KELAS : XI IPS 2
IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)
Filum : Chordata
Subfilum : Craniata
Kelas : Pisces
Subkelas : Neopterigii
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Characidae
Genus : Colossoma
Kepala ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berukuran kecil yang
terletak di ujung kepala tetapi agak sedikit ke atas. Bawal memiliki lima buah sirip,
yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus dan sirip ekor. Sirip punggung
tinggi kecil dengan sebuah jari-jari tegak keras, tetapi tidak tajam, sedangkan jari-jari
lainnya lemah. Sirip punggung pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum)
terletak agak ke belakang. Sirip dada, sirip perut dan sirip anus kecil dan jari-jarinya
lemah. Demikian pula dengan sirip ekor, jari-jarinya lemah tetapi berbentuk cagak
(Budi 2014).
Linea Lateralis (LL) yang dihitung adalah sisik berpori atau gurat sisik atau
linea lateralis. Bentuk deretan dan jumlah sisik tersebut tidak sama untuk masing–
masing spesies ikan. Sisik linea lateralis dihitung dari depan (dekat kepala) kearah
ekor. Jika linea lateralis suatu jenis ikan tidak lurus seperti pada ikan kue
(carangidae), maka jumlahnya tetap dihitung mengikuti arah gurat sisik yang berbelok
tersebut. Jika bentuk linea lateralis terbagi dua seperti ikan buntal, maka dihitung dulu
bagian pertama, kemudian bagian kedua yang arahnya lebih kebelakang. Jika ikan
mempunyai gurat sisik yang banyak seperti ikan belanak, maka dihitung satu garis
saja diambil yang garisnya terletak di tengah (Budi 2014).
Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Di
dalam rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham
bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak
menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut
makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang.
Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang, dan bila tidak
dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan di dorong masuk
ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus.
Pada beberapa jenis ikan, terdapat tonjolan buntu untuk memperluas bidang
penyerapan makanan. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa
panjang berkelokkelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada anus. saluran
pencernaan mulai dari muka ke belakang, saluran pencernaan tersebut terdiri dari
mulut, rongga mulut, farings, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum dan anus
(Budi 2014).
D. Lingkungan Hidup
Sama seperti ikan lainnya, bawal pun menghendaki lingkungan yang baik dan
sesuai untuk hidupnya. Untuk mengetahuinya, dilakukan pengamatan di habitat
aslinya. Di Brazil, bawal banyak ditemukan di sungai Amazon dan sering juga
ditemukan di sungai Orinoko, Venezuela. Hidupnya bergerombol di daerah yang
aliran sungainya deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang aliran sungainya tenang,
terutama saat benih. Untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi bawal ada banyak
hal yang harus diperhatikan, terutama dalam memilih lahan usaha, di antaranya
ketinggian tempat, jenis tanah, dan air.
E. Makanan
Pada umur dua hari setelah menetas, mulut larva mulai terbuka, tetapi belum
bisa menerima makanan dari luar tubuh, makanannya masih dari kuning telurnya.
Umur empat hari, kuning yang diserap oleh tubuh sudah habis dan pada saat itulah
larva mulai mengonsumsi makanan dari luar. Apabila diamati kebiasaan makannya,
bawal tergolong ikan yang lebih suka makan di bagian tengah perairan. Dengan kata
lain, bawal bukanlah ikan yang biasa makan di dasar perairan (bottom feeder) atau di
permukaan perairan (surface feeder).
F. Reproduksi
Membedakan bawal jantan dan betina pada saat masih kecil memang sulit.
Beberapa tanda yang bisa dilihat adalah bawal betina memiliki tubuh yang lebih
gemuk, sedangkan bawal jantan selain lebih langsing, warna merah pada perutnya
lebih menyala. Apabila sudah matang gonat, perut betina akan terlihat gendut dan
gerakannya lamban. Adapun bawal jantan selain agresif juga akan mengeluarkan
cairan berwarna putih susu bila dipijat ke arah anus.
Seperti ikan lainnya, bawal pun biasanya memijah pada awal dan selama
musim hujan. Di Brazil dan Venezuela, kejadian itu terjadi pada bulan Juni dan Juli.
Adapun di negara-negara lainnya, bawal dapat mengikuti musim yang ada, misalnya
di Indonesia kematangan gonad bawal terjadi pada bulan Oktober sampai April.
Sebelum musim pemijahan tiba, induk yang sudah matang akan mencari
tempat yang cocok untuk melakukan pemijahan. Daerah yang paling disukai adalah
hulu sungai yang biasanya pada musim kemarau kering, sedangkan pada musim hujan
tergenang. Daerah yang seperti ini memberikan rangsangan dalam memijah.
Saat pemijahan berlangsung, induk jantan akan mengejar induk betina. Induk
betina kerap kali akan membalas dengan cara menempelkan perut ke kepala induk
jantan. Apabila telah sampai puncaknya, induk betina akan mengeluarkan telur dan
induk jantan akan mengeluarkan sperma. Telur yang telah keluar akan dibuahi dalam
air (di luar tubuh).
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125
cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor
menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi
lateral. Ikan sidat tumbuh diperairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai
dewasa setelah itu ikan sidat dewasa akan beruaya ke laut dalam untuk melakukan
reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang dan berangsur-angsur terbawa
arus kerperairan pantai.
3.2 Saran
Budi Samadi. 2014. Sukses Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar.
Jakarta: Andi Publisher.
Ekha Putri, 2014 Laporan Morfologi dan Anatomi Ikan Bawal (Ikhtiologi)
http://ekhaputr.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal 20 Maret pukul 15.00
WIB.
Kordi, K.M.G.H., 2005. Budidaya Ikan Patin Biologi, Pembenihan dan Pembesaran.
Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Pratiwi, E. 1998. Mengenal Lebih Dekat Tentang Perikanan Sidat (Anguilla spp.).
Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Jurnal Perikanan Vol. 4(4): 8-12.
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan II. Bandung: Binatjipta.
Santoso, H., dan Amri K. 1996. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Susanto, Heru dan Khairul Amri. 1997. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: Penebar
Swadaya.