ADAT BAJAWA
RITUAL “MATA GOLO”
1. ODETE MAIA
NIM : PO.530320117123
2. ANGGRIANI K.M. OLA
NIM : PO.530320117082
3. MARIA YASINTHA WAKE
NIM : PO.530320117115
2. Mata Golo
Mata Golo atau kematian tak wajar yang disebabkan akibat jatuh dari pohon,
kecelakaan lalu lintas, tenggelam, dibunuh dan bunuh diri. Menurut etnik Bajawa, orang yang
mati tidak wajar tidak di panggil oleh wujud tertinggi (Tuhan), melainkan mati disebabkan
oleh setan (polo). Istilah ini dikenakan kepadanya, karena dia yang mengganggu anggota
keluarga. Arwah orang yang mati tidak wajar akan mengganggu anggota keluarga, karena
arwahnya masih merana dan akan terus mengganggu anggota keluarga yang masih hidup.
Untuk mengembalikannya ke tempat yang layak harus diadakan ritual keo rado.
Menurut kepercayaan etnik Bajawa, orang yang meninggal tidak wajar mayatnya tidak
boleh berada atau ditempatkan di dalam rumah. Jenazah tidak dimasukkan pada peti seperti
mayat lainnya tetapi, dibuat dari pelupu dan mayatnya dimakamkan pada tempat tersendiri di
luar pemakaman umum. Contoh ini hanya menegaskan bahwa kematian seseorang yang tidak
wajar diyakini akan membawa bencana bagi orang lain. Maka untuk mengatasi hal itu, harus
dilakukan ritual keo rado (tolak bala/ pembersihan).
Upacara penguburan melalui beberapa proses : Pai api (menjaga mayat), tau tibo
(upacara mencari penyebab kematian), keo rado (upacara pembersihan), tane (menguburkan
mayat) dan e lau kora (membuang seluruh peralatan yang dipakai kearah matahari terbenam).
Berdasarkan tiga proses ritual tersebut, yang akan dibahas secara khusus adalah ritual
keo rado (upacara pembersihan).
Nilai Penghormatan
Nilai penghormatan adalah mengormati para leluhur yang telah meninggal. Budaya
masyarakat setempat tetap percaya pada para leluhur walaupun sudah menganut agama,
karena hal tersebut merupakan suatu budaya atau warisan dari para leluhur. Nilai
penghormatan dapat dilihat dalam tuturan berikut :
Kami Dia we tana
Miu ma’e da dela
Punu mumu
Poza lema
Sekarang kami bertanya
Kamu para leluhur
Ungkapan dengan mulut
Nyatakan dengan lidah
D. Microperspektiv
Masyarakat Bajawa percaya bahwa setiap orang yang meninggal akibat jatuh dari
pohon, kecelakaan lalu lintas, tenggelam dan bunuh diri merupakan suatu kematian tidak
wajar atau tidak dikehendaki oleh Tuhan.
E. Midle Perspektiv
Masyarakat Bajawa percaya bahwa dengan melakukan ritual keo rado, maka mata golo
tidak akan terjadi lagi pada anggota keluarga tersebut.
Ada sebuah keluarga yang tinggal di kampung yang bernama Wogo Mataloko
kabupaten Ngada. Mereka hidup rukun dan melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik.kelurga tersebut terdiri dari Ayah,Ibu,dan kedua anaknya. Ayahnya yang bernama Anton
bekerja disebuah mebel. Di mebel tersebut pak Anton bekerja dengan beberapa karyawan.
Dalam mebel tersebut terdapat banyak peralatan yang menggunakan arus listrik,
sampai pada saat terjadinya kebakaran. Hubungan pendek arus listrik diduga sebagai pemicu
terjadinya kebakaran yang menghanguskan mebel beserta isi didalamnya. Tidak hanya mebel
dan isinya tetapi nyawa dari pak Anton juga ikut menjadi korban dari kebakaran tersebut
hingga meninggal dunia.
Semua keluarga termaksud masyarakat yang datang melayat atau mete hanya boleh
datang dan melihat mayat di luar tidak diperbolehkan untuk masuk kedalam rumah adat
tersebut sampai hari penentuan penguburan.
Proses penguburan atau cara penguburannya berbeda dengan orang yang meninggal
secara normal. Orang yang meninggal dengan tidak wajar atau MATA GOLO mayatnya
dikubur secara terpisah dengan orang yang meninggal secara normal. Biasanya orang yang
meninggal secara wajar kepalanya mengarah kearah Barat sedangkan orang yang meninggal
secara tidak wajar kepalanya harus mengarah ke Timur. Dan kuburnya tidak diperbolehkan
untuk di cor hanya boleh menggunakan tanah.
Setelah proses penguburan selesai semua keluarga yang berduka cita kembali
kerumah adat dan sudah diperbolehkan untuk masuk kedalam rumah adat tersebut. Setelah
semua keluarga berkumpul dalam rumah adat dilanjutkan dengan pembicaraan mengenai “
PAI TIBO’’ yang dibahas didalamnya mengenai persiapan upacara adat selama dua hari
berturut-turut. Yang harus dipersiapkan dalam upacara tersebut yaitu babi tiga ekor yang
berukuran kecil. Makanan yang sudah dimasak harus dihabiskan tidak boleh sisa sedikitpun.
Pada malam pertama bunuh 2 ekor babi lalu dibakar dengan menggunakan bambu
atau yang dikenal dengan istilah “ TIBO” dengan ucapan-ucapan adat untuk mengetahui apa
penyebab kematian atau kebakaran yang sebenarnya apakah ada yang sengaja membakar
ataukah karena adanya factor keturunan ataupun diri sendiri yang membakar (bunuh diri) itu
semua tergantung dari TUA ADAT yang diungkapkan pada proses “ PAI TIBO” apabila
dalam proses tersebut bambu tersebut berbunyi sebanyak tiga kali didalam arang api maka
orang tersebut meninggal karena sengaja dibakar oleh orang lain. Setelah mengetahui
penyebab yang sebenarnya maka dilanjutkan dengan upacara yang berikutnya pada malam
kedua.
Pada malam kedua dilanjutkan dengan upacara adat “ KEO RADO”. Dalam upacara
ini diwajibkan untuk membunuh babi dan kerbau satu ekor. Babi dan kerbau yang sudah
dibunuh lalu dimasak dan di konsumsi oleh semua orang yang ada dalam kampung tersebut.
Apabila makanan yang dimasak tidak dimakan habis maka makanan tersebut mulai tulang
belulang,sisa makanan,kotoran, abu dapur, dan semua barang yang digunakan untuk
memasak(piring,gelas,sendok,periuk,kuali dll) dari malam pertama sampai pada malam
kedua dibuang beserta dengan pakaian milik dari orang yang meninggal tersebut. Tempat
yang dipilih untuk membuang semua benda yang akan dibuang bukanlah tempat yang
sebarangan tetapi tempat yang sudah di tunjukan oleh TUA ADAT yang diketahui dari
upacara TIBO.
Sebelum proses pembuangan semua barang tersebut pada malam harinya dibuat
upacara adat dalam upacara ini ada yang memakai WULI ADAT (semacam kalung yang
terbuat dari kerang yang berukuran sedang) selain WULI ADAT adapun yang memakai
kalung yang terbuat dari terung ataupun bisa menggunakan tongkol jagung yang berfungsi
untuk SE DA ZE’E ( membuang yang buruk ). Pada pagi hari sebelum matahari terbit semua
anggota keluarga beserta dengan barang-barang yang akan dibuang berangkat menuju ke
tempat yang sudah ditunjukkan oleh TIBO melalui TUA ADAT.
Dalam proses SE DA ZE’E ( membuang yang buruk) kita balik belakang dengan kaki
kiri,disertai dengan buang ludah langsung jalan pulang menuju kerumah adat,selama
perjalanan pulang tidak diperbolehkan untuk menoleh kearah belakang atau ketempat yang
kita buang sial. Sesampainya kerumah adat langsung masuk kedalam rumah tersebut. Dan
dilanjutkan dengan aktifitas seperti biasanya.
PENUTUP