, trombosit) maka segera diberikan seri
berikutnya.
b. Actinomycin D (ACT.D): dosis 12 µg/kgBB/IV tiap hari selama 5 hari
diulang tiap 2-3 minggu, jika tidak ada depresi sum-sum tulang. Kemoterapi
diberikan sampai kadar β hCG dalam darah menjadi normal, kemudian
dilanjutkan 1-2 seri.
Jika kadar β hCG meningkat atau menetap setelah pemberian sitostatika
sebanyak 1 seri, maka dianggap resisten/ tidak dilanjutkan lagi untuk seri berikutnya
kemudian diganti dengan kemoterapi kombinasi.
Penderita stadium I harus:
1. Kontrol β hCG tiap minggu sampai normal tiaga minggu berturut-turut kemudian
dilanjutkan setiap bulan sampai normal 12 kali berturut-turut.
2. Menggunakan kontrasepsi selama evaluasi
Stadium II dan III
Ditentukan apakah tergolong risiko rendah, sedang atau tinggi. Jika tergolong
rendah maka diberikan kemoterapi tunggal seperti pada penderita stadium I. Bila
tergolong risiko sedang atau tinggi, maka diberikan terapi kombinasi.
Kemoterapi kombinasi tersebut adalah:
1. Untuk risiko sedang:
Kombinasi: Vincristine 1 mg/m/IV dan Cyclophosphamide 600 mg/m/IV.
Diberikan pada hari 1 dan hari ke 3 dengan interval 1 minggu, bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih
2. Untuk risiko tinggi
Kombinasi: Vincristine 1 mg/m/IV dan Cyclophosphamide 600 mg/m/IV.
Diberikan pada hari 1 dan hari ke-3 dengan interval 1 minggu bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih
Pemantauan penderita stadium II dan III sama dengan penderita stadium I
Stadium IV
Semua penderita stadium IV diberi kemoterapi kombinasi sama dengan yang
tergolong risiko tinggi.
Pemantauan penderita stadium IV berupa:
1. Pemeriksaan kadar β hCG setiap sampai mencapai kadar normal 3 minggu
berturut-turut.
2. Pemeriksaan kadar β hCG dilanjutkan setiap bulan sampai kadar normal 24 bulan
berturut-turut.
Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan medis yang harus dilakukan pada
pasien dengan penyakit trofoblas ganas:
I. PENCEGAHAN
Pada kasus risiko tinggi bila jumlah anak yang diinginkan sudah
mencukupi supaya dilakukan histerektomi. Memberikan kemoterapi terhadap
kasus-kasus kehamilan ektopik untuk mencegah penyakit trofoblas.
Bila titer β hCG paska mola tidak turun-turun selama 3 minggu
berurut-turut atau malah semakin naik dapat diberikan kemoterapi, kecuali
anak sudah cukup dapat dilakukan histerkstomi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan
bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
b. Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya
perdarahan pervaginam berulang.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji adanya kehamilan molahidatidosa sebelumnya, apa
tindakan yang dilakukan, kondisi klien pada saat itu.
3) Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM,
jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan
penyakit-penyakit lainnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga


Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
f. Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat
darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause
terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
g. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan
hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
h. Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan
serta keluhan yang menyertainya.
i. Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis
dan jenis obat lainnya.
j. Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan
penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
1) Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase
2) Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan
3) Bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas,
adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.
b. Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan
jari.
1) Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
2) Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
3) Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal.
c. Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung
pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang
organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
1) Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
2) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
d. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan
bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan
bunyi yang terdengar.
Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah,
dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut
jantung janin.

B. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan lesi karena metastasis.
Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang
- Ekspresi wajah tenang
- TTV dalam batas normal (90-130/60-90mmHg, RR: 16-20x/menit,
T:36,5-37,5, HR: 60-100x/menit).
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat
membantu menentukan intervensi yang tepat.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi
merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh
klien.
3. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit
nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap
nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
4. Beri posisi yang nyaman.
Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada
area luka/nyeri.
5. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri
sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan.

2. Diagnosa: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perdarahan


Tujuan: klien akan menunjukkan perfusi jaringan perifer yang adekuat
setelah dilakukan tindakan keerawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil:-klien melaporkan badannya tidak lemas, anemis (-),
CRT<2detik, sianosis (-), akral hangat, Hb (11-15g/dL), TTV dalam batas
normal (TD:90-130/60-90mmHg, RR: 16-20x/menit, T:36,5-37,5, HR: 60-
100x/menit).
Intervensi:
a. Monitor Tanda Vital: Mengumpulkan dan menganalisis sistem
kardiovaskuler, pernafasan dan suhu untuk menentukan dan mencegah
komplikasi
R: TTV merupakan indikator utama yang dapat diketahui ketika terjadi
perubahan perfusi jaringan.
Aktifitas:
1. Monitor tekanan darah , nadi, suhu dan RR tiap 6 jam atau sesuai
indikasi
2. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
3. Monitor pola pernapasan abnormal
4. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer
b. Monitor status neurologi
R: perubahan status neurologi merupakan tanda gejala yang dapat
muncul ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan perdarahan.
Aktifitas:
1. Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas, dan reaktifitas pupil
2. Monitor tingkat kesadaran klien
3. Monitor tingkat orientasi
4. Monitor GCS
5. Monitor respon pasien terhadap pengobatan
6. Informasikan pada dokter tentang perubahan kondisi pasien
c. Monitor keseimbangan cairan: Mempertahankan keseimbangan cairan
dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang abnormal.
Aktifitas:
1. Mencatat intake dan output cairan
2. Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit jelek, mata cekung,
dll)
3. Monitor status nutrisi
4. Persiapkan pemberian transfusi ( seperti mengecek darah dengan
identitas pasien, menyiapkan terpasangnya alat transfusi)
5. Awasi pemberian komponen darah/transfuse
6. Awasi respon klien selama pemberian komponen darah
7. Monitor hasil laboratorium (kadar Hb, Besi serum, angka trombosit)

3. Diagnosa :kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan :klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.
Kriteria hasil:
- Ekspresi wajah tenang
- Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu
klien.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga
mengurangi kecemasan.
3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati.
Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka
klien akan merasa diperhatikan.
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang
diberikan.
Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan
mengerti tentang penyakitnya.
5) Beri dorongan spiritual/support.
Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat
berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Elsevier, 2017. Nursing interventions classification (NIC). Edisi keenam. Yogyakarta.


Moco media.
Barkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic neoplasia. In: Berek JS,
editors. Novak’s gynecology. New York: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers; 2014. p. 1536-60.
Barkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic neoplasia. In: Berek JS,
Hacker NF, editors. Practical gynecology oncology. 3 nd ed. New York: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers; 2014. p. 780-810.
Budi A, Djuanna A. Penyakit tropoblas ganas. Ujung Pandang: SMF Obstetri dan
Ginekologi FKUH; 2014. p. 254-7.
Nguyen CP, Bristow R. Gestational trophoblastic disease. In: Bankowski BJ, Hearne
AE, Lambrou NC, Fox HE, Wallach EE, editors. The Johns Hopkins manual of
gynecology and obstetrics. 2nd ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers; 2014. p. 577-89.
Soekimin. Penyakit tropoblas ganas. [online]. 2005 [cited 2008 Oct 27]; [6 screens].
Available from: URL: http://www.usu-repository.com/penyakit-tropoblas-
ganas.pdf.
Stenchever MA, Droegenmueller W, Arthur H, Mishell DR, Herbst AL, editors.
Comprehensive gynecology. 4nd ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins
Publishers; 2013. p. 1046-61..

Anda mungkin juga menyukai