Tinjauan Pustaka DVT PDF
Tinjauan Pustaka DVT PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Stasis darah
Stasis pembuluh darah vena merupakan faktor patogen penting untuk
terjadinya PE. Peran stasis pembuluh darah vena telah diteliti pada beberapa
pasien dengan cedera tulang belakang dan pasien dengan bentuk lain dari
kelumpuhan. Dari studi menunjukkan sebagian besar trombus vena berasal dari
daerah aliran darah lambat (stasis vena) pada sinus vena besar pada betis dan paha
atau pada katup cusp pocket atau bifurcation dari sistem vena.
4
Universitas Sumatera Utara
Tabel Faktor resiko dari DVT.4 (Ahmed M, Elshrif H, Masoud A, Altaher
A. Deep Vein Thrombosis. Sebha Medical Journal, 2013; 12(2):6-11.)
Didapat Genetik
Usia tua Defisiensi antitrombin
Operasi besar Defisiensi protein C
Keganasan Defisiensi protein S (tipe I)
Imobilisasi Factor V Leiden(e)
Kehamilan dan pasca melahirkan Protrombin G20210A
Sindroma antipospolipid Dysfibrinogenemia
Trauma Non-O blood type
Riwayat VTE
Kombinasi kontrasepsi oral
Terapi hormonal
Central Venous Kateter Gabungan
Penyakit inflamasi dan autoimun Low free protein S
Sindroma nefrotik Activated protein C resistance
Obesitas Peningkatan faktor VII
Infeksi Hyperhomocysteinemia
HIV Peningkatan fibrinogen
Polycitemia vera Peningkatan faktor IX & XI
Kemoterapi
Pemakaian obat intravena
Dengan demikian suatu kondisi akan menjadi sangat jelas apabila dalam
situasi aktivitas fisik berkurang seperti tidur atau mengalami perjalanan jauh
terjadi penurunan aliran darah vena atau terjadinya stasis sehingga keadaan ini
akan mengaktivasi sistem koagulasi dan menyebabkan suatu lokal
hiperkoagulabilitas, perenggangan endotel pembuluh darah akibat stasis vena
dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan
aktivasi homeostasis meningkat. Aktivasi homeostasis akan mengeluarkan produk
pembekuan darah dan fibrinolisis yang suatu saat akan memperberat kerusakan
endotel.11
5
Universitas Sumatera Utara
Hiperkoagulabilitas
Ketidakseimbangan faktor koagulasi terutama faktor VIII, faktor Von
Willebrand, faktor VII dan protrombin berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya trombosis.
Gangguan hemodinamik
(statis) Hiperkoagulasi
luka bakar Terapi estrogen
keganasan Thrombophilia
obesitas Riwayat VTE
kehamilan
Kehamilan
gagal jantung
operasi besar
Kanker
stroke/paralisis
patah tulang
(pinggul atau kaki)
infark miokard
Venous
thromboembolism
6
Universitas Sumatera Utara
Gangguan koagulabilitas paling sering dijumpai akibat gangguan dari jalur
antikoagulan alami, ada tiga hal yang penting pada proses jalur antikoagulan
alami yaitu : 1. Jalur heparin-antitrombin, 2. Jalur protein C antikoagulan, 3. Jalur
faktor penghambat jaringan. Semua jalur ini berperan dalam mempertahankan
fungsi dinding pembuluh darah, keadaan peradangan dan hipoksia akan
menggangu kestabilan dinding pembuluh darah. Sekitar 20% hiperkoagulabilitas
dijumpai pada protrombin 20210 A dan 40-60% pada gangguan faktor V
Leiden.14
7
Universitas Sumatera Utara
Tabel Kriteria diagnostik akut dan kronik thrombosis vena.15 (Brooks E,
Trotman W, Wadsworth M, Taatjer D, Evans M, Ittleman F,et al. Valves
of the deep venous system: an overlooked risk factor. Blood.2009;114:
1276-9)
Sedangkan tanda DVT berupa lunak, hangat, eritema, sianosis, udem, teraba
benjolan (akibat adanya trombotik vena), dilatasi vena superfisial dan adanya
tanda Homan’s sign yang timbul bila dilakukan dorsofleksi pada sendi
pergelangan kaki dengan fleksi lutut 30º maka akan menghasilkan posisi yang
tidak nyaman pada bagian atas betis. Sedangkan The Louvel sign ditandai dengan
adanya nyeri hebat pada vena yang mengalami trombosis akibat batuk dan bersin.
The Lowenberg sign timbul apabila dilakukan sphygmomanometer cuff pada
daerah betis maka akan timbul nyeri pada betis bagian bawah.16 Kaki kiri
merupakan lokasi yang sering terjadinya trombosis vena hal ini disebabkan
adanya kompresi vena iliaka kiri oleh arteri iliaka kanan (May-Thurner
Syndrome). Phlegmasia alba dolens ditandai oleh udem, nyeri, tanpa sianosis
sementara phlegmasia cerulea dolens ditandai dengan gambaran sianosis
progresif timbul mulai dari distal ke proksimal dan disertai bleb/bulla
formation.10,15
D-dimer
Merupakan produk degradasi cross-linked fibrin yang terbentuk segera
setelah pembekuan fibrin trombin yang dihasilkan oleh degradasi oleh plasmin.
Kadar D-dimer dapat diukur dengan menggunakan jenis assay : 1. Enzim linked
immunosorbent assay (ELISA), 2. Uji lateks aglutinasi, 3. Sel darah merah uji
aglutinasi darah utuh (simpliRED). Tes D-dimer sangat sensitif 95%, akan tetapi
nilai spesifisitasnya kurang untuk VTE.10,17
8
Universitas Sumatera Utara
Ultrasonografi vena
Merupakan pemeriksaan penunjang pilihan selain non invasif, aman,
tersedia dan murah. Ada tiga jenis ultrasonografi vena yaitu : 1. USG kompresi
(B-mode), 2. USG duplex (B-mode dan Doppler), 3. Doppler. USG B-mode
dengan atau tanpa warna Duplex memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 96%
untuk mendiagnosa DVT bagian proksimal dan 73% pada betis.10
Venografi kontras
Diagnosis pasti DVT hanya dapat ditegakkan dengan venografi, dimana
sensitifitas dan spesifisitasnya mencapai 100%. Kelemahan venografi ini adalah
tindakan invansif dan mempunyai efek samping flebitis dan pembentukan
trombosis, oleh karena itu venografi tidak digunakan sebagai alat bantu utama
dalam mendiagnois DVT.18,19
Flestimografi impedans
Prinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah
pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada trombosis vena femoralis dan
iliaka dibandingkan vena di betis.19
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan DVT sampai saat ini sering
digunakan berupa pemeriksaan D-dimer dan USG vena. Bila D-dimer negatif,
maka diagnosa DVT tersingkirkan. Jika D-dimer positip, maka diindikasi untuk
dilakukan USG vena, bila hasil USG vena negatif maka diagnosa DVT
tersingkirkan, akan tetapi bila USG vena positip maka diagnosa DVT
ditegakkan.10
9
Universitas Sumatera Utara
Dari suatu penelitian systematic review dan metaanalysis ditemukan
sensitifitas 78% dan spesifisitas 98% pada pasien yang dicurigai thrombosis vena
dengan menggunakan skor Wells dan dikomfirmasi dengan Ultrasonografi. Bila
skor Wells <1 risiko rendah, skor Well 1-2 risiko sedang dan skor Wells ≥ 3 risiko
tinggi untuk terjadinya trombosis.4,27 Dan dari suatu penelitian ada disebutkan
bahwa kemungkinan risiko thrombosis untuk terjadinya suatu DVT dengan skor
Wells yang dikomfirmasi dengan USG Doppler yaitu risiko rendah untuk
terjadinya DVT 14,63%, risiko sedang untuk terjadinya DVT 50,76% dan risiko
tinggi untuk terjadinya DVT 70,58%.8
10
Universitas Sumatera Utara
2.3 Skor Padua Pada Pasien DVT
Skor padua umumnya digunakan untuk memprediksi adanya VTE pada
pasien dengan kanker sebagai diagnosis utamanya. Nendaz et al memperoleh
sensitifitas dan spesifisitas skoring taitu 73,3% dan 51,9%.
11
Universitas Sumatera Utara
Kerangka Konsep Penelitian.
THROMBOPHILIC STATE
Hypercoagulable state
‘Status Hiperkoagulasi’
Kondisi/Keadaan mudah
terjadi trombosis
PENILAIAN
SKOR WELL
SKOR PADUA
U S G DOOPLER
USG
DOOPLER
HIPERKOAGUAGULASI TROMBUS ???
12
Universitas Sumatera Utara