PENGELOLAAN ZAKAT
ISBN : 978-602-5708-05-3
Tim Penyusun:
Tim Bank Indonesia: Ascarya
Cecep Maskanul Hakim
Siti Rahmawati
Atika Rukminastiti Masrifah
Tim BAZNAS: Irfan Syauqi Beik
M. Hasbi Zaenal
Priyesta Rizkiningsih
Muhammad Choirin
Edit & Layout: Amelya Dwi Astuti
Hidayaneu Farchatunnisa
Ulfah Lathifah J
Penerbit:
Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Jl. Kebon Sirih Raya No. 57, 10340, Jakarta Pusat
Telp.(021) 3904555 Faks.(021) 3913777 Mobile. +62857 8071 6819
Email: puskas@baznas.go.id
www.baznas.go.id; www.puskasbaznas.com
ii
iii
Sambutan Bank Indonesia
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Rasa syukur dan puji kepada Allah ‘azza wa jalla serta shalawat dan salam kepada
Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rahmat bagi seluruh manusia
sehingga kita dapat melakukan berbagai upaya peningkatan kegiatan perekonomian dan
keuangan agar tercapai kebaikan di dunia dan akhirat.
Dalam perjalanannya sistem zakat sangat istimewa dalam menopang pengembangan
ekonomi dan keuangan Syariah di Indonesia. Salah satu gagasan besar penataan
pengelolaan zakat tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat. Pengumpul dan pendayaguna Zakat, Infaq dan Sadaqoh (ZIS) terutama
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan LAZ yang telah mendapat pengukuhan, atau
dikenal sebagai Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).
Saat ini, aktivitas OPZ akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen pengelola
zakat dalam menghadapi berbagai perubahan pesat. Tidak dapat dielakkannya globalisasi,
pesatnya informasi dan teknologi serta inovasi keuangan komersial maupun keuangan
sosial menjadi semakin kompleks, dinamis, dan kompetitif. Kondisi ini berpotensi
meningkatkan tantangan risiko terhadap OPZ dimana semua risiko ini mutlak harus
dikelola.
Buku ini merupakan suatu bentuk tanggung jawab Bank Indonesia dalam menjalankan
kewajibannya sebagai otoritas yang ikut secara aktif membesarkan dan memfasilitasi
berkembangnya ekonomi Syariah. Melalui kerja sama dengan BAZNAS, buku ini disusun
sebagai salah satu upaya untuk mendapatkan tata kelola sistem zakat yang handal. Selain
itu buku ini disusun pula dalam rangka meningkatkan pemahaman dalam penerapan
manajemen risiko, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan regulator, namun menjadi
sarana untuk mengelola risiko yang dihadapi masing-masing OPZ. Buku ini kemudian
difokuskan pada langkah-langkah pengelolaan risiko OPZ.
Akhir kata, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak baik tim
penulis, pada narasumber dari berbagai lembaga amil zakat di Indonesia, maupun pihak-
pihak terkait lainnya, yang telah menyumbangkan pikiran dan waktunya dalam rangka
penyelesaian buku ini. Semoga Allah memberikan limpahan rahmat dan ridho-Nya, dan
semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan menambah khazanah pengetahuan di
bidang ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
M. Anwar Bashori
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah
iv
Sambutan BAZNAS
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Pada hari ini, Indonesia menjadi negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar
di dunia yakni sebanyak 213 juta jiwa atau 87% dari jumlah total penduduk, idealnya
Indonesia dapat menjadi kiblat bagi negara-negara lain dalam ikhwal praktik, studi,
dan sharing knowledge pada subjek keislaman. Definisi ideal itu pula yang menjadi misi
BAZNAS di ranah perzakatan nasional. Zakat merupakan instrumen rukun Islam dengan
cakupan dimensi yang luas, mulai dari aspek keimanan, ekonomi, dan sosial; suatu
dimensi persoalan yang besar untuk bangsa sebesar Indonesia. Maka, amat disayangkan
ketika dinamika perzakatan Indonesia tidak terekam dengan baik dan tepat, atau hanya
diperbincangkan dengan landasan kata “kira-kira”.
Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini kita patut bersyukur dan menyambut baik
kehadiran perdana publikasi buku Managemen Risiko Pengelolaan Zakat, sebuah publikasi
hasil penelitian oleh Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) Bank Indonesia
bekerja sama dengan Pusat Kajian Strategis BAZNAS (Puskas BAZNAS). Buku ini menjadi
penting karena hingga hari ini Indonesia –yang kembali saya tekankan sebagai negara
Muslim terbesar di dunia– belum memiliki publikasi sejenis yang mengkomperhensikan
data dan fakta praktek mitigasi risiko dalam dunia perzakatan. Disamping itu, hadirnya
buku ini juga merefleksikan kerja nyata yang BAZNAS perjuangkan demi kebangkitan
zakat Indonesia.
Ke depannya, buku ini akan menjadi pegangan serta rujukan bagi institusi zakat di
Indonesia untuk dapat meningkatkan lagi keterampilannya dalam mengelola risiko
perzakatan di Indonesia. Sebagai bentuk pertanggungjawaban bersama, kami secara
terbuka menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan
pengelolaan risiko perzakatan nasional yang sesuai dengan kebutuhan umat.
v
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim
vi
Daftar Isi
DAFTAR ISI ix
BAB I
MANAJEMEN RISIKO DALAM PERSPEKTIF ISLAM 1
RISIKO SEBAGAI BAGIAN KEHIDUPAN INSTITUSI ZAKAT 2
KONSEP DASAR RISIKO 3
PANDANGAN ISLAM TERHADAP RISIKO 3
MANFAAT MENGELOLA RISIKO 5
BAB II
TINJAUAN UMUM ZAKAT 7
PENGANTAR SEJARAH ZAKAT 8
MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT 10
PEMANFAATAN ZAKAT 11
Had Kifayah 14
Program Konsumtif 14
Program Produktif 15
PERTANGGUNGJAWABAN ZAKAT 16
Pertanggungjawaban Administratif 16
PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA 18
URGENSI MANAJEMEN RISIKO BAGI INSTITUSI ZAKAT 22
BAB III
KERANGKA MANAJEMEN RISIKO INSTITUSI ZAKAT 23
MODEL MANAJEMEN RISIKO INSTITUSI ZAKAT 24
PROSES IDENTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO INSTITUSI ZAKAT 27
PROSES PENGUKURAN MANAJEMEN RISIKO INSTITUSI ZAKAT 29
MENGEMBANGKAN HEATMAP RISIKO INSTITUSI ZAKAT 34
PROSES MITIGASI RISIKO INSTITUSI ZAKAT 36
vii
BAB IV
37
MANAJEMEN RISIKO INSTITUSI ZAKAT
RISIKO STRATEGIS 38
Risiko Visi Misi 38
Risiko Tujuan 40
Risiko Reputasi 42
RISIKO KORPORATISASI 45
RISIKO EDUKASI 46
Risiko Edukasi Eksternal 46
Risiko Edukasi Internal 48
RISIKO OPERASIONAL 51
Risiko Dana Penghimpunan 51
Risiko Dana Penyaluran 52
Risiko Dana Produktif 54
Risiko Penghimpunan Dana Zakat 56
Risiko Pengelolaan Dana Zakat 58
Risiko Manajemen Penyaluran Dana Zakat 60
Risiko Infrastruktur Jaringan/IT 62
Risiko Kerja Sama 64
Risiko Pengembangan Program 65
Risiko Kepemimpinan 67
Risiko Kompetisi 69
Risiko Kejahatan/Penipuan 70
RISIKO PROPERTI 72
Risiko Manusia 72
Risiko Ekonomi 74
Risiko Bencana Alam 75
RISIKO AMIL DAN RELAWAN 76
Risiko Tata Kelola Amil 76
Risiko Pengelolaan Relawan 78
RISIKO MUZAKI DAN MUSTAHIK 79
Risiko Muzaki 79
Risiko Kehilangan Muzaki 81
Risiko Kepuasan Muzaki 82
Risiko Mustahik 84
Risiko Kehilangan Mustahik 86
Risiko Kepuasan Mustahik 87
Risiko Kode Etik 89
viii
RISIKO TRANSFER ZAKAT ANTARNEGARA 90
RISIKO PELAPORAN DAN PENCATATAN 92
Risiko Pelaporan 92
Risiko Pencatatan 94
RISIKO HUKUM 95
RISIKO KEPATUHAN 97
Risiko Kepatuhan Syariah 97
Risiko Kepatuhan Regulasi 99
RANGKUMAN RISIKO INSTITUSI ZAKAT 100
BAB V
POTENSI DAN TANTANGAN INSTITUSI ZAKAT KE
DEPAN 103
ARAH PERKEMBANGAN MANAJEMEN RISIKO DI INSTITUSI ZAKAT 104
INSTITUSI ZAKAT SEBAGAI IMPLEMENTASI RIIL MANAJEMEN
RISIKO 105
POTENSI PERKEMBANGAN INSTITUSI ZAKAT DI INDONESIA 105
TANTANGAN INSTITUSI ZAKAT DI INDONESIA 108
Sumber Daya Manusia 109
Kualitas Data Laporan 109
Dukungan Regulasi 110
Amil Tradisional 110
Harmonisasi BAZNAS dan LAZ 112
Institusi Zakat dan Pencucian Uang 112
REKOMENDASI 113
REFERENSI 115
LAMPIRAN 118
ix
Daftar Tabel
x
Tabel 34 : Prioritisasi Risiko Mustahik, Dampak dan Mitigasinya 85
Tabel 35 : Prioritisasi Risiko Kehilangan Mustahik, Dampak dan Mitigasinya 86
Tabel 36 : Prioritisasi Risiko Kepuasan Mustahik, Dampak dan Mitigasinya 88
Tabel 37 : Prioritisasi Risiko Kode Etik, Dampak dan Mitigasinya 90
Tabel 38 : Prioritisasi Risiko Transfer Zakat Antarnegara, Dampak dan Mitigasinya 91
Tabel 39 : Prioritisasi Risiko Pelaporan, Dampak dan Mitigasinya 93
Tabel 40 : Prioritisasi Risiko Pencatatan, Dampak dan Mitigasinya 94
Tabel 41 : Prioritisasi Risiko Hukum, Dampak dan Mitigasinya 96
Tabel 42 : Prioritisasi Risiko Kepatuhan Syariah, Dampak dan Mitigasinya 98
Tabel 43 : Prioritisasi Risiko Kepatuhan Regulasi, Dampak dan Mitigasinya 99
Tabel 44 : Rangkuman Risiko Institusi Zakat 101
Tabel 45 : Pola Transisi Amil Tradisonal 112
xi
Daftar Gambar
xii
Gambar 34 : Heatmap Risiko Kehilangan Mustahik 86
Gambar 35 : Heatmap Risiko Kepuasan Mustahik 88
Gambar 36 : Heatmap Risiko Kode Etik 89
Gambar 37 : Heatmap Risiko Transfer Zakat Antarnegara 91
Gambar 38 : Heatmap Risiko Pelaporan 92
Gambar 39 : Heatmap Risiko Pencatatan 94
Gambar 40 : Heatmap Risiko Hukum 96
Gambar 41 : Heatmap Risiko Kepatuhan Syariah 97
Gambar 42 : Heatmap Risiko Kepatuhan Regulasi 99
Gambar 43 : Jumlah Penghimpunan Dana ZIS di Indonesia 106
Gambar 44 : Penghimpunan (kiri) dan Penyaluran (kanan) Dana Berdasarkan Institusi 107
Zakat
Gambar 45 : Proporsi Penyaluran Zakat berdasarkan Ashnaf (kiri) dan Bidang 108
Penyaluran (kanan) Masing-masing Institusi Zakat
xiii
1
MANAJEMEN RISIKO
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
2 Manajemen Risiko dalam Perspektif Islam
Masa depan institusi zakat akan sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen
pengelola zakat dalam menghadapi berbagai perubahan pesat yang terjadi saat ini. Tidak
dapat dielakkannya globalisasi, pesatnya informasi dan teknologi serta inovasi keuangan
komersial maupun keuangan sosial menjadi semakin kompleks, dinamis, dan kompetitif.
Kondisi ini berpotensi meningkatkan deraan risiko terhadap institusi zakat dimana semua
risiko ini mutlak harus dikelola.
Para amil atau pengelola zakat perlu memahami suatu sistem yang mampu
mengarahkan dana sosial yang terkumpul ke aktivitas-aktivitas konsumtif maupun
produktif yang memiliki rasio risiko terhadap potensi kebermanfatan yang terbaik.
Mereka diharapkan tidak hanya mampu menguasai teknik dan instrumen manajemen
risiko keuangan yang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah, namun juga teknik
dan instrumen manajemen risiko yang unik yang terdapat pada pengelolaan zakat.
Meskipun tantangannya sedemikian besar, jika institusi zakat kembali pada karakteristik
dasarnya, yaitu memprioritaskan kemaslahatan umat dalam menghimpun maupun
menyalurkan dana sosial, memungkinkan bagi institusi zakat berada dalam posisi yang
lebih stabil. Namun hal ini bukan berarti institusi zakat bisa pasrah begitu saja pada
kegagalan atau kerugian. Jangan sampai lupa, jika tidak mampu mengelola risikonya
dengan baik dan merugi bahkan gagal, muzaki pun akan beralih dari institusi zakat dan
memilih menyalurkan sendiri zakat infaq shadaqah bahkan wakafnya langsung kepada
penerima yang lebih berhak karena merasa institusi zakat tidak amanah dalam mengelola
dana sosialnya.
Pada intinya, institusi zakat harus memulai mengelola risikonya, mulai dari
menetapkan tujuan dan strategi manajemen risiko, mengidentifikasi risiko, mengukur
risiko, memitigasi risiko, dan melalukan monitoring serta pelaporan terhadap implementasi
manajemen risiko yang dilakukan. Lebih jauh, tahapan-tahapan ini akan dijelaskan lebih
rinci pada pembahasan bab-bab berikutnya.
Pada dasarnya, risiko yang mungkin timbul dari setiap kegiatan tidak mungkin
untuk dihilangkan seluruhnya, namun risiko tersebut dapat dikelola sehingga probabilitas
terjadinya dapat diminimalisasi. Dalam hal merespon setiap risiko yang mungkin terjadi,
setiap individu tentunya memiliki reaksi tersendiri yang dapat dikelompokkan menjadi:
Perbedaan reaksi dari setiap individu ini tentunya akan memengaruhi bagaimana cara
individu tersebut dalam menghadapi setiap risiko.
3. Shifting the risk yaitu memindahkan kemungkinan risiko yang akan terjadi, biasanya
dengan mengasuransikan risiko dimaksud.
Selain itu juga konsep risiko erat kaitannya dengan istilah al-ghunm bi al-ghurmi
yang berarti setiap kesempatan untuk memperoleh suatu laba diikuti dengan tanggung
jawab untuk menghadapi risiko. Selanjutnya risiko dalam perspektif Islam juga erat
kaitannya dengan istilah al Kharaj bi al-Daman yang berarti ketika ingin memperoleh
keuntungan maka harus bersedia menanggung kerugiannya. Dari penjelasan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif Islam risiko tidak hanya mencakup
ketidakpastian saja melainkan mencakup konsep mukhatarah, gharar, maysir, al-ghunm
bi al-ghurmi, dan al Kharaj bi al-Daman.
Dalam hal risiko, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa risiko dalam perspektif syariah
bukan merupakan sesuatu hal yang diharamkan. Hanya saja bahwa Allah dan Rasul-Nya
mengharamkan memakan harta secara batil yakni harta yang diperoleh dengan cara batil,
meskipun hal tersebut tanpa risiko, pada hakikatnya risiko tidaklah haram.
1. Permissible Risk
2. Non-permissible Risk
Hal ini juga digambarkan di dalam Alquran surat An-Nisa ayat 29 yang artinya:
Para ahli berpendapat bahwa risiko ini erat kaitannya dengan unsur ketidakpastian
yang berlebihan yang dilarang oleh syariat Islam yang mana di dalam Bahasa Arab
disebut dengan gharar jasim atau gharar fahish, termasuk di dalamnya zero-sum
game.
Selain dari dua kategori risiko yang dibahas di atas, (permissible dan non-
permissible risk), masih ada jenis risiko lain, yang dapat ditolerir tetapi dapat
dihindari. Dalam menghadapi risiko jenis ini, dapat dilakukan dengan cara
menghindari, meminimalkan ataupun dengan cara melindungi suatu aktivitas
dari risiko dimaksud. Namun demikian metode-metode dalam mengantisipasi
jenis risiko ini harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Alquran telah mengajarkan pengelolaan
risiko dalam menghadapi keadaan sulit yaitu musim kering yang panjang, Adapun cara
untuk memitigasi hal tersebut adalah dengan melakukan penanaman bahan makanan
sebelum datangnya musim kering dan menyimpan bahan makanan untuk persediaan saat
datangnya musing kering yang berkepanjangan.
Selain itu contoh pengelolaan risiko juga digambarkan dalam surat Al-Baqarah ayat
282 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya…”
Dari ayat tersebut diatas, salah satu mitigasi risiko yang dilakukan dalam hal utang-
piutang adalah dengan menuliskannya. Hal ini dilakukan untuk memitigasi risiko jika
terdapat salah satu pihak yang mengingkari dari apa yang telah disepakati sebelumnya.
agar tercapai efektifitas dan efisiensi. Dalam perspektif Islam, manajemen risiko yang
dilakukan tentunya harus sesuai dengan pronsip-prinsip Islam yang memperhatikan halal
dan haramnya suatu kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.
Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pengelolaan risiko yang
baik antara lain sebagai berikut:
4. Dapat melakukan pengawasan yang lebih tepat sesuai dengan kemungkinan risiko
yang akan dihadapi sehingga kegiatan yang dilakukan dapat menjadi lebih efektif
dan efisien.
Selain zakat fitrah, Islam juga mensyariatkan zakat maal (harta). Penegasan atas
pengeluaran zakat atas kekayaan telah termaktub pada Alquran dalam bentuk umum.
Secara lugas disebutkan ada 4 kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya dalam Alquran
yaitu; 1) emas dan perak (QS 9:34), 2) tanaman dan buah-buahan (QS 6:141), 3) Usaha
semisal usaha dagang dan lainnya (QS 2:267) dan 4) barang tambang yang dikeluarkan
dari perut bumi (QS 2:267). Dalam hal ini, rumusan umum dalam Alquran adalah
mengeluarkan atas kekayaan (Qardhawi, 1973). Zuhayli (1985) memaparkan ada lima
harta yang wajib dizakati, diantaranya uang, barang tambang dan harta timbun (rikaz),
kekayaan perniagaan, binatang ternak dan buah-buahan.
Takaran umum yang dipakai adalah 2,5 persen dari harta emas dan perak dengan
nisab 85 gram dan mencapai haul satu tahun. Sedangkan untuk sektor pertanian dikenakan
5 persen untuk pertanian dengan pengairan berbayar atau upaya irigasi khusus, dan 10
persen untuk pertanian tadah hujan tanpa bayaran tertentu. Kadar pengambilan zakat
dalam harta kekayaan tersebut sudah ditentukan dalam syariat Islam.
Pada era modern ini, Qardhawi (1973) memaparkan dengan rinci terkait zakat
penghasilan dan sejenisnya untuk dikeluarkan zakatnya. Pendapat tentang besaran yang
wajib dikerluarkan zakatnya diantarnya: 1) sepersepuluh, diambil dari penghasilan bersih
setelah dikurang biaya-biaya, hutang dan kebutuhan pokok yang diqiyaskan pada hasil
pertanian dengan sistem tadah hujan. Penghasilan tersebut diperoleh dari modal kerja,
seperti penghasilan pabrik, gedung, percetakan, hotel, mobil, kapal terbang dan sejenisnya.
2) seperempat puluh (2,5%) diambil dari penghasilan dari modal yang dikembangan dalam
sektor perdagangan dengan dikiyaskan kepada zakat emas sesuai ketentuan nishab dan
haul 3) seperempat puluh (2,5%) diambil dari penghasilan pendapatan pekerjaan atau
profesi yang bersifat harta penghasilan atau harta yang bermasa tempo. Besaran ini
mengikuti tindakan Ibnu Mas’ud dan Muawiyah yang telah memotong besaran tertentu
untuk gaji tentara dan pegawai lainnya (Qardhawi, 1973:488-489). Perkembangan dan
perbandingan pengelolaan zakat dapat dilihat pada tabel berikut.
jalinan yang terjadi terdapat unsur tolong-menolong dan tanggung jawab satu sama lain.
Semakin tinggi jabatan yang dipangku, maka tanggung jawab pun demikian. Penugasan
amil dalam struktur dan lapang haruslah sesuai dengan kompetensi masing-masing dan
menjadikan kompetensi khusus yang harus dimiliki baik pimpinan paling atas maupun
amil lapang berupa pengetahuan zakat dan hal-hal terkait.
Pada aspek pelaksanaan, lembaga zakat harus memiliki amil yang profesional,
kompeten, integritas tinggi dan bertanggung jawab. Penentuan amil sangat menentukan
keberhasilan lembaga zakat, baik kelembagaan, organisasi maupun tujuan utama yaitu
mengurangi tingkat kemiskinan dan membantu kaum lemah. Terdapat tiga tahapan
dalam pelaksanaan lembaga zakat, diantaranya: 1) Seleksi dan penentuan kriteria
pelaksana zakat/amil (sesuai dengan syarat amil); 2) Penggalian sumber dana zakat semisal
membentuk unit/konter zakat pada tempat-tempat tertentu, pelatihan dan dakwah
zakat, membuka kerja sama penghimpunan zakat dengan masjid dan lembaga lain, dan
membuka akun bank syariah dan sebagainya; 3) penyaluran dana zakat dengan membuat
skala prioritas, pengalokasian distribusi, pencatatan mustahik (Jaelani, 2016).
PEMANFAATAN ZAKAT
Penentuan penerima zakat (mustahik) pada dasarnya telah ditetapkan dalam QS At-
Taubah ayat 60: “Sesungguhnya shadaqah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang di bujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Kedelapan golongan yang tersebut
merupakan asnaf zakat yang berhak mendapatkan dana zakat.
Khalifah Umar ra (Usman, 1994) Justifikasi para ulama atas ijtihad Umar, menimbang
bahwa mualaf mendapatkan alokasi zakat untuk menguatkan hati mereka yang masih
lemah. Ketika itu, Umar ra melihat kondisi tersebut tidaklah muncul, melainkan keadaan
kaum muslim sangatlah kuat dan solid. Tindakan khalifah Umar dalam penghentian
alokasi zakat kepada mualaf tidak ada satu sahabat pun yang menolak, dan menjadi
ijma’ sahabat (Beik, et. al, 2014). Pada aspek asnaf mustahik, Umar juga melakukan ijtihad
dengan mengelompokkan mustahik menjadi dua belas kelompok yang dikenalkan sistem
jaminan sosial (al-takaful al-ijtima’i).
Fakir dan miskin. Ada pandangan dari Abu Yusuf pengikut Imam Abu Hanifah, dan
Ibnu Qasim pengikut Imam Malik bahwa fakir dan miskin adalah golongan yang sama.
Sedangkan pendapat jumhur ulama, kedua golongan tersebut berbeda yang menjadi
prioritas dalam penyaluran zakat. Imam Tabari memberikan pengertian fakir adalah orang
yang dalam kebutuhan tetapi dapat menjaga diri dari meminta-minta, dan miskin adalah
orang yang dalam kebutuhan dan suka merengek-rengek meminta. Menurut pandangan
ulama Hanafiyah, fakir adalah orang yang tidak memiliki apa-apa di bawah nishab zakat,
yang terdiri dari perabotan rumah tangga, barang-barang, pakaian dan lainnya untuk
kebutuhan sehari-hari. Miskin didefinisikan sebagai orang-orang yang tidak memiliki apa-
apa. Secara singkat, kriteria fakir miskin menurut ulama Hanafiyah di antaranya: a) tidak
punya apa-apa, b) mempunyai tempat tinggal, barang atau perabot yang tidak berlebih,
c) memiliki mata uang kurang dari nishab, d) memiliki kurang dari nishab selain mata
uang, seperti empat ekor unta, tiga puluh sembilan ekor kambing yang bernilai tidak
lebih dari 200 dirham. Sedangkan pandangan tiga ulama lainnya (Malikiyah, Syafi’iyyah,
dan Hanabilah), fakir adalah orang-orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan
layak untuk memenuhi keperluannya seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan
keperluan pokok lainnya baik untuk individu atau orang yang dalam tanggungannya.
Miskin dijabarkannya sebagai mereka yang memiliki harta atau penghasilan layak dalam
memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, akan tetapi tidak
sepenuhnya tercukupi (Qardhawi, 1973). Menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, fakir adalah
orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan apapun, sedangkan miskin sebagaimana
dalam surat al-Kahfi:79 “bahtera milik orang-orang miskin yang bekerja di laut”,
memiliki perkerjaan akan tetapi belum mencukupi kebutuhan pribadi atau orang dalam
tanggungannya seperti penghasilan hanya 8 dirham dan kebutuhan sehari 10 dirham
(Zuhayli, 1985).
Amil zakat, yakni mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat,
mulai pengumpulan dana dan penjagaannya. Peran amil sangat penting sebagaimana
termaktub setelah golongan fakir dan miskin. Amil menghimpun dana untuk diserahkan
kepada bendahara Baitul Maal, menjaganya dan kemudian menyalurkannya kepada para
golongan mustahik lainnya. Mengenai bagian yang diberikan kepada amil, para ulama
memiliki pandangan berbeda. Imam Syafi’i memandang bagian amil dalam zakat adalah
sesuai dengan bagian lain yaitu 1/8 dari total pengumpulan dana. Akan tetapi apabila
upah yang diberikan tidak sesuai dengan pekerjaannya maka dapat ditambah di luar
dari dana zakat. Hal ini didukung oleh jumhur ulama, yang menyatakan upah amil sesuai
dengan kadar pekerjaannya yang memadai meskipun lebih besar dari yang ditentukan
(Qardhawi, 1973).
Memerdekakan budak. Hal ini dipandang dari dua arah. Pertama, menolong hamba
yang telah memiliki perjanjian kepada tuannya untuk dibebaskan dengan mengusahakan
harta dalam kadar tertentu untuk membebaskan dirinya. Kedua, seseorang atau bersama-
sama membayarkan hartanya untuk membebaskan budak, atau membeli budak dari
hartanya dan kemudian dibebaskannya.
Orang yang berhutang. Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa gharim adalah orang
yang mempunyai utang dan tidak memiliki bagian yang lebih dari utangnya, sedangkan
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad memberikan dua pengelompokan yang
mempunyai konsekuensi hukum tersendiri, yaitu 1) orang berhutang untuk kemaslahatan
sendiri dan 2) orang yang berhutang untuk kemaslahatan masyarakat. Serta orang yang
tertimpa bencana dimasukkan ke dalam golongan ini sebagaimana terdapat dalam hadis
Rasulullah saw.
Ibnu Sabil, yang dinyatakan delapan kali dalam redaksi ayat Alquran. Ibnu sabil
adalah musafir yang asing dan yang terputus. Para ulama berbeda pendapat dalam kategori
orang yang merencanakan perjalanan dan orang yang tersesat dalam perjalanan. Jumhur
menyatakan orang yang hendak atau dalam perencanaan bepergian tidak mendapat
bagian zakat, karena dia masih dalam daerahnya dan tidak dalam kelompok asing, dan
tidak pula disebut sabil, sedangkan Imam Syafi’i memperbolehkannya baik musafir yang
terputus ataupun bermaksud melakukan perjalanan.
Had Kifayah
Kriteria had kifayah untuk fakir dan miskin setiap negara Islam, juga lembaga
pengelola zakat berbeda satu sama yang lain. Sumber utama kriteria tersebut merujuk
pada nash Alquran dan hadis, sementara interpretasi dan penjabarannya menjadi
berbeda dengan cara pandang dan kondisi masing-masing. Lembaga zakat melihat
tingkat kemiskinan yang telah dilakukan oleh lembaga penunjang seperti biro statistik
dan kependudukan atau sejenisnya untuk menentukan kadar garis kemiskinan atau had
kifayah. Beberapa negara menggunakan pendekatan individu dan yang lain melihat
satu kesatuan keluarga. Antara satu negara dengan negara lain berbeda kriteria fakir
dan miskin menurut jumlah pendapatan maupun pengeluaran harian atau bulanan. Hal
ini terjadi karena tingkat ekonomi dan kekuatan sumber daya negara masing-masing
berbeda satu sama lain.
Malaysia melalui Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (JAWHAR) telah menetapkan
garis kemiskinan dengan pertimbangan utama di antaranya tempat tinggal, makanan,
pakaian, kesehatan, pendidikan dan transportasi berdasarkan maqashid syariah. Akan
tetapi penentuan tersebut kembali kepada setiap Majlis Agama Islam setiap negeri di
Malaysia yang bergantung pada jumlah dan umur anggota keluarga (JAWHAR, 2007).
Parid (2001) menjelaskan bahwa penyaluran zakat minimal mencukupi keperluan hidup
individu dan tanggungannya. Jumlah dana zakat yang diberikan kepada fakir dan miskin
diharuskan sejalan dengan kehidupan yang berkualitas yaitu pemberian dana zakat untuk
mencukupi kebutuhan dasar (dharuriyyat dan hajjiyat) (Al-Habshi, 1990).
Di Indonesia, kajian mengenai standar had kifayah telah dilakukan oleh Pusat Kajian
Strategis BAZNAS dimana standar had kifayah ini menghitung kebutuhan dasar setiap
keluarga berdasarkan pada perspekif Maqasid Syariah. Adapun 7 (tujuh) dimensi yang
digunakan untuk menghitung standar had kifayah yaitu: (1) makanan; (2) pakaian; (3)
tempat tinggal; (4) ibadah; (5) pendidikan; (6) kesehatan; dan (7) transportasi. Selanjutnya,
jumlah keluarga yang digunakan dalam perhitungan had kifayah adalah sebanyak 4
(empat) orang. Apabila sebuah keluarga melebihi 4 (empat) orang atau kurang dari 4
(empat) orang, atau terdapat anggota keluarga yang berkebutuhan khusus, maka jumlah
besaran had kifayah dapat disesuaikan dengan jumlah aktual anggota keluarga dan
kondisi masing-masing anggota keluarga.
Program Konsumtif
Zakat merupakan rukun Islam yang mengandung didalamnya dua aspek sekaligus,
yaitu aspek ibadah secara sempit dan ibadah secara luas. Zakat selain memiliki fungsi
mensucikan diri dan harta bagi pembayar zakat, juga untuk melawan kemiskinan dan
kefakiran bagi masyarakat. Para muzaki mengeluarkan zakat dari harta mereka untuk
memerangi kemiskinan yang ada disekitar lingkungan mereka. Kemiskinan akan selalu
ada sebagai bentuk sunnatullah, akan tetapi tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa
ada penanganan guna mengurangi jumlah kemiskinan. Tindakan minimalisir yang
diwajibkan Islam adalah penunaian zakat yang perlu dikelola dengan baik sehingga
mengurangi tingkat kemiskinan pada suatu daerah. Kesuksesan pengelolaan zakat dalam
mengimplementasikan tujuan kemasyarakatan yaitu memerangi kemiskinan adalah
pendistribusian dan penerapan manajemen yang baik (Qardhawi, 2005).
Program Produktif
Aspek sosial ekonomi dimana mengeluarkan fakir dan miskin dari lingkaran
kehidupan kemiskinan menuju kehidupan layak dan sejahtera merupakan salah satu
inti disyariatkannya zakat. Pemberian zakat untuk fakir dan miskin sejumlah yang dapat
membebaskan mereka dari kemiskinan kepada kemampuan, dari kebutuhan kepada
kecukupan dan tidak kembali kepada kemiskinan adalah fokus dari zakat (Sabiq, 2005).
Al-Syiddiqy (1987) menyatakan hal senada, pendistribusian dana zakat kepada fakir dan
miskin dianjurkan untuk dapat memenuhi kehidupan dan menjadi modal usaha.
Konsep pendistribusian jangka pendek tentunya menunjang para fakir dan miskin
untuk menjalankan kehidupan sehari-hari, akan tetapi konsep pendistribusian jangka
panjang membantu fakir dan miskin untuk hidup dengan taraf lebih baik, setidaknya naik
kelas dari mustahik menjadi mereka yang tidak berhak terhadap zakat dan lebih baik lagi
menjadi muzaki. Lembaga pengelola zakat mengenalkan konsep zakat produktif. Zakat
produktif merupakan suatu pendekatan dalam pendistribusian zakat yang membuat
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus dengan harta yang diterimanya
dengan cara dikembangkan dalam bentuk usaha produktif (Asnaini, 2008).
PERTANGGUNGJAWABAN ZAKAT
Pertanggungjawaban Administratif
Manajemen pengelolaan zakat pada saat ini berlaku tiga tipe yaitu pertama;
pengelolaan dilakukan oleh lembaga sukarela (voluntary) tanpa intervensi pemerintah,
kedua; penghimpunan zakat dilakukan oleh pemerintah dengan dasar inisiatif individu
secara sukarela, dan ketiga; pengelolaan dilakukan penuh oleh pemerintah. Dari ketiga
skema yang ada saat ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Karakteristik
dalam manajemen pengelolaan, penghimpunan dan penyaluran zakat dari beberapa
negara berpenduduk muslim dapat dilihat pada tabel berikut.
Karakteristik Penghimpunan
Institusi yang
Malaysia (Pulau Pinang, Selangor, Sarawak,
bekerjasama
Negeri Sembilan, Pahang, Melaka, and Wilayah Singapura, Mesir
dengan pemerintah
Persekutuan)
(korporasi)
Afrika Selatan ,
NGO -
Algeria, Indonesia
Pengelolaan zakat di Pakistan diatur dalam Undang-Undang Zakat dan Usyr tahun
1979 dan disempurnakan dengan Undang-Undang 1980. Central Zakat Fund menjadi pusat
pengelolaan zakat secara keseluruhan di Pakistan dengan empat provincial zakat fund,
81 local zakat fund dan sampai tingkat unit terkecil di daerah. Pendistribusian diberikan
kepada delapan golongan penerima zakat dengan skala prioritas yang tersurat dalam
undang-undang “prioritas utama diberikan kepada fakir miskin terutama para janda,
orang cacat baik dengan cara langsung atau tidak langsung seperti melalui pendidikan
resmi sekolah, pendidikan keterampilan, rumah sakit, klinik, dan lainnya. Akan tetapi
sistem yang berjalan di Pakistan belum maksimal dengan kelemahan pada audit,
Malaysia mempunyai pola pengelolaan zakat yang berbeda dengan negara Islam
lain. Bentuk kerajaan yang memiliki Majlis Agama, Islam The State Islamic Religious Councils
(SIRCs) di setiap negeri (provinsi) melalui Federal Law tahun 1986 diberikan kuasa untuk
mengurusi masalah Islam, didalamnya wakaf dan zakat (Zaenal, et al., 2016) kemudian
disahkannya Departemen Wakaf Zakat dan Haji (JAWHAR) pada tahun 2004 oleh Perdana
Menteri Tun Abdullah A. Badawi untuk memberikan perhatian khusus terkait lembaga
zakat. JAWHAR hanya memonitor dan mengkoordinasikan dengan setiap Majlis Agama
Islam di setiap negeri (provinsi). Ketigabelas negeri ini memiliki peraturan tersendiri, yang
dikoordinasikan oleh Kantor Perdana Menteri memalui Direktorat Kemajuan Islam. Untuk
mempermudah administrasi penghimpunan dan penyaluran zakat maka dibentuklah
unit kecil amil disebut Pusat Pungutan Zakat (PPZ) yang beroperasi pada tahuan 1991.
Tingkat efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan dana zakat baik penghimpunan dan
penyaluran berbeda-beda dari satu negeri dengan negeri yang lain. Zulkefly, et al. (2002)
menyatakan bahwa penting untuk membandingkan peran lembaga zakat Selangor yang
dinilai paling efektif dari pada yang lain.
Pada masa kolonial Belanda, Sekutu dan Jepang, pembayaran zakat tersendat
dikarenakan penjajah mengetahui bahwa zakat disalurkan untuk mendanai perlawanan
yang terjadi di daerah-daerah sehingga penjajah melarangnya (Ali, 1988). Namun, pada
awal abad kedua puluh, kolonial mencabut larangannya dengan menerbitkan peraturan
dalam orninantie pemerintahan Hindia Belanda No.6200 tahun 1905 yang menyatakan
tidak akan ikut campur dalam pengelolaan zakat dan diserahkan sepenuhnya kepada
umat Islam (Faisal, 2011).
Berlanjut pada tahun 1984 berkenaan dengan instruksi Menteri Agama No. 2
tentang Infaq seribu rupiah selama bulan Ramadhan. Tahun 1989, Menteri Agama kembali
mengeluarkan instruksi untuk pembinaan zakat infaq dan shadaqah terhadap lembaga-
lembaga keagamaan yang menyelenggarkan pengelolaan zakat infaq dan shadaqah
untuk lembaga pendidikan Islam dan bentuk lainnya. Kemudian tahun 1991, diterbitkan
keputusan bersama antar Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 29 dan 47 untuk
pembinaan Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah dan dilanjutkan dengan Instruksi
Menteri Agama No.5 tahun 1991 terkait pedoman pembinaan teknis BAZIS (Fakhruddin,
2008).
Undang-Undang terbaru terkait Pengelolaan Zakat yaitu UU No.23 Tahun 2011 dan
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat.
Dua instrumen dasar hukum ini telah memperkuat sistem pengelolaan zakat, tertuang
didalamnya dari proses pengumpulan, pengelolaan, pelaporan, pendistribusian dan
audit atas dasar transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Arah dan tujuan pengelolaan
zakat semakin jelas dengan dua instrumen peraturan tersebut. Fase sekarang adalah
fase peralihan menuju kebangkitan zakat, dengan sinergi pemerintah, BAZNAS, BAZNAS
Kabupaten/Kota dan LAZ. Penguatan dan Perombakan kelembagaan dinilai akan lebih
efektif untuk mengoptimalkan hasil capaian baik penghimpunan dan penyaluran yang
lebih efektif dan efisien.
INSTITUSI ZAKAT
Organisasi dan tata kerja pengelolaan zakat di Indonesia hari ini sepenuhnya
mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Undang-Undang tersebut merupakan pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat yang sebelumnya menjadi landasan hukum pengelolaan zakat
di Indonesia.
Struktur institusi pengelola zakat atau institusi zakat di Indonesia, selain BAZNAS di
tingkat pusat, juga terdapat BAZNAS di tingkat provinsi, BAZNAS di tingkat kabupaten/
kota, dibantu oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ) ditingkat Nasional, LAZ di tingkat provinsi
dan LAZ di tingkat kabupaten/kota. Dengan formasi OPZ yang sekarang maka setiap kepala
pemerintahan, dari pusat hingga daerah di seluruh wilayah administrasi pemerintahan
NKRI sesungguhnya memiliki fungsi sebagai regulator, yaitu selain berperan sebagai
fungsi pengangkatan Pimpinan OPZ dari pusat hingga daerah juga bertanggung jawab
menghadirkan situasi yang kondusif bagi pengelolaan zakat di Indonesia, berdasarkan
tingkat wilayah pemerintahannya. Dalam memaksimalkan kondusifitas pengelolaan zakat,
maka selain Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) selaku eksekutor para kepala pemerintahan
juga diproyeksikan dapat turut aktif pada proses managamen risiko pengelolaan zakat
sebagaimana yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
Adapun struktur institusi pengelola zakat di Indonesia dapat digambarkan pada gambar
berikut:
Sumber: Penulis
Sebuah institusi keuangan publik, tak terkecuali institusi zakat, memiliki posisi
strategis sebagai lembaga pengelola dana umat yaitu zakat. Sebagai organisasi nirlaba
strategis, institusi zakat telah menjadi harapan baru untuk meningkatkan kesejahteraan
umat. Selain itu, institusi perbankan juga telah menjadi salah satu agent of development,
yang dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui layanan pendistribusian dan
pendayagunaan.
Tentunya, dalam melakukan tugas dan fungsinya tersebut, institusi zakat memiliki
eksposur terhadap berbagai macam risiko. Untuk menjaga agar fungsi dan tugas terebut
berjalan dengan dengan baik serta memelihara kesinambungan proses bisnisnya,
maka institusi zakat dituntut untuk mampu secara efektif mengelola risiko-risiko yang
dihadapinya.
Risiko dalam konteks dunia zakat merupakan kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negatif terhadap tingkat kepercayaan, kepatuhan syariah dan kesinambungan
proses bisnis. Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan
dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana pada institusi lain pada umumnya, pengelola
zakat juga memerlukan serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul
dari kegiatan usaha, atau yang biasa disebut sebagai manajemen risiko.
Bab berikut ini menjelaskan tahapan-tahapan manajemen risiko pada institusi zakat.
Tahapan-tahapan tersebut selanjutnya terbagi menjadi beberapa langkah yaitu meliputi
proses identikasi risiko, proses pengukuran risiko, proses pengembangan heatmap risiko
dan proses mitigasi risiko. Pembahasan masing-masing tahapan dapat dijabarkan dalam
penjelasan berikut.
Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari kerangka Financial Sector Assessment
Program (FSAP) for Islamic Finance yang dikembangkan oleh IRTI-IDB (Muljawan, 2011).
Kerangka inilah yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam menilai tingkat kesehatan
sistem keuangan syariah sekaligus menjadi acuan dalam mengidentifikasi sektor-sektor
dalam perekonomian yang berpotensi untuk memberikan dampak multiplier positif
terhadap perkembangan perekonomian, atau sebaliknya, menciptakan dampak sistemik
negatif apabila tidak dikelola dengan baik.
Dalam konteks inilah maka peran zakat menjadi sangat strategis. Apalagi jika dilihat
potensi ekonomi instrumen tersebut. Berdasarkan studi Firdaus, et al. (2012) terungkap
bahwa potensi zakat nasional mencapai angka Rp217 triliun atau setara dengan 3.40 persen
PDB Indonesia tahun 2010. Potensi tersebut terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu
potensi zakat penghasilan individu (rumah tangga) yang mencapai angka Rp83 triliun,
potensi zakat perusahaan baik BUMN maupun swasta yang mencapai angka Rp117 triliun
dan potensi zakat tabungan yang mencapai angka Rp17 triliun. Sebagai perbandingan,
penelitian lain dari Public Interest Research & Advocacy (PIRAC) menyatakan bahwa potensi
zakat Indonesia adalah sekitar Rp20 triliun per tahun, sementara ADB memprediksi Rp100
triliun per tahun.
Meski potensi zakat mencapai angka Rp217 triliun, namun dari sisi penghimpunan
riil, jumlah zakat yang berhasil dikumpulkan oleh BAZNAS dan LAZ resmi di seluruh
Indonesia belum mencapai angka yang optimal. Berdasarkan data resmi Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS), diketahui bahwa penghimpunan zakat nasional baru mencapai angka
Rp6 triliun pada tahun 2017 berdasarkan Statistik Zakat Nasional 2017 (BAZNAS, 2018b).
Angka ini mengalami peningkatan signifikan dari tahun 2002, dimana penghimpunan
saat itu baru mencapai angka Rp68 miliar. Namun jika dibandingkan dengan total potensi,
maka kesenjangan antara potensi dengan penghimpunan ini masih sangat besar. Zakat
yang terhimpun masih kurang dari lima persen dibandingkan dengan total potensinya.
Hingga saat ini, kegiatan IWG ZCP telah dilaksanakan sebanyak empat kali, dan telah
menghasilkan draft dokumen yang terdiri dari 6 dimensi dan 18 prinsip utama pengelolaan
zakat dunia. Keenam dimensi tersebut adalah dasar hukum pengelolaan zakat, supervisi
zakat, tata kelola zakat, fungsi intermediasi, manajemen risiko, dan kepatuhan syariah.
Keenam dimensi tersebut merupakan hal-hal yang sangat mendasar dan fundamental yang
harus diperbaiki jika ingin tata kelola sistem perzakatan suatu negara ingin ditingkatkan
dan dioptimalkan. Dari dua dimensi, yaitu tata kelola zakat dan manajemen risiko, telah
menghasilkan draft dokumen Technical Notes on Risk Management for Zakat Institution dan
Good Amil Governance. Kegiatan ini telah diikuti oleh sejumlah otoritas dan lembaga zakat
dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, India, Pakistan,
Bangladesh, Sudan, Turki, Afrika Selatan, PBB, World Zakat Forum dan Bank Dunia.
Diantara komponen penting pada pembahasan Zakat Core Principles (ZCP) adalah
adanya aspek manajemen risiko pada pengelolaan zakat. Manajemen risiko ini merupakan
hal yang sangat baru di dunia Islamic social finance dan belum ada rumusan yang bersifat
kongkrit yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Manajemen risiko selama ini dipelajari
dan berkembang pada perusahaan-perusahaan yang bersifat komersial, termasuk pada
industri keuangan syariah komersial, seperti perbankan syariah. Sementara pada lembaga
zakat, aspek manajemen risiko ini belum banyak mendapat perhatian dan pembahasan
para penggiat zakat dunia sampai kemudian hal tersebut didiskusikan dalam pertemuan
IWG ZCP. Dalam dokumen ZCP, jenis risiko yang telah diidentifikasi dapat dikelompokkan
menjadi empat, yaitu risiko reputasi dan kehilangan muzaki, risiko penyaluran zakat, risiko
operasional, dan risiko transfer zakat antar negara.
Fase dalam memodelkan manajemen risiko pada institusi zakat terdiri dari lima
(5) tahapan. Fase pembentukan konteks, identifikasi risiko, pengukuran risiko, evaluasi
risiko dan perlakuan terhadap risiko. Fase pertama dimulai dengan pembentukan konteks
yang diidentifikasi dari kajian pustaka dan wawancara mendalam dengan para praktisi
yang paham dengan lingkungan internal entitas institusi zakat serta dilanjutkan dengan
penetapan tujuan.
Fase kedua yaitu pengidentifikasian risiko dan dampaknya. Dimulai dengan penentuan
kelompok atau cluster risiko sehingga mempermudah penulis dalam pengidentifikasian
risiko dan dampaknya, kemudian dilanjutkan dengan konfirmasi temuan risiko dan
dampaknya kepada praktisi entitas terkait.
Fase ketiga merupakan fase pengukuran risiko. Dalam fase ini dapat menggunakan
beberapa kriteria dan skala pengukuran yang sesuai dengan kebutuhan dalam institusi
zakat. Dalam fase ini akan mengukur tingkat kemungkinan, dampak, kerentanan dan
kecepatan terjadinya risiko. Pengukuran risiko dan dampaknya dilakukan oleh entitas
terkait yang memahami permasalahan entitas. Data-data yang berhasil dikumpulkan
selanjutnya diolah dalam tahapan pengolahan data. Pengolahan data juga dilakukan
dengan beberapa metode yang sesuai. Karena menggunakan empat kriteria pengukuran,
maka model manajemen risiko akan menghasilkan sebuah peta tingkat risiko yang disebut
heatmap manajemen risiko.
Fase keempat adalah evaluasi risiko. Setelah mendapatkan tingkat risiko berdasarkan
penilaian atas tingkat kemungkinan, dampak, kerentanan dan kecepatan terjadinya risiko,
kemudian dilanjutkan dengan analisis prioritas risiko dan dampaknya. Sebelum hasil akhir
dapat dijadikan dasar dalam pembuatan implikasi manajerial, maka dilakukan validasi hasil
kepada praktisi entitas terkait.
Fase terakhir yaitu perlakuan terhadap risiko. Manajer entitas terkait memegang
peranan penting dalam mengidentifikasi mitigasi risiko yang sesuai dengan tingkat risiko
dan dampaknya. Tahapan manajemen risiko institusi zakat ini selengkapnya dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Sumber: Penulis
Kajian yang fokus pada identifikasi risiko lembaga zakat masih sangat terbatas.
Dua tahun terakhir, Bank Indoensia dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah
menyelenggarakan International Working Group on Zakat Core Principle (IWGZCP)
tahap pertama dan kedua. Pada IWGZCP pertama, salah satu hasilnya disepakati bahwa
terdapat empat jenis risiko yang telah teridentifikasi dalam lembaga zakat. Risiko tersebut
meliputi risiko reputasi dan kurangnya kepercayaan masyarakat, risiko penyaluran, risiko
operasional dan kepatuhan syariah, serta risiko transfer antar negara. Sementara IWGZCP
kedua, salah satu pembahasannya adalah mengenai Technical Note dalam manajemen
risiko lembaga zakat. Berdasarkan pembagian empat kategori risiko di atas, dibahas lebih
lanjut tentang berbagai kemungkinan pengembangan jenis risiko yang dapat terjadi,
definisi masing-masing risiko serta indikator risiko tersebut. Fakta bahwa Bank Indonesia
dan BAZNAS telah memperluas fokus manajemen risiko lembaga zakat menunjukkan
pentingnya kajian ini.
REPORTING Risiko
Pelaporan
Identifikasi risiko OPZ dengan ERM COSO Modifikasi dapat terbagi menjadi 11
(sebelas) jenis risiko, yang dijabarkan lagi ke dalam 36 sub-jenis risiko, dan akhirnya
teridentifikasi 405 risiko.
Risiko OPZ dapat dikategorikan ke dalam lima kategori risiko, yaitu strategis,
edukasi, operasional, pelaporan dan kepatuhan. Masing-masing kategori risiko terdiri
dari beberapa jenis risiko.
Sumber risiko institusi zakat terdiri dari sebelas jenis risiko, yaitu risiko strategis,
korporatisasi, edukasi, operasional, properti, amil dan relawan, muzaki dan mustahik,
transfer zakat antar negara, pelaporan, hukum, dan risiko kepatuhan institusi zakat. Risiko
strategis terdiri dari risiko visi misi, pencapaian tujuan dan risiko reputasi. Risiko edukasi
yang terdiri dari risiko edukasi eksternal yang berasal dari masyarakat, pemerintah dan
pihak eksternal lainnya serta edukasi internal institusi zakat.
Sementara risiko operasional terdiri dari risiko dana pengimpunan, dana penyaluran,
dana produktif, penghimpunan zakat, pengelolaan dana zakat, penyaluran zakat,
infrastruktur jaringan/IT, kerjasama mitra, pengembangan program, kepemimpinan,
kompetisi, dan kejahatan/penipuan. Risiko amil dan relawan yang terdiri dari risiko tata
kelola amil dan risiko pengelolaan relawan, Risiko properti terdiri dari risiko manusia,
ekonomi dan bencana alam. Risiko Mustahik dan Muzaki terdiri dari risiko Muzaki,
kehilangan Muzaki, kepuasan Muzaki, risiko Mustahik, kehilangan Mustahik, kepuasan
Mustahik dan risiko kode etik. Sedangkan risiko kepatuhan terdiri dari risiko kepatuhan
syariah dan kepatuhan regulasi.
Konsep dasar adanya enterprise risk management (ERM) adalah bahwa setiap
entitas, yang berorientasi profit maupun nonprofit atau entitas pemerintahan, didirikan
untuk meningkatkan nilai bagi pihak yang berkepentingan dan memiliki peranan
strategis dalam keberhasilan entitasnya. Setiap entitas tersebut pasti akan menghadapi
ketidakpastian dan risiko-risiko yang akan memperlemah atau memperkuat nilai entitas.
ERM menurut Lam (2003:45) merupakan kerangka yang komprehensif, terintegrasi, untuk
mengelola risiko kredit, risiko pasar, modal ekonomis, transfer risiko, untuk meningkatkan
nilai entitas. Pembahasan ERM adalah tentang mengintegrasikan manajemen risiko
dengan proses manajemen inti, sehingga mampu meningkatkan kinerja entitas.
ERM bukan merupakan peristiwa atau keadaan, tetapi serangkaian proses atau
tindakan yang terintegrasi dalam kegiatan entitas. ERM dipengaruhi oleh jajaran direktur,
manajemen, dan personil yang lain untuk mencapai tujuan yang bersifat menyeluruh di
setiap tingkat dan unit entitas. ERM dirancang untuk mengidentifikasi peristiwa-peristiwa
potensial yang mempengaruhi entitas dan mengelola risiko agar tetap berada dalam risk
appetite entitas tersebut. Tujuan ERM adalah untuk memberikan reasonable assurance
atau kepastian secara wajar bagi manajemen dan pengurus entitas terkait dengan
pencapaian tujuan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ERM merupakan metode dan proses yang
digunakan oleh entitas untuk mengelola risiko dan menangkap peluang yang terkait
dengan pencapaian tujuannya. ERM menyediakan kerangka kerja untuk manajemen
risiko, diawali dengan identifikasi peristiwa tertentu atau situasi yang relevan dengan
tujuan organisasi, penilaian dalam hal kemungkinan dan besarnya dampak, penentuan
strategi respon, dan pemantauan kerangka kerja. Dengan mengidentifikasi dan proaktif
menangani risiko dan peluang, suatu entitas dapat melindungi dan menciptakan nilai
bagi para pemangku kepentingan, termasuk pemilik, karyawan, pelanggan, regulator,
dan masyarakat secara keseluruhan.
Menurut COSO (2004a) terdapat 4 (empat) tujuan entitas dalam proses manajemen,
yaitu tujuan strategis, operasional, pelaporan dan kepatuhan. Tujuan strategis berkaitan
dengan sasaran-sasaran jangka panjang, mendukung dan sejalan dengan visi misi
entitas. Tujuan operasional berkaitan dengan penggunaan sumber daya secara efektif
dan efisien. Tujuan pelaporan berkaitan dengan keefektifan pelaporan entitas sehingga
menghasilkan laporan yang dapat dipercaya, meliputi pelaporan internal dan eksternal.
Tujuan kepatuhan berkaitan dengan pemenuhan hukum dan aturan yang berlaku dalam
entitas.
Tujuan entitas dalam proses manajemen yang saling berkaitan tersebut harus
diintegrasikan dengan komponen-komponen dalam manajemen risiko. Menurut
COSO (2004a) terdapat delapan (8) komponen ERM, yaitu: lingkungan internal,
penetapan tujuan, identifikasi kejadian, asesmen risiko, respon terhadap risiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan. Kerangka model ERM COSO
menggambarkan bagaimana integrasi tersebut terjadi, yaitu hubungan antara komponen
ERM dengan tujuan-tujuan entitas (strategis, operasi, pelaporan, dan kepatuhan) serta
level-level (entitas, divisi, unit bisnis, dan cabang) seperti yang diberikan COSO dapat kita
lihat dalam gambar 4.
L N N
E GI O NA RA HA
T I O U
RA AS AP PA
T
ST P ER P EL K E
O
CABANG
UNIT BISNIS
Lingkungan Internal
LEVEL ENTITAS
Penetapan Tujuan
DIVISI
Identifikasi Kejadian
Asesmen Risiko
Respon terhadap Risiko
Aktivitas Pengendalian
Informasi & Komunikasi
Pemantauan
Menurut COSO (2004a), terdapat delapan komponen yang saling terkait. Komponen-
komponen tersebut diperoleh dari pelaksanaan aktivitas oleh manajemen dan terintergrasi
dengan proses manajemen. Komponen-komponen tersebut adalah: lingkungan internal,
penetapan tujuan, identifikasi kejadian, asesmen risiko, respon terhadap risiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan.
Seperti yang telah dikerangkakan oleh ERM COSO (2004a) bahwa sebuah entitas
akan diarahkan untuk mencapai tujuannya yang ditetapkan dalam empat katagori, yaitu
strategis, operasional, pelaporan dan kepatuhan. Begitu pula dengan institusi zakat.
Dalam konteks penetapan misi atau visi, manajemen akan menetapkan tujuan strategis,
memilih strategi dan menyelaraskan objektivitas yang ingin dicapai oleh institusi zakat
terkait.
Namun demikian, permasalahan yang terjadi pada OPZ saat ini adalah belum
optimalnya penghimpunan instrumen zakat dimana terjadi gap antara potensi dan
realisasi penghimpunan dana zakat. Salah satu faktor utama penyebabnya yaitu kurangnya
informasi (edukasi) tentang zakat kepada masyarakat, termasuk di dalamnya adalah
pemerintah bahkan internal institusi zakat yang terkait. Dengan demikian, diharapkan
manajemen institusi zakat juga akan menetapkan tujuan edukasi sebagai sasaran jangka
panjang dan sejalan dengan visi misi OPZ.
I AL AN
E GI AS ON R H AN
T K S I O U
RA EDU RA AP T
ST P E P EL E PA
O K
CABANG
UNIT BISNIS
Lingkungan Internal
LEVEL ENTITAS
Setting Objek
DIVISI
Identifikasi Event
Pengukuran Risiko
Reaksi terhadap Risiko
Aktivitas Kontrol
Komunikasi & Informasi
Pengawasan
Tujuan edukasi zakat ini perlu dilakukan bersama oleh berbagai pihak. Seperti
melibatkan ulama dan pemerintah, tidak hanya lembaga zakat itu sendiri. Jika lembaga-
lembaga zakat sudah bersikap transparan dan akuntabel dalam pengelolaan zakat serta
sumber daya manusia yang dimiliki untuk mengelola dana umat pun berkualitas sementara
tidak ada dukungan dari pemerintah untuk mengokohkan aturan-aturan perzakatan,
maka sinergitas pemerintah dengan pengelola zakat dapat berpeluang tidak berjalan
dalam track yang sama bahkan saling tumpang tindih, bertabrakan maupun overlapping.
Dengan kondisi ini, maka pengembangan kerangka kerja ERM COSO dengan
menambahkan tujuan edukasi menjadi sangat penting dan strategis. Tujuan edukasi
merupakan tujuan antara yang menjembatani tujuan strategis dan tujuan operasi institusi
zakat. Entitas pengelola zakat tidak hanya diarahkan untuk mencapai tujuan strategis,
operasional, pelaporan, kepatuhan, melainkan juga diarahkan untuk mencapai tujuan
edukasi. Sehingga kerangka kerja ERM COSO modifikasi telah menyediakan panduan
yang lebih lengkap dan terstuktur agar penerapan manajemen risiko institusi zakat tetap
dijalur sehingga sasaran yang diinginkan tersebut dapat dicapai.
Selain mengembangkan tujuan entitas dalam kerangka kerja ERM COSO Modifikasi,
Penulis juga mengidentifikasi kelemahan dalam penggunaan dua kriteria pengukuran
tingkat risiko. Tingkat risiko tidak hanya diukur dari dua dimensi semata, yaitu tingkat
kemungkinan (likelihood, L) dan besaran dampak (impact, I). Risiko dengan frekuensi
rendah dan tidak berdampak malapetaka jika dibarengi dengan tingkat kecepatan
terjadinya risiko yang terjadi sangat cepat (seketika) tanpa atau minim peringatan maka
akan berdampak besar bagi entitas. Sehingga tingkatan risiko juga dapat bergantung
pada tingkat kecepatan terjadinya risiko terkait. Sama halnya dengan jika risiko dengan
frekuensi rendah dan tidak berdampak malapetaka, belum tentu entitas terkait memiliki
kemampuan mitigasi risiko yang baik sehingga kemungkinan entitas berhasil sangat
rendah karena solusi yang ditawarkan tidak efektif. Hal ini pun akan berdampak besar
bagi entitas. Sehingga tingkatan risiko juga dapat bergantung pada tingkat kerentanan
entitas tersebut.
Maka dalam pengukuran risiko institusi zakat akan ditambahkan dua kriteria lain
yaitu tingkat kerentanan (vulnerability, V) dan kecepatan (speed of onset, S) terjadinya
risiko tersebut. Sehingga kriteria penilaian tingkat risiko dalam kajian ini berdasarkan
pada tingkat kemungkinan (likelihood, L), besaran dampak (impact, I), tingkat kerentanan
(vulnerability, V) dan kecepatan (speed of onset, S) terjadinya risiko tersebut.
Adapun skala pengukuran manajemen risiko OPZ dapat digambarkan dalam tabel
berikut:
Secara keseluruhan, heatmap ERM COSO Modifikasi terbentuk dari matriks berskala
7 (tujuh), baik skala frekuensi terjadinya risiko dan dampak risiko, dan terbagi menjadi 4
(empat) tingkatan risiko serta direpresentasikan dengan warna yang berbeda.
Penjabaran kelima tanggapan tersebut antara lain: (1) Menghilangkan risiko institusi
zakat dengan menghapus bahaya tertentu yang muncul dari aktivitas terkait institusi zakat
sehingga risiko tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi institusi zakat; (2) Mengambil
tindakan untuk tidak melakukan aktivitas yang memungkinkan terjadinya risiko
sehingga institusi zakat lebih berhati-hati dalam mengelola dana zakat; (3) Mengurangi
kemungkinan terjadinya suatu risiko dan dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu
aktivitas dalam institusi zakat dengan memindahkan risiko yang muncul kepada pihak
lainnya; (4) Mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko dan dampak risiko dengan
membagi risiko institusi zakat dengan pihak lain di luar institusi zakat; serta (5) proses
mitigasi risiko yang terakhir ialah menerima risiko tersebut sebagai bagian penting dari
aktivitas pengelolaan zakat.
MANAJEMEN RISIKO
INSTITUSI ZAKAT
Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat
38 Manajemen Risiko Institusi Zakat
Bab berikut ini menjelaskan tentang hasil pengukuran risiko di Lembaga Amil
Zakat. Dalam rangka mempermudah dalam melakukan pengelolaan risiko pada
institusi zakat, maka pada setiap jenis risiko institusi zakat digunakan heatmap
risiko. Pembahasan masing-masing heatmap dan prioritas risiko institusi zakat
dapat dijabarkan dalam penjelasan berikut, dan secara rinci dapat dilihat di
lampiran buku ini.
RISIKO STRATEGIS
Institusi zakat, sebagai organisasi nonprofit, senantiasa dihadapkan pada
berbagai permasalahan sejak awal berdirinya dan terus ada seiring berjalannya
kegiatan institusi zakat, sebagaimana organisasi komersil. Untuk itu, institusi zakat
memerlukan perumusan strategis yang matang dan dapat dieksekusi secara tepat
untuk dapat bertahan dalam keberlangsungannya.
Risiko strategis didefinisikan sebagai risiko yang terpisah dari risiko lainnya.
Risiko strategis menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 13/23/PBI/2011 adalah
risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan
bisnis. Tidak peduli seberapa baik pengelolaan risiko operasional dilakukan, jika
salah dalam mengidentifikasi risiko strategis maka sama dengan menyiapkan
kegagalan dalam bisnisnya. Dengan demikian, pengelolaan risiko strategis lebih
berada di tataran manajemen puncak, sementara risiko operasional dikelola oleh
manajer teknis yang mengetahui kegiatan operasional sehari-hari di lapangan.
Risiko strategis pada institusi zakat merupakan risiko yang terkait dengan
keputusan institusi zakat dalam jangka panjang yang terletak dalam kendali
manajer puncak. Risiko strategis bersifat menyeluruh karena dapat berdampak pada
seluruh kebijakan institusi zakat. Risiko strategis pada institusi zakat umumnya
timbul, antara lain karena institusi zakat menetapkan strategi yang kurang sejalan
dengan visi misi institusi zakat, melaksanakan strategi institusi zakat yang tidak
komprehensif, mengambil keputusan yang tidak tepat, kurang responsifnya institusi
zakat terhadap perubahan-perubahan eksternal dan/atau terdapat ketidaksesuaian
rencana strategis antarlevel dalam organisasi. Selain itu, risiko strategis juga dapat
muncul karena kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, kondisi
ekonomi makro, persaingan antarorganisasi dan perubahan kebijakan otoritas
terkait. Indikasi dari risiko strategis ini dapat dilihat dari kegagalan institusi zakat
dalam mencapai target bisnis yang telah ditetapkan.
masyarakat tentang institusi zakat dan aktivitasnya untuk mencapai visi dan
misi yang dimaksud. Kegagalan institusi zakat dalam menjalankan visi misi akan
menyebabkan lembaga tidak mempunyai dasar yang jelas.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko visi misi terdiri atas 16 risiko. Berdasarkan analisis
deskriptif yang telah dilakukan terhadap pelaku institusi zakat, diperoleh penilaian risiko
untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Visi Misi
(1)Penetapan standar
(1)Ketidaktahuan
pengukuran kesehatan
Belum adanya OPZ atas kondisi
OPZ secara internal;
ukuran-ukuran kesehatannya; (2)
14 5.0 5.9 4 2 (2)Bersama-sama OPZ
‘tingkat kesehatan’ Kegagalan kinerja OPZ;
lainnya menyusun
OPZ (3)Dapat merugikan
standar baku tingkat
masyarakat
kesehatan OPZ
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Visi Misi
(1)Pengendalian atas
(1)Membingungkan pembangunan visi misi
manajemen dan Amil; OPZ;
Visi dan misi OPZ
3 3.8 5.3 4 2 (2)Tujuan dan program (2)Mereview & menyusun
kurang jelas
kerja menjadi kurang kembali visi misi;
jelas (3)Kajian ulang &
menguji ke stakeholder
(1)Menerapkan
manajemen yang sehat;
OPZ belum dapat (1)OPZ belum menjadi
pilihan masyarakat; (2) Mewujudkan GAG;
menjadi lembaga
15 4.8 6.0 3 2 (3)Melakukan
zakat profesional & (2) Menurunkan
terpercaya kepercayaan masyarakat improvement dengan
standar mutu layanan
yang sudah ditetapkan
Risiko Tujuan
Perumusan tujuan institusi zakat yang kurang tepat juga memiliki dampak yang
buruk terhadap terjadinya risiko strategis. Risiko tujuan merupakan kondisi yang dialami
oleh institusi zakat yang disebabkan karena tidak tercapainya sasaran yang ingin dicapai
oleh institusi zakat terkait. Risiko ini muncul salah satunya disebabkan karena faktor
tujuan itu sendiri, misalnya tujuan terlalu ideal, tidak fokus, kurang jelas, di luar kontrol
institusi zakat dan semisalnya. Selain itu, hal ini dapat terjadi bila tujuan strategis yang
diambil oleh institusi zakat tidak sejalan dengan visi misi institusi zakat. Sementara itu,
dapat juga disebabkan karena belum ada alat ukur pencapaian tujuan.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko tujuan terdiri atas 18 risiko. Berdasarkan analisis
deskriptif yang telah dilakukan terhadap pelaku institusi zakat, diperoleh penilaian risiko
untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Tujuan
(1)Pencapaian tujuan
(1)Menyusun standar baku
terganggu;
rekrutmen;
Kurangnya kuantitas (2)Penurunan
(2)Peningkatan
17 dan kualitas SDM untuk 5.4 5.8 3 3 kredibilitas OPZ;
kompetensi amil;
mencapai tujuan (3) Menghambat
(3) Performance Appraisal
perkembangan OPZ
untuk menilai kinerja amil
jangka pendek-panjang
(1)Pencapaian tujuan
terganggu; (1)Melaksanakan forum
Kurangnya efektivitas rapat & evaluasi secara
(2)Penurunan
18 manajemen untuk 5.0 5.9 3 3 berkala berjenjang;
kredibilitas OPZ;
mencapai tujuan (2) Mekanisme evaluasi
(3)Inefektif & inefisien;
level organ yayasan
(4)Potensi fraud
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Tujuan
(1) Meningkatkan
(1)Menurunkan kreativitas program;
Kurangnya sarana performa dalam (2)Penetapan prioritas
16 dan prasarana untuk 4.6 5.0 3 2 peningkatan trust; anggaran sesuai prioritas
mencapai tujuan (2)Menghambat program;
perkembangan OPZ (3)Inovasi program sesuai
kontijensi anggaran
(1)Melakukan
(1)Masyarakat kurang pendekatan, komunikasi;
Masyarakat belum paham peduli terhadap OPZ; (2)Sosialisasi efektif
tentang OPZ dan apa
15 5.5 5.3 3 2 (2)Menurunkan kepada masyarakat;
yang dikerjakan untuk
mencapai tujuannya kepercayaan (3)Memanfaatkan
masyarakat socmed seperti web &
aplikasi
Risiko Reputasi
Jika institusi zakat masih belum mampu menampilkan kondisi primanya terhadap
permasalahan di level strategis seperti yang didiskusikan sebelumnya, maka institusi zakat
harus berhati-hati dengan risiko yang membuntuti risiko strategis, yaitu yang disebut
sebagai risiko reputasi. Rusaknya reputasi institusi zakat merupakan salah satu indikator
terjadinya risiko strategis. Risiko reputasi tidak hanya berpotensi menimbulkan kerugian
pada institusi zakat yang bersangkutan, namun juga organisasi perzakatan secara umum.
Nantinya, risiko ini dapat berpengaruh terhadap meningkatnya risiko kehilangan muzaki
dan mustahik maupun risiko penghimpunan dana zakat.
Risiko reputasi merupakan risiko terjadinya potensi kerugian bagi institusi zakat
yang diakibatkan oleh persepsi negatif yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga
zakat terkait. Risiko ini dapat muncul di seluruh aktivitas institusi zakat, baik dalam
menjalankan fungsinya seperti edukasi, informasi, konsultasi, dan penghimpunan zakat
maupun dalam mendayagunakan dana zakat bagi mustahik, atau aktivitas lainnya yang
dapat merusak reputasi institusi zakat di mata masyarakat. Jika institusi zakat menyadari
bahwa diperlukan bertahun-tahun lamanya untuk membangun reputasi dan hanya perlu
waktu beberapa menit saja untuk menghancurkannya, maka institusi zakat pasti akan
lebih peduli mengenai risiko ini.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko reputasi terdiri atas 6 risiko. Berdasarkan analisis
deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi zakat,
diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di bawah
ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Reputasi
(1)Melakukan pengurusan
perizinan baik di tingkat
(1)OPZ butuh banyak
Internasional (sebagai
waktu & uang untuk
NGO dari UN), tingkat
menyesuaikan
Risiko penyesuaian Nasional Pusat (izin sebagai
aktivitasnya sesuai
OPZ akibat regulasi LAZNAS), tingkat regional
ketentuan; (2)
yang baru (dari sisi di provinsi (izin dari BAZNAS
5 6.3 5.4 3 3 OPZ tidak dapat
legal, organisasi, Provinsi), juga pengurusan
melanjutkan
operasional dan lain- PPUB (untuk pemungutan
operasinya; (3)
lain) kotak-kotak infaq), dll; (2)
Menurunkan
Melakukan penyesuaian
kepercayaan
manajemen organisasi
masyarakat
mengikuti amanah regulasi
yang telah ditetapkan
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Reputasi
(1)Menyusun strategi
(1)Rendahnya kinerja
edukasi, informasi, layanan
Belum optimalnya OPZ; (2)Menurunnya
konsultasi baik secara tatap
OPZ dalam kredibilitas OPZ
muka maupun melalui
menjalankan seluruh & kepercayaan
1 5.4 5.5 3 2 media & TI; (2)Evaluasi rutin
fungsi-fungsinya masyarakat; (3)
kinerja lembaga, tindakan
(seperti edukasi, Mematikan OPZ dalam
perbaikan dan pencegahan;
penghimpunan, dll.) jangka menengah dan
(3)Pengembangan kerja sama
panjang
kemitraan
(1)Membentuk Divisi
(1)Risiko terjadinya
Belum optimalnya Kepatuhan sebagai langkah
fraud oknum
OPZ dalam preventif agar sesuai dengan
yang melakukan
mengelola seluruh ketentuan peraturan dan
3 4.0 5.9 3 3 penyimpangan dalam
proses sesuai prinsip kesyariahan; (2)
pengelolaan zakat; (2)
regulasi, tata kelola Rumusan modul kepatuhan;
Rendahnya kepatuhan
yang baik & syariah (3)Sosialisasi dan audit
OPZ
kepatuhan
RISIKO KORPORATISASI
Risiko korporatisasi institusi zakat adalah risiko terjadinya penyalahgunaan dana
zakat infaq shadaqah untuk mencari keuntungan bagi para pemilik lembaga dan
manajemen. Risiko ini muncul karena institusi zakat ingin mendirikan anak perusahaan
yang bergerak di bidang komersial atau berjalan tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Sehingga menimbulkan risiko konflik kepentingan dalam institusi zakat.
Proses bisnis institusi zakat dengan gaya-gaya kapitalis sungguh tidak cocok
diterapkan pada industri pengelolaan zakat, karena apa yang dikelola institusi zakat
adalah dana umat yang berhasil dihimpun atas dasar trust atau kepercayaan masyarakat
yang ingin menyalurkan manfaat kepada masyarakat yang berhak menerima manfaat
tersebut. Pergeseran orientasi institusi zakat yang menginginkan keuntungan
sebagaimana lembaga komersial pada umumnya tidak menunjukkan positioning institusi
zakat berbeda dengan lembaga komersial lainnya. Untuk itu praktik ta’awun atau kerja
sama antarinstitusi zakat, fokus pada bidang yang dikuasainya, dan semangat co-opetition
daripada pure competition menjadi hal yang dinanti-nanti banyak pihak terhadap institusi
zakat khususnya di negeri kita ini.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko korporatisasi institusi zakat terdiri atas 3
risiko. Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap
pelaku institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat
pada tabel berikut.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Korporatisasi OPZ
Membangun kebijakan
Penyalahgunaan dana
(1)Pelanggaran terhadap kelembagaan dan legal
ZIS untuk pendirian
kepatuhan syariah & yang spesifik mengatur
1 perusahaan yang 2.8 5.9 3 2
regulasi; (2)Merusak tentang ekspansi organ
tidak sesuai dengan
kredibilitas OPZ atau anak perusahaan
prinsip syariah
yang adil & proporsional
Mengembangkan kanal
Risiko kerugian jika
suara pelanggan atau
Adanya ekspansi OPZ anak perusahaan (PT)
suara masyarakat zakat
untuk mendirikan menderita kerugian,
2 2.6 4.8 3 2 dalam rangka kontrol
anak perusahaan maka kerugian tersebut
sosial atas segala
terkait kegiatan OPZ akan mengurangi dana
pengelolaan dana zakat
tidak terikat--dana amil
oleh lembaga
RISIKO EDUKASI
Risiko edukasi merupakan risiko yang disebabkan karena belum optimalnya
penghimpunan zakat. Salah satu faktor utama penyebabnya adalah kurangnya edukasi
tentang zakat kepada masyarakat, termasuk di dalamnya adalah pemerintah bahkan
internal institusi zakat yang terkait. Risiko edukasi terbagi menjadi dua, yaitu edukasi
eksternal dan edukasi internal.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko edukasi eksternal terdiri atas 16 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Edukasi Eksternal
(1)Melakukan sosialisasi
(1)OPZ tidak/kurang secara masif, berkala dan
Masyarakat belum
optimal dalam proses terstruktur; (2)Membangun
paham pentingnya
4 6.3 5.4 3 2 pengelolaan zakat; sinergi dengan berbagai
menyalurkan zakat
(2)Menghambat perguruan tinggi dalam
melalui OPZ
perkembangan OPZ rangka mensosialisasikan
ZISWAF
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Edukasi Eksternal
Sinergi pemerintah
Pemerintah belum dengan pengelola
(1)Menggunakan dana
mengalokasikan zakat tidak berjalan
internal OPZ sebagai biaya
anggaran yang cukup dalam track yang
13 6.2 5.0 3 2 sosialisasi; (2)Kerja sama
untuk sosialisasi dan sama, bahkan saling
dengan dunia usaha, media
edukasi zakat kepada tumpang tindih,
dan dunia pendidikan
masyarakat bertabrakan maupun
overlapping
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko edukasi internal terdiri atas 17 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap
pelaku institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti
terlihat pada tabel di bawah ini
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Edukasi Internal
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Edukasi Internal
(1)Menyusun strategi
OPZ kurang
komunikasi efektif; (2)
sumber dana untuk OPZ kurang optimal
Menjalin sinergi dengan
10 memperkenalkan diri 5.8 5.0 3 2 dalam proses
pihak lain; (3)Menetapkan PIC
kepada masyarakat pengelolaan zakat
marketing di struktur OPZ dan
luas
sekaligus alokasi aggarannya
(1)Melaksanakan program-
program komunikasi dan
OPZ belum
OPZ kurang optimal mengangkat relawan spoke
memperkenalkan
9 5.9 4.8 3 3 dalam proses person sebagai juru bicara
diri dengan baik
pengelolaan zakat di masyarakat; (2)Membuat
kepada masyarakat
agenda aktivitas sosialisasi
perminggu/bulan
(1)Keseimbangan program
edukasi dan funding OPZ; (2)
Menyusun tema edukasi zakat
Kebanyakan OPZ Masyarakat
dan fokus pada peningkatan
menjual produk menyalurkan sendiri
2 5.8 4.4 3 3 pemahaman masyarakat
bukan mengedukasi zakat mereka kepada
akan kewajiban zakat dan
zakat mustahik
manfaatnya, bukan semata-
mata menjual isu pada setiap
materi komunikasi
RISIKO OPERASIONAL
Risiko operasional merupakan risiko yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak
berjalannya proses internal, manusia dan sistem. Risiko dana penghimpunan zakat timbul
akibat sumber harta zakat yang berasal dari harta yang tidak halal, misalnya hasil korupsi,
penghasilan nonhalal, hasil bunga bank, keuntungan saham konvensional, tercampur dan
berasal dari hasil nonhalal (korupsi, riba, dan lain sebagainya) maupun berasal dari harta
bersama, uang palsu, bukan harta milik pribadi dan tidak sesuai perhitungan zakat (nishab
dan haul). Risiko dana penghimpunan juga bisa ditimbulkan oleh proyeksi potensi zakat
dan rencana penghimpunan zakat institusi zakat yang terlalu optimis atau tidak akurat.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko dana penghimpunan zakat terdiri atas 11
risiko. Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap
pelaku institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat
pada tabel berikut.
Risiko Dana
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Penghimpunan
(1)Realisasi penghimpunan
Rencana
zakat meleset; (2)
penghimpunan
11 5.5 4.7 2 3 Berpengaruh secara
zakat OPZ terlalu
signifikan pada pelaksanaan
optimis
program di lapangan
(1)Membuat disclaimer
(1)Resetting anggaran pada seluruh form
yang dapat berpengaruh konfirmasi kepada
Proyeksi potensi
pada tingkat kepuasan Donatur yang
zakat terlalu
10 5.2 4.3 2 3 mustahik; (2)Dapat menjelaskan bahwa
optimis dan/atau
berpengaruh pada OPZ tidak menerima
tidak akurat
indikatoir keberhasilan dana zakat yang berasal
program dari kejahatan, tujuan
untuk pencucian uang
dan larangan-larangan
(1)Dana zakat OPZ lainnya sesuai dengan
Harta yang
tercampur dana tidak halal; ketentuan syariah; (2)
dizakatkan berasal
2 3.9 4.0 2 2 (2)Pelanggaran syariah; (3) Edukasi harta dengan
dari penghasilan
Harta zakat menjadi tidak melaksanakan pelatihan
nonhalal
sah sharia financial check
up secara berkala
bagi para muzaki
Harta yang dan calon muzaki;
(1)Dana zakat OPZ (3)SOP penerimaan
dizakatkan
tercampur dana tidak halal; dana; Penguatan unit
tercampur dan
5 5.1 2.7 2 2 (2)Pelanggaran syariah; (3) kepatuhan; Rumusan
berasal dari hasil
Harta zakat menjadi tidak koridor kepatuhan;
nonhalal (korupsi,
sah Sosialisasi, implementasi,
riba, dll)
dan audit kepatuhan
Risiko dana penyaluran zakat timbul akibat penyalahgunaan dalam penyaluran dana
zakat. Risiko ini diakibatkan oleh adanya pemanfaatan dana zakat untuk kepentingan
pribadi atau golongan, dana zakat tidak habis disalurkan dalam setahun, ditahan
(didepositokan) di bank, disalurkan ke bukan mustahik, dan sebab penyalahgunaan
dalam penyaluran lainnya.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko dana penyaluran zakat terdiri atas 9 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi
Kode Risiko Dana L I V S Dampak Mitigasi
Penyaluran
(1)Upaya pemetaan
daerah dengan tingkat
kemiskinan; (2)Bersinergi
dengan lembaga-lembaga
Dana zakat (1)Penyaluran zakat
di daerah; (3)Rapat
disalurkan kurang kurang efektif; (2)Berisiko
7 2.7 4.3 2 2 tinjauan manajemen; (4)
adil menjangkau pada sisi keadilan atas
Melakukan survey yang
daerah mustahik masing-masing hak asnaf
matang kepada calon-
calon penerima manfaat
sehingga penerima
manfaatnya sesuai asnaf
Identifikasi
Kode Risiko Dana L I V S Dampak Mitigasi
Penyaluran
(1)Penerapan SOP
penyaluran dan sesuai
Dana zakat (1)Kebutuhan dasar dengan kondisi keuangan
konsumsi per mustahik belum dan kondisi mustahik; (2)
9 3.5 3.2 2 3
mustahik terlalu terpenuhi; (2)Mengurangi Evaluasi kinerja program
kecil reputasi OPZ penyaluran, kualitas layanan
mustahik dan dampak
program
(1)Penerapan SOP
(1)Berisiko pada sisi penyaluran; (2)Tindakan
Dana zakat terlalu
keadilan atas masing- pencegahan atau perbaikan
8 lama sampai ke 2.5 4.1 2 2
masing hak asnaf; (2) sistem; (3)Membuat bisnis
mustahik
Mengurangi reputasi OPZ proses yang efektif dan
efisien
(1)Membangun kebijakan
mengenai batasan dan
Adanya (1)Tidak sahnya
ketentuan pemanfaatan
pemanfaatan penyaluran sesuai asnaf
dana program; (2)Penerapan
1 dana zakat untuk 2.4 4.0 1 2 zakat; (2)Pelanggaran
sistem kepatuhan dan
kepentingan hukum dan tidak sesuai
pelaksanaan audit internal;
pribadi/golongan syariat Islam
(3)SOP penyaluran dana; (4)
Laporan keuangan rutin
(1)Melakukan penyaluran
sesuai SOP, atas dasar
kondisi penerima; (2)
Dana zakat (1)Penyaluran zakat
Kebijakan tahunan
disalurkan kurang kurang efektif; (2)Berisiko
6 2.4 3.9 2 2 manajemen; (3)Melakukan
adil ke masing- pada sisi keadilan atas
survei kepada calon-calon
masing mustahik masing-masing hak asnaf
penerima manfaat sehingga
penerima manfaatnya sesuai
asnaf
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko dana produktif zakat terdiri atas 7 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di berikut.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Dana Produktif
(1)Membuat asesmen
(1)Usaha mustahik
Dana zakat ketat sehingga per
kurang berkembang;
produktif per mustahik tidak ada yang
3 4.3 2.6 2 2 (2)Tidak realistis
mustahik terlalu merasa terlalu kecil; (2)
untuk memandirikan
kecil Evaluasi kinerja program
mustahik
penyaluran
(1)Membangun konsep
(1)Program dana
dana bergulir yang akan
bergulir (untuk tujuan
Dana bergulir dari menjadi bagian dari aset
produktif) kurang
zakat kurang efektif kepemilikan para mustahik
efektif; (2)Dana
7 karena mustahik 3.9 3.0 2 2 terprogram pada saat telah
bergulir macet & tidak
tahu dana tersebut diterminasi; (2)Melakukan
berputar kembali; (3)
adalah dana zakat pembiinaan rutin yang
Metode pendekatan
mengubah mindset
harus diubah
mustahik
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Dana Produktif
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko penghimpunan zakat terdiri atas 8 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Risiko Dana
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Penghimpunan
(1)Membuat disclaimer
pada seluruh form
konfirmasi kepada
(1)Realisasi
donatur yang
penghimpunan
Rencana menjelaskan bahwa
zakat meleset; (2)
penghimpunan OPZ tidak menerima
11 5.5 4.7 2 3 Berpengaruh secara
zakat OPZ terlalu dana zakat yang berasal
signifikan pada
optimis dari kejahatan, tujuan
pelaksanaan program
untuk pencucian uang
di lapangan
dan larangan-larangan
lainnya sesuai dengan
ketentuan syariah
Risiko Dana
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Penghimpunan
(1)Resetting
anggaran yang dapat
Proyeksi potensi berpengaruh pada
zakat terlalu optimis tingkat kepuasan
10 5.2 4.3 2 3
dan/atau tidak mustahik; (2)Dapat
akurat berpengaruh pada
indikator keberhasilan
program
Risiko pengelolaan zakat merupakan risiko yang terkait dengan proses manajemen
institusi zakat dalam mengelola dana zakat. Belum ada standarisasi SOP (Standard
Operating Procedure) dan SOM (Standard Operating Management) dalam pengelolaan
dana zakat, tingginya biaya operasional LAZ, risiko bercampurnya dana zakat dengan
aset LAZ sendiri, belum adanya best practices pengelolaan zakat yang baik, penggunaan
banyak bank dan banyak rekening untuk pengelolaan dana zakat hingga kemungkinan
bank tempat menyimpan dana zakat bermasalah atau dilikuidasi adalah merupakan
kondisi yang mungkin dialami oleh institusi zakat dalam proses manajemen pengelolaan
dana zakat.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko pengelolaan zakat terdiri atas 12 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode Pengelolaan L I V S Dampak Mitigasi
Dana
Identifikasi Risiko
Kode Pengelolaan L I V S Dampak Mitigasi
Dana
(1)Pengelolaan dana
Penggunaan (1)Menggunakan fasilitas
zakat menjadi rumit; (2)
banyak rekening kanal pembayaran
10 5.0 3.9 2 2 Timbulnya pooling fund
untuk berbagai perbankan seperti virtual
atas beberapa dana
tipe dana account
tersebut
(1)Terjadi penyimpangan
terhadap kaidah syariah; (1)Tidak menjadikan bank
Dana zakat konvensional sebagai
(2)Timbulnya risiko
4 disimpan di bank 3.9 3.2 2 2
penerimaan dana nonhalal pooling fund; (2)Kebijakan
konvensional manajemen; (3)Koridor
dan ketidakpatuhan pada
kebijakan syariah kepatuhan oleh DPS OPZ;
(4)Memilah dan memilih
Dana zakat ditahan (1)Terjadi penyimpangan bank yang menjadi
di bank untuk terhadap kaidah syariah; rekening pengumpul dan
5 3.5 3.6 2 2
mendapatkan (2)Tertundanya hak para penyimpan
keuntungan mustahik
Risiko manajemen penyaluran zakat merupakan risiko yang terkait dengan proses
pengelolaan institusi zakat dalam menyalurkan dana zakat. Tumpang tindih penyaluran
dana zakat dengan LAZ lain, adanya penyaluran zakat yang tidak sesuai 8 asnaf,
terlambatnya penyaluran dana zakat ke mustahik, alokasi penyaluran zakat tidak merata,
terjadi kesalahan penyaluran zakat hingga kurangnya sarana kemudahan pendistribusian
zakat adalah merupakan kondisi yang mungkin dialami oleh institusi zakat dalam proses
manajemen penyaluran dana zakat.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko manajemen penyakuran dana zakat terdiri
atas 11 risiko. Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner
terhadap pelaku institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut
seperti terlihat pada tabel di bawah ini
Identifikasi Risiko
Kode Manajemen L I V S Dampak Mitigasi
Penyaluran
Risiko infrastruktur jaringan/IT akan muncul akibat sistem dan teknologi (hardware,
software, network, orang dan proses) yang tidak efektif untuk mendukung kebutuhan
informasi saat ini dan masa mendatang. Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko ini antara
lain rusak atau lumpuhnya sistem IT, belum adanya sistem teknologi informasi standar
yang mendukung, tidak tersedianya database muzaki yang komprehensif, kurangnya
kemudahan membayar zakat melalui teknologi terkini (seperti e-banking, sms-banking,
apps, POS), kurang baiknya kualitas jaringan atau teknologi dan manajemen operasional
aplikasi, jaringan dan sistem database, hingga data hilang terkena virus komputer.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Infrastruktur
(1)Hilangnya data
(1)Backup system secara
muzaki, mustahik atau
berkala dan pengadaan
laporan keuangan OPZ;
Rusak atau server cadangan; (2)
1 4.5 4.4 3 4 (2)Tidak tersampaikannya
lumpuhnya sistem IT Membuat back data center
informasi dan komunikasi
dan me-maintenance rutin
kepada para pemetik
fasilitas IT
manfaat
Risiko kerja sama dapat terjadi akibat dari mitra, afiliasi atau bentuk hubungan
kerja sama lainnya yang dapat memengaruhi kinerja institusi zakat dalam melaksanakan
proses manajemennya. Ketidakpastian ini terjadi karena kesalahan dalam pemilihan
mitra kerja sama, mitra menggunakan dana zakat untuk program yang lain, pelaporan
pelaksanaan program oleh mitra terlambat hingga ketergantungan terhadap teknologi
mitra program.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kerja sama terdiri atas 11 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kerja Sama
(1)Pelaporan pelaksanaan
program oleh mitra
Pelaporan (1)Evaluasi dan monitoring
terlambat; (2)Mitra yang
pelaksanaan yang baik dan terukur; (2)
3 3.7 3.7 2 2 terlambat dikenakan
program oleh mitra SOP kerjasama penyaluran
sanksi sampai ancaman
terlambat (SLA)
pemutusan hubungan
kerja
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kerja Sama
(1)Menyamakan persepsi
mengenai tata cara
(1)Belum optimalnya pengelolaan perzakatan
Belum optimalnya
OPZ dalam menjalin dengan para mitra; (2)SOP
OPZ dalam menjalin
kemitraan dengan kerja sama penyaluran
8 kemitraan dengan 3.6 3.2 2 2
stakeholder yang terkait (SLA); (3)Membuat
stakeholder yang
zakat; (2)Mengurangi daftar mitra zakat yang
terkait zakat
kredibilitas OPZ bereputasi baik dan
melakukan pertemuan
evaluasi
(1)Menetapkan SLA
(1)Lamanya laporan
Lamanya laporan laporan harus masuk &
program dari divisi
program dari divisi ada sanksi tegas bagi
7 3.5 3.1 2 2 OPZ sendiri atau mitra
OPZ sendiri atau yang melanggar; (2)
OPZ; (2)Mengurangi
mitra OPZ Melakukan pertemuan
kredibilitas OPZ
evaluasi
(1)Membangun teknologi
(1)Mengurangi integritas secara mandiri; (2)SOP
Ketergantungan dan independensi OPZ; kerjasama penyaluran
10 terhadap teknologi 2.8 3.7 2 2 (2)Ketergantungan (SLA); (3)Evaluasi kinerja
mitra program terhadap teknologi program penyaluran;
mitra program (4)Melakukan transfer
teknologi mitra ke OPZ
(1)Monitoring
dan evaluasi atas
(1)Distribusi melalui penggunaan dana
mitra disalahgunakan; program; (2)Membentuk
Distribusi
(2)Mitra yang terlambat forum komunikasi
5 melalui mitra 2.7 3.6 2 2
dikenakan sanksi sampai dan koordinasi OPZ
disalahgunakan
ancaman pemutusan dengan para mitra; (3)
hubungan kerja Menetapkan sanksi
yang keras untuk setiap
pelanggaran
Risiko-risiko termasuk dalam risiko pengembangan program ini terdiri atas 14 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode Pengembangan L I V S Dampak Mitigasi
Program
Identifikasi Risiko
Kode Pengembangan L I V S Dampak Mitigasi
Program
(1) Menjalin sinergi dengan
Kurang gencar, (1) Masyarakat belum
berbagai pihak untuk
rutin, dan intensif paham mengenai
meningkatkan efisiensi
dalam sosialisasi program baru OPZ;
5 3.8 3.9 2 2 pendayagunaan; (2)
kepada masyarakat (2) Lambatnya
Menetapkan anggaran biaya
tentang program pertumbuhan tingkat
operasional di anggaran
baru partisipasi masyarakat
tahunan
(1) Kegagalan
(1) Melakukan strategi
pengembangan
Penelitian atau sosialisasi yang efektif; (2)
program, distribusi
pengetesan Memilih PIC marketing dan
3 3.1 4.0 2 2 dana zakat tidak
program baru yang membuat rencana marketing
tepat sasaran; (2)
tidak tepat program setiap ada produk
Kegagalan eksekusi dan
baru
pengukuran program
Risiko Kepemimpinan
Gambar 22 : Heatmap
Risiko Kepemimpinan
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepemimpinan
Risiko Kompetisi
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kompetisi terdiri atas 5 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kompetisi
(1) Membangun
(1) Menurunnya
komunikasi dan
kepercayaan
koordinasi yang baik;
masyarakat terhadap
Ketidakharmonisan (2) Saling menghormati
OPZ/BAZNAS; (2)
5 BAZNAS dan OPZ 5.3 5.3 4 4 dan berorientasi
Menghambat
swasta pada manfaat; (3)
implementasi regulasi
Dibangunnya komunikasi
dan pertumbuhan
yang intens antara
dunia zakat
BAZNAS dan OPZ
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kompetisi
(1) Menghindari
(1) Ketidakharmonisan persaingan dengan OPZ
antar OPZ; (2) lain dengan cara bermain
Adanya risiko
Melanggar etika dan di segmentasi dan ceruk
2 persaingan tidak sehat 5.3 4.7 3 3
mengganggu prioritas pasar sendiri; (2) Dibuat
dengan OPZ lain
pelayanan terhadap kesepakatan bersama
mustahik yang dinaungi oleh FOZ,
BAZNAS dan Kemenag
Risiko Kejahatan/Penipuan
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kejahatan
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kejahatan
RISIKO PROPERTI
Risiko Manusia
Risiko properti terjadi atas properti atau harta benda institusi zakat yang diakibatkan
karena perilaku manusia, ketidakpastian ekonomi dan bencana alam, sehingga akan
mengakibatkan kerugian institusi zakat. Risiko kehilangan properti yang disebabkan
karena perilaku manusia misalnya rusaknya sarana (alat bantu) operasional institusi zakat
dan kebakaran karena kelalaian amil, kantor institusi zakat dimasuki pencuri, amil kurang
bertanggung jawab, terjadinya perkara hukum, kerusuhan, sabotase, pemogokan,
termasuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko manusia terdiri atas 13 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Manusia
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Manusia
(1) Menyosialisasikan
(1) Dapat mengganggu
Amil kurang kepatuhan; (2) SOP
aktivitas amil dan
bertanggung jawab pemeliharaan sarana kerja;
untuk memulihkannya
atas kerusakan (3) Rekrutmen awal amil
4 3.1 4.6 3 3 butuh waktu yg
dan kemusnahan yang selektif; (4) Adanya
cukup lama; (2) Dapat
dana zakat (akibat pembinaan pekanan
membahayakan amil
kelalaian amil) amil dari sisi ruhiah dan
dan lembaga
manajemen
Risiko Ekonomi
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko ekonomi terdiri atas 9 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Ekonomi
Manajemen perlu
melakukan re-setting
Terjadinya fluktuasi
anggaran untuk dapat
1 mata uang (Currency 5.3 4.0 3 2
menyesuaikan kembali
fluctuation)
dengan kemampuan cash
flow OPZ
Terjadinya
Update pada
8 perubahan teknologi 4.3 3.6 2 2
perkembangan teknologi
(Technological change)
Risiko kehilangan properti yang disebabkan karena bencana alam terjadi saat sumber
daya atau kapasitas yang tersedia sangat tidak memadai dalam mengatasi ancaman
bencana alam yang menyebabkan kerugian hingga kehilangan nyawa, materi dan kerugian
lingkungan. Risiko bencana alam misalnya terjadinya keruntuhan atau kerobohan, gempa
bumi, kebakaran secara alami, banjir, wabah penyakit, dan musibah alami lainnya.
Gambar 27 : Heatmap
Risiko Bencana Alam
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko bencana alam terdiri atas 12 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Bencana Alam
Risiko Amil dapat terjadi apabila institusi zakat tidak dapat merekrut, mempertahankan
dan mengelola sumber daya manusia institusi zakat, termasuk di dalamnya belum ada
standarisasi tata kelola amil yang baik (Good Amil Governance), belum adanya pelatihan
amil yang terstruktur dan sistemik, tidak adanya kejelasan mengenai jenjang karir amil,
amil digaji di bawah standar, mindset SDM bahwa institusi zakat bukan pilihan utama
pencari kerja yang berbakat hingga tidak adanya komunikasi yang baik.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko tata kelola amil terdiri atas 27 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Tata Kelola Amil
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Tata Kelola Amil
Risiko pengelolaan relawan terjadi saat institusi zakat tidak berkomitmen penuh
untuk mengembangkan dan menerapkan standarisasi tata kelola relawan yang baik.
Risiko ini disebabkan antara lain karena kualitas calon relawan yang terbatas, tidak
efisiennya screening relawan, rendahnya kualitas relawan, kurang komitmen dengan
pekerjaannya, kurangnya pengawasan terhadap relawan hingga kurangnya komunikasi
antar amil dan relawan.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko pengelolaan relawan terdiri atas 18 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identfksi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Pengelolaan Relawan
Risiko Muzaki
Risiko muzaki merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang disebabkan
karena muzaki tidak tahu cara menghitung besaran zakat, muzaki menyalurkan zakatnya
ke lebih dari satu institusi zakat, muzaki yang tidak bisa diidentifikasi (Hamba Allah)
hingga banyaknya muzaki yang membayar zakat secara musiman (Ramadhan).
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko muzaki terdiri atas 4 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Muzaki
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Muzaki
Risiko kehilangan muzaki merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang
disebabkan karena kecenderungan muzaki membayar zakat secara mandiri, loyalitas
muzaki ke institusi zakat tertentu rendah, muzaki pindah ke institusi zakat lain, hingga
muzaki kurang percaya kepada institusi zakat.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kehilangan muzaki terdiri atas 13 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Risiko Kehilangan
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Muzaki
(1) Penghimpunan
(1) Dilakukannya sosialisasi
yang tidak stabil; (2)
Muzaki kurang paham oleh lembaga kepada
Pengaruh terhadap
8 pentingnya membayar 5.3 4.1 2 1 masyarakat di media-
kinerja penghimpunan
zakat melalui OPZ media yang dimiliki
dan penyaluran;
lembaga dan/atau media
(3) Tingkat layanan
eksternal; (2) Membuat
meningkat secara
program penyaluran
musiman; (4) Target
yang menarik sehingga
Muzaki kurang penghimpunan
6 5.3 3.9 2 1 dapat menarik minat
mengenal OPZ zakat tidak tercapai;
donatur lebih banyak;
(5) Penurunan
(3) Menelusuri dari asal
penghimpunan; (6)
usul sumber dana; (4)
Pengaruh tidak terlalu
Penggunaan sistem
signifikan untuk jangka
(virtual account, dsb); (5)
Muzaki kurang percaya menengah/panjang;
7 5.3 3.9 2 1 Disediakannya layanan
kepada OPZ (7) Penghimpunan
konsultasi zakat; (6)
yang tidak stabil; (8)
Sosialisasi OPZ sebagai
Pengaruh terhadap
lembaga amil yang
kinerja penghimpunan
profesional; (7) Edukasi
dan penyaluran;
ke muzaki bahwa OPZ
(9) Tingkat layanan
lebih paham pemetaan
Kecenderungan muzaki meningkat secara
mustahik
1 membayar zakat secara 5.5 3.7 2 1 musiman
mandiri
Risiko kepuasan muzaki merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang
disebabkan karena muzaki kurang puas dengan pelayanan institusi zakat, pelayanan amil
institusi zakat kurang profesional, lambatnya pelayanan amil kepada muzaki, kegagalan
sistem layanan muzaki (sistem kantor layanan muzaki), kurang tanggapnya amil terhadap
keluhan masyarakat (muzaki) maupun terhadap masukan/saran dari masyarakat (muzaki).
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kepuasan muzaki terdiri atas 7 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepuasan Muzaki
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepuasan Muzaki
Risiko Mustahik
Risiko Mustahik merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang
disebabkan karena belum adanya standarisasi dalam memverifikasi mustahik di masing-
masing program, belum adanya indikator pengukuran kesejahteraan mustahik, mustahik
mendapatkan zakat dari beberapa institusi zakat, mustahik yang sudah meninggal atau
mustahik yang sudah naik kelas tetap mendapat zakat.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko mustahik terdiri atas 5 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
berikut.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Mustahik
(1) Mengembangkan
(1) Banyak dana yang
komunikasi dan kolaborasi
Belum adanya tidak tepat sasaran;
di antara pengelola zakat;
standarisasi dalam (2) Risiko salah
(2) Membuat SOP verifikasi
1 memverifikasi 2.7 3.8 2 2 sasaran penyaluran;
mustahik untuk masing-
mustahik di masing- (3) Ketepatan
masing program; (3)
masing program penyaluran
Dikuatkannya sistem monev
terganggu
oleh lembaga
Risiko kehilangan mustahik merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat
yang disebabkan karena lokasi mustahik yang susah dijangkau, banyak mustahik yang
tidak teridentifikasi oleh institusi zakat, domisili mustahik tidak tetap, hingga mustahik
tidak memiliki tanda pengenal/KTP.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kehilangan mustahik terdiri atas 9 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di berikut.
Risiko
Kode Kehilangan L I V S Dampak Mitigasi
Mustahik
Risiko
Kode Kehilangan L I V S Dampak Mitigasi
Mustahik
Risiko kepuasan mustahik merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang
disebabkan karena mustahik kurang puas dengan pelayanan institusi zakat, lambatnya
pelayanan amil kepada mustahik (sistem kantor layanan mustahik), mustahik menuntut
pelayanan prima dari LAZ hingga kegagalan sistem layanan mustahik.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kepuasan mustahik terdiri atas 6 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepuasan Mustahik
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepuasan Mustahik
Risiko kode etik merupakan risiko yang terkait dengan kode etik dalam proses
perzakatan. Muzaki memberikan hadiah kepada amil, muzaki belum memahami adab-
adab memberikan zakat (niat, menyegerakan, tidak riya’), mustahik memberikan hadiah
kepada amil, mustahik belum memahami adab-adab menerima zakat (menggunakan
dengan benar, mengucapkan terima kasih) hingga amil belum memahami adab-adab
mengumpulkan zakat (adil, jujur, amanah, ikhlas) adalah merupakan risiko kode etik
yang mungkin terjadi dalam proses perzakatan dalam institusi zakat.
Gambar 36 :
Heatmap Risiko
Kode Etik
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kode etik terdiri atas 5 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kode Etik
Amil kurang
Mustahik memberikan Memberikan aturan yang jelas dalam
objektif dalam
3 hadiah kepada amil 2.6 2.5 2 2 kode etik, termasuk punishment dan
menentukan
(risiko kode etik) reward-nya
mustahik
Gambar 37 :
Heatmap Risiko
Transfer Zakat
Antarnegara
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko transfer zakat antarnegara terdiri atas 10
risiko. Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap
pelaku institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat
pada tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode Transfer Zakat L I V S Dampak Mitigasi
Antarnegara
Belum adanya Turut serta aktif dalam
model dan analisis Negara pemberi pengembangan National Zakat
tentang country risk belum berani Index dalam rangka menilai
7 dan transfer risk 5.2 4.2 3 2 transfer zakat ke risiko dan tata kelola regional
oleh institusi zakat negara penerima pengelolaan zakat yang ke depan
masing-masing tersebut dapat digunakan untuk lintas
negara negara
Identifikasi Risiko
Kode Transfer Zakat L I V S Dampak Mitigasi
Antarnegara
Risiko Pelaporan
Risiko pelaporan merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang
disebabkan karena ketidaksiapan institusi zakat dalam pelaporan segala aktivitasnya
kepada stakeholder. Risiko ini muncul antara lain karena belum adanya standarisasi
bentuk laporan zakat institusi zakat ke stakeholder yang baku, kurang profesionalnya
pembuatan laporan zakat institusi zakat, laporan zakat institusi zakat tidak dibuat
secara periodik (kontinyu) hingga kemungkinan terlambatnya pelaporan zakat kepada
stakeholder.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko pelaporan terdiri atas 12 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Pelaporan
Risiko Pencatatan
Risiko pencatatan merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang
disebabkan karena kegagalan institusi zakat dalam pencatatan keuangannya secara
internal. Risiko ini muncul antara lain karena panjangnya rantai pencatatan dana
zakat yang masuk, belum adanya panduan transaksi syariah institusi zakat dari PSAK
109, rumitnya sentralisasi pencatatan zakat dari institusi zakat cabang ke institusi
zakat pusat hingga dekatnya hubungan amil penghimpun zakat dengan audit internal
institusi zakat.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko pencatatan terdiri atas 8 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Pencatatan
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Pencatatan
Ketidaksinkronan
Besarnya biaya Review oleh atasan/
metode akuntansi
pengalihan praktik accounting expert;
OPZ (cash basis)
4 3.4 3.4 2 2 akuntansi dari accrual Penyesuaian dengan
dengan metode
basis ke cash basis atau pedoman pengelolaan
akuntansi muzaki
sebaliknya zakat dan PSAK zakat
(accrual basis)
RISIKO HUKUM
Risiko hukum merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang disebabkan
karena adanya perubahan regulasi atau hukum dari regulator atau pemerintah yang
dapat mengancam posisi institusi zakat dan kemampuan lembaga dalam menjalankan
aktivitasnya secara efektif dan efisien. Termasuk di dalamnya yaitu belum adanya UU atau
peraturan yang mewajibkan muzaki membayar zakat, belum adanya sanksi yang tegas dari
pemerintah bagi muzaki yang tidak membayar zakat, zakat belum menjadi pengurang
pajak, kurangnya dukungan pemerintah terhadap implementasi UU dan peraturan zakat
yang ada, hingga lemahnya penegakan hukum yang sudah tertera di UU Zakat serta risiko
izin (legalitas) yang berbenturan dengan pemda yang berbeda-beda setiap daerah.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko hukum terdiri atas 16 risiko. Berdasarkan
analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku institusi
zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada tabel di
bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Hukum
Kurangnya
(1) Berperan aktif memberikan usulan
dukungan
Kurang bahkan kontra draf UU serta berbagai
10 pemerintah
efektifnya uji publik regulasi zakat yang terbaru;
terhadap 5.2 4.6 3 2
pengelolaan (2) Dilakukannya komunikasi secara
implementasi UU
zakat oleh OPZ intens dengan pemegang regulator
dan peraturan
zakat
zakat yang ada
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Hukum
RISIKO KEPATUHAN
Risiko Kepatuhan Syariah
Risiko kepatuhan syariah timbul sebagai akibat dari tidak dipatuhinya atau tidak
dilaksanakannya peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan syariah yang telah
ditetapkan. Risiko ini dapat timbul disebabkan antara lain karena kurangnya kompetensi
DPS yang dimiliki institusi zakat, belum adanya peraturan pelaksanaan audit syariah,
belum adanya institusi publik/swasta (KAP) yang berwenang dan/atau kompeten
melakukan audit syariah hingga risiko ketidakpahaman seluruh level unit institusi zakat
tentang syariah.
Gambar 41 : Heatmap
Risiko Kepatuhan Syariah
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kepatuhan syariah terdiri atas 12 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.
Identifikasi Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepatuhan Syariah
Bervariasinya
Belum adanya (1) Mendorong peningkatan
ketentuan syariah
standar audit kompetensi DPS dengan
7 6.0 3.6 2 1 yang dianut OPZ dan
syariah yang berlaku berbagai support; (2) Menyusun
membingungkan
nasional panduan audit syariah nasional
masyarakat
Bervariasinya
Belum adanya
ketentuan syariah Menyusun standar baku
peraturan
4 4.6 3.6 2 1 yang dianut OPZ dan kepatuhan syariah internal
pelaksanaan audit
membingungkan sebagai dasar kinerja organisasi
syariah
masyarakat
Mengembangkan pedoman
syariah atas pengelolaan
Amil penyaluran zakat; Peningkatan kompetensi
Penyaluran zakat
zakat kurang paham amil; Diadakannya training
12 2.8 5.3 2 2 dapat melanggar
syariah dan fiqih secara rutin mengenai kepatuhan
ketentuan syariah
zakat syariah; Adanya program
assessment terhadap amil terkait
syariah & fiqih zakat
Risiko kepatuhan regulasi timbul sebagai akibat dari tidak dipatuhinya atau tidak
dilaksanakannya peraturan atau ketentuan yang berlaku dan yang telah ditetapkan oleh
regulator. Risiko ini dapat timbul disebabkan antara lain karena seluruh lapisan unit
institusi zakat kurang paham regulasi zakat, LAZ nasional hanya boleh memiliki satu
perwakilan di setiap provinsi, belum dimilikinya perangkat pengawasan oleh BAZNAS,
adanya dualisme otoritas zakat yaitu BAZNAS dan Kemenag, hingga peran ganda BAZNAS
sebagai regulator/otoritas dan operator.
Risiko-risiko yang termasuk dalam risiko kepatuhan regulasi terdiri atas 11 risiko.
Berdasarkan analisis deskriptif yang telah dilakukan dan hasil kuesioner terhadap pelaku
institusi zakat, diperoleh penilaian risiko untuk risiko-risiko tersebut seperti terlihat pada
tabel di berikut.
Identifikasi
Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepatuhan
Regulasi
Identifikasi
Risiko
Kode L I V S Dampak Mitigasi
Kepatuhan
Regulasi
(1) Bersama pihak terkait
(1) Belum berjalannya mendorong membentuk
Belum dimilikinya penegakan aturan perangkat pengawasan; (2)
perangkat dan pengawasan; (2) Dibangunnya komunikasi
9 4.9 3.9 3 2
pengawasan oleh Risiko pengawasan secara intens dengan BAZNAS;
BAZNAS operasional (3) Mendorong BAZNAS untuk
pengelolaan zakat mengeluarkan modul panduan
pengelolaan zakat
(1) Penyesuaian
OPZ nasional berjalan lambat &
Menyesuaikan di lapangan
hanya boleh pengelolaan zakat
sejauh tidak melanggar
6 memiliki satu 4.3 4.1 3 2 terganggu; (2)
perundangan dan peraturan
perwakilan di Ekspansi OPZ terbatas,
yang berlaku
setiap provinsi pengelolaan zakat
tidak maksimal
(1) Menampung pengelola
Semua pengelola zakat informal menjadi MPZ
zakat informal, (1) Pengelolaan zakat sejauh tidak melanggar
seperti DKM oleh OPZ terganggu; peraturan & perundangan
8 masjid, harus 4.9 3.5 2 2 (2) Legal formal yang berlaku; (2) Dilakukannya
menjadi UPZ-nya seluruh institusi sosialisasi terkait regulasi zakat;
BAZNAS atau pengelola zakat (1) Dibangunnya komunikasi
MPZ-nya OPZ dan sinergi bersama dalam
pengelolaan zakat
Dari keseluruhan 405 risiko dapat dikelompokkan ke dalam 31 risiko ekstrim (7.7%),
193 risiko tinggi (47.7%), 162 risiko moderat (40.0%) dan 19 risiko rendah (4.7%). Dengan
demikian, lebih dari setengah dari risiko yang teridentifikasi di institusi zakat tergolong
risiko tinggi dan risiko ekstrim, sehingga manajemen risiko institusi zakat menjadi penting.
Jumlah risiko terbanyak ada pada sub-jenis Risiko Tata Kelola Amil (27 risiko), Risiko
Tujuan (21), Risiko Visi Misi (19) Risiko Pengelolaan Relawan (18), dan Risiko Edukasi
Internal (17). Dengan demikian, dua jenis risiko terpenting adalah Risiko Amil & Relawan
dan Risiko Strategis, yang harus mendapat perhatian lebih.
Tingkat Risiko “Ekstrim” terbanyak terdapat di Risiko Edukasi Eksternal (13 dari 16
atau 81%), Risiko Reputasi (3 dari 6 atau 50%), Risiko Kompetisi (2 dari 5 atau 40%), Risiko
Edukasi Internal (4 dari 17 atau 24%), dan Risiko Visi Misi (4 dari 19 atau 21%). Jenis Risiko
Edukasi memiliki tingkat risiko ekstrim paling banyak. Semua sub-jenis risiko ekstrim
tersebut harus diberikan perhatian utama oleh pengelola institusi zakat.
Tingkat Risiko “Tinggi” terbanyak terdapat di Risiko Kepatuhan Regulasi (10 dari
11 atau 91%), Risiko Tujuan (18 dari 21 atau 86%), Risiko Pengelolaan Relawan (15 dari 18
atau 83%), Risiko Tata Kelola Amil (22 dari 27 atau 81%), dan Risiko Kehilangan Muzakki
(10 dari 13 atau 77%). Semua sub-jenis risiko tinggi tersebut juga harus diberikan perhatian
ekstra oleh pengelola institusi zakat.
koordinator dan operator, maka Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mempunyai
tugas strategis dalam mengevaluasi serta mengendalikan irama pengelolaan zakat. Peran
evaluasi dan pengendalian pengelolaan zakat di Indonesia, belakangan ini menjadi
perbincangan yang nampaknya mengarah pada kondisi positif dalam peningkatan mutu
pengelolaan zakat dan penguatan sinergi antar OPZ di Indonesia. Dari sisi pengumpulan
misalnya, dipimpin oleh BAZNAS, OPZ dapat saling bersinergi melalui sebuah upaya
pemetaan dan penguatan daya jangkau pengumpulan zakat sekaligus melakukan sinergi
dalam memitigasi risiko pengumpulan.
Di tingkat individu institusi zakat, organisasi pengelola zakat atau institusi zakat
yang terdiri dari BAZNAS, LAZNAS, BAZNASDA, LAZDA serta UPZ dan MPZ dapat
mengimplementasikan manajemen risiko sesuai dengan peran dan scope-nya masing-
masing. Di tingkat regional, OPZ atau IZ dapat bekerjasama dan bersinergi untuk mengelola
common risks (risiko-risiko umum) yang dihadapi oleh OPZ di daerah tersebut, yang dapat
dikoordinasikan oleh BAZNASDA dan/atau FOZ setempat. Di tingkat nasional, BASNAS
dapat menjadi konduktor dan koordinator dalam mensinergikan dan mengelola common
risks (risiko-risiko umum) yang dihadapi oleh OPZ atau IZ secara nasional, sehingga risiko-
risiko tersebut dapat dimitigasi secara efektif dan efisien.
Sasaran mitigasi risiko tersebut harus dapat dipetakan dengan baik, dengan sasaran
dan segmen beragam termasuk kelompok swadaya masyarakat. Dari sisi penyaluran
yakni pendistribusian dan pendayagunaan, OPZ mempunyai peran strategis dalam proses
manajemen evaluasi dan mitigasi risiko guna mencapai tujuan penyaluran zakat yang
efektif dan efisien sesuai amanat Undang-Undang. Harmonisasi dan sinkronisasi mitigasi
risiko penyaluran zakat ini hendaknya dilakukan dengan baik antar OPZ dari tingkat pusat
hingga daerah. Implementasi manajemen risiko di tingkat individu IZ, tingkat regional
dan tingkat nasional dapat dilakukan secara bertahap dimulai dari risiko-risiko ekstrim
sampai ke risiko-risiko tinggi dan risiko-risiko moderat.
68.39 85.12 150.09 292.52 373 740 920 1200 1500 1729 2200 2700 3300 3700
96.9 98.3
76
20.43 27.24
24.7 26.28
22.73
22.22
24.32 25
15.27
12.12
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Berbicara penghimpunan, pada tahun 2015, jumlah penghimpunan dana ZIS dan
DSKL oleh OPZ secara nasional adalah Rp3,65 triliun dengan total penyaluran dana sebesar
Rp2,25 triliun. Dan pada tahun 2016, jumlah penghimpunan dana ZIS dan DSKL oleh OPZ
secara nasional meningkat sebesar Rp 5 triliun dengan total penyaluran dana sebesar
Rp2,25 triliun. Dalam waktu lima tahun terakhir perolehan dana yang berhasil terkumpul
selalu mengalami peningkatan, walaupun dengan proporsi masing-masing OPZ yang
berbeda-beda dalam menghimpun dana.
549.74%
2039.22 Rp Miliar
1263.51
1645.48
404.94%
1422.36
1379.89
1179.72
%
gBAZNAS gBAZNAS Provinsi gBAZNAS Kota/Kab gLAZ
Secara umum, proporsi penghimpunan dana zakat dari setiap OPZ terhadap
penghimpunan dana zakat nasional bervariasi. Pada tahun 2015, OPZ yang berhasil
menghimpun dana ZIS terbesar adalah LAZ. LAZ dapat mengumpulkan dana ZIS sebesar
Rp2.039,22 milyar dan menyalurkan sebanyak Rp1.263,51 milyar. BAZNAS Kabupaten/Kota
mengumpulkan dana ZIS sebesar Rp876,63 milyar dan menyalurkan sebesar Rp568,77
milyar. Pengumpulan dan penyaluran dana ZIS oleh BAZNAS Provinsi adalah sebesar
Rp644,86 milyar dan Rp342,19 milyar. Sementara pengumpulan dan penyaluran dana ZIS
oleh BAZNAS pusat adalah sebesar Rp92,57 milyar dan Rp77,16 milyar.
Berdasarkan data statistik BAZNAS (2016, dalam Outlook Zakat Indonesia, 2017)
data penyaluran dana zakat yang diberikan pada ashnaf fakir dan miskin menjadi satu
kesatuan ashnaf. Hal ini disebabkan karena kedua kelompok tersebut biasanya berada
di lingkungan yang sama. Sementara, pengalokasian dana zakat yang diperuntukkan
kepada amil diambil sebesar seperdelapan dari total penghimpuanan dana zakat di
masing-masing OPZ.
(%) (%)
Mualaf
Kesehatan
3.33 38.2 30.80 30.95
Gharimin 24.6 2.86 6.56 9.54
Riqob
Pendistribusian dana zakat pada tahun 2015, menurut gambar 45 (kiri) LAZ
berkontribusi paling besar dalam menyalurkan dana zakat kepada mustahik, khususnya
fakir dan miskin, riqob serta fi sabilillah, sebesar 57,71%, 88,7% dan 59,98% dari total
dana zakat yang diterima masing-masing ashnaf. Gharimin menerima sebagian besar dana
zakat dari BAZNAS Kabupaten/Kota, yaitu sebesar 50,97% dari total penyaluran untuk
kelompok tersebut. Zakat bagi Ibnu sabil disalurkan sebagian besar oleh BAZNAS Provinsi,
sebesar 58,55%. Sementara, zakat yang disalurkan kepada muallaf dari BAZNAS Provinsi,
LAZ, dan BAZNAS Kabupaten/Kota kurang lebih sama, secara berturut-turut yaitu 38,20%,
30,95%, dan 30,80% dari total dana zakat yang diterima oleh kelompok tersebut.
Dalam pengelolaan zakat, sumber daya manusia yang dimaksud, meliputi amil dan
pihak-pihak lain yang berperan terhadap pengelolaan zakat. Amil sebagai subjek pengelola
zakat tentu menjadi ujung tombak dalam menentukan keberhasilan pengelolaan zakat.
Perkembangan institusi zakat akan terkendala apabila ditangani oleh amil yang tidak
mempunyai totalitas, dedikasi dan kualitas yang baik. Saat ini asumsi profesi amil menjadi
pilihan terakhir nampaknya sudah mulai hilang, terbukti dari proses rekrutmen amil yang
mendapat respon positif dari para alumni perguruan tinggi berkualitas.
Secara epistimologi, amil adalah profesi mulia, satu-satunya profesi yang disebutkan
secara eksplisit dalam Alquran. Dimana salah satu tugas terbesarnya adalah menjembatani
para muzaki untuk dapat menyalurkan dan menyucikan hartanya bagi mustahik, sekaligus
untuk menyalurkannya secara riil sehingga dapat memberi dampak bagi kesejahteraan
mustahik. Oleh karena itu profesi amil ini tidak boleh lagi dikerjakan secara sambilan,
namun harus sungguh-sungguh yaitu penuh waktu (full time).
Salah satu usaha dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dalam memitigasi
risiko SDM ini adalah dengan menerapkan proses standarisasi dan sertifikasi amil melalui
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang dibentuk oleh BAZNAS. Namun, disisi lain terdapat
situasi dilematis, secara realita sebuah institusi zakat membutuhkan SDM dengan jumlah
banyak. Namun, pada saat yang sama institusi zakat harus menjaga tingkat efisiensi
lembaganya. Hal demikian menjadi tantangan tersendiri bagi institusi zakat, bagaimana
mendapatkan formasi terbaik dengan menjaga keseimbangan antara faktor kebutuhan
SDM dan faktor efisiensi.
Saat ini, tantangan yang cukup berat bagi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
adalah bagaimana dengan segala keterbatasan kewenangan koordinasi, BAZNAS dapat
menstandarkan kekuatan SDM dan mengelola kesenjangan kualitas pengelola zakat
di Baznas Provinsi dan Baznas Kabupaten/Kota dengan tingkat pemahaman dan level
pendidikan yang berbeda dan kondisi kehidupam sosial ekonomi yang juga berbeda.
Merujuk pada Pusat Kajian Strategis BAZNAS dalam bukunya Evaluasi Kinerja
Perzakatan Nasional yang melaporkan bahwa secara mayoritas para stakeholders
institusi zakat di Indonesia masih menghadapi masalah kualitas database mustahik dan
pelaporan. Dengan demikian, ini akan menjadi tantangan yang perlu diprioritaskan ke
depan, bagaimana institusi zakat bisa menghadirkan database yang berkualitas. Hal
ini merupakan tantangan bagi institusi zakat bagaimana bisa merapihkan pelaporan
zakat dengan tingkat kualitas data yang baik. Hal demikian tentu akan meningkatkan
transparansi dan kepercayaan sehingga dampaknya adalah kesadaran masyarakat dalam
membayar zakat semakin meningkat.
Dukungan Regulasi
Dari diskusi serta telaah regulasi yang ada, terdapat beberapa hal yang perlu
diwujudkan guna memaksimalkan angka penghimpunan zakat di masa yang akan datang,
antaranya adalah: pertama, antara zakat dan pajak masih belum mempunyai hubungan
yang signifikan, sampai dengan saat ini regulasi masih memperlakukan instrumen zakat
sebagai salah satu pengeluaran bagi setiap warga negara Indonesia yang bisa memberi
insentif sebagai pengurang total pendapatan kena pajak. Hubungan zakat dan pajak ini
diharapkan bisa ditingkatkan kepada level selanjutnya, yakni zakat bisa menjadi pengurang
pajak secara langsung (tax deduction) seperti yang sudah dipraktekan di negara Malaysia
yang sudah melakukan regulasi ini sejak tahun 2002. Saat ini, UU pengelolaan zakat di
Indonesia telah memberikan wewenang bahwa zakat yang dibayarkan melalui OPZ resmi
bisa digunakan sebagai instrumen mengurangi pajak yaitu pada tahapan Penghasilan Kena
Pajak (PKP). Kekhawatiran serta pro kontra terkait zakat sebagai pengurang pajak yang
dilontarkan banyak pihak, tentunya menjadi perhatian penting penelitian komprehensif
bekerjasama dengan seluruh stakeholders regulasi ini, sebelum kebijakan ini diusulkan
secara resmi kepada pemerintah. Poin ini menjadi tantangan tersendiri, karena jika zakat
bisa mencapai tahap pengurang pajak maka artinya akan ada revisi UU No. 23/2011 dan
revisi UU Pajak.
Kedua, hingga dengan saat ini regulasi zakat yang ada tidak menyertakan sanksi
apapun kepada muzaki. Tantangan ini yang harus dirumuskan oleh regulator dalam hal
ini Kementerian Agama guna merangsang jumlah muzaki secara nasional dan inklusif.
Misalnya kartu wajib zakat dijadikan sebagai salah satu syarat pendaftaran haji, atau hal
lainnya.
Amil Tradisional
banyak dari kaum muslimin yang membayar zakat melalui ustadz, guru dan Kyai. Berbekal
kepercayaan dan rasa hormat kepada ulama, masyarakat membayar zakatnya. Bahkan,
tradisi ini sudah dikenal dalam masyarakat Islam jauh sebelum Indonesia merdeka.
Selain kepada pribadi ustadz atau Kyai, masjid dan madrasah juga menjalankan
fungsi amil, khususnya pada saat bulan Ramadhan. Meskipun pelaksanaannya dilakukan
secara kolektif, namun amil yang seperti ini juga dianggap sebagai amil tradisional.
Pengelompokan ini didasarkan atas dasar tidak dipenuhinya syarat sebagai amil yang
dilantik oleh pemerintah. Termasuk dalam kelompok ini adalah yang dilakukan oleh
Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) masjid dan musolla, pengurus yayasan sekolah dan
madrasah ataupun badan kerohaniaan Islam baik di perusahan swasta ataupun rumah
sakit.
Atas dasar ini, maka pengelolaan zakat selain terikat dengan ketentuan syariah,
juga sangat berkaitan dengan legalitas, akuntabilitas dan sistem pengawasan. Apabila
merujuk pada Pasal 38 dan Pasal 41 UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
menjelaskan bahwa seorang amil; baik perseorangan atau lembaga yang tidak memiliki
izin dari pejabat berwenang dapat dibawa ke meja hijau. Hal ini tentu bukan untuk
mempersempit ruang, namun lebih pada spirit ketertiban, akuntabilitas dan transparansi
pengelola zakat dari masyarakat. Meskipun demikian, di beberapa wilayah pedalaman
yang belum terjangkau oleh BAZNAS atau LAZNAS diperbolehkan mengelola zakat
memberitahukan kepada pejabat berwenang. Namun demikian, MK masih memberikan
ruang gerak terhadap para amil tradisional (yang berbentuk lembaga atau perorangan)
sebagaimana ditegaskan dalam amar putusan Judicial Review terhadap UU No.23 Tahun
2004 tentang Pengelolaan Zakat.
Atas dasar uraian di atas, untuk mensinergikan potensi umat dengan baik, terdapat
beberapa solusi yang dapat dilakukan bagi amil traditional, yaitu:
Pola Pendirian √ -
-
Pola Sub-Ordinasi √
Pola Kemitraan √ √
Sumber : Penulis
Amanat UU No. 23 Tahun 2011 menyebutkan bahwa Lembaga Amil Zakat (LAZ)
merupakan lembaga pengelola zakat swadaya yang didirikan masyarakat. Dalam
menjalankan fungsi pengelolaan zakat, LAZ berada di bawah koordinasi BAZNAS.
Sinergi antara kedua jenis lembaga pengelola zakat ini menjadi tantangan tersendiri,
bagaimana sinergi ini akan membawa program-program pengelolaan zakat mampu
memberikan efek kumulatif yang signifikan dalam hal peningkatan kesejahteraan dan
penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pada akhirnya pola gerakan zakat di Indonesia
ke depan akan menjadi pengelola zakat terprofesional dan terpercaya di dunia sesuai
dengan visi BAZNAS 2015-2020.
Sinergi ini harus selalu tersaji dalam proses penghimpunan dan penyaluran
zakat. Sekalipun kedua jenis OPZ ini memiliki model variatif, namun dalam keduanya
masih dalam koridor dan koordinasi BAZNAS. Dalam hal penghimpunan misalnya,
masing-masing OPZ telah dikoordinasikan bagaimana seluruh OPZ bisa mencapai target
penghimpunan nasional yang telah ditentukan dengan kesepakatan-kesepakatan yang
telah dibuat. Begitu pula dalam hal penyaluran, masing-masing OPZ telah dikoordinasikan
bagaimana seluruh OPZ bisa mencapai target jumlah mustahik nasional. Meskipun dalam
eksekusinya masing-masing OPZ memiliki tipe program penyaluran yang berbeda, namun
masih dalam koordinasi BAZNAS dengan kesamaan bidang yaitu ekonomi, pendidikan,
kesehatan, kemanusiaan, dan dakwah/advokasi.
Dalam Islam hal seperti ini sudah disebutkan. Misalnya seperti yang diucapkan Nabi
saw:
Artinya: Allah tidak menerima solat tanpa bersuci dan sedekah dari pencurian (HR.
Bukhari).
REKOMENDASI
Untuk menjaga sustainabilitasnya, institusi zakat tentunya harus dikelola secara
profesional. Salah satunya, institusi zakat harus memiliki manajemen risiko pengelolaan
zakat yang baik sebagaimana telah ditetapkan dalam dokumen kesekapatan lembaga-
lembaga zakat dunia yang dituangkan dalam ZCP (Zakat Core Principles), yaitu ZCP poin
11 hingga ZCP poin 14 tentang manajemen risiko pengelolaan zakat. Meskipun institusi
zakat termasuk lembaga keuangan sosial Islam (Islamic Social Financial Institution),
pengelolaannya, termasuk manajemen risikonya, harus ditangani dengan baik, govern
dan sesuai best practices internasional.
Otoritas zakat dapat menggunakan buku ini sebagai rujukan untuk membuat
“Standar Manajemen Risiko Institusi Zakat” yang sejalan dengan ‘ZCP’ dan ‘Technical
Notes on Risk Management for Zakat Institution’, yang disesuaikan dengan karakteristik
umum OPZ di Indonesia. Standar manajemen risiko ini meliputi mitigasi minimal yang
wajib dimiliki oleh institusi zakat, khususnya untuk risiko-risiko yang tergolong ekstrim
dan tinggi.
Institusi zakat yang sudah maju dapat menggunakan buku ini sebagai rujukan untuk
merancang sendiri Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat yang dirancang khusus (tailor
made) untuk institusi zakat tersebut yang disesuaikan dengan karakteristik khususnya,
karena institusi zakat di suatu daerah akan menyesuaikan karakteristik daerah tersebut
yang biasanya berbeda dengan karakteristik daerah lain.
Institusi zakat yang belum cukup maju dan belum memiliki kemampuan untuk
merancang manajemen risiko sendiri dapat langsung menggunakan buku ini sebagai
panduan dalam mengelola risikonya, dimana sebagian besar risiko institusi zakat yang
bersifat common risk (risiko umum yang ada di institusi zakat) sudah tercakup dalam buku
ini. Sementara itu, institusi zakat tersebut harus mencermati risiko-risiko yang khas di
daerah tersebut yang belum tercakup dalam common risk.
Referensi
Abu Bakar, M.H & A.H. Abd.Ghani. (2011). Towards Achieving the Quality of Life in the
Management of Zakat Distribution to the Rightful Recipients (The Poor and Needy).
International Journal of Business and Social Science Vol. 2 No. 4.
Al Habshi, S. Othman. (1990). Peranan dan Struktur Bayt al Mal, Zakat dan Wakaf di
dalam Konteks Peralihan Arah Strategi Pembangunan Ekonomi Umat Islam. Paper
presented at the Seminar On Islam and Development organized by IIUM.
Ali, M. Daud. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press, hal. 32-33.
Asnaini. (2008). Zakat Produktif dalam Prespektif Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hal. 64.
Awaji, Saleh. (tanpa tahun). Zakat Applications in the Kingdom of Saudi Arabia.
Presenter: DZIT’s Deputy Director General
BAZNAS. (2016). Outlook Zakat Indonesia 2017. Cetakan I, Desember 2016. Jakarta: Pusat
Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (PUSKAS BAZNAS).
BAZNAS. (2018a). Kajian Had Kifayah 2018. Cetakan I, Mei 2018. Jakarta: Pusat Kajian
Strategis BAZNAS.
BAZNAS. (2018b). Statistik Zakat Nasional 2017. Versi 1, Juni 2018. Jakarta: Bagian Liaison
dan Pelaporan BAZNAS.
Beik, I.S., Nursechafia, D. Muljawan, D. Yumanita.A. Fiona, & J.K. Nazar. (2014). Towards
an Establishment of an Efficient and Sound Zakat System: Proposed Core Principles
for Effective Zakat Supervision. Presented in the Working Group of Zakat Core
Principles. Jakarta: International Working Group on Zakat Core Principles.
Beik, I.S., H. Hanum, D. Muljawan, D. Yumanita.A. Fiona, & J.K. Nazar. (2015). Core
Principles for Effective Zakat Supervision: Consultative Document. Jakarta:
International Working Group on Zakat Core Principles.
Benjamina, A., H. Dezfuli, C. Everettc, J. Pollittd, and D. Senc. (2014). Enterprise Risk and
Opportunity Management for Nonprofit Organizations and Research Institutions.
Probabilistic Safety Assessment and Management (PSAM) 12, June.
Berg, H.P. (2010). Risk Management: Procedures, Methods and Experiences. RT&A#2(17),
Vol.1, page 79-95.
Bertrand, N. & L. Brown. (2006). Risk Management: A Guide for Nonprofit and Charitable
Organization. Canada: Knowledge Development Centre, Imagine Canada
Carter, T.S. & J.M. Demcruz. (2013). Legal Risk Management Checklist for Not-For-Profit
Organizations. Ottawa, Toronto: Carters Professional Corporation.
Clontz, B. & J. Havens. (2015). Summary Nonprofit Enterprise Risk Management: Best
Practices and Case Studies. Retrived from http://www.pgdc.com/pgdc/nonprofit-
enterprise-risk-management-best-practices-and-case-studies
(COSO) Committee of Sponsoring Organizations of the Tread-way Commission. (2004a).
Executive Summary of Enterprise Risk Management - Integrated Framework. North
Carolina (US): AICPA.
(COSO) Committee of Sponsoring Organizations of the Tread-way Commission. (2004b).
Executive Summary of Internal Control - Integrated Framework. North Carolina
(US): AICPA
Culp, C.L. (2001). The Risk Management Process: Business Strategy and Tactics. New York:
John Wiley & Sons.
Curtis, P., & M. Carey. (2012). Risk Assessment in Practice. Durham. Committee of
Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), Deloitte Touche
Tohmatsu Limited.
Dusuki, A.W. 2012. _Principle and Application of Risk Management and Hedging
Instruments in Islamic Finance. Islamic Economics and Finance Pedia
Depag RI. 2002. Pedoman Zakat.Jakarta: Badan Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf,
hal. 284.
Faisal. (2011).Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim Dan Indonesia (Pendekatan
Teori Investigasi-Sejarah Charles Peirce Dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve). Jurnal
Analisis, Volume XI, Nomor 2, Desember.
Fakhruddin. (2008). Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: UIN Malang Press.
hal. 246
Firdaus, M., I. S. Beik,T. Irawan, and B. Juanda. (2012). Economic Estimation and
Determinations of Zakat Potential in Indonesia. Working Paper Series WP#1433-07.
Jeddah: Islamic Research and Training Institute.
Godfrey, P.S. (1996). Control of Risk: A Guide to Systematic Management or Risk from
Construction. London, UK: CIRIA
Herman, M.L., G.L. Hrad, P.M. Jackson, and T.E. Fogarty. (2003). Managing Risk in
Nonprofit Organizations: A Comprehensive Guide. New York: John Wiley & Sons.
Hollander, Johannes Jd. (1895). Handleiding bij de Beoefenig der Land en Volkenkunde
van Nederlandsch Oost-Indië, Jilid. II, (Breda: Broese), hal. 49
Iqbal, Z. (2014). Enhancing Financial Inclusion through Islamic Finance. Presented at
Financial Inclusion Conference, World Bank, Istanbul.
(IRM) Institute of Risk Management. (2002). A Risk Management Standard. London
Jaelani, Aan. (2016). Manajemen Zakat di Indonesia dan Brunei Darussalam. Munich
Personal RePEc Archive (MPRA) Paper No. 71561
(JAWHAR) Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji. (2008). Laporan Tahunan JAWHAR 2007.
Malaysia: JAWHAR.
Kahf, Monzef. (2000). Zakah Management In Some Muslim Societies. Jeddah, IRTI
IDBKerjasama pustaka Pelajar Yogyakarta dan LSM Damar, hlm 299.
Lam, J. (2003). Enterprise Risk Management: Forum Incentives to Controls.New York:
John Wiley & Sons.
Moeller, R. (2007). COSO Enterprise Risk Management: Understanding the New
Integrated ERM Framework.New York: John Wiley & Sons.
Muljawan, Dadang. (2011). Financial Sector Assessment Program for Islamic Financial
System (iFSAP). Working Papers. Retrived from http://www.iefpedia.com/english/
wp-content/uploads/2011/12/Dadang-Muljawan.pdf
Nasution, M. E. et. al. (2006). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam Jakarta: Kencana, hal.
214.
Parid, Mohd. S. A, (2001). Kaedah Pengagihan Dana Zakat: Satu Perspektif Islam. Kuala
Lumpur: IKIM
PIRAC. (2012). Mensejahterakan Umat dengan Zakat 2012. dari http://www.pirac.
org/2012/05/25/mensejahterakan-umat-dengan-zakat/
Qardhawi, Yusuf. (1973). Fiqih Zakat. Beirut: Darl Fikr.
Qardhawi, Yusuf. (2005). Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan.
Jakarta, Zikrul, 139.
Rass J. J., (1968). Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography, Disertasi. The Hague:
Leiden; Bibliotheca Indonesica 1. hal. 196.
Rofiq, Ahmad. (2004). Fiqih kontekstual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial. Semarang
Sabiq, Sayyid. (2005). Fikih Sunnah, Beirut : Darul Fikr. hal. 106.
Shiddieqy, Hasbi. (1987). Pedoman Zakat, Jakarta: Bulan Bintang. hal. 168.
Triyani N., Beik I.S., Baga L.M. (2017). Manajemen Risiko pada Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS). Jurnal Al-Muzara’ah 5(2):107-124.
Usman, Iskandar. (1994). Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo,
hal. 184.
Van Greuning & Z. Iqbal. (2008). Risk Analysis for Islamic Banks. Washington, DC: The
World Bank.
Wiryono, S.K. & Suharto. (2008). Analisis Risiko Operasional di PT. Telkom dengan
Pendekatan Metode ERM. Jurnal Manajemen Teknologi. 7(1): 58-90.
Young, D.R. (2009). How Nonprofit Organization Manage Risk. In S. Destefania &
M. Musella (Eds.) 2009. Paid and Unpaid Labour in the Social Economy: An
International Perspective. AIEL Series in Labour Economics, Physica-Verlag
Heidelberg.
Zaenal, H., Basarud-din, S. Khalilah, Yusuf, R.M, Omar, S.N.Z. (2016). Managing Zakat
Fund in Malaysia. Journal Of Global Business And Social Entrepreneurship (gbse)
vol. 1: no. 2 hal. 46–53.
Zuhayli, W. (1985). Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh. Dar Al-Fikr, Bairut Libanon Jilid 2. hal.
758.
Zulkefly. A.K., M.A.S. Zaidi. & H. Wahid. (2002). Pendapatan dan sasaran perbelanjaan
dana zakat di negeri Kedah, Perak, Selangor dan Negeri Sembilan: Isu dan Cabaran.
Kertas Kerja Muzakarah Pakar Zakat, Universiti Kebangsaan Malaysia, 21-22
Desember.
LAMPIRAN
Overall
Identifikasi Risiko Visi Misi DAMPAK MITIGASI
L I V S
Kurang realistis, amil terbebani, Me-review & menyusun kembali visi misi; Konsistensi &
1 Visi misi OPZ terlalu ideal 3.6 3.4 2 2
kredibilitas OPZ menurun komitmen dalam proses pengendalian internal
Visi dan misi OPZ terlalu OPZ kurang menonjol. Kredibilitas OPW Menyusun kembali visi misi OPZ yang baik; Konsisten &
2 3.6 3.4 2 2
generik rata-rata komitmen untuk lebih berkembang
Visi dan misi OPZ terlalu OPZ kurang berkembang. Kredibilitas Menyusun kembali visi misi OPZ yang baik; Konsisten &
3 3.6 3.4 2 2
sederhana OPW rendah komitmen untuk berkembang
Tujuan dan program kerja menjadi Menyusun dari awal visi misi OPZ yang baik; Konsisten &
4 Visi dan misi OPZ belum ada 3.6 3.4 2 2
kurang terarah komitmen untuk berkembang
Tidak dapat dilakukan semua, setengah- Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali visi
Visi misi OPZ terlalu banyak
5 3.9 4.7 3 2 setengah, amil terbebani, kredibilitas OPZ misi; Konsistensi & komitmen dalam proses pengendalian
dan tidak fokus
menurun internal
Membingungkan manajemen dan amil; Pengendalian atas pembangunan visi misi OPZ; Me-
6 Visi misi OPZ kurang jelas 3.8 5.3 4 2 Tujuan dan program kerja menjadi review & menyusun kembali visi misi; Kajian ulang &
kurang jelas menguji ke stakeholder
Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali visi
Visi misi OPZ hanya sebagai OPZ tidak memiliki pedoman arah yang
7 3.5 6.2 2 2 misi; Konsistensi & komitmen dalam proses pengendalian
hiasan dan lip service dituju
internal
Visi misi OPZ kurang dapat Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali visi
Membingungkan dan menurunkan
8 ditangkap oleh masyarakat 5.1 3.7 2 2 misi; Konsistensi & komitmen dalam proses pengendalian
kepercayaan masyarakat
umum internal
Kemungkinan tercapai rendah, amil tidak Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali visi
9 Visi misi di luar kontrol OPZ 3.3 4.7 3 2 dapat berbuat banyak, kredibilitas OPZ misi; Konsistensi & komitmen dalam proses pengendalian
menurun internal
Overall
Identifikasi Risiko Visi Misi DAMPAK MITIGASI
L I V S
Review periodik standar pengukuran seperti ISO, audit
Alat ukur belum efektif Ketidaksesuaian pengukuran dan realitas
keuangan publik KAP, audit syariah Kemenag, capacity
11 mengukur pencapaian visi 5.3 4.7 3 2 pencapaian, dapat menyesatkan arah
for OPZ di cabang, perwakilan, matriks kompetensi amil,
dan misi yang dituju
review Pengurus/Pembina Yayasan
Review periodik standar pengukuran seperti ISO, audit
OPZ tidak dapat mengetahui tingkat
Misi kualitatif/ kuantitatif keuangan publik KAP, audit syariah Kemenag, capacity
12 4.9 4.8 3 2 pencapaian misi, tujuan dan program
sulit diukur pencapaiannya for OPZ di cabang, perwakilan, matriks kompetensi amil,
kerja kurang terarah
review Pengurus/Pembina Yayasan
Misi organisasi kurang/tidak Dapat menyesatkan arah yang dituju, Konsistensi & komitmen dalam proses pengendalian
13 2.3 5.1 3 2
sejalan dengan visi tujuan dan program kerja kurang terarah internal; Partisipasi seluruh stakeholder
Belum adanya kaitan Me-review & menyusun kembali KPI sesuai visi misi;
Amil tidak sepenuh hati bekerja untuk
14 langsung KPI dengan 3.4 5.2 3 2 Menurunkan visi misi menjadi KPI sebelum penyusunan
mencapai visi misi
pencapaian visi misi OPZ RKAT; Audit kinarja dan evaluasi kinerja secara berkala
Amil kurang memahami/ Rendahnya dedikasi amil; Inefisiensi Menurunkan visi misi menjadi KPI sebelum penyusunan
15 4.3 5.9 3 2
menghayati visi dan misi sumber daya dalam jangka panjang RKAT; Training amil secara berkala dan terstruktur
Overall
Identifikasi Risiko Tujuan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali
Kurang realistis, amil terbebani, tujuan
1 Tujuan terlalu ideal 3.3 4.1 2 2 tujuan OPZ; Konsistensi & komitmen dalam proses
tidak tercapai, kredibilitas OPZ menurun
pengendalian internal
OPZ kurang menonjol. Kredibilitas OPW Menyusun kembali visi misi OPZ yang baik; Konsisten &
2 Tujuan OPZ terlalu generik 3.3 4.1 2 2
rata-rata komitmen untuk lebih berkembang
Tujuan OPZ terlalu OPZ kurang berkembang. Kredibilitas Menyusun kembali visi misi OPZ yang baik; Konsisten &
3 3.3 4.1 2 2
sederhana OPW rendah komitmen untuk berkembang
Tujuan dan program kerja menjadi kurang Menyusun dari awal visi misi OPZ yang baik; Konsisten &
4 Tujuan OPZ belum ada 3.3 4.1 2 2
terarah komitmen untuk berkembang
Tidak dapat dilakukan semua, setengah- Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali
Tujuan terlalu banyak dan
5 3.3 4.5 3 2 setengah, amil terbebani, tujuan tidak tujuan OPZ; Konsistensi & komitmen dalam proses
tidak fokus
tercapai, kredibilitas OPZ menurun pengendalian internal
Membingungkan manajemen dan amil, Pengendalian atas pembangunan tujuan OPZ; Me-
6 Tujuan kurang jelas 3.8 4.1 3 2 tujuan dan program kerja menjadi kurang review & menyusun kembali tujuan OPZ; Kajian ulang &
jelas menguji ke para stakeholder
Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali
Tujuan hanya sebagai hiasan OPZ tidak memiliki pedoman arah yang
7 3.3 5.3 2 2 tujuan OPZ; Konsistensi & komitmen dalam proses
dan lip service dituju untuk program-program kerjanya
pengendalian internal
Pesan dalam tujuan kurang Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali
Membingungkan dan menurunkan
8 dapat ditangkap oleh 4.8 4.2 3 2 tujuan OPZ; Konsistensi & komitmen dalam proses
kepercayaan masyarakat
masyarakat umum pengendalian internal
Kemungkinan tercapai rendah, amil tidak Evaluasi Renstra; Me-review & menyusun kembali
9 Tujuan di luar kontrol OPZ 3.3 5.1 3 2 dapat berbuat banyak, kredibilitas OPZ tujuan OPZ; Konsistensi & komitmen dalam proses
menurun pengendalian internal
Ketidaksesuaian persepsi dan realitas
Belum adanya alat ukur Review perencanaan strategis secara rutin dan sistematis
10 3.6 4.3 3 2 pencapaian, dapat menyesatkan arah
pencapaian tujuan termasuk proses pengukuran pencapaian tujuan OPZ
yang dituju
Alat ukur belum efektif Ketidaksesuaian pengukuran dan realitas
Review periodik standar pengukuran seperti ISO, audit
11 mengukur pencapaian 4.0 3.8 3 2 pencapaian, dapat menyesatkan arah
keuangan publik KAP, audit syariah Kemenag
tujuan yang dituju
Overall
Identifikasi Risiko Reputasi DAMPAK MITIGASI
L I V S
Belum optimalnya OPZ dalam
Rendahnya kinerja OPZ; Menurunnya
menjalankan seluruh fungsi- Strategi edukasi, informasi, layanan konsultasi tatap
kredibilitas OPZ & kepercayaan
1 fungsinya (seperti edukasi, 5.4 5.5 3 2 muka & media/TI; Evaluasi kinerja rutin; Perbaikan dan
masyarakat; Mematikan OPZ dalam
informasi, konsultasi, dan pencegahan; Pengembangan kerja sama kemitraan
jangka menengah dan panjang
penghimpunan zakat)
Mustahik dapat berpeluang kurang
Belum optimalnya OPZ dalam merasakan pengaruh zakat secara Monitoring & Evaluasi program pendayagunaan; Kajian
2 mendayagunakan dana 3.5 5.5 3 3 signifikan; Mustahik yang belum berdaya dampak tiap program; Pengembangan kerja sama
zakat bagi mustahik akan terus menerus harus dibantu dana kemitraan
zakat, padahal dana tersebut terbatas
Pemerintah belum
Sinergi pemerintah dengan pengelola
mengalokasikan anggaran Menggunakan dana internal LAZ sebagai biaya
zakat tidak berjalan dalam track yang
13 yang cukup untuk sosialisasi 6.2 5.0 3 2 sosialisasi; Kerja sama dengan dunia usaha, media dan
sama bahkan saling tumpang tindih,
dan edukasi zakat kepada dunia pendidikan
bertabrakan maupun overlaping
masyarakat
Pemerintah belum
Rendahnya pemahaman masyarakat Menyusun berbagai karya ilmiah dan seminar; Kebijakan
memasukkan pelajaran zakat
14 3.7 5.6 2 2 tentang zakat dan membayar zakat; kerja sama dengan lembaga pendidikan/dakwah untuk
ke kurikulum pendidikan
Menghambat perkembangan OPZ menambah kurikulum zakat
dasar dan menengah
Pemerintah belum memiliki Edukasi zakat menjadi tidak sinergis; Program khusus sosialisasi zakat pemerintah; Sinergi
15 kerja sama strategis edukasi 5.6 5.0 3 2 Rendahnya pemahaman masyarakat dengan pemerintah melalui Mendiknas maupun
zakat dengan institusi terkait tentang zakat dan membayar zakat Kemenag.
Program-program edukasi
Program edukasi OPZ kurang efektif dan Strategi edukasi terstruktur; Kampanye zakat kerja sama
5 oleh OPZ belum terstruktur 5.0 4.3 3 2
sulit tercapai; Inefisiensi sumber daya antar OPZ
dengan baik
Program-program edukasi
zakat kepada masyarakat Mengurangi alokasi mustahik prioritas; Sinergi dengan OPZ lain; Program kemitraan;
6 4.9 4.3 2 2
oleh OPZ membutuhkan Menggerus dana operasional OPZ Memanfaatkan asosiasi dan Forum Zakat
dana besar
Program edukasi zakat oleh
Program edukasi OPZ kurang efektif dan Memasukkan unsur sosialisasi dan edukasi Zakat
7 OPZ belum dimasukkan 3.5 4.6 3 3
sulit tercapai termasuk dalam KPI
sebagai KPI amil
OPZ kurang sumber daya/ Menggerus tenaga amil hanya untuk Mencari sumber dana sponsorship; Kegiatan komunikasi
11 dana untuk melakukan 6.0 4.8 3 2 mengedukasi masyarakat; OPZ kurang bersama; Penggunaan metode, sarana, kerja sama
edukasi zakat optimal dalam proses pengelolaan zakat kemitraan, evaluasi umpan balik
OPZ belum memiliki program Program edukasi zakat tahunan; Optimalisasi kemitraan;
Program OPZ tidak optimal;
12 berkesinambungan edukasi 4.8 4.4 3 2 Turut serta dalam berbagai program edukasi dari
Menghabiskan biaya dan waktu
zakat pemerintah
Program edukasi OPZ kurang efektif dan
OPZ/Asosiasi OPZ belum
sulit tercapai; Rendahnya pemahaman
13 memiliki gerakan sosialisasi/ 3.7 4.4 3 2 Sinergi sosialisasi antara OPZ; Evaluasi bersama
masyarakat tentang zakat dan membayar
edukasi zakat
zakat
Overall
Identifikasi Risiko Dana Produktif DAMPAK MITIGASI
L I V S
Adanya pemanfaatan dana Tidak sahnya penyaluran sesuai asnaf
Membangun kebijakan batasan dan ketentuan
1 zakat untuk kepentingan 2.4 4.0 1 2 zakat; Pelanggaran hukum dan tidak
pemanfaatan dana program; Laporan keuangan rutin
pribadi/golongan sesuai syariat Islam
Dana zakat tidak disalurkan Melanggar hukum, dana zakat harus SOP penyaluran ZISWAF; Penguatan audit kepatuhan
2 2.3 3.7 1 1
habis dalam setahun disalurkan semua (habis) kepada mustahik syariah
Dana zakat ditahan Melanggar hukum, dana zakat tidak Penerapan sistem kepatuhan dan pelaksanaan audit
3 2.4 3.7 1 1
(didepositokan) di bank boleh ditahan internal
Overall
Identifikasi Risiko Dana Produktif DAMPAK MITIGASI
L I V S
Dana zakat disalurkan ke Melanggar hukum, dana zakat harus Monitoring dan Evaluasi setiap program; Laporan
4 1.6 4.3 2 2
bukan mustahik disalurkan ke mustahik keuangan rutin; Penguatan unit kepatuhan
Dana zakat disalurkan
5 2.2 3.9 2 2 Penyaluran zakat kurang efektif Survei mustahik; SOP dalam identifikasi mustahik
kurang adil ke delapan asnaf
Dana zakat disalurkan Penyaluran zakat kurang efektif; Berisiko
Melakukan penyaluran sesuai SOP; Melakukan survei
6 kurang adil ke masing- 2.4 3.9 2 2 pada sisi keadilan atas masing-masing hak
kepada calon-calon penerima manfaat yang sesuai asnaf
masing mustahik asnaf
Dana zakat disalurkan Penyaluran zakat kurang efektif; Berisiko
Upaya pemetaan daerah dengan tingkat kemiskinan;
7 kurang adil menjangkau 2.7 4.3 2 2 pada sisi keadilan atas masing-masing hak
Bersinergi dengan lembaga-lembaga di daerah
daerah mustahik asnaf
Berisiko pada sisi keadilan atas masing- Penerapan SOP penyaluran; Tindakan pencegahan atau
Dana zakat terlalu lama
8 2.5 4.1 2 2 masing hak asnaf; Mengurangi reputasi perbaikan sistem; Membuat bisnis proses yang efektif
sampai ke mustahik
OPZ dan efisien
Dana zakat konsumsi per Kebutuhan dasar mustahik belum Evaluasi kinerja program penyaluran, kualitas layanan
9 3.5 3.2 2 3
mustahik terlalu kecil terpenuhi; Mengurangi reputasi OPZ mustahik dan dampak program
Overall
Identifikasi Risiko Penghimpunan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Overall
Identifikasi Risiko Penghimpunan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Overall
Identifikasi Risiko Penyaluran DAMPAK MITIGASI
L I V S
Menzalimi hak para mustahik; Mustahik
Dana zakat disimpan terlalu Monitoring dan sistem pelaporan yang terukur dan
5 1.7 3.2 2 2 tidak dapat memenuhi kebutuhan
lama, tidak segera disalurkan terstruktur; Penguatan audit kepatuhan
dasarnya
Kurangnya sarana
kemudahan pendistribusian Memanfattkan semua channel pembayaran yg ada;
8 2.2 2.3 2 2 Mustahik terlambat menerima dana zakat
zakat, seperti transfer Bank, Optimalisasi kemitraan
ATM, atau wesel pos
Kurangnya koordinasi antar Melakukan sinergi dengan laz lain baik antar laz mapun
Duplikasi penyaluran; Kurang efektifnya
10 OPZ dalam pendistribusian 4.2 2.7 2 2 melalui forum zakat; Sistem database penyaluran
pendistribusian dana zakat
zakat terintegrasi; Membuat web penyaluran zakat
Tidak tersedianya database OPZ kurang efektif dalam penghimpunan Sinergi dengan otoritas untuk pembuatan database
5 2.6 3.9 3 2
Muzaki yang komprehensif zakat zakat
Kurangnya kemudahan
membayar zakat melalui
Membangun kerjaasma dengan Lembaga Keuangan
6 teknologi terkini (seperti 2.1 3.7 2 2 Kurang efektifnya pengumpulan zakat
Syariah
e-banking, sms-banking,
apps, POS, dsb.)
Kurang baiknya manajemen Membuat tim khusus untuk mengelola jaringan; Cetak
Risiko manipulasi data; Operasional OPZ
7 operasional aplikasi, jaringan 3.5 4.2 2 3 biru sistem dan infrastruktur teknologi; SOP layanan
terhambat
dan sistem database berbasis IT
Kurang baiknya kualitas Bermitra dengan pihak ketiga yang memiliki fasilitas
Operasional OPZ terhambat; Risiko pada
8 jaringan atau teknologi yang 3.7 4.1 2 2 jaringan yang memadai; Standar pemilihan vendor
pengelolaan data dan informasi
usang jaringan/aplikasi; Pemeriksaan rutin & evaluasi output
10 Kebocoran informasi 3.1 4.1 2 2 Kegagalan kinerja Penguatan unit IT; Audit IT secara berkala
Overall
Identifikasi Risiko Kerjasama DAMPAK MITIGASI
L I V S
Mitra menggunakan dana
Terjadi ketidakadilan dalam pengelolaan
1 zakat untuk program yang 3.0 3.2 2 2 Optimalisasi SOP kerjasama penyaluran (SLA)
zakat
lain
Mitra kurang efektif Terjadi penyimpangan dlm. penyaluran Penetapan kriteria kemitraan dan standarisasi setiap
2 2.7 3.1 2 2
menyalurkan dana zakat zakat yang tidak sesuai QS. At Taubah : 60 OPZ
Pelaporan pelaksanaan
Pelaporan pelaksanaan program oleh Evaluasi dan monitoring yang baik dan terukur; SOP
3 program oleh Mitra 3.7 3.7 2 2
Mitra terlambat; kerjasama penyaluran
terlambat
Ketidaksiapan divisi
4 program/mitra dlm 2.6 3.4 2 2 Inefisiensi alokasi dana Standarisasi kualitas mitra OPZ; Sanksi tegas bagi mitra
penyaluran dana zakat
Monitoring dan evaluasi program; Membentuk forum
Distribusi melalui Mitra Mitra yg terlambat dikenakan sanksi
5 2.7 3.6 2 2 komunikasi dan kordinasi OPZ dg mitra; Menetapkan
disalahgunakan sampai ancaman pemutusan hub kerja
sanksi yg keras utk setiap pelanggaran
Distribusi melalui Mitra tidak Tidak adilnya pembagian dan
Monitoring dan evaluasi program; Menetapkan sanksi
6 sesuai yang direncanakan 2.3 3.2 2 2 pendistribusian dana zakat sesuai hak
yg keras utk setiap pelanggaran
OPZ masing-masing asnaf
Overall
Identifikasi Risiko Kerjasama DAMPAK MITIGASI
L I V S
Belum optimalnya OPZ
Belum optimalnya OPZ dalam menjalin
dalam menjalin kemitraan Menyamakan persepsi mengenai tata cara pengelolaan
8 3.6 3.2 2 2 kemitraan dengan stakeholder yang
dengan stakeholder terkait perzakatan dengan para mitra
terkait ZAKAT;
zakat
Kesalahan dalam pemilihan Berpengaruh pada reputasi OPZ; Membuat daftar mitra zakat yg bereputasi baik dan
9 2.0 3.3 2 2
mitra kerjasama Mengurangi krediblitas OPZ melakukan pertemuan evaluasi
(1)Mengurangi integritas dan independsi Membangun teknologi secara mandiri; SOP kerjasama
Ketergantungan terhadap
10 2.8 3.7 2 2 OPZ; (2)Ketergantungan terhadap penyaluran (SLA); Melakukan transfer teknolog mitra
teknologi mitra program
teknologi mitra program ke OPZ
Mitra tidak dapat mengerti
11 atau memenuhi kebutuhan 2.4 3.5 2 2 Mustahik tidak mendapatkan haknya Evaluasi kinerja program penyaluran
mustahik
Overall
Identifikasi Risiko Kepemimpinan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Lemahnya tokoh yang Menurunnya kepercayaan masyarakat
1 2.4 3.6 2 2 Melakuan Fit and Proper test calon bagi pimpinan OPZ
memimpin OPZ terhadap OPZ dan pengumpulan zakat
Pimpinan kurang
Pencapaian visi, misi dan tujuan kurang Melakukan orientasi amil baru kepada setiap pengurus
2 memahami/menghayati visi, 2.2 4.3 2 2
efektif OPZ
misi dan tujuan
Pimpinan OPZ yang belum Visi, misi dan tujuan tidak tercapai,
Membuat personal branding seluruh jajaran pimpinan
3 dikenal secara luas oleh 3.5 3.0 2 2 serta menurunkan kredibilitas OPZ dan
OPZ
masyarakat kepercayaan masyarakat
Lemahnya leadership untuk Visi, misi dan tujuan tidak tercapai dan Membuat agenda training dan pengembangan khusus
4 2.2 4.0 2 2
mencapai tujuan OPZ menurunkan kredibilitas OPZ pimpinan
Risiko tidak dapat merekrut, Risiko tidak dapat merekrut, Memberikan layanan dan suasana kerja yang kondusif
6 mempertahankan dan 3.3 4.1 2 2 mempertahankan dan mengelola SDM; bagi amil, meningkatkan performance OPZ dan
mengelola SDM Berkurangnya SDM unggul performance amil; Menjaga tingkat kesejahteraan amil
Overall
Identifikasi Risiko Kepemimpinan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Kegagalan untuk
memastikan dan Kegagalan untuk memastikan dan Laporan independen untuk mengukur produktivitas dan
8 memepertahankan 3.6 4.3 2 2 memepertahankan produktivitas dan efisiensi OPZ; Membuat standar rasio semacam BOPO
produktivitas dan efisiensi efisiensi OPZ; Berkurangnya SDM unggul dan Rasio Produktivitas
OPZ
Struktur remunerasi yang Struktur remunerasi yang tidak efektif;
9 3.7 4.3 3 2 Me-review kebijakan renumerasi
tidak efektif Berkurangnya SDM unggul
Strategi pengembangan amil Risiko pengembangan SDM; Berkurangnya Memberlakukan kompensasi yang memadai dan adil
11 3.3 4.0 3 2
tidak efektif SDM unggul bagi seluruh amil
Kepuasan amil (reward & Kepuasan amil (reward & punishment) Memberikan penghargaan yang seimbang dengan
12 punishment) yang kurang 3.9 4.1 2 2 yang kurang seimbang; Berkurangnya kinerjanya; Melakukan system penilaian kinerja amil
seimbang SDM unggul secara berjenjang dan berkala
Penempatan amil yang tidak Membuat analisis job position; Pemberlakukan personal
13 3.5 3.8 2 2 Efektitias organisasi tidak optimal
efektif asessmenet bagi tiap amil
Struktur organisasi tumpang Pemetaan pekerjaan dan kompetensi amil yang
14 3.6 3.6 2 1 Inefisiensi SDM
tindih diperlakukan sebelum menyusun struktur organisasi
Overall
Identifikasi Risiko Kompetisi DAMPAK MITIGASI
L I V S
Ketidakharmonisan antar OPZ; Melanggar Menghindari persaingan antar OPZ dengan differensiasi
Adanya risiko persaingan
2 5.3 4.7 3 3 etika dan mengganggu prioritas segmentasi dan target pasar; Dibuat kesepakatan
tidak sehat dengan OPZ lain
pelayanan terhadap mustahik bersama yang dinaungi oleh BAZNAS dan Kemenag
Overall
Identifikasi Risiko Manusia DAMPAK MITIGASI
L I V S
Rusaknya sarana (alat bantu)
Maintenance rutin; Adanya pelatihan dasar bagi user
1 operasional OPZ karena 3.8 3.3 2 3 Terhambatnya penyaluran zakat
dalam penggunaan alat bantu
kelalaian amil
Kehilangan aset OPZ; Menurunkan kinerja Peningkatan fungsi keamanan di lingkungan kantor;
2 Kantor OPZ dimasuki pencuri 5.2 4.3 2 2
OPZ; Merusak reputasi OPZ Pemasangan infrastruktur kantor dengan CCTV
Amil bekerja kurang optimal; Tingkat Monitoring & evaluasi atas kondisi tempat kerja yang
Tempat kerja kurang
3 5.3 3.6 3 2 kenyamanan dan stabilitas kualitas kerja dapat memberikan kenyaman kerja; Membuat standard
memenuhi standar
karyawan terganggu bentuk penataan ruang kerja
Overall
Identifikasi Risiko Manusia DAMPAK MITIGASI
L I V S
Kehilangan sarana/prasarana, aset dan
Kantor OPZ terbakar (Fire, Asuransi seluruh aset fisik OPZ; Menyediakan APAR dan
6 3.7 5.0 3 5 data; Bisa membahayakan amil dan
human origin) panduan evakuasi; Pembekalan Disaster Manajemen
lembaga
Terpengaruhinya kepercayaan masyarakat
Terjadinya perkara hukum Adanya peraturan lembaga yg termuat dalam SOP,
7 3.8 5.0 2 2 terhadap OPZ; Bisa membahayakan amil
(Lawsuit) terkait kepatuhan terhadap hukum positif.
dan lembaga
Terjadinya polusi yang
Kehilangan aset OPZ; Menurunkan kinerja Pembekalan disaster manajemen; Diterapkannya SOP
8 disebabkan ulah manusia 3.8 3.7 2 2
OPZ; Merusak reputasi OPZ terkait penanganan kejadian luar biasa
(Pollution (air, noise, etc)
Terjadinya kerusuhan, huru Kehilangan aset OPZ; Menurunkan kinerja Pembekalan disaster manajemen; Diterapkannya SOP
9 3.4 3.0 2 2
hara, keributan (Riot) OPZ; Merusak reputasi OPZ terkait penanganan kejadian luar biasa
Mengganggu operasional OPZ;
Terjadinya sabotase Antisipasi dengan sistem, pengawasan yang ketat,
10 2.7 3.3 2 3 Menurunkan kinerja OPZ; Merusak
(Sabotage) pengendalian yang berkesinambungan
reputasi OPZ
Mengganggu operasional OPZ;
Terjadinya pemogokan Antisipasi dengan sistem, pengawasan yang ketat,
11 2.2 2.8 2 2 Menurunkan kinerja OPZ; Merusak
(Strike, boycott) pengendalian yang berkesinambungan
reputasi OPZ
Mengganggu operasional OPZ;
Terjadinya terorisme Antisipasi dengan sistem, pengawasan yang ketat,
12 2.4 3.8 2 2 Menurunkan kinerja OPZ; Merusak
(Terrorism) pengendalian yang berkesinambungan
reputasi OPZ
Membahayakan amil dan lembaga;
Terjadinya Korupsi, Kolusi Antisipasi dengan sistem, pengawasan yang ketat,
13 2.7 3.8 2 2 Menurunkan kinerja OPZ; Merusak
dan Nepotisme pengendalian yang berkesinambungan
kredibilitas & reputasi OPZ
Overall
Identifikasi Risiko Ekonomi DAMPAK MITIGASI
L I V S
Mengurangi alokasi mustahik prioritas;
Terjadinya fluktuasi mata Resetting anggaran untuk dapat menyesuaikan kembali
1 5.3 4.0 3 2 Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan
uang (Currency fluctuation) dengan kemampuan cash flow OPZ
OPZ
Terjadinya perubahan Mengurangi alokasi mustahik prioritas;
Menjaga stabilitas internal; Pengendalian proses
2 harga (Interest rate or price 5.0 3.3 3 2 Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan
eksternal
change) OPZ
Terjadinya perubahan politik Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan Diterapkannya SOP terkait penanganan kejadian luar
3 4.8 3.9 2 2
(Policital change) OPZ jangka pendek/menengah/panjang biasa; Menjaga stabilitas internal
Terjadinya pergeseran/
Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan Antisipasi dengan sistem, pengawasan yang ketat,
4 perubahan populasi 3.8 2.9 2 2
OPZ jangka pendek/menengah/panjang pengendalian yang berkesinambungan
(Population shift)
Terjadinya pergeseran/
Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan Antisipasi dengan sistem, pengawasan yang ketat,
5 perubahan preferensi 3.8 3.3 2 1
OPZ jangka pendek/menengah/panjang pengendalian yang berkesinambungan
(Preference shift)
Terjadinya resesi ekonomi Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan Diterapkannya SOP terkait penanganan kejadian luar
6 3.8 3.4 2 1
(Recession) OPZ jangka pendek/menengah/panjang biasa; Menjaga stabilitas internal
Terjadinya kelangkaan
Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan Diterapkannya SOP terkait penanganan kejadian luar
7 sumber daya (Resource 3.6 3.4 3 1
OPZ jangka pendek/menengah/panjang biasa; Menjaga stabilitas internal
depletion)
Terjadinya perubahan
Mengganggu eksistensi dan pertumbuhan Update pada perkembangan teknologi; Antisipasi
8 teknologi (Technological 4.3 3.6 2 2
OPZ jangka pendek/menengah/panjang dengan sistem & pengawasan yang ketat
change)
Antisipasi dengan sistem, pengawasan yang ketat,
9 Terjadinya perang (War) 3.1 5.2 2 2 Mengganggu operasional OPZ
pengendalian yang berkesinambungan
Overall
Identifikasi Risiko Bencana Alam DAMPAK MITIGASI
L I V S
Rusaknya asset OPZ; Mengganggu
Standar pengelolaan aset zakat; Adanya maintenance
1 Risiko penurunan aset zakat 4.5 4.4 3 2 operasional dan kinerja OPZ; Cost
dan peremajaan aset secara gradual
operasional terbebani
Rusaknya asset OPZ; Mengganggu
Rusaknya sarana (alat bantu)
operasional dan kinerja OPZ; Cost Asuransi seluruh aset fisik OPZ; Kebijakan inventarisasi
2 operasional OPZ bukan 4.2 3.7 2 2
operasional terbebani; Tingkat efisiensi atas seluruh aset tetap
karena kelalaian amil
menurun
Kurang berjalannya tindakan Rusaknya asset OPZ; Mengganggu Adanya penysunan anggaran tahunan terkait sarana
3 pengasuransian sarana- 3.8 3.9 2 2 operasional dan kinerja OPZ; Cost prasarana lembaga; Membuat standar penanganan
sarana OPZ operasional terrbebani kondisi terkait
Terjadinya keruntuhan Koordinasi dengan BNPT dan BMKG; Disiapkannya
Kehilangan aset OPZ; Mengganggu
4 atau kerobohan (Collapse 3.8 3.7 2 3 karyawan dengan diberi pembekalan disaster
operasional OPZ
(gravity) manajemen
Mengganggung eksistensi dan
Terjadinya kekeringan Pembekalan Disaster Manajemen; Asuransi seluruh aset
5 3.5 3.6 2 2 pertumbuhan OPZ jangka pendek/
(Drought) fisik OPZ
menengah/panjang
Berdampak malapetaka, karena Merusak
Terjadinya bencana alam aset-aset OPZ; Berpengaruh pada kinerja Asuransi seluruh aset fisik OPZ; Pembekalan Disaster
6 gempa bumi (Earthquakes, 4.0 4.0 3 3 OPZ; Terhambatnya aktivitas pengelolaan Manajemen; Diterapkannya SOP terkait penanganan
etc) zakat (penghimpunan, pengelolaan, kejadian luar biasa
penyaluran)
Kehilangan aset OPZ; Mengganggu Asuransi seluruh aset fisik OPZ; Pembekalan Disaster
Terjadi kebakaran secara
7 3.8 3.6 2 2 operasional OPZ; Biaya operasional Manajemen; Diterapkannya SOP terkait penanganan
alami (Fire, natural origin)
terbebani kejadian luar biasa
Berdampak besar, merusak asset; Asuransi seluruh aset fisik OPZ; Pembekalan Disaster
8 Terjadi banjir, air bah (Flood) 3.9 3.6 3 3
Berpengaruh pada kinerja OPZ Manajemen
Overall
Identifikasi Risiko Bencana Alam DAMPAK MITIGASI
L I V S
Mengganggu operasional OPZ;
Terjadinya wabah penyakit Koordinasi dengan BNPT dan BMKG; Pembekalan
9 4.0 3.4 2 3 Mengganggung eksistensi dan
(Rot) Disaster Manajemen
pertumbuhan OPZ
Terjadinya cuaca yang Mengganggu operasional OPZ;
Koordinasi dengan BNPT dan BMKG; Pembekalan
10 ekstrim (Temperature 4.0 3.4 2 3 Mengganggung eksistensi dan
Disaster Manajemen
extremes) pertumbuhan OPZ
Datangnya musim binatang Mengganggu operasional OPZ;
Pembekalan Disaster Manajemen; Asuransi seluruh aset
11 kecil yang mengganggu 3.6 3.2 2 2 Mengganggung eksistensi dan
fisik OPZ
(Vermin) pertumbuhan OPZ
Mengganggu operasional OPZ;
Terjadinya angin topan
12 3.8 3.4 2 2 Mengganggung eksistensi dan Koordinasi dengan BNPT dan BMKG
(Windstorm huricane, etc)
pertumbuhan OPZ
Overall
Identifikasi Risiko Tata Kelola Amil DAMPAK MITIGASI
L I V S
Kurang efektifnya OPZ mengelola zakat Selektif memilih amil sesuai kemampuan yang
5 Rendahnya kualitas amil 4.8 4.8 3 2
dan menurunnya kepercayaan masyarakat dibutuhkan; Evaluasi kompetensi amil yg terukur
Kualitas calon amil yang Memperluas network/informasi rekrutmen;
6 5.4 4.3 3 2 OPZ memiliki SDM kelas 2
terbatas Menetapkan standar kualifikasi amil
OPZ bukan pilihan utama
7 6.2 3.9 3 2 OPZ memiliki SDM kelas 2 Perbaikan menyeluruh terutana kesejahteraan amil
pencari kerja yang berbakat
Amil kurang menguasai
Menurunnya kredibilitas OPZ dan Pelatihan pengelolaan amil zakat; Memperbanyak
8 proses pengelolaan zakat 3.4 3.8 2 2
kepercayaan Masyarakat referensi best practise OPZ lainnya
dengan baik
Amil belum mempunyai
OPZ belum dapat memitigasi risiko- Pelatihan manajemen risiko OPZ; Membuat regulasi
9 pemahaman tentang risiko- 5.5 3.6 3 2
risikonya tentang manajemen risiko OPZ
risiko OPZ
Amil belum dapat mengukur OPZ belum dapat memitigasi risiko- Pelatihan manajemen risiko OPZ; Membuat regulasi
10 5.7 3.6 3 2
risiko-risiko OPZ risikonya tentang manajemen risiko OPZ
Amil belum dapat
OPZ belum dapat memitigasi risiko- Pelatihan manajemen risiko OPZ; Membuat regulasi
11 memahami dampak risiko- 5.3 3.8 3 2
risikonya tentang manajemen risiko OPZ
risiko OPZ
Amil belum dapat mengukur OPZ belum dapat memitigasi risiko- Pelatihan manajemen risiko OPZ; Membuat regulasi
12 5.7 3.8 2 2
dampak risiko-risiko OPZ risikonya tentang manajemen risiko OPZ
Amil OPZ kurang friendly/ Muzaki kurang puas, penghimpunan
13 2.5 4.0 2 2 Pelatihan service excellence
ramah zakat kurang efektif
Amil OPZ kurang Muzaki kurang puas, penghimpunan Mengikutsertaan amil dalam pelatihan inhouse dan
14 4.8 4.6 3 3
knowledgeable/pengetahuan zakat kurang efektif ekternal
Tidak efisiennya screening Kurang efektifnya peningkatan kualitas Memperbaiki sistem screening dengan sistem yg berbasisi
3 relawan (screening) 4.8 4.3 2 2
relawan dan rendahnya pelayanan relawan IT
Relawan OPZ kurang tepat Muzaki kurang puas, penghimpunan Melakukan peathan dasar kerelawanan dengan
18 3.5 4.7 3 3
waktu/janji (tidak disiplin) zakat kurang efektif pelatihan militer
Overall
Identifikasi Risiko Muzaki DAMPAK MITIGASI
L I V S
Muzaki kurang puas Muzaki pindah ke OPZ lain atau Standar customer satisfaction yang tinggi; Peningkatan
1 3.9 3.7 2 2
dengan pelayanan OPZ memilih menyalurkan sendiri zakatnya kualitas services excellent
Muzaki menuntut Muzaki pindah ke OPZ lain atau SOP pelayanan muzaki; Umpan balik Muzaki dalam
2 5.2 3.3 2 2
pelayanan prima dari OPZ memilih menyalurkan sendiri zakatnya menjaring ekspektasi layanan OPZ
Pelayanan Amil OPZ Muzaki kurang puas, penghimpunan SOP pelayanan dan kode etik amil; Merujuk OPZ lain
3 4.3 3.9 2 2
kurang profesional zakat kurang efektif yg lebih professional
Overall
Identifikasi Risiko Mustahik DAMPAK MITIGASI
L I V S
Belum adanya standarisasi
Banyak dana yang tidak tepat sasaran; Mengembangkan komunikasi dan kolaborasi diantara
dalam memverifikasi
1 2.7 3.8 2 2 Risiko salah sasaran penyaluran; pengelola zakat; Membuat SOP verifikasi mustahik
mustahik di masing-masing
Ketepatan penyaluran terganggu untuk masing-masing program
program
Belum adanya indikator Sulit menentukan mustahik; Kegagalan Melakukan survey kepuasan mustahik dan penelitian
2 pengukuran kesejahteraan 3.8 3.4 2 2 identifikasi perkembangan mustahik; kaji dampak program secara berkala; Membuat
mustahik Ketepatan penyaluran terganggu indikator pengukuran kesejahteraan mustahik
Penyaluran dana zakat tidak merata; Kebijakan dan prosedur pelayanan mustahik yang
Mustahik mendapatkan
3 6.1 3.3 3 2 Sulit menentukan mustahik; Overlapping excellent; Adanya komunikasi antar OPZ dan BAZNAS
zakat dari beberapa OPZ
bantuan seperti dibuatkannya system ID Single Mustahik
Penyaluran dana zakat kurang efektif;
Mustahik yang sudah
Sulit menentukan mustahik; Risiko Memperkuat database mustahik dan pemutakhiran
4 meninggal tetap mendapat 1.9 2.3 2 1
salah sasaran penyaluran; Ketepatan data; Adanya komunikasi antar OPZ dan BAZNAS
zakat
penyaluran terganggu
Overall
Identifikasi Risiko Mustahik DAMPAK MITIGASI
L I V S
Penyaluran dana zakat kurang efektif;
Mustahik yang sudah naik Sulit menentukan mustahik; Salah Memperkuat database mustahik dan pemutakhiran
5 2.0 2.5 2 1
kelas tetap mendapat zakat penyaluran. Kredibilitas OPZ; Ketepatan data; Adanya komunikasi antar OPZ dan BAZNAS
penyaluran terganggu
Overall
Identifikasi Risiko Kode Etik DAMPAK MITIGASI
L I V S
Muzaki memberikan hadiah Memberikan aturan yang jelas dalam kode etik,
Dalam jangka panjang akan melunturkan
1 kepada amil (risiko kode 4.8 3.8 2 2 punishment and rewardnya; Sosialisasi stakeholder
keikhlasan Amil
etik) terkait kode etik amil melalui media
Muzaki belum memahami
Membuat buku saku Muzaki berisi adab berzakat;
adab-adab memberikan
2 4.0 2.5 2 1 Risiko kepatuhan syariah Edukasi Muzaki; Sosialisasi oleh lembaga kepada
zakat (niat, menyegerakan,
masyarakat di media
tidak riya', dst.)
Mustahik memberikan
Amil kurang objektif dalam menentukan Memberikan aturan yang jelas dalam kode etik,
3 hadiah kepada amil (risiko 2.6 2.5 2 2
mustahik punishment and reward
kode etik)
Mustahik belum memahami
adab-adab menerima zakat Kebijakan dan prosedur pelayanan mustahik yang
4 (menggunakan dengan 5.0 2.5 2 2 Risiko kepatuhan syariah excellent; Edukasi kepada mustahik; Pembinaan rutin;
benar, mengucapkan terima Monitoring dan evaluasi
kasih, dst.)
Amil belum memahami
LAZ perlu melakukan standarisasi SOP-nya berbasis ISO;
adab-adab mengumpulkan Melanggar kode etik dan kepatuhan
5 3.0 4.0 2 2 Pelatihan dan edukasi kepada seluruh amil; Training
zakat (adil, jujur, amanah, syariah
Amil secara rutin.
ikhlas, dst.)
Overall
Identifikasi Risiko Pelaporan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Belum adanya bentuk
Bentuk laporan tidak seragam dan
1 laporan zakat OPZ ke 3.1 3.5 2 2 Menyepakati bentuk baku laporan zakat ke stakeholder
menurunnya kredibilitas OPZ
stakeholder yang baku
Kurang profesionalnya Laporan kurang menarik; Turunnya/tidak
Membuat standard requirement perekrutan tim
2 pembuatan laporan zakat 3.0 4.8 2 2 percayanya muzaki kepada pengelola
accounting OPZ
OPZ zakat (bentuk transparansi)
Laporan zakat OPZ tidak
Menurunnya kredibilitas OPZ dan Penetapan SOP pelaporan zakat; Penyesuaian dengan
3 dibuat secara periodik 3.2 3.8 3 2
kepercayaan masyarakat/Muzaki standar yg tercantum dalam peraturan pemerintah
(kontinyu)
Terlambatnya pelaporan Membuat SOP waktu pelaporan zakat; Ditetapkan
Menurunnya kredibilitas OPZ dan
4 zakat OPZ secara periodik 3.8 3.8 3 2 dalam SOP dan dibuat struktur khusus dalam pengelola
kepercayaan masyarakat/Muzaki
kepada stakeholder data
Menurunnya kredibilitas OPZ;
Laporan zakat OPZ kurang Review berkala oleh pimpinan divisi aset; Disesuaikan
5 3.5 4.6 3 2 Mengganggu reputasi dan akuntabilitas
valid/akurat dengan standar pelaporan dari BAZNAS dan Kemenag
OPZ
Laporan zakat OPZ tidak Menurunnya kredibilitas OPZ dan Membuat SOP dan KPI bahwa laporan harus diaudit oleh
6 2.1 4.9 2 2
diaudit oleh KAP kepercayaan masyarakat/Muzaki KAP
Laporan zakat OPZ kurang Masyarakat kurang mengenal OPZ Memanfaatkan media komunikasi sosial dan jaringan
7 3.4 3.6 2 2
tersebar luas tersebut network
Overall
Identifikasi Risiko Pelaporan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Tidak sinkronnya laporan Pertanggung-jawaban OPZ kurang dapat Menggunakan sistem berbasis online; Adanya audit
8 zakat OPZ nasional dan 3.2 4.5 3 2 diterima oleh masyarakat; Menurunnya internal dan audit publik; Dibuatkannya SOP lembaga
cabang-cabangnya kredibilitas OPZ terkait pelaporan
Tidak sinkronnya pelaporan
Menurunnya kredibilitas BAZNAS/OPZ; Membuat standard pelaporan; Sinkronisasi data melalui
9 zakat yang di BAZNAS dan 5.2 4.1 3 2
Menyebabkan distrust oleh masyarakat pelaporan semesteran
OPZ swasta
Laporan zakat OPZ
Laporan zakat OPZ belum dapat diakses Menyepakati bentuk baku laporan zakat ke stakeholder
10 belum ada dalam bentuk 2.2 4.6 2 2
oleh siapa saja dalam bentuk elektronik
elektronik
Laporan zakat OPZ kurang Pertanggung-jawaban OPZ kurang dapat
11 2.7 4.4 2 2 Standarisasi pelaporan oleh OPZ dan BAZNAS
lengkap dan kurang rinci diterima oleh masyarakat
Laporan zakat OPZ tidak Menurunnya kepercayaan masyarakat/ Memanfaatkan media sosial; dan resource lembaga,
12 2.8 4.1 2 2
sampai ke stakeholder muzaki Penyediaan layanan feedback terhadap lembaga
Overall
Identifikasi Risiko Pencatatan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Panjangnya rantai
Terlambatnya dan kurang validnya Membuat sistem berbasis online; Disesuaikan dengan
1 pencatatan dana zakat yang 2.8 3.8 2 3
laporan periodik OPZ kepada stakeholders PSAK Zakat
masuk
Belum adanya panduan
transaksi Syariah OPZ
Terlambatnya dan kurang validnya Training oleh expert; Mengikutkan tim internal ke
dari PSAK 109 (semisal
2 3.1 3.9 2 2 laporan periodik OPZ kepada stakeholders; pelatihan terkait; Membuka informasi terhadap
PAPSI-Pedoman Akuntansi
OPZ memiliki standarisasi yang berbeda kebijakan pemerintah
Perbankan Syariah
Indonesia)
Risiko metode akuntansi
Tidak akuratnya penghitungan zakat Review oleh atasan/accounting expert; Penyesuaian
3 muzaki yang menggunakan 3.6 3.6 2 2
muzaki dengan pedoman pengelolaan zakat dan PSAK Zakat
accrual basis
Overall
Identifikasi Risiko Pencatatan DAMPAK MITIGASI
L I V S
Ketidaksinkronan metode
Besarnya biaya pengalihan praktik
akuntansi OPZ (cash basis) Review oleh atasan/accounting expert; Penyesuaian
4 3.4 3.4 2 2 akuntansi dari accrual basis ke cash basis
dengan metode akuntansi dengan pedoman pengelolaan zakat dan PSAK Zakat
atau sebaliknya
muzaki (accrual basis)
Rumitnya sentralisasi Kurang validnya pencatatan OPZ pusat;
Membuat sistem berbasis online; Penyesuaian dengan
5 pencatatan zakat dari OPZ 3.8 3.6 3 2 Kinerja terganggung jika sistem tidak
pedoman pengelolaan zakat dan PSAK Zakat
cabang ke OPZ pusat solid
Dekatnya hubungan Amil
Terlambatnya laporan pengimpunan Batasan/kode etik yang jelas; Evaluasi dan rolling
6 penghimpun zakat dgn 2.8 3.4 2 3
zakat jabatan berkala
audit internal OPZ
Dekatnya hubungan Amil
Terlambatnya laporan Batasan/kode etik yang jelas; Evaluasi dan rolling
7 pelaksana program dgn 2.8 3.1 2 3
pertanggungjawaban program jabatan berkala
audit internal OPZ
Belum efektifnya penyajian
Mengganggung aspek akuntabilitas
aset OPZ dan dana zakat Menyajikan sesuai standard (PSAK 109); Penyesuaian
8 3.8 4.1 2 2 pengelolaan OPZ jangka pendek/
secara terpisah di laporan dengan pedoman pengelolaan zakat dan PSAK Zakat
menengah/panjang
keuangan
Overall
Identifikasi Risiko Hukum DAMPAK MITIGASI
L I V S
Belum adanya UU atau
Masyarakat tidak patuh atau enggan Edukasi masyarakat akan kewajiban membayar zakat
1 peraturan yang mewajibkan 4.5 3.8 3 2
membayar zakat sebagai kepatuhan terhadap ketentuan syariah
Muzaki membayar zakat
Belum adanya sanksi yang
tegas dari Pemerintah Masih banyak Muslim yang belum Inisiatif OPZ dalam menarik minat Muzaki;
2 4.5 4.1 3 2
bagi Muzaki yang tidak menjalankan kewajiban membayar zakat Meningkatkan tata kelola organisasi
membayar zakat
Overall
Identifikasi Risiko Hukum DAMPAK MITIGASI
L I V S
Zakat belum menjadi
Terus menyosialisasikan dan mendorong agar regulasi
pengurang pajak (hanya Menurunkan minat masyarakat
3 4.5 3.6 3 2 tentang muzaki dan regulasi tentang pengurang pajak
menjadi pengurang membayar zakat, khususnya melalui OPZ
dapat diwujudkan dalam UU mendatang
penghasilan kena pajak)
UU dan Peraturan Berperan aktif memberikan usulan tentang regulasi
Tidak efektifnya pengelolaan zakat oleh
4 pengelolaan zakat kurang 4.3 3.6 3 2 zakat yang terbaru; Aktif koordinasi dengan berbagai
OPZ
tegas/jelas stakeholder regulator
UU dan Peraturan Melakukan berbagai aktivitas advokasi hukum terkait
Tidak efektifnya pengelolaan zakat oleh
5 pengelolaan zakat ambigu/ 5.2 4.1 3 2 dengan regulasi zakat; Mengikuti peraturan dan
OPZ
multi tafsir perundangan yang berlaku
UU dan Peraturan
Tidak efektifnya pengelolaan zakat oleh Aktif koordinasi dengan berbagai stakeholder regulator
6 pengelolaan zakat terlalu 4.9 4.0 3 2
OPZ dalam rangka pengembangan regulasi zakat
kaku
Penyesuaian pelaksanaan di lapangan; Komunikasi
UU dan Peraturan sulit Tidak efektifnya pengelolaan zakat oleh
7 4.5 4.3 2 2 intens dengan pemegang regulator zakat: Sosialisasi yg
dilaksanakan oleh OPZ OPZ
difasilitasi oleh regulator zakat
UU dan Peraturan kurang
Tidak efektifnya pengelolaan zakat oleh Komunikasi intens dengan pemegang regulator zakat:
8 memberi keleluasaan 4.5 3.9 3 2
OPZ Sosialisasi yg difasilitasi oleh regulator zakat
kepada OPZ
Melakukan penyesuaian pelaksanaan di lapangan
Pengelolaan zakat oleh OPZ terganggu
Adanya UU dan Peraturan sejauh tidak melanggar peraturan dan perudangan
9 4.5 4.5 3 2 penyesuaian dengan UU dan Peraturan
tentang Zakat yang baru yang berlaku; Penyesuaian terhadap UU Zakat tersebut
baru
dg taat dan patuh
Kurangnya dukungan
Melakukan berbagai aktivitas advokasi hukum terkait
Pemerintah terhadap Kurang efektifnya pengelolaan zakat oleh
10 5.2 4.6 3 2 dengan regulasi zakat dengan konsultan dan pihak-
implementasi UU dan OPZ
pihak yang berwenang
Peraturan zakat yang ada
Overall
Identifikasi Risiko Hukum DAMPAK MITIGASI
L I V S
Kurangnya sosialisasi UU
Penyesuaian berjalan lambat dan Mengembangkan pola Mitra Pengelola Zakat dalam
11 dan peraturan tentang 4.5 3.8 3 2
pengelolaan zakat oleh OPZ terganggu rangka sinergi program diantara OPZ
Zakat yang baru
Memperkuat stabilitas manajemen organisasi;
Terhambatnya pengelolaan zakat oleh
12 Risiko ketidakpastian politik 4.7 4.3 3 2 Diterapkannya SWOT dalam penyusunan Strategic Plan
OPZ
tahunan OPZ
Lemahnya penegakan Aktif koordinasi dengan berbagai stakeholder regulator
13 hukum yang sudah tertera 5.3 4.2 3 2 Memperlemah reputasi OPZ dalam rangka pengembangan regulasi zakat; Taat dan
di UU Zakat patuh dengan men-support kebijakan pemerintah
Belum lengkapnya Terhambatnya pengelolaan zakat oleh Bersama forum zakat dan pihak terkait mengusulkan
14 4.1 3.8 3 2
Peraturan turunan dari UU OPZ draft hal-hal yang harus diakomodir dalam peraturan
Petunjuk pelaksanaan
Terhambatnya pengelolaan zakat oleh Terus mensosialisasikan dan mendorong agar petunjuk
15 pengelolaan zakat belum 4.2 3.6 2 2
OPZ pelaksanaan pengelolaan zakat dapat diwujudkan
semuanya ada
Risiko izin (legalitas) yang
Aktif koordinasi dengan berbagai stakeholder terkait
berbenturan dengan Terhambatnya pengelolaan zakat oleh
16 4.6 3.9 3 2 dengan perizinan baik di pusat, perwakilan cabang,
PEMDA yang berbeda-beda OPZ
maupun tokoh masyarakat daerah setempat
tiap daerah
Overall
Identifikasi Kepatuhan Syariah DAMPAK MITIGASI
L I V S
Kurangnya kompetensi DPS Rendahnya kepatuhan syariah OPZ dan
1 1.9 5.1 2 2 Melakuan Fit and Proper test calon DPS
yang dimiliki OPZ menurunnya kredibilitas OPZ
Peretemuan berkala dengan DPS; Surat pernyataan
Anggota DPS bekerja di Kurang efektifnya kerja DPS dan
2 4.5 2.9 2 1 yg mengikat kedua belah pihak (OPZ dan DPS) dalam
banyak institusi rendahnya kepatuhan syariah OPZ
memajukan OPZ terkait
Bervariasinya ketentuan syariah yang
Beragamnya pandangan Penyamaan orientasi visi, misi, tujuan serta fiqh ziswaf
3 3.7 3.0 2 1 dianut OPZ dan membingungkan
Syariah DPS antar OPZ antar DPS dan OPZ
masyarakat
Belum adanya Peraturan Bervariasinya ketentuan syariah yang Menyusun standar baku kepatuhan syariah internal
4 4.6 3.6 2 1
pelaksanaan audit syariah dianut OPZ dan membingungkan masy sebagai dasar kinerja organisasi
OPZ belum memiliki
Rendahnya kepatuhan syariah OPZ dan Menyusun standar baku panduhan syariah; Membentuk
5 panduan operasional 3.1 4.0 2 1
menurunnya kredibilitas OPZ divisi kepatuhan
syariah internal yang baku
OPZ belum memiliki
Rendahnya kepatuhan syariah OPZ dan Divisi kepatuahan bersama pihak terkait menyusun
6 panduan audit syariah 5.1 3.6 2 1
menurunnya kredibilitas OPZ panduan audit syariah internal
internal yang baku
Belum adanya standar Bervariasinya ketentuan syariah yang Mendorong peningkatan kompetensi DPS dengan
7 audit syariah yang berlaku 6.0 3.6 2 1 dianut OPZ dan membingungkan berbagai support; Menyusun panduan audit syariah
nasional masyarakat nasional
Belum adanya institusi
Mendorong terbentuk DSN MUI bidang DPS
publik/swasta (KAP) yang
Laporan OPZ belum dapat diaudit Syariah, ZISWAF; Membagi tugas, audit kesyariahan dan audit
8 berwenang dan/atau 5.0 3.4 3 1
dan rendahnya kepatuhan syariah OPZ keuangan; Penguatan divisi kepatuhan dan internal
kompeten melakukan audit
audit
syariah
Pimpinan OPZ kurang Melakuan Fit and Proper test bagi calon pimpinan
9 2.3 5.7 2 2 Manajemen OPZ dapat melanggar syariah
paham syariah & Fiqh Zakat termasuk pengetahuan Syariah & Fiqh Zakat
Overall
Identifikasi Kepatuhan Syariah DAMPAK MITIGASI
L I V S
Amil penghimpun zakat
Penghimpunan zakat dapat melanggar Standarisasi perekrutan bagi Amil penghimpun
10 kurang memahami syariah 2.4 5.5 2 2
ketentuan syariah termasuk pengetahuan syariah & Fiqh Zakat
& Fiqh Zakat
Amil pengelola zakat
Pengelolaan zakat dapat melanggar Standarisasi perekrutan bagi Amil pengelola termasuk
11 kurang memahami syariah 2.4 5.3 2 2
ketentuan syariah pengetahuan syariah & Fiqh Zakat
& Fiqh Zakat
Amil penyaluran zakat
Penyaluran zakat dapat melanggar Standarisasi perekrutan bagi Amil penyalur
12 memahami syariah & Fiqh 2.8 5.3 2 2
ketentuan syariah pengetahuan syariah & Fiqh Zakat
Zakat
Overall
Identifikasi Kepatuhan Regulasi DAMPAK MITIGASI
L I V S
Pimpinan OPZ kurang paham Manajemen OPZ dapat melanggar regulasi Melakuan Fit and Proper test bagi calon pimpinan
1 1.7 5.9 3 2
regulasi zakat zakat termasuk pengetahuan Regulasi zakat
Amil penghimpun zakat Penghimpunan zakat dapat melanggar Standarisasi perekrutan bagi Amil penghimpun termasuk
2 2.8 5.0 2 2
kurang paham regulasi zakat regulasi zakat pengetahuan Regulasi zakat
Amil pengelola zakat kurang Pengelolaan zakat dapat melanggar Standarisasi perekrutan bagi Amil pengelola termasuk
3 2.8 5.0 2 2
paham regulasi zakat regulasi zakat pengetahuan Regulasi zakat
Amil penyaluran zakat Penyaluran zakat dapat melanggar Standarisasi perekrutan bagi Amil penyalur termasuk
4 2.8 5.0 2 2
kurang paham regulasi zakat regulasi zakat pengetahuan Regulasi zakat
BAZNAS satu-satunya
Ketidakharmonisan hubungan BAZNAS- Penyesuaian OPZ mengacu pada peundangan dan
5 pengelola zakat nasional 3.2 4.3 2 2
OPZ peraturan yang berlalu
dan dibantu oleh OPZ
OPZ nasional hanya boleh Penyesuaian berjalan lambat &
Penyesuaian di lapangan sejauh tidak melanggar
6 memiliki satu Perwakilan di 4.3 4.1 3 2 pengelolaan zakat terganggu; Ekpansi OPZ
perundangan dan peraturan yang berlaku
tiap propinsi terbatas, pengelolaan zakat tdk maksimal
Overall
Identifikasi Kepatuhan Regulasi DAMPAK MITIGASI
L I V S
OPZ belum dapat
Pengelolaan zakat oleh OPZ terganggu, Penyesuaian di lapangan sejauh tidak melanggar
7 menyesuaikan diri dalam 5 3.2 3.3 2 2
menurunnya kredibilitas OPZ perundangan dan peraturan yang berlaku
tahun (25 Nopember 2016)
Semua pengelola zakat
informal, seperti DKM Pengelolaan zakat oleh OPZ terganggu;
Penyesuaian di lapangan sejauh tidak melanggar
8 masjid, harus menjadi UPZ- 4.9 3.5 2 2 Legal formal seluruh institusi pengelola
perundangan dan peraturan yang berlaku
nya BAZNAS atau MPZ-nya zakat
OPZ
Bersama pihak terkait mendorong pembentukan
Belum dimilikinya Belum berjalannya penegakan aturan
perangkat pengawasan; Komunikasi secara intens
9 perangkat pengawasan 4.9 3.9 3 2 dan pengawasan; Risiko pengawasan
dengan BAZNAS; Modul panduan pengelolaan zakat
oleh BAZNAS operasional pengelolaan zakat
oleh BAZNAS
Adanya dualisme otoritas Ketidakharmonisan hubungan BAZNAS- Menjalin kordinasi dan komunikasi dengan keduabelah
10 zakat, BAZNAS dan 5.4 4.5 3 2 Kemenag dan adanya conflict of interest; pihak berorientasi pada maslahat; Dibangunnya
Kemenag Ambigiuitas komando dan kewenangan komunikasi secara intens dengan BAZNAS dan Kemenag
Peran ganda BAZNAS OPZ tidak leluasa melaksanakan program Mendorong peran baznas dalam mengkoordinir
11 sebagai regulator/otoritas 5.4 4.8 3 2 krn terbentur kebijakan yang memihak pengeolaan zakat nasional bukan sebagai operator
dan operator BAZNAS; Superbody, conflict of interest semata namun meningkatkan gerakan berzakat
Maka keberadaan buku terkait dengan konsepsi manajemen risiko dalam pengelolaan zakat
menjadi sangat penting dan strategis. Perlu diakui, prinsip manajemen risiko dunia perbankan
merupakan yang paling maju dibandingkan manajemen risiko di industri lain. Namun, tidak
semua risiko perbankan perlu diadaptasi untuk industri bukan bank, terutama pengelolaan zakat
oleh institusi zakat. Oleh karena itu, berdasarkan hasil International Working Group on Zakat
Core Principles (IWG ZCP) yang diinisiasi oleh Bank Indonesia, BAZNAS, Islamic Development
Bank (IDB), disepakati bahwa lembaga zakat juga memerlukan manajemen risiko. Identifikasi
risiko institusi zakat merupakan hal yang sangat penting karena akan memengaruhi kualitas
pengelolaan zakat. Buku ini akan membahas risiko-risiko yang dihadapi oleh lembaga zakat
beserta cara untuk memitigasinya.
xv