Anda di halaman 1dari 42

KONSEP BIAYA DAN PENENTUAN BIAYA PER UNIT

PRODUKSI & PENENTUAN BESARNYA BIAYA PER UNIT


PRODUK

Dosen Pembimbing :

Rita Yuniarti, Dr., S.E., M.M., Ak., C.A.

Disusun Oleh :

Bella Intan Sarah Soraya 1619103004

Meko Nanda Tejakesuma 1619103012

Dessy Novianti Silalahi 1619103015

MAGISTER AKUNTANSI

UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG

2019
BAB I

1.1 ISTILAH BIAYA

Penggunaan istilah kos (cost) atau biaya (expense) secara konsisten dalam
semua semua konteks bukan hal mudah. Ada kalanya terjadi perbedaan pendapat
untuk memilih istilah yang lebih tepat. Misalnya, istilah kos barang di jual (bukan
biaya barang dijual) lebih sering digunakan untuk menggambarkan harga pokok
penjualan (cost of goods sold), padahal esensi dari cost of goods sold adalah biaya
bukan kos. Walau pembahasannya tentang topik kos dan biaya masih belum final,
maka diperlukan pendefinisian kos dan biaya yang dianggap dapat mewakili
makna kos dan biaya tersebut.

Kos adalah pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh barang dan


jasa yag diharapkan memberi manfaat sekarag atau masa yang akan datang. Kos
diukur dalam satuan mata uang.

Saat barang dan jasa dimanfaatkan kos akan menjadi biaya. Kos yang
belum dimanfaatkan dikelompokan sebagai aset. Biaya adalah kos barang atau
jasa yang telah digunakan untuk memperoleh pendapatan. Pendapatan adalah nilai
barang yang dijual atau jasa yang diberikan.

Pada dasarnya biaya diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

a. Ketertelusuran Biaya => biaya yang di klasifikasikan menjadi 2 jenis

diantaranya :

1. Biaya Langsung (Direct cost)

Biaya langsung adalah biaya yang dapat ditelusur sampai kepada


produk secara langsung, misalnya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Contohnya seperti kayu yang menjadi bahan baku pembuatan meja dan
perhitungan gaji atau upah pegawai produksi yang terlibat langsung dalam
mengerjakan produk yang dapat diidentifikasi hingga kesetiap produk yang
dihasilkan

2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

Biaya tidak lagsung adalah biaya yag tidak dapat ecara langsung
ditelusur ke produk. Gaji mandor produksi adalah contoh biaya tidak langsung
karena seorang mandor dapat mengawasi berbagai produksi sekaligus.

b. Perilaku Biaya

Tingkat aktivitas dapat berubah – ubah, naik atau turun. Perilaku biaya
menggambarkan pola variasi perubahan tingkat aktivitas terhadap perubahan
biaya. Berdasar perilakunya biaya dapat di klasifikasikan menjadi :

1. Biaya Variabel

Biaya Variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah


sebanding dengan perubahan tingkat aktivitas. Contoh biaya variabel adalah biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Misalnya apabila produksi
meningkat maka biaya variabel pun meningkat,begitupun apabila biaya produksi
menurun maka biaya variabel pun menurun sesuai dengan perubahan aktvitas
namun harga biaya variabelnya tetap. Karena yang memperngaruhinya adalah
perubahan aktivitas.

2. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang sudah baku alias tidak terengaruh
oleh tingkat aktivitas kisaran tertentu. Jadi walau produksi meningkat atau
menurun nilai biaya tetap jumlahnya tidak akan berubah. Sebetulnya biaya tetap
per unit akan berubah seiring dengan perubahan aktivitas namun sifatnya bertolak
belakang, misalnya apabila produksi meningkat maka nilai biaya tetap perunitnya
mengecil dan sebaliknya jika produksi menurun maka nilai biaya tetap per unitnya
meningkat.
3. Biaya Campuran

Biaya campuran adalah biaya yang memiliki kerakteristik biaya


variabel dan sekaligus biaya tetap. Misalnya di rincian tagihan listrik, di faktur
litrik tertera bahwa biaya tetapnya berapa dan biaya variabelnya berapa.

c. Fungsi Pokok Perusahaan

Ada tiga jenis fungsi pokok di perusahaan manufaktur. Fungsi


pokok tersebut adalah fungsi produksi, fungsi pemasaran, serta fungsi
administrasi dan umum. Berdasarkan fungsi pokok perusahaan biaya dapat
diklasifikasikan menjadi :

1. Biaya Produksi

Biaya produksi adalah biaya yang memuat biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya pemasaran meliputi
berbagai biaya yang terjadi untuk memasarkan produk atau jasa.

2. Biaya Pemasaran

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan dalam fungsi


pemasaran, misal biaya promosi, biaya iklan dan biaya pengiriman.

3. Biaya Administrasi dan umum

Biaya administrasi umum adalah biaya yang terjadi dalam rangka


mengarahkan, menjalankan, dan mengendalikan perusahaan. Contohnya adalah
gaji pegawai administrasi dan umum, biaya depresiasi gedung kantor dan biaya
perlengkapan kantor.

d. Elemen Biaya Produksi

Aktivitas produksi adalah aktivitas mengolah bahan menjadi


produk jadi. Pengolahan bahan dilakukan oleh tenaga kerja mesin, peralatan, dan
fasilitas pabrik lainnya. Berdasar fungsi produksi biaya dapat di klasifikasi
menjadi 3 macam yaitu :
1. Biaya bahan baku

2. Biaya tenaga kerja langsung

3. Biaya overhead pabrik

1.2 BIAYA YANG BERBEDA UNTUK TUJUAN YANG BERBEDA

Biaya produk merupakan pembebanan biaya untuk mendukung


tujuan manajerial tertentu. Pengertian biaya produk tergantung pada tujuan
manajerial yang hendak dicapai. Hal ini sesuai dengan istilah “biaya yang berbeda
untuk tujuan yang berbeda” (different cost for different purposes). Contohnya
manajemen tertarik untuk menganaalisis tingat laba produk. Untuk mendukung
tujuan ini manajemen memerlukan informasi tentang semua pendapatan dan biaya
yang berhubungan dengan suatu produk.

1.3 BIAYA PER UNIT DENGAN SISTEM BIAYA PESANAN DAN

PROSES

1.3.1 Biaya Perunit Dengan Sistem Biaya Pesanan

Perhitungan biaya berdasarkan pesanan adalah suatu sistem akuntansi


yang menelusuri biaya pada unit individual atau pekerjaan , kontrak atau pesanan
pelanggan yang spesifik.

Karakteristik Biaya Pesanan :


 Sifat produksi yang dilakukan terputus-putus dan tergantung pada pesanan
yang diterima

 Spesifikasi dan bentuk produk tergantung pada pemesan

 Pencatatan biaya produksi masing-masing pesanan dilakukan pada kartu


biaya pesanan secara terperinci untuk masing-masing pesanan
 Total biaya produksi untuk setiap pesanan dilakukan pada kartu biaya
pesanan secara terperinci untuk masing-masing pesanan

 Biaya perunit dihitung dengan membagi total biaya produksi yaitu bahan
baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
dibebankan dengan total unit yang dipesan

 Akumulasi biaya pada umunya menggunakan biaya normal

 Produk yang sudah selesai dapat disimpan digudang atau langsung


diserahkan kepada pemesan.

1.3.2 Biaya Perunit Dengan Sistem Biaya Proses


Biaya Perunit Dengan Sistem Biaya Proses adalah suatu metode dimana
bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya
atau departemen. Biaya yang dibebankan ke setiap unit produk yang hasilnya
ditentukan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya atau
departemen tersebut dengan jumlah unit yang diproduksi pada pusat biaya yang
bersangkutan.

Karakteristik Biaya Proses :


 Aktivitas produksi bersifat terus menerus
 Produksi bersifat massal, dengan tujuannya mengisi persediaan yang siap
dijual
 Produk yang dihasilkan dalam suatu departemen atau pusat biaya relatif
homogen dan berdasarkan standar
 Biaya dibebankan kesetiap unit dengan membagi total biaya yang
dibebankan ke pusat biaya dengan total unit yang diproduksi
 Pengumpulan biaya dilakukan pada periode waktu tertentu
1.4 Penentuan Tarif Tunggal

1.4.1 Faktor- Faktor dalam Penentuan Tarif BOP

Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan tarif BOP


terdiri atas tingkat kapasitas produksi dan dasar pembebanan
 Tingkat Kapasitas Produksi
Kemampuan pabrik untuk berproduksi ada 4 tingkatan yaitu kapasitas
teoritis, praktis, normal dan harapan. Kapasitas teoritis adalah kapasitas
produksi maksimum (100%) tanpa mempertimbangkan kemacetan yang
mungkin terjadi. Kapasitas praktis adalah kapasitas produksi dengan
mempertimbangkan kemungkinan kemacetan. Kapasitas normal adalah
kapasitas produksi praktis yang disesuaikan dengan permintaan barang
jangka panjang, dan kapasitas harapan adalah kapasitas produksi praktis jangka
pendek. Setelah menentukan tingkat kapasitas produksi, berikutnya me
ngestimasi pengeluaran BOP baik yang bersifat variabel maupun yang tetap.
Contoh:
Buat anggaran BOP jika diketahui taksiran produksi pada kapasitas normal
150.000 unit
Taksiran jam kerja langsung pada kapasitas normal 300.000 jam (3 jam per unit)
Biaya overhead pabrik variable:
Biaya bahan penolong (Rp75 per unit) Rp 11.250.000
Upah tak langsung (Rp113 per jam) Rp 33.900.000
Biaya Bahan bakar (Rp450 per jam) Rp135.000.000
Jumlah Rp180.150.000
Biaya overhead pabrik tetap:
Biaya sewa pabrik Rp 15.000.000
Biaya depresiasi gedung pabrik Rp 7.500.000
Jumlah Rp 22.500.000
Jumlah total biaya overhead pabrik Rp202.650.000
 Dasar Pembebanan BOP
Dasar pembebanan meliputi:
 Unit produksi
Tarif BOP dihitung dengan membagi estimasi atau anggaran BOP
dengan estimasi jumlah unit yang diproduksi
 Biaya bahan baku
Tarif BOP dihitung dengan membagi estimasi BOP dengan estimasi
jumlah biaya bahan baku
 Biaya tenaga kerja langsung
Tarif BOP dihitung dengan membagi estimasi BOP dengan estimasi
jumlah biaya tenaga kerja langsung
 Jam kerja langsung
Tarif BOP dihitung dengan membagi estimasi BOP dengan estimasi
jumlah jam kerja langsung
 Jam mesin
Tarif BOP dihitung dengan membagi estimasi BOP dengan estimasi
jumlah jam mesin

1.4.3 Perhitungan Tarif BOP

a. Menentukan level aktivitas produksi


b. Menghitung anggaran BOP pada level aktivitas produksi yang telah ditentukan
c. Menghitung tarif dengan membagi anggaran BOP dengan dasar
pembebanannya
d. Contoh:
Tingkat aktivitas produksi PT Z 10.000 jam mesin. Jumlah anggaran BOP
sebesar Rp150.000 terdiri atas BOP tetap sebesar Rp62.500 dan BOP variabel
sebesar Rp87.500. Tarif BOP sebesar Rp15 per jam mesin (Rp150.000/10.000
jam mesin)
1.4.4 Akuntansi Selisih BOP

Pada akhir periode BOP dibebankan dibandingkan dengan BOP


sesungguhnya, dan menganalisis selisihnya.
Contoh: jam mesin sesungguh nya sebesar 15.000 jam dan tarif BOP Rp15
per jam mesin. Pencatatan pembebanan BOP dengan membuat jurnal:
Barang Dalam Proses Rp 225.000
BOP dibebankan Rp 225.000
Pada akhir tahun BOP dibebankan ditutup ke BOP sesungguhnya, jurnal yang
dibuat:
BOP dibebankan Rp 225.000
BOP sesungguhnya Rp 225.000
Misalkan BOP sesungguhnya Rp 235.000, maka timbul selisih kurang
pembebanan BOP. Selisih BOP yang tidak material dicatat dalam rekening
Laba-Rugi atau Harga Pokok Penjualan dengan jurnal sebagai berikut:
Laba-Rugi Rp 10.000
BOP sesungguhnya Rp 10.000
atau
Harga Pokok Penjualan Rp 10.000
BOP sesungguhnya Rp 10.000
Selain itu, selisih pembebanan BOP dapat dialokasikan ke Barang Dalam
Proses, Sediaan Produk Jadi, dan Harga Pokok Penjualan berdasarkan
perbandingan saldo setiap rekening tersebut.
Contoh: selisih pembebanan dialokasikan ke Barang Dalam Proses 10%,
Sediaan Produk Jadi 20%, Harga Pokok Penjualan 70% sesuai dengan
perbandingan saldo setiap rekening tersebut. Jurnal untuk mencatat alokasi
selisih pembebanan BOP tersebut:
Barang Dalam Proses Rp1.000
Sediaan Produk Jadi Rp 2.000
Harga Pokok Penjualan Rp 7.000
BOP sesungguhnya Rp 10.000
1.4.5 Departementalisasi Biaya Overhead Pabrik & Metode Alokasi Biaya
Overhead

Departementalisasi adalah pembagian perusahaan ke dalam unit-unit


yang disebut departemen. Departementalisasi BOP adalah proses pengumpulan
dan penentuan tarif BOP per departemen. Departementalisasi BOP lebih tepat
jika pabrik memproduksi berbagai produk yang tidak melewati departemen
yang sama.
Tujuan departementalisasi BOP adalah menentukan biaya produk
dengan teliti. Produk yang diproses melalui lebih dari satu departemen akan
dibebani dengan tarif yang berlaku di masing-masing departemen. Departemen
diklasifikasikan menjadi departemen produksidan departemen jasa. Departemen
produksi memproses bahan baku menjadi produk jadi, contoh: departemen
pemotongan dan departemen penjahitan pada perusahaan garment. Departemen
jasa memberikan dukungan kepada departemen produksi dan tidak melakukan
pekerjaan produksi, contoh: penerimaan, inspeksi dan penyimpanan bahan
baku pada perusahaan garmen

1.4.6 Biaya Langsung & Tidak Langsung Departemen

Biaya langsung departemen adalah semua biaya yang dapat ditelusur ke


departemen tertentu dan di bebankan pada departemen tersebut tanpa melalui
proses alokasi.
Contoh depresiasi mesin dan biaya sewa gedung yang digunakan hanya oleh
Departemen Perakitan merupakan biaya langsung departemen tersebut. Biaya
tidak langsung departemen adalah biaya yang tidak dapat ditelusur ke
departemen tertentu dan dibebankan kepada departemen tersebut melalui
proses alokasi. Contoh: depresiasi mesin dan biaya sewa gedung yang
digunakan oleh beberapa departemen, tidak dapat ditelusur pemakaiannya
secara langsung merupakan biaya tidak langsung departemen. Biaya ini
dibebankan kepada departemen pemakai melalui proses alokasi.
1.5 Penentuan Tarif BOP Departemen & Metode Alokasi Biaya Departemen
Jasa

Karakteristik departemen menyebabkan pemicu biaya yang berbeda, yang


digunakan sebagai dasar pembebanan biaya, sehingga berpengaruh pada
perhitungan tarif setiap departemen. Contoh departemen produksi yang banyak
menggunakan mesin, maka tarif BOP lebih tepat menggunakan jam mesin. BOP
departemen produksi terdiri atas BOP departemen produksi dan alokasi biaya
dari departemen jasa yang digunakan. Oleh karena itu, perlu
mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi terlebih
dahulu sebelum menghitung tarif BOP departemen.
Langkah-langkah penentuan tarif BOP departemen:
 Menyusun anggaran BOP departemen produksi dan anggaran biaya
departemen jasa.
Anggaran BOP departemen produksi dan biaya departemen jasa
terdiri atas anggaran biaya langsung dan biaya tidak langsung, baik
yang bersifat variabel maupun tetap

Contoh biaya langsung adalah supervisor, bahan penolong, pemeliharaan,


bahan bakar dan telepon, karena pemakaiannya dapat ditelusuri langsung
melalui alat pengukur.
Contoh biaya tidak langsung adalah depresiasi gedung yang dipakai
bersama-sama oleh beberapa departemen. Depresiasi gedung tersebut dialo
kasikan pada setiap departemen berdasarkan luas lantai. Contoh: biaya
depresiasi gedung Rp70.600. Data luas lantai masing-masing departemen
sebagai berikut
Departemen Luas Lantai (m2)
Departemen A 150
Departemen B 100
Departemen 1 63
Departemen 2 40
Jumlah 353
Alokasi biaya depresiasi gedung untuk setiap departemen sebagai berikut:
Departemen A = (150 / 353) x Rp70.600 = Rp30.000
Departemen B = (100 / 353) x Rp70.600 = Rp20.000
Departemen 1 = (63 / 353) x Rp70.600 = Rp12.600
Departemen 2 = (40 / 353) x Rp70.600 = Rp8.000

 Menetapkan dasar alokasi biaya departemen jasa


Dasar alokasi biaya departemen jasa tergantung pada pemicu
biayanya. Contoh: departemen listrik menggunakan dasar alokasi
konsumsi kwh departemen pengguna, departemen kafetaria yang
banyak menggunakan tenaga karyawan dasar alokasi yang sesuai
adalah jumlah karyawan atau jam kerja karyawan.
 Mengalokasikan biaya departemen jasa pada departemen produksi
Biaya departemen produksi yang digunakan untuk menghitung tarif
meliputi biaya yang terjadi di departemen tersebut ditambah dengan biaya
alokasi dari departemen jasa. Biaya departemen jasa dapat dialokasikan
dengan menggunakan metode langsung, bertahap dan aljabar
 Metode Langsung
Pada metode ini biaya departemen jasa hanya dialokasikan ke
departemen produksi. Metode ini dapat diterapkan jika selisih hasil
perhitungan biaya produk dibandingkan dengan metode lain tidak material
atau suatu departemen jasa tidak menggunakan jasa departemen jasa lainnya.
Contoh :
Keterangan Departemen Produksi
Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp 72.600 Rp40.000
Dasar alokasi:
Departemen 1 (jumlah karyawan) 40 40 20
Departemen 2 (jumlah karyawan) 200 500 300

Keterangan Total Departemen Produksi Departemen Jasa


A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp. 72.600 Rp. 40.000
Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp. 36.300 Rp. 36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 Rp. 11.429 Rp. 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp. 224.871 0 0
*(40/100)xRp90.000 ke Dept A dan Dept B, (20/100)xRp90.000 ke Dept 2
**(200/1000)xRp58.000 ke Dep A, (500/1000)xRp58.000 ke Dept B,
(300/1000)xRp58.000 ke Dept 1
 Metode bertahap/bertingkat/sekuensial
Pada metode ini biaya departemen jasa dialokasikan secara bertahap
ke departemen jasa lainnya dan departemen produksi yang telah menerima
jasa, dimulai dari biaya departemen jasa yang terbesar. Setelah alokasi biaya
departemen jasa pertama dilakukan, departemen tersebut tidak akan
mendapatkan alokasi dari departemen jasa lain.
Contoh:
Keterangan Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp. 160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp72.600 Rp. 40.000
Rp. 392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp29.040 Rp. 29.040 *(Rp72.600) Rp14.520
Departemen 2 15.577 38.943 **(Rp54.520)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp164.617 Rp227.983 0 0
*(40/100)xRp72.600 ke Dept A dan B, (20/100)xRp72.600 ke Dept 2
**(200/700)xRp54.520 ke Dept A, (500/700)xRp54.520 ke Dept B
 Metode aljabar/resiprokal/matriks/simultan
Metode ini dapat diterapkan jika antar departemen jasa saling
memberikan
jasa. Pada metode ini biaya departemen jasa dialokasikan secara simultan
dengan menggunakan teknik aljabar. Metode ini mengalokasikan biaya
ke departemen produksi dan antar departemen jasa.
Contoh: Misalkan biaya departemen 1 setelah alokasi adalah Y dan
biaya departemen 2 setelah alokasi adalah Z, maka persamaan aljabar
dirumuskan sebagai berikut:
Y = 72.600 + 0,30Z
Z = 40.000 + 0,20Y
penyelesaian persamaan diatas:
Y = 72.600 + 0,30(40.000 + 0,20Y)
= 72.600 + 12.000 + 0,06Y
0,94Y = 84.600
Y = 90.000
Z = 40.000 + (0,20x90.000)

Z = 58.000
Keterangan Total Departemen Produksi Departemen Jasa
A B 1/Y 2/Z
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.000 Rp36.000 *(Rp90.000) Rp18.000
Departemen 2 11.600 29.000 Rp17.400 **(Rp58.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.600 Rp225.000 0 0
*(40/100)xRp90.000 ke Dept A dan Dept B, (20/100)xRp90.000 ke Dept 2
**(200/1000)xRp58.000 ke Dep A, (500/1000)xRp58.000 ke Dept B,
(300/1000)xRp58.000 ke Dept 1

 Menghitung tarif BOP departemen produksi dengan cara membagi


BOP departemen setelah alokasi dengan dasar pembebanan setiap
departemen.
Contoh: Perhitungan tarif BOP menggunakan metode langsung dalam
mengalokasikan biaya departemen jasa, jika diketahui estimasi jumlah
jam mesin pada departemen produksi A adalah 1000 jam dan estimasi
jumlah jam kerja langsung pada departemen produksi B adalah 1500
jam.

Keterangan Total Departemen Produksi Departemen Jasa


A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp280.000 Rp120.000 Rp160.000
Biaya Departemen Jasa Rp112.600 Rp72.600 Rp40.000
Rp392.600
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp36.300 Rp36.300 *(Rp72.600)
Departemen 2 11.429 28.571 **(Rp40.000)
BOP setelah alokasi Rp392.600 Rp167.729 Rp224.871 0 0
Dasar pembebanan 1000 JM 1500 JKL
Tarif Rp167,73 Rp224,88
JM (jam mesin), JKL (jam kerja langsung)

1.5.1 Akuntansi BOP


 BOP dibebankan
BOP dibebankan ke produk atau pesanan menggunakan tarif yang
berlaku pada
setiap departemen produksi. Contoh: jumlah pemakaian jam
mesin sesungguhnya departemen produksi A 800 jam, dengan tarif
Rp160 per JM, total BOP departemen produksi A sebesar Rp128.000.
Jumlah pemakaian jam kerja langsung departemen produksi B 1.000
jam, dengan tarif Rp150 per JKL, total BOP departemen produksi B
sebesar Rp150.000. Jurnal pencatatan pembebanan BOP departemen A
dan B sebagai berikut:
Barang Dalam Proses –Departemen A Rp128.000
Barang Dalam proses –Departemen B Rp150.000
BOP dibebankan–Departemen A Rp128.000
BOP dibebankan–Departemen B Rp150.000

 BOP sesungguhnya
BOP sesungguhnya diakumulasi pada setiap departemen produksi,
dan ditambahkan
dengan biaya alokasi dari departemen jasa. Proses alokasinya sama
seperti proses alokasi untuk BOP pembebanan. Contoh: Alokasi biaya
sesungguhnya departemen jasa menggunakan metode langsung.
Keterangan Departemen Produksi
Departemen Jasa
A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp118.000 Rp122.000
Biaya Departemen Jasa Rp60.000 Rp42.000
Dasar alokasi:
Departemen 1 (jumlah karyawan) 40 40 20
Departemen 2 (jumlah kwh) 200 500 300

Keterangan Total Departemen Produksi Departemen Jasa


A B 1 2
BOP sebelum alokasi Rp240.000 Rp118.000 Rp122.000
Biaya Departemen Jasa Rp102.000 Rp60.000 Rp42.000
Rp342.000
Alokasi departemen jasa:
Departemen 1 Rp30.000 Rp30.000 *(Rp60.000)**(Rp42.000)
Departemen 2 12.000 30.000
BOP setelah alokasi Rp342.000 Rp160.000 Rp182.000 0 0
Jurnal pencatatan BOP sesungguhnya departemen produksi A dan B:
BOP sesungguhnya–Departemen A Rp118.000
BOP sesungguhnya–Departemen B Rp122.000
Berbagai rekening dikredit Rp240.000
Jurnal pencatatan alokasi biaya departemen jasa:
BOP sesungguhnya–Departemen A Rp30.000
BOP sesungguhnya–Departemen B Rp30.000
Biaya departemen 1 Rp60.000

BOP sesungguhnya–Departemen A Rp12.000


BOP sesungguhnya–Departemen B Rp30.000
Biaya departemen 2 Rp42.000
1.5.2 Akuntansi Selisih BOP
Jika jumlah BOP sesungguhnya tidak sama dengan jumlah BOP
dibebankan, maka pada akhir periode dibuat jurnal pencatatan selisih
pembebanan, tetapi sebelumnya perlu menutup
BOP dibebankan ke BOP sesungguhnya:
BOP dibebankan –Departemen A Rp128.000
BOP dibebankan–Departemen B Rp150.000
BOP sesungguhnya–Departemen A Rp128.000
BOP sesungguhnya–Departemen B Rp150.000
Mencatat selisih BOP, jika selisih tersebut dibebankan pada Harga Pokok
Penjualan sebagai
berikut:
Selisih BOP–Departemen A Rp32.000 (Rp128.000-Rp160.000)
Selisih BOP–Departemen B Rp32.000 (Rp150.000-Rp182.000)
BOP sesungguhnya–Departemen A Rp32.000
BOP sesungguhnya–Departemen B Rp32.000
Harga Pokok Penjualan Rp64.000
Selisih BOP–Departemen A Rp32.000
Selisih BOP–Departemen B Rp32.000

1.6 Karakteristik Umum Joint Product


Joint Cost (biaya bersama) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sejak
pertama kali bahan baku diolah sampai saat berbagai macam produk dapat
dipisahkan identitasnya. Secara lebih lengkap joint cost ini dapat didefenisikan
sebagai biaya-biaya yang timbul dalam menghasilkan dua produk atau lebih,
dalam suatu proses produksi yang sama yang dilakukan secara simultan samapai
dengan waktu atau titik pisah. Biaya bersama atau Joint Cost adalah biaya yang
diolah secara bersama seperti bahan, tenaga kerja dan biaya overhead untuk
menghasilkan beberapa produk. Produk-produk yang dihasilkan dalam proses
tersebut bisa berupa produk utama atau bisa juga berupa produk utama dan produk
sampingan.
Produk Bersama dapat menghasilkan :
1. Produk Utama (Main Product).
Produk Utama adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi
secara bersama, namun mempunyai nilai atau kuantitas yang lebih besar
dibandingkan dengan produk lain(produk sampingan).
2. Produk Sampingan (By Product).
Produk Sampingan adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi
secara bersama, tetapi produk tersebut nilai atau kuantitasnya lebih
rendah dibandingkan dengan produk lain (produk utama).
Contoh produk bersama :
 Penggilingan padi yang dapat menghasilkan beras mempunyai sisa dalam
bentuk dedak. Beras merupakan produk utama sedangkan dedak produk
sampingan
 Pengilangan minyak bumi yang dapat menghasilkan sisa dalam bentuk
aspal. Minyak bumi merupakan produk utama sedangkan aspal produk
sampingan.

1.7 KARAKTERISTIK PRODUKSI BERSAMA


1. Produk diproses secara bersamaan dan setiap produk mempunyai nilai
yang relatif sama antara satu dengan yang lainnya.
2. Setiap produk mempunyai hubungan fisik yang sangat erat dalam proses
produksi. Apabila terjadi peningkatan kualitas untuk satu unit jenis
produk yang dihasilkan, maka kualitas yang lain akan bertambah secara
proporsional.
3. Dalam produk bersama dikenal istilah Split Off Point adalah saat dimana
produk-produk tersebut dapat diidentifikasi atau dipisah ke masing-
masing produk secara individual.
4. Setelah Split Off Point (titik pisah) tersebut dapat dijual pada titik pisah
(secara langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah proses lebih
lanjut) untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya
yang dikeluarkan untuk memproses produk lebih lanjut disebut biaya
proses lanjutan atau biaya setelah titik pisah (severable Cost).
1.8 AKUNTANSI PRODUK BERSAMA

Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya


menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-
masing produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda.
Manajemen biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing produk
pada pendapatan perusahan. Oleh karena itu, perlu diketahui secara teliti
biaya yang dibebankan pada masing-masing produk sebagai dasar
perhitungan harga pokok setiap produk.
Alokasi Biaya merupakan pembebanan biaya secara proposional dari biaya
tidak langsung atau biaya bersama ke objek biaya. Biaya bersama sulit
diperhitungkan kepada masing-masing produk, oleh karena itu untuk
memudahkan dalam perhitungan diperlukan alokasi biaya.

Manfaat menghitung alokasi biaya dalam produk bersama adalah:

1. Menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan


pelaporan keuangan internal dan eksternal.
2. Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.
3. Menentukan nilai persediaan jika terjadi kerusakan terhadap nilai barang
yang rusak.
4. Biaya bahan yang hancur.
5. Menetukan biaya departemen atau divisi untuk tujuan pengukuran kinerja
eksekutif.
6. Pengaturan tarif karena adanya sebagian produk atau jasa yang
diproduksi dikenakan peraturan harga.
7. Mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama
terhadap total pendapatan perusahaan.
8. Mengetahui seluruh biaya produksi yang dibebankan ke masing-masing
produk bersama
Biaya produk bersama dialokasikan ke setiap produk bersama
menggunakan metode nilai pasar, rata-rata biaya per satuan, rata-rata tertimbang
dan unit kuantitatif.

a) Metode Nilai Pasar / Nilai Jual Relatif


Metode ini adalah metode yang sangat populer karena dengan argumennya
bahwa harga produk merupakan manifestasi dari biaya produksinya. Metode
ini mengasumsikan bahwa setiap produk yang dihasilkan dalam proses
produksi bersama memilki nilai jual atau nilai pasar yang berbeda. Perbedaan
nilai pasar disebabkan tingkat pemakaian biaya yang berbeda.
Metode ini berpendapat bahwa jika salah satu produk terjual lebih tinggi
daripada yang lainnya, hal itu terjadi karena biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksinya juga lebih tinggi dibandingkan produk lain. Jadi dalam
metode ini kelangkaan tidak mempunyai pengaruh dalam menentukan harga
jual. Karena asumsi itulah, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya
bersama adalah berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk
bersama.

Terdapat dua metode dalam metode nilai jual relatif, yaitu:


1. Metode nilai pasar saat split-off point
Metode ini digunakan ketika setelah split-off point tidak ada proses
produksi lanjutan dan harga jual sudah diketahui pada saat itu. Biaya
bersama (joint cost) dialokasikan ke masing-masing produk sesuai dengan
perbandingan nilai jualnya terhadap nilai jual keseluruhan produk bersama.
Contoh :
PT “ABC” memproduksi 3 macam produk yaitu alfa, beta dan
gamma. Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode adalah sebsar
Rp 20.000.000,00. Jumlah produksi dan harga jual masing-masing produk
tertera pada table berikut:
Produk Jumlah unit Harga unit
Alfa 5.000 Rp 1000
Beta 10.000 Rp 1500
Gamma 7.000 Rp 1300

Penyelesaian :
Produk Jumlah Harga Nilai jual Rasio Alokasi HPP/
unit unit unit
Alfa 5.000 1000 5.000.000 22,62% 4.524.000 904,8
Beta 10.000 800 8.000.000 36,20% 7.240.000 724
Gamma 7.000 1300 9.100.000 41,18% 8.236.000 1.176,5
Jumlah 22.100.000 100% 20.000.000

2. Metode nilai jual hipotesis


Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada saat titik pisah, maka harga
tidak dapat diketahui pada saat titik pisah. Produk tersebut memerlukan
proses tambahan sehingga harga jual tidak dapat dikethui sebelum dijual
(setelah titk pisah). Dasar yang dapat digunakan dalam mengalokasikan
biaya bersama adalah harga pasar hipotesis.
Harga pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih
lanjut dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lanjutan
setelah pemisahan.
Contoh :
Dengan menggunakan data perusahaan PT. ABC pada contoh soal metode
nilai pasar, diketahui biaya proses lanjutan masing-masing produk adalah
sebagai berikut:
Keterangan Produk Alfa Produk Beta Produk Gamma

Unit Produksi 5.000 10.000 7.000


Harga Jual/unit Rp1.000 Rp800 Rp1.300
Biaya Proses lanjutan/unit Rp400 Rp300 Rp500

Produk Hrg Biaya Nilai Jmlh Nilai jual Rasio Alokasi** HPP
bersama jual/ Tmbahan jual Hipo Produk (20.000.000) /kg
kg tesis *
Alfa 1.000 400 600 5.000 3.000.000 22,06% 4.412.000 882,4

Beta 800 300 500 10.000 5.000.000 36,76% 7.352.000 735,2

Gamma 1.300 500 800 7.000 5.600.000 41,18% 8.236.000 1.176,6

13.600.000 100% 20.000.000

*(Harga jual – biaya tambahan)


**(rasio x 20.000.000)
b) Metode rata-rata biaya per satuan
Metode ini berupaya untuk mendistribusikan total biaya produksi gabungan
ke berbagai produk atas dasar biaya per unit. Metode ini digunakan jika dari
satu proses produksi bersama dihasilkan beberapa produk yang bisa diukur
dalam satuan yang sama meskipun dalam kualitas yang berbeda-beda.
Perusahaan yang menggunakan metode ini berpendapat bahwa semua produk
yang dikerjakan dengan proses yang sama harus menerima bagian yang
sebanding dengan total biaya gabungan berdasarkan unit yang
diprosuksi. Penentuan biaya untuk setiap produk dihitung sesuai dengan
proporsi kuantitas masing-masing produk yang dihasilkan.
Contoh :
Suatu perusahaan menghabiskan biaya Rp 2.000.000 untuk memproduksi
1000 liter produk dari minyak mentah. Rata-rata biaya produksi per unit
adalah Rp 2.000 (Rp 2.000.000/1000)

Produk Kuantitas Rata-rata biaya per Alokasi biaya


satuan bersama
Bensin 350 Rp 2.000 Rp 700.000
Pelumas 250 Rp 2.000 Rp 500.000
Minyak Tanah 300 Rp 2.000 Rp 600.000
Solar 100 Rp 2.000 Rp 200.000
Jumlah 1000 Rp 2.000.000

c) Metode rata-rata tertimbang


Pada banyak industri, metode-metode yang telah dibahas diatas tidak dapat
memberika solusi yang memuaskan dalam mengalokasikan biaya bersama
karena tidak mempertimbangkan segi kualitas dari suatu produk. Sehingga
mucullah metode yang menggunakan bobot sebagai presentasi dari ukuran
besarnya unit, kesulitan pembuatan, waktu yang dibutuhkan dan sebagainya
sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya bersama. Penentuan alokasi biaya
bersama pada setiap produk didasarkan atas perkalian jumlah unit produk
dengan angka penimbang, dan hasilnya digunakan sebagai dasar untuk
alokasi.
Produk Jumlah Angka Jumlah produk x Alokasi biaya
produk penimbang angka penimbang bersama (2.000.000)
Bensin 350 4 1400 Rp 965.517
Pelumas 250 2 500 Rp344.826
Minyak 300 3 900 Rp620.689
tanah
Solar 100 1 100 Rp. 68.966
Total 1000 10 2.900 Rp 2.000.000

Contoh :
Dari soal pada metode kedua (metode rata-rata biaya per satuan), diketahui
bobot untuk bensin 4, pelumas 2, minyak tanah 3 dan solar 1. Alokasi biaya
bersamanya sebagai berikut :
d) Metode unit kuantitatif / satuan fisik
Metode kuantitatif berupaya mendistribusikan total biaya gabungan
berdasarkan satuan ukuran tertentu seperti kilogram, ton, liter, meter dan
sebagainya. Jika produk bersama mempunyai ukuran yang berbeda maka
harus ditentukan koefisien ekuivalesinya yang digunakan untuk mengubah
satuan yang berbeda kedalam satuan yang sama. Metode ini beranggapan
bahwa setiap produk dapat diidentifikasi sesuai dengan tingkat pemanfaatan
bahan baku dalam ukuran satuan yang sama.
Contoh :
Berikut adalah data produk yang dihasilkan dari satu ton batu bara yang
menghabiskan biaya sebesar Rp 1.000.000 :

Produk Kuantitas (pon) Presentase (%) Alokasi Biaya Bersama


Kokas 1.200 60% Rp 600.000
Ter Batu Bara 300 15% Rp 150.000
Gas 500 25% Rp 250.000
Jumlah 2.000 100% Rp 1.000.000

B. Perhitungan Harga Pokok Produk Sampingan


Setelah mempelajari konsep dan cara perhitungan harga pokok produk
gabungan, maka tidak lengkap jika tidak membahas harga pokok produk
sampingan. Hal ini dapat dimengerti karena keduanya mempunyai hubungan
yang erat. Dalam produk sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah
bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan tersebut.

Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap


harga pokok produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan,
dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk
utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, karena
nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan produk
utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang
mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan.
Metode-metode akuntansi yang dapat diterima untuk menetapkan biaya
produk sampingan dibagi dalam dua kategori, yaitu:

a. Metode Tanpa Harga Pokok (Non-Cost Methods)


Dalam metode ini, Harga pokok produk sampingan atau persediannya
tidak diperhitungkan, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan prduk
sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya prduksi produk utama.
Dalam rangka perhitungan biaya persediaan, suatu nilai yang berdiri sendiri
dapat dibebankan ke produk sampingan.

Metode tanpa harga pokok adalah suatu metode dalam perhitungan


produk sampingan tidak memperoleh alokasi biaya bersama dari pengolahan
produk sebelum dipisah. Metode tanpa harga pokok dibagi menjadi 2
macam:
1. Produk sampingan dapat langsung dijual pada saat saat titik pisah
(splitoff point) atau pengakuan atas pendapatan kotor.
Metode ini memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan
penjualan kotor. Hal ini dilakukan karena biaya persediaan final dari produk
utama dianggap terlalu tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya
dibebankan pada produk sampingan. Dalam metode ini penjualan atau
pendapatan produk sampingan dalam laporan laba rugi dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a). Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan
diluar usaha.
Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan
dikurangi dengan returnya, dicatat dalam rekening “Pendapatan Penjualan
Produk Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi ditutup ke rekening
Rugi-Laba. Rekening pendapatan penjualan produk sampingan dicantumkan
dalam laporan Laba-Rugi pada kelompok penghasilan di luar usaha (other
income).

Metode ini tidak mencoba untuk menentukan harga pokok sampingan. Metode
ini cocok bila digunakan pada perusahaan yang:
- Nilai produk sampingnya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.
- Penggunaan metode yang lebih teliti tidak sebanding dengan manfaat yang
diperoleh.
- Pemisahan produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan
pembebanan harga pokok produk sampingan pada produk utama tidak
mengakibatkan perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.
Terdapat beberapa kekurangan pada metode pendapatan penjualan produk
sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha, yaitu:
- Apabila pada akhir periode akuntansi terdapat persediaan pokok sampingan,
maka timbul masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca
perusahaan. Pada umumnya persediaan akhir produk sampingan tidak
diadakan penilaian sehingga mengakibatkan harga pokok persediaan produk
utama lebih besar.
- Dapat mengakibatkan perbandingan pendapatan dan biaya yang kurang tepat
karena perbedaan periode akuntansi. Pada saat produk sampingan selesai
diproduksi tidak ada pencatatan jurnal, pencatatan dilakukan ketika produk
dijual. Apabila produksi dan penjualannya tidak dalam satu periode maka
perhitungan pendapatan dan biaya menjadi kurang tepat.
- Tidak adanya pengawasan dari terhadap persediaaan produk sampingan
mengakibatkan rawan terjadi penggelapan.
- Dapat mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.

Contoh : Diketahui data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai


berikut:

Unit Produksi Produk Utama 16.200 unit


Unit Penjualan Produk Utama 13.500 unit
Unit Persediaan Awal Produk Utama 500 unit
Harga Jual per Unit Rp750
Biaya produksi/unit produk utama Rp500
Hasil Penjualan Produk Sampingan (2.000xRp300) Rp600.000
Beban Pemasaran dan Administrasi Produk Utama Rp2.925.000
Laporan laba-rugi sebagai berikut:
Penjualan produk utama Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp 8.350.000
Persediaan akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000 -

Rp 6.750.000-
Laba Kotor Rp 3.375.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000-
Laba operasi Rp 450.000
Pendapatan lain-lain :
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000+
Laba sebelum pajak Rp 1.050.000

Pendapatan penjualan produk sampingan dijadikan sebagai pendapatan lain-lain


sehingga akan menambah laba operasi secara langsung.
b) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai tambahan
pendapatan penjualan produk utama.

Metode ini merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi
dikurangkan dari pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun
sampingan) untuk mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi
biaya bersama seperti dalam metode pertama.
Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka laporan laba-rugi
menggunakan metode ini akan tampak sebagai berikut:
Penjualan Rp 10.125.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000+
Penjualan bersih Rp 10.725.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp 8.350.000
Persediaan akhir (3.200 xRp 500) Rp 1.600.000 -
Laba Kotor Rp 6.750.000
Rp 3.975.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000-
Laba operasi Rp 1.050.000

Dari laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp600.000 dari penjualan produk
sampingan sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total
pendapatan menjadi Rp 10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap sama.
c) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang
harga pokok penjualan.

Dari data perusahaan “ABC”, jika dibuat laporan laba-rugi dengan metode in
maka akan menjadi:

Penjualan Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +
Tersedia dijual Rp 8.350.000
Persediaan akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000 -
Harga pokok penjualan Rp 6.750.000
Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000 -
Rp 6.150.000
Laba Kotor Rp 3.975.000
Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 -
Laba operasi Rp 1.050.000

Dalam kasus ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar


Rp600.000 dikurangkan pada harga pokok penjualan sehingga HPP menjadi
Rp6.150.000 (HPP sebelum dikurangkan sebesar Rp 6.750.000).
d) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total
biaya produksi.

Pada metode ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar


Rp600.000 dikurangkan pada total biaya produksi sebesar Rp 8.100.000
sehingga menghasilkan biaya produksi netto sebesar Rp7.500.000.
Pegurangan ini menyebabkan biaya per unit rata-rata menjadi
Rp464,07 (7.500.000+250.000 : 16.700) Konsekuansinya persediaan akhir
sebesar Rp 1.600.000,00 menjadi Rp1.485.024,00

Laporan laba rugi akan tampak sebagai berikut :


Penjualan Rp 10.125.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan awal (500x500) Rp 250.000
Total biaya produksi (16.200 x 500) Rp 8.100.000
Pendapatan penjualan PS Rp 600.000-
Rp 7.500.000+
Tersedia dijual Rp 7.750.000
Persediaan akhir (3.200 x 464,07) Rp 1.485.024 -
Rp 6.264.976 -
Laba Kotor Rp 3.860.024
Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 -
Laba operasi Rp 935.024
2. Produk sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk
utama atau pengakuan atas pendapatan bersih.

Dalam metode ini disadari kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke


produksi sampingan. Tetapi bukan berarti mengalokasikan biaya produk utama
ke produk sampingan. Biaya pemrosesan dan pemasaran produk sampingan
setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang berbeda dengan produk utama.
Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan didalam laporan laba-rugi
sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama.
Ayat jurnal dalam metode ini juga terdiri atas pembebanan biaya setelah
pemisahan (proses lanjutan) terhadap hasil penjualan produk sampingan.
Beban pemasaran dan administrasi juga dialokasikan kedalam produk
sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan sebelumnya.

Dalam metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung,
yaitu :
Penjualan/pendapatan produk sampingan Rp xxxxxx
Biaya proses lanjutan produk sampingan Rp xxxxxx
Biaya pemasaran dan biaya administrasi Rp xxxxxx +
Rp xxxxxx +
Penjualan/ Pendapatan Bersih Produk Sampingan Rp xxxxxx
Pendapatan bersih produk sampingan inilah yang nantinya akan dimaksukkan
pada perhitungan laporan laba-rugi.
Seperti metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan
metode kedua juga bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada
metode pertama, yaitu:
1. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain.
2. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama.
3. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.
4. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.
b. Metode-Metode Harga Pokok (Cost Methods)
Dalam metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama
dengan produk bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada
produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk
sampingan dengan biaya yang dialokasikan tersebut. Ada dua metode yang
berdasarkan dpada metode harga pokok, yaitu:

1. Metode biaya pengganti


Metode biaya pengganti biasanya digunakan pada perusahaan yang produk
sampingannya digunakan sendiri, sehingga tidak perlu membeli bahan dari
pemasok luar. Harga pokok yang diperhitungkan adalah sebesar harga beli
atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok
ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses-Biaya Bahan
Baku (BDP-BBB), sehingga mengurangi biaya produksi produk utama.
Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga
pokok persediaan produk utama menjadi lebih rendah.
Contoh:
Misalkan diketahui data sebagai berikut :
Jumlah biaya produksi untuk 10.000kg produk utama 700.000
Pendapatan penjualan (9000 x 120) 1.080.000
Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan 50.000
produk utama
Biaya pemasaran dan administrasi&umum 100.000
Persediaan akhir produk 1000kg
Laporan laba rugi :
Pendapatan penjualan produk utama Rp 1.080.000
HPP:
Biaya produksi Rp 700.000
Dikurangi: biaya pengganti produk smpingan Rp 50.000 -
Rp 650.000
Dikurangi: Persediaan akhir (1000kg x Rp65)* Rp 65.000-
Rp 585.000-
Laba bruto Rp 495.000
Biaya pemasaran dan admnstrasi&umum Rp 100.000-
Laba bersih sebelum PPh Rp 395.000
*Rp650.000 : 10.000kg = Rp65

2. Metode pasar
Metode pasar juga disebut dengan metode pembatalan biaya (reversal cost
methods). Metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode tanpa harga
pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi. Tetapi
ada seedikit perbedaan yaitu kalau pada metode pertama (metode tanpa
harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi)
yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan
sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar yang
dikurangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini
berusaha untuk menaksir biaya produk sampingan berdasarkan nilai
pasarnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MASALAH PENELITIAN

Secara umum, Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh


laba, sehingga dalam kegiatan operasional selalu diharapkan dapat beroperasi
secara efektif dan efisien. Penciptaan laba akan melalui proses penjualan dan
proses produksi. Proses produksi suatu perusahaan terkadang akan menghasilkan
lebih dari satu jenis produk secara bersamaan. Beberapa jenis produk adalah
produk bersama yang merupakan produk utama perusahaan atau produk yang
muncul sebagai akibat dari proses produksi produk utama. Oleh karena itu, dalam
proses produksi produk bersama, akan diperlukan biaya bersama yang harus
dialokasikan untuk setiap produk agar biaya produksi dapat diketahui dan nilai
persediaan untuk masing-masing untuk pentingnya pelaporan internal. Sementara
itu, perlu juga menilai dan mencatat ke arah yang dihasilkan oleh produk dan
memastikan bahwa perhitungan telah dilakukan dengan cermat dari semua
komponen biaya ini. Selain itu, juga diperlukan kejelian perusahaan untuk dapat
melihat kemungkinan masa depan, terutama terkait dengan masalah produk yang
dihasilkan.
Biaya bersama adalah biaya dari proses produksi yang menghasilkan
berbagai produk bersama, hingga titik batas. Titik potong adalah titik di mana
produk bersama dapat diidentifikasi secara terpisah. Biaya Bersama adalah biaya
yang dikeluarkan sejak awal bahan baku diproses hingga waktu berbagai produk
identitas dapat dipisahkan. Masalah utama yang dihadapi dalam proses produksi
yang mengandung unsur-unsur biaya bersama adalah untuk menghitung alokasi
biaya bersama untuk setiap produk yang dihasilkan dan bagaimana perlakuan
akuntingnya. Biaya bersama harus dialokasikan untuk devisi yang berpartisipasi,
tidak lebih atau tidak kurang. Dengan kata lain bahwa biaya gabungan harus
dialokasikan ke divisi atau bagian yang menggunakan secara proporsional tidak
lebih dan tidak kurang. Ada hubungan positif antara produk utama dengan produk
/ komplementer.
Bisnis pengolahan minyak kelapa Mandar adalah salah satu produk khas
Kabupaten Majene yang memiliki rasa istimewa dan umumnya diproduksi secara
tradisional dengan salah satu keunggulan utama yang bebas dari bahan pengawet.
Secara umum, pusat pengolahan minyak kelapa menghasilkan produk-produk
utama dalam bentuk minyak kelapa dan produk sampingannya cukup bervariasi
berupa sabuk kelapa, cangkang, ampas kelapa yang dapat digunakan sebagai
pakan ternak. Beberapa jenis produk sampingan dapat diproses lebih lanjut
sehingga nilainya dapat ditingkatkan secara ekonomis. Harga jual ditentukan dari
produk utama Mandar minyak kelapa ini Rp 15.000 / botol sedangkan produk
samping pulp kelapa kering Rp 80.000 / karung, ampas minyak kelapa Rp 30.000
/ karung, batok kelapa Rp 3.000 / kg dan tongkat untuk dijadikan sapu Rp 2.500 /
bundel.
Berdasarkan pengamatan awal peneliti yang menjadi masalah mendasar di
sentra pengolahan minyak kelapa Mandar ini adalah perusahaan belum melakukan
pencatatan / perlakuan akuntansi dengan baik pada produk utama dan produk. Dan
terkadang ada juga produk-produk dari perusahaan yang dapat digunakan sendiri
oleh perusahaan tetapi tidak dihitung dalam biaya produksi. Jika ini dilakukan
maka dampak negatif yang akan timbul dapat menyebabkan kesalahan dalam
perusahaan pencatatan / pelaporan keuangan. Produk sampingan, jika dikelola
dengan benar, dapat meningkatkan penjualan yang terkait dengan laba. Di
Kabupaten Majene, usaha kecil dan menengah, meski masih membutuhkan
catatan akuntansi karena dengan pencatatan itu akan diketahui bagaimana kinerja
bisnis yang dijalankan apakah termasuk dalam kategori berkembang, stagnan atau
bahkan menurun. Kasus ini dapat dilihat salah satunya melalui pencapaian laba
yang merupakan plot yang bermula dengan perlakuan pada produk utama dan
produk sampingan. Ini sering diabaikan di kalangan pengusaha kecil dan
menengah karena menganggap itu kurang penting. Tetapi jika hal ini terus
dibiarkan berlarut-larut maka tidak akan ada kemajuan dalam hal manajemen /
manajemen bisnis terutama aspek pelaporan / akuntansi, inilah yang akan menjadi
salah satu poin masalah dalam penelitian ini. Masalah lain di perusahaan ini
adalah bahwa biaya bersama belum dialokasikan secara proporsional dengan
produk sampingan yang menyerap biaya bersama, oleh karena itu diperlukan
perlakuan akuntansi untuk produk utama dan produk tambahan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada bisnis pertanian Jember
menunjukkan bahwa alokasi biaya produksi bersama dan dan oleh produk
perawatan oleh perusahaan masih belum tepat. Sedangkan penelitian pada
perusahaan rangka baja Palembang menunjukkan bahwa penjualan produk
sampingan pada bisnis rangka baja adalah perusahaan yang sangat
menguntungkan. Sedangkan dalam penelitian lain menunjukkan bahwa perlakuan
pendapatan sampingan produk secara umum dapat dilakukan dengan empat
langkah dalam laporan keuangan perusahaan kayu dan furnitur Mulyo Jati
Ponorogo dan telah dilakukan dengan tepat. Penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan akuntansi untuk penjualan produk sampingan di PT Nichindo Manado
Suisan sebagai perusahaan yang bergerak dalam pengolahan ikan menunjukkan
bahwa metode pengakuan pendapatan yang diterapkan oleh perusahaan sesuai
dengan peraturan PSAK.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi produk utama dan
produk serta implikasinya terhadap laba (Studi Kasus pada Bisnis Pengolahan
Minyak Kelapa Mandar di Kabupaten Majene). Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
perlakuan akuntansi produk utama dan produk serta implikasinya terhadap laba
(Studi Kasus pada Bisnis Pengolahan Minyak Kelapa Mandar di Kabupaten
Majene).

2.2 KAJIAN TEORI


Secara umum, Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk dapatkan untung,
sehingga dalam kegiatan operasional selalu diharapkan dapat beroperasi secara
efektif dan efisien. Ciptaan dari laba ini akan melalui proses penjualan dan proses
produksi. Proses produksi suatu perusahaan akan terkadang menghasilkan lebih
dari satu jenis produk secara bersamaan waktu. Beberapa jenis produk adalah
produk bersama yang produk utama perusahaan atau produk yang muncul sebagai
hasil dari proses produksi produk utama. Karenanya, dalam proses produksi
produk bersama, itu akan diperlukan biaya bersama yang harus dialokasikan
untuk setiap produk di Indonesia agar biaya produksi dapat diketahui dan
diinventarisir nilai untuk masing-masing untuk pentingnya pelaporan internal.
Sementara itu, perlu juga untuk menilai dan mencatat ke arah dihasilkan oleh
produk dan memastikan bahwa perhitungan dengan cermat telah dibuat dari
semua komponen biaya ini.
Selain itu juga diperlukan kejelian perusahaan untuk bisa melihat
kemungkinan masa depan, terutama yang berkaitan dengan masalah produk yang
dihasilkan. Biaya bersama adalah biaya proses produksi yang menghasilkan
berbagai produk bersama, hingga titik cut-off. Titik potong adalah titik di mana
produk bersama menjadi dapat diidentifikasi secara terpisah.
Biaya Bersama adalah biaya yang dikeluarkan dari sejak awal bahan baku
diproses sampai waktu berbagai produk identitas dapat dipisahkan. Itu masalah
utama yang dihadapi dalam proses produksi yang mengandung elemen biaya
bersama adalah menghitung alokasi bersama biaya untuk setiap produk yang
dihasilkan dan bagaimana akuntingnya pengobatan. Biaya bersama harus
dialokasikan untuk berpartisipasi devision, tidak lebih atau tidak kurang .
Dengan kata lain biaya Gabungan harus dialokasikan ke divisi atau bagian
yang menggunakan secara proporsional tidak lebih dan tidak kurang. Ada
hubungan positif di antara keduanya produk utama dengan produk sampingan /
pelengkap. Bisnis pengolahan minyak kelapa Mandar adalah salah satu produk
khas Kabupaten Majene yang memiliki rasa istimewa dan umumnya diproduksi
secara tradisional dengan salah satu keunggulan utama yang bebas dari bahan
pengawet. Secara umum, pusat pengolahan minyak kelapa menghasilkan produk-
produk utama dalam bentuk minyak kelapa dan produk sampingannya cukup
bervariasi berupa sabuk kelapa, cangkang, ampas kelapa yang dapat digunakan
sebagai pakan ternak.
Beberapa jenis produk sampingan dapat diproses lebih lanjut sehingga
nilainya dapat ditingkatkan secara ekonomis. Harga jual ditentukan dari produk
utama Mandar minyak kelapa ini Rp 15.000 / botol sedangkan produk samping
pulp kelapa kering Rp 80.000 / karung, ampas minyak kelapa Rp 30.000 / karung,
batok kelapa Rp 3.000 / kg dan tongkat untuk dijadikan sapu Rp 2.500 / bundel.
Berdasarkan pengamatan awal peneliti yang menjadi masalah mendasar di sentra
pengolahan minyak kelapa Mandar ini adalah perusahaan belum melakukan
pencatatan / perlakuan akuntansi dengan baik pada produk utama dan produk. Dan
terkadang ada juga produk-produk dari perusahaan yang dapat digunakan sendiri
oleh perusahaan tetapi tidak dihitung dalam biaya produksi. Jika ini dilakukan
maka dampak negatif yang akan timbul dapat menyebabkan kesalahan dalam
perusahaan pencatatan / pelaporan keuangan. Produk sampingan, jika dikelola
dengan benar, dapat meningkatkan penjualan yang terkait dengan laba.

2.3 KERANGKA PIKIR


A. Produk
Produk termasuk benda fisik, layanan, orang, tempat, organisasi, ide, atau
gabungan dari semuanya. Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar
untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan. Proses produksi yang dilakukan oleh suatu
perusahaan dapat menghasilkan satu jenis produk jadi atau beberapa produk jadi
secara bersamaan dalam satu proses produksi. Suatu proses produksi yang dapat
memproses banyak produk sekaligus dapat disebut proses produksi bersama.
Dalam prosesnya, akan terjadi produk utama dan produk sampingan.
B. Produk Utama
Produk utama adalah: satu atau lebih produk yang nilai jualnya (kuantitas
dikalikan dengan harga persatuan) yang diproduksi relatif lebih tinggi bersama
dengan produk lain yang nilai jualnya relatif lebih rendah. Sementara itu, satu atau
lebih produk ada yang nilainya relatif besar.
Produk Utama memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Produk utama adalah tujuan utama kegiatan produksi
b. Harga jual relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk sampingan
yang diproduksi
pada saat yang sama
c. Dalam mengolah produk bersama-sama, pabrikan tidak dapat menghindari
untuk
memproduksi semua jenis produk bersama-sama.
Empat metode alokasi biaya bersama seperti nilai penjualan titik pemisahan,
pengukuran fisik, nilai realisasi bersih (Net Realizable Value), persentase margin
kotor konstan NRV. menyatakan bahwa metode alokasi biaya dapat menggunakan
salah satu dari empat metode sebagai berikut :
a. Metode nilai pasar / nilai jual relatifFormula yang digunakan yaitu:
Alokasi Biaya Gabungan = Nilai penjualan masing-masing produk X
biaya bersama (1)
Nilai total penjualan semua produk
b. Metode biaya rata-rata persatuan
Formula yang digunakan yaitu:
Alokasi Biaya Gabungan = Persatuan rata-rata biaya gabungan X
jumlah unit produk (2)
c. Metode rata-rata tertimbang
Formula yang digunakan yaitu:

Biaya Alokasi Bersama = Total rata-rata tertimbang masing-masing produk X


Biaya gabungan
Total berat semua produk (3)

d. Satuan kuantitatif atau metode satuan fisik


Formula yang digunakan yaitu:
Biaya Bersama Alokasi =% penggunaan setiap bahan baku produk X Biaya
gabungan%
penggunaan bahan baku di seluruh produk (4)
C. Berdasarkan Produk
Produk sampingan adalah satu atau lebih produk yang nilai jualnya relatif
lebih rendah, yang diproduksi secara bersamaan dengan produk lain yang nilai
jualnya relatif lebih tinggi . Produk sampingan dapat digunakan sebagai
pengurangan biaya dari produk utama . Perlakuan produk sampingan ada 2 cara
yaitu produk sampingan tidak dialokasikan untuk produk sampingan (tanpa
alokasi) dan metode alokasi.

D. Profit
Sebuah perusahaan dikatakan mendapat untung jika total pendapatan
melebihi biaya, jika tidak, perusahaan akan mengalami kerugian ketika biaya
melebihi jumlah pendapatan.

2.4 METODE PENELITIAN


A. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, sumber
data penelitian diperoleh langsung dari sumber asli (bukan melalui media
perantara) yang khusus dikumpulkan oleh peneliti.
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi dan dokumentasi.
C. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
deskriptif kualitatif. Analisis data kualitatif, yaitu: Pengumpulan data, reduksi
data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Untuk perlakuan akuntansi dari
produk utama dapat menggunakan 4 metode termasuk: Metode nilai pasar / nilai
jual relatif, metode biaya rata-rata kesatuan, metode rata-rata tertimbang, Metode
unit kuantitatif atau unit fisik. Sedangkan untuk produk sampingan menggunakan
metode pengakuan pendapatan kotor (tanpa alokasi).
2.5 HASIL PENELITIAN

Untuk pengakuan biaya bersama dari produk utama perusahaan dapat memilih

dari metode keempat yang tersedia. Salah satunya adalah metode nilai pasar yang

paling banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengalokasikan biaya bersama

untuk produk bersama karena harga jual produk merupakan perwujudan dari biaya

yang dikeluarkan memproses produk. Alokasi biaya dengan metode ini adalah

cara mengalokasikan biaya bersama yang logis dan rasional. Itu dampak dari

pendapatan produk utama dan produk sampingan adalah dengan keberadaan

produk sampingan dapat meningkatkan laba kotor atau bersih keuntungan yang

diperoleh perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai