Anda di halaman 1dari 63

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331146506

TINJAUAN ATAS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI STUDI KASUS


PADA PT ELEGANT INDONESIA

Thesis · February 2015


DOI: 10.13140/RG.2.2.35968.89602

CITATIONS READS

0 327

2 authors, including:

Aan Soelehan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan, Indonesia, Bogor
42 PUBLICATIONS   50 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Management Research View project

All content following this page was uploaded by Aan Soelehan on 16 February 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TINJAUAN ATAS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

STUDI KASUS PADA PT ELEGANT INDONESIA

DEWI ANGGRAENI
AAN SOLEHAN
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan

ABSTRAK

Pajak merupakan salah satu usaha untuk mencapai kemandirian suatu bangsa dalam
pembangunan nasional. Pajak digunakan sebagai sumber dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara dalam pembangunan nasional dan untuk melaksanakan kebijaksanaan Pemerintah di bidang
ekonomi, sosial, dan politik. Salah satu jenis pajak yang diupayakan Pemerintah adalah Pajak Pertambahan
Nilai (PPN). PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (daerah pabean) baik
konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) maupun konsumsi Jasa Kena Pajak (JKP) oleh karena itu, barang yang
tidak dikonsumsi di dalam daerah pabean atau barang yang diekspor dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol
persen) dan sebaliknya untuk impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang dalam
negeri. Pajak ini dipungut melalui Faktur Pajak. Selisih antara pajak masukan dan pajak keluaran merupakan
pajak pertambahan nilai yang terutang dan harus disetor ke kas negara. Perhitungan pajak yang terutang
yang harus dibayar oleh perusahaan harus disesuaikan dengan peraturan perpajakan. PT. Elegant
Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan PPN dalam penjualan dan pembelian untuk
memenuhi kewajibannya sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pengambilan data yang digunakan untuk
penelitian diantaranya informasi mengenai tarif PPN yang dikenakan oleh PT Elegant Indonesia. Adapun
tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pemungutan atas PPN pada PT Elegant
Indonesia apakah sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009
tentang PPN. Berdasarkan hasil evaluasi di dalam pembahasan ini maka pada PT Elegant Indonesia dapat
diketahui bahwa pemungutan, pelaporan, dan penyetoran SPT Masa PPN telah sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 sebagai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan oleh Direktur Jenderal
Pajak. Dimana pemungutan PPN pada PT Elegant Indonesia adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
tagihan atau yang seharusnya ditagih. Pelaporan dan penyetoran pajak pertambahan nilai (PPN) dengan
menggunakan SPT Masa telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 sebagai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan secara benar dan diakui oleh Direktur Jendral Pajak dan telah dilaporkan
paling lambat tanggal 20 (dua puluh) setelah akhir masa pajak. PT. Elegant Indonesia pada Tahun 2014
mengalami kelebihan bayar sebesar Rp. 267.925.287 yang nantinya kelebihan bayar ini akan
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Kata Kunci : Pajak Pertambahan Nilai


1. BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak saat ini menjadi suatu yang begitu populer seiring dengan makin meningkatnya
perananan APBN. pajak dijadikan sebagai salah satu unsur penerimaan negara disamping
penerimaan dalam negeri lainnya. keuntungkan bagi negara sebagai penerimaan yang dapat
ditingkatkan untuk kepentingan pendanaan nasional. Istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
bukan suatu hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. barang dan jasa yang kita gunakan
merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. PPN sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai
kewajiban membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan
tidak berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Badan atau masyarakat yang
mengonsumsi barang atau jasa yang termasuk objek PPN, akan diperlakukan sama dan wajib
membayar PPN atas konsumsi barang atau jasa tersebut. pajak objektif adalah suatu jenis
pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif.

Selain sebagai pajak objektif, PPN di Indonesia termasuk dalam kategori pajak atas
konsumsi, Dalam penjelasan atas Undang-undang PPN ditegaskan bahwa PPN adalah pajak
atas konsumsi barang dan jasa di dalam daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat
pada setiap jalur produksi dan distribusi.

Tidak hanya sebagai pajak objektif dan pajak atas konsumsi, PPN juga termasuk Pajak
Tidak Langsung. Pajak Tidak Langsung merupakan, beban pembayaran pajaknya dipikul oleh
konsumen, namun penanggung jawab atas penyetoran PPN ke Kas Negara dibebankan kepada
penjual. Mekanisme pemungutan PPN, dengan kata lain dalam pemikul beban pembayaran
PPN dan penanggungjawab penyetoran PPN ke Kas Negara adalah pihak yang berbeda. Faktur
Pajak yang diterbitkan oleh penjual, digunakan sebagai bukti pungutan atas PPN terutang,
ketika menjual Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada pembeli atau
penerima BKP atau JKP. Penjual wajib menyetorkan setiap PPN yang dipungut dalam setiap
Masa Pajak ke Kas Negara, selanjutnya kewajiban pembeli adalah membayar PPN terutang
yang tercantum dalam Faktur Pajak kepada penjual. Faktur pajak itu bagi pembeli adalah bukti
pembayaran pajak. Mekanisme yang dilakukan sangat beda dengan penarikan Pajak Langsung
seperti PPh, dimana orang pribadi atau badan sebagai pemikul beban pembayaran pajak juga
dibebani tanggung jawab atas penyetorannya ke Kas Negara.
1
Persaingan dalam dunia bisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi para
pengusaha dalam mencapai tujuan yaitu memperoleh laba sebesar-besarnya dan mengungguli
perusahaan lain, sering kali terjadi praktek persaingan curang yang dapat menimbulkan konflik
antara para pengusaha. Cara mencegah dan mengatasi persaingan curang, diperlukan hukum
yang akan menentukan rambu-rambu yang harus ditaati secara preventif dan represif bagi
mereka yang melakukan persaingan.

Tujuan agar hukum dapat mencegah terjadinya persaingan curang. Lingkup tujuan di atas
termasuk pula tindakan hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran terhadap
pemilik hak rahasia dagang. Pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan pasal
322 serta pasal 323 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak memadai untuk melindungi
pemegang Hak Rahasia Dagang dari tindakan pengusaha lain yang melakukan persaingan
curang, maka dibentuk hukum khusus yang diatur dalam Undang-Undang Rahasia Dagang
No.30 Tahun 2000. Meskipun perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang tidak harus
selalu diatur dalam suatu undang-undang Khusus, karena bisa saja perlindungan itu diatur
dalam satu undang-undang yang bersifat umum, yang didalamnya juga memberikan
perlindungan terhadap pemilik Hak Rahasia Dagang sebagaimana diterapkan di beberapa
Negara industri maju. Indonesia menganggap perlu membuat secara khusus Undang-Undang
Rahasia Dagang yang memberikan perlindungan terhadap pemilik hak tersebut.

Undang-Undang Rahasia Dagang ini merupakan salah satu dari sistem hukum yang baru
dan sudah disahkan bersama Undang-Undang Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu pada akhir tahun 2000 yang memiliki Undang-Undang hak kekayaan intelektual
lainnya, contohnya seperti PT. Elegant Indonesia yang bergerak dibidang perdagangan dan
jasa servis yang setiap bulannya melakukan penyetoran PPN untuk mematuhi hukum yang
berlaku sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan Warga Negara yang patuh akan hukum
perpajakan. Pada Tugas Akhir ini penyusun mengambil Judul “Tinjauan Atas Pencatatan
Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. ELEGANT INDONESIA”. Alasan penyusun mengambil
judul ini yaitu untuk mengetahui pemungutan pajak pertambahan nilai pada PT. Elegant
Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas sebagai latar belakang permasalahan,
maka yang menjadi pokok permasalahan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai Berikut:

1. Bagaimana pengelolaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di PT. Elegant Indonesia.


2. Berapa besar Pajak Pertambahan Nilai yang sudah disetorkan perusahaan sebagai wajib
pajak kepada Kas Negara sebagai penerimaan Negara.
3. Kendala apa yang dimiliki perusahaan dalam menerapkan Pajak Pertambahan Nilai

2
1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengelolaan Pajak Pertambahan Nilai pada suatu perusahaan, perhitungan Pajak
Pertambahan Nilai, dan kendala yang dihadapi.

1.4 Tempat dan Waktu Praktek

Peninjauan ini dilakukan pada PT. ELEGANT INDONESIA yang beralokasi di babakan
madang, kawasan industri sentul kav 7, Bogor. Adapun waktu peninjauan yang dilaksanakan
apada bulan maret s.d mei 2015.

3
2. BAB II TINJAUAN PUSTAK A

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemahaman Pajak


2.1.1 Definisi Pajak

Menurut Rochmat Soemitro (1990:5) :

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang
dapat dipaksaka) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi : “Pajak adalah peralihan kekayaan dari
pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”-nya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment”.

Menurut S.I. Djajadiningrat :

Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara
yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari
negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
Menurut Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 28 Tahun tahun
2007 pasal 1 ayat 1 :

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, Tidak mendapatkan
imbalansecara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar –
besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut N. J. Feldmann :

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa
(menurut norma – norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran –
pengeluaran umum.

2.1.2 Jenis Pajak

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokan menjadi 3, yaitu


pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutannya.

2.1.1.1 Menurut Golongan

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :

4
a. Pajak langsung : pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus
menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). PPh dibayar atau ditanggung oleh pihak –pihak tertentu
yang memperoleh penghasilan tersebut.

b. Pajak tidak langsung : pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan,
peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak misalnya terjasi penyerahan
barang atau jasa.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN terjadi karena terdapat pertambahan nilai
terhadap barang atau jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual
barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun implisit
(dimasukkan dalam harga jual barang atau jasa).

Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam
arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat dalam kewajiban
pemenuhan perpajakannya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas :

1. Penanggung jawab pajak, adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak;
2. Penanggung pajak, adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu beban
pajaknya;
3. Pemikul pajak, adalah orang yang menurut undang – undang harus dibebani pajak.

Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang maka pajaknya disebut pajak
langsung, sedangkan jika ketiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari satu
orang maka pajaknya disebut pajak tidak langsung.

2.1.1.2 Menurut Sifat

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak atau
pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.

Contoh : Pajak Penghasilan (PPh). Dalam PPh terdapat subjek pajak ( wajib pajak) Orang
Pribadi. Pengenaan PPh untuk Orang Pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib
pajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi wajib
pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena
pajak.

b. Pajak objektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya baik berupa benda,
keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar
5
pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat
tinggal.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

2.1.1.3 Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Negara (Pajak Pusat) : Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

Contoh : PPh, PPN dan PPnBM.

b. Pajak Daerah : pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak
provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah masing – masing.

Contoh : pajak kendaraan bermotor, bea balik kendaraan bermotor, pajak bahan bakar
kendaraan, pajak air permukaan, pajak rokok, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan,
pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir,
pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pedesaan dan
perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Pajak provinsi meliputi pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, bea balik
nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor
serta pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Pajak
kabupaten/kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, pajak pengambil bahan galian golongan C, pajak parkir, pajak bumi dan
kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air bangunan pedesaan dan perkotaan dan bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan.

2.1.3 Fungsi Pajak

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan
fungsi regularend (pengatur).

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.
Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak –
banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi
Penghasilan (PPh), Pajak Pertamabahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain – lain.

6
b. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai
tujuan –tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak
sebagai fungsi pengatur adalah :

1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang – barang mewah. Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah.
Makin mewah suatu barang maka tarif pajaknya makin tinggi sehingga barang tersebut
makin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba –
lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan : dimaksudkan agar pihak yang
memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi
pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
3. Tarif pajak ekspor sebesar 0% : dimaksudkan agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa
negara.
4. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti
industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain – lain, dimkasudkan agar terdapat
penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan
atau polusi (membahayakan kesehatan).
5. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi, dimaksudkan untuk
mendorong perkembangan koperasi di indonesia.
6. Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar
menanamkan modalnya di indonesia.

2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungut, yaitu:

a. Official Assessment System


Sistem pemungutan pajak yang diberi kewenangan aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur
perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur
perpajakan).
b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
perundang –undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan

7
menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Wajib pajak
dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang – undang perpajakan
yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti
pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk :
1.) Menghitung sendiri pajak yang terutang,
2.) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang ,
3.) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang,
4.) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, dan
5.) Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak


tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peran dominan ada pada Wajib Pajak).

c. With Holding System


Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan
peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan perpajakan, keputusan
presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor dan
mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau
tidaknya pelakasanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang
ditunjuk.

2.2 Pajak Pertambahan Nilai

2.2.1 Definisi Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Mardiasmo (2011) :

Pajak Pertambahan Nilai Merupakan Pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan


penggantian ini karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk
menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan
pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong
ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.

Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 : “Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi
barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi
dan distribusi”.

2.2.2 Ciri Pajak Pertambahan Nilai

1. Ketika terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, wajib dibuatkan
Faktur Pajak sebagai bukti pungutan. Bagi penjual Faktur Pajak tersebut berupa bukti
Pajak Keluaran, sebaliknya bagi pembeli Faktur Pajak tersebut berupa Faktur Pajak
Masukan.

8
menurut Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 yang dimaksud Pajak Masukan
adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena
Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak
dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, sedangkan Pajak
Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena
Pajak ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
2. Pengenaan PPN dilaksanakan sistem Faktur.

2.2.3 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

1. Merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pada setiap mata rantai jalur
perusahaan, ada 2 (dua) sudut pandang dalam hal ini, dalam sudut pandang ekonomi
beban pajak dialihkan kepada pihak lain yang akan mengkonsumsi barang atau jasa
yang dikenakan Objek Pajak. berbeda dengan sudut pandang yuridis tanggung jawab
pembayaran pajak untuk kas Negara tidak pada yang memikul beban pajak, sudut
pandang ini membawa konsekuensi filosofi bahwa dalam Pajak Tidak Langsung pembeli
atau penerima jasa pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak ke kas
Negara.
2. Bersifat netral dan diharapkan tidak menimbulkan efek pajak berganda, pajak berganda
dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah, dan PPN yang dibayar
diperhitungkan dengan PPN yang dipungut.
3. Merupakan pajak konsumsi di dalam negeri, pajak yang dikonsumsi di dalam negeri
yang berupa barang atau jasa kena pajak yang diimpor dari luar negeri, tetapi untuk
ekspor Barang Kena Pajak tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
4. Merupakan pajak objektif, yaitu jenis pajak yang timbulnya kewajiban ditentukan oleh
faktor keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dikenakan pajak yang disebut
dengan Objek Pajak.
5. Mekanisme yang diharapkan sederhana dengan menggunakan tarif tunggal, tidak
memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang
berada sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2.2.4 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

a. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)


b. Dengan peraturan pemerintah, tarif PPN dapat diubah menjadi serendah – rendahnya 5
% (lima persen) dan setinggi – tingginya 15% (lima belas persen)
c. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan
dana untuk pembangunan, pemerintah diberi wewenang mengubah tarif pajak
9
pertambahan nilai menjadi serendah – rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi –
tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
Perubahan tarif tersebut, dikemukakan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
Namun sejak UU PPN dan PPnBM efektif diberlakukan tanggal 1 april 1985, tarif PPN
tetap 10%.
d. Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau
dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0%
(nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan demikian, Pajak Masukan yang telah
dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.
e. PPN terutang dihitung dengan mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak
(DPP)

PPN TERUTANG = TARIF X DPP

2.3 Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor,
atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

1.) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang – undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2.) Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
kena pajak atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang – undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau
seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau
oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
3.) Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh ekportir.
4.) Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang – undangan
10
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang
dipungut menurut Undang – Undang PPN.
5.) Nilai Lain yang termasuk ke dalam PMK adalah sebagai berikut :
a. Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah
harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor,
b. Untuk pemberian cuma – cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor,
c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah harga jual rata –
rata,
d. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata – rata per judul film,
e. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran,
f. Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut
tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar,
g. Untuk penyerahaan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok
penjualan atau harga perolehan,
h. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga
yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli,
i. Untuk penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang adalah harga lelang,
j. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih, atau
k. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
l. Untuk penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa perbaikan dan
modifikasi emas perhiasan serta jasa – jasa lain yang berkaitan dengan emas
perhiasan, yang dilakukan oleh pabrikan emas perhiasan adalah 20% (dua puluh
persen) dari harga jual emas perhiasan atau nilai penggantian.
m. Untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang
didalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya
transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang
ditagih atau yang seharusnya ditagih.

11
2.4 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai

2.4.1 Subjek Pajak Pertambahan Nilai

1.) Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/ penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak Kecuali penguaha
kecil yang batasannya ditetapkan oleh meteri keuangan
2.) Pemungut PPN sebagai subjek pajak pengganti
a. Bendaharawan Pemerintah Pusat atau Daerah (KMK-563/KMK.03/2003),
b. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi serta
kontraktor atau pemegang kuasa/ pemegang izin pengusahaan sumber daya
panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang maupun unitnya (PMK-
73/PMK.03/2010),
c. Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN).
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan (PMK-85/PMK.03/2012 jo PMK-
136/PMK.03/2012)
3.) Importir adalah pihak yang melakukan kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah
Pabean ke dalam Daerah Pabean.

2.4.2 Objek Pajak Pertambahan Nilai

Objek PPN yang diatur dalam Pasal 4 :


a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha,
b. Impor BKP,
c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha,
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean,
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean,
f. Ekspor BKP berwujud oleh PKP,
g. Ekspor BKP Tidak Berwujud,
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Objek PPN yang di atur dalam Pasal 16C UU :

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, yang
batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur objek
PPN ini adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 554/KMK.04/2000 (400 m 2), jo
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 320/KMK.03/2002 (200 m2), dan dimulai 1 Juli 2002 jo

12
Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara
Pegenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri.

Objek PPN yang di atur dalam Pasal 16D UU

Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan (aktiva bekas), terutang PPN, sepanjang PPN yang dibayar (PPN Masukan)
Pada saat perolehannya dapat dikreditkan (syarat sepanjang PPN yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikreditkan ini, mulai 1 April 2010 sudah tidak berlaku lagi).

Khusus untuk penyerahan barang atau jasa, transaksi tersebut dikenakan PPN harus
memenuhi syarat sebagai berikut :

1.) Barang berwujud atau barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan berupa BKP,
2.) Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
3.) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
4.) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya,
5.) Yang menyerahkan adalah PKP atau seharusnya PKP.

2.4.3 Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai

Seperti yang telah ditetapkan oleh Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009, berikut ini
adalah jenis barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai,

Menurut pasal 4A ayat 2, jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai :

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya,
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,
c. Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya. Meliputi makanan dan minuman yang baik dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering,
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

Menurut pasal 4A ayat 3, jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai
berikut :

a. Jasa pelayanan kesehatan medik,


b. Jasa pelayanan sosial,
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko,
d. Jasa keuangan,
e. Jasa asuransi,
f. Jasa keagamaan,
g. Jasa pendidikan,

13
h. Jasa kesenian dan hiburan,
i. Jasa penyiaran yang bersifat tidak iklan,
j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri,
k. Jasa tenaga kerja,
l. Jasa perhotelan,
m. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan secara umum,
n. Jasa penyediaan tempat parkir,
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam,
p. Jasa pengiriman uang lewat wesel pos,
q. Jasa boga atau katering

2.5 Faktur Pajak

Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
(PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak
(pasal 1 Undang – Undang No. 42 Tahun 2009), dan Menurut pasal 13 ayat 5 (lima) Undang –
Undang No.42 Tahun 2009, Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Berikut hal – hal yang harus
dicantumkan dalam Faktur Pajak yang berupa keterangan tentang penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan
harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipunggut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

2.5.1 Nomor Seri Faktur Pajak

Berdasarkan PER-24/PJ/2012, penomoran yang dipakai dalam Faktur Pajak :

 01 : Digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena
Pajak (JKP) yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. kode ini digunakan dalam hal
bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai
dengan kode 09.

14
 02 : Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN
Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh pemungut PPN Bendahara
Pemerintah.
 03 : Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN lainnya
(selain Bendahara Pemerintah) yang PPnnya dipungut oleh pemungut PPN lainnya
(selain Bendahara Pemerintah). Pemungut PPN lainnya selain Bendahara Pemerintah,
dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas,
Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas
Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai
pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya
Pertambangan yang didalam kontak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai
pemungut PPN.
 04 : Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai
Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP.
 05 : Kode ini tidak digunakan.
 06 : Digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual
yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada Orang Pribadi
pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E
Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai. Kode ini digunakan atas penyerahan BKP
dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan 04 dan penyerahan
BKP kepada Orang Pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain :
a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%,
b. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat didalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil
tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importer hasil
tembakau dengan mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.
c. Penyerahan BKP kepada Orang Pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing)
oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.
 07 : Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN
Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP). Kode ini gunakan atas penyerahan
yang mendapat PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan
peraturan khusus yang berlaku, antara lain :
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan
Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana
Pinjaman/Hibah Luar Negeri.

15
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena
Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan
Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
c. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
d. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu.
e. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
f. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
g. Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung
Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di Dalam Negeri.
h. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai
Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada Di
Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas.
i. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian,
Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean dan Pemasukan dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean Ke Kawasan Bebas.
j. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang
Ke dan Dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
 08 : Digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat Fasilitas
Dibebaskan dari pengenaan PPN. Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau
JKP yang mendapat Fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan
khusus yang berlaku antara lain :
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan
dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
c. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan
Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing
dan Badan Internasional serta pejabatnya.
 09 : Digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP
penjual yang melakukan penyerahan BKP.

16
2.5.2 Faktur Pajak yang Dianggap Tidak Sah

Berdasarkan ketentuan SE-132/PJ/2010, Faktur Pajak yang dianggap Tidak Sah sebagai
berikut :

1.) Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya


2.) Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP).

2.5.3 Kedudukan Dipersamakan dengan Faktur Pajak

Berdasarkan ketentuan PER-67/PJ/2010 , dokumen tertentu yang kedudukannya


dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah :

a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan dilampiri dengan
invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
b. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat atau dikeluarkan oleh BULOG
atau DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
c. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan atau dikeluarkan oleh PERTAMINA
untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
d. Bukti penagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi;
e. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat atau
dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
f. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan;
g. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
h. Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk
Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
i. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat
Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh
Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak;
j. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
k. Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Perusahaan Air Minum;
l. Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perusahaan
perantara efek; dan
m. Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan.

17
2.5.4. Faktur Pajak Pengganti

Faktur Pajak pengganti digunakan apabila Faktur Pajak hilang, cacat atau salah
pengisian, berikut proses yang harus dilakukan ketika Faktur Pajak mengalami sebuah kendala
:

1. Pembetulan Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus atau mencoret atau dengan
cara lain selain dengan cara membuat Faktur Pajak pengganti.
2. Penerbitan Faktur Pajak pengganti dapat dilakukan sepanjang SPT Masa PPN, dimana
Faktur Pajak yang diganti tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan atas PPN
yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut belum dibebankan sebagai biaya, karena
penerbitan Faktur Pajak pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk
membetulkan SPT Masa PPN pada masa pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur
Pajak tersebut.
3. Faktur Pajak pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama
dengan masa pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti, kode dan nomor seri
Faktur Pajak yang diganti (mencantumkan).

Faktur Pajak hilang :

1. Pengusaha Kena Pajak penjual/pemberi Jasa Kena Pajak dapat mengajukan


permohonan tertulis untuk meminta copy/salinan dari Faktur Pajak yang hilang
kepada Pengusaha Kena Pajak pembeli/penerima Jasa Kena Pajak dengan
tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak
penjual/pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan dan kepada Kantor Pelayanan
Pajak ditempat Pengusaha Kena Pajak pembeli/penerima Jasa Kena pajak.
2. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak membuat copy/salinan
dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
dilegalisir Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
3. Faktur Pajak diteliti oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk diyakinkan bahwa Faktur
Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak
Keluaran/Masukan.

Faktur Pajak cacat :

1. Faktur Pajak yang diisi tidak lengkap, jelas, benar, dan tidak ditanda tangani.
2. Pengusaha Kena Pajak tidak/telat menyampaikan pemberitahuan penggunaan kode
cabang yang telah ditetapkan.
3. Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak menggunakan kode cabang selain dari
kode cabang yang telah ditetapkan.

18
4. Pengusahan Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri
Faktur Pajak.
5. Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan januari menerbitkan Faktur
Pajak tidak dimulai dari nomor urut 00000001.
6. Pengusaha Kena Pajak tidak/terlambat menyampaikan pemberitahuan dalam hal
sebelum masa pajak januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan
Faktur Pajak mulai dari 00000001.
7. Pengusaha Kena Pajak tidak/terlambat menyampaikan pemberitahuan pejabat
penandatangan Faktur Pajak.

2.5.4 Pengkreditan Pajak Masukan

Berdasarkan pasal 1 ayat 24 UU PPN, pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai
yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.

Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dalam Undang –Undang PPN No. 42 Tahun 2009
yaitu,
a. Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
1.) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran
untuk Masa Pajak yang sama. (pasal 9 ayat (2) UU PPN)
2.) Apabila ketentuan tersebut tidak dapat dilakukan, misal : Faktur Pajak terlambat
diterima dari Pemasoknya, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi
belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya
Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang :
a. Pajak Masukan tersebut belum dibebanan sebagai biaya atau tidak
dikapitalisasikan ke dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang bersangkutan, dan
b. Belum dilakukan pemeriksaan. (pasal 9 ayat (9) dan pasal 9 ayat (8) huruf i UU
PPN).

Meskipun jangka waktu 3 bulan seteah berakhirnya tahun buku tersebut telah
terlampaui pengkreditan Pajak Masukan tersebut masih dapat dilakukan melalui
pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang bersangkutan selambat –
lambatnya dalam jangka waktu dua tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak (pasal 8
ayat (1) UU KUP).

19
3.) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya (pasal 9 ayat
(4) UU No. 42 Tahun 2009).
4.) Faktur Pajak yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak merupakan bukti
pembayaran Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur
Pajak diatas (Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati batas waktu 3 (tiga)
bulan sejak berakhirnya batas aktu penerbitan Faktur Pajak tidak dianggap sebagai
Faktur Pajak) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum
didalamnya (PER-13/PJ/2010 jo. PER-65/PJ/2010)
5.) Khusus Wajib Pajak BUMN dengan disentralisasikan pemungutan PPN maka Pajak
Masukan atas perolehan BKP dan atau pemanfaatan JKP yang dibayar oleh PKP
yang dilakukan melalui tempat – tempat kegiatan usahanya dapat dikreditkan
dengan Pajak Keluaran di tempat terutangnya (KEP-394/PJ/2003 jo. KEP-
73/PJ/2004)
6.) Khusus untuk Wajib Pajak KPP Wajib Pajak Besar dengan disentralisasikan
pemungutan PPN maka Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang dibayar oleh PKP yang dilakukan melalui tempat
– tempat kegiatan usahanya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat
terutangnya (KEP-390/PJ/2003).
b. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam pasal 9 ayat (8) dan pasal
16B ayat (3) UU PPN :
1. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
2. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha,
3. Pajak Masukan atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, dan
station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan,
4. Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
5. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
Faktur Pajaknya cacat (tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat (5) UU No. 42 Tahun 2009,
6. Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya
(dalam hal ini SSP-nya) cacat (tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 13 ayat (6) UU PPN No. 42 Tahun 2009),

20
7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih
dengan penerbitan ketetapan Pajak,
8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak
diaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang diketemukan pada waktu
dilakukan pemeriksaan, kecuali pada saat pemeriksaan diketahui adanya perolehan
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak tersebut telah dibukukan atau dicatat
dalam pembukuan Pengusaha Kena Pajak,
9. PPN atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak selain barang modal
sebelum sebelum pengusaha berproduksi 5 tahun ayat 2,
10. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannnya dibebaskan dari pengenaan PPN (pasal 16B
ayat (3) UU PPN).

2.5.5 Penerapan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai


2.5.5.1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai

Yang wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai adalah :

a. Pengusaha Kena Pajak (PKP)


b. Pemungut PPN atau PPnBM adalah :
 Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (563/KMK.03/2003)
 Bendaharawan Pemerintahan Pusat dan Daerah (563/KMK.03/2003)
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
 Pertamina
 BUMN atau BUMD
 Bank Pemerintah

2.5.5.2. Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Dalam melakukan Pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam Undang Undang
No. 42 Tahun 2009 tanggal pelaporan dilakukan paling lama yaitu pada akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai disampaikan, berbeda dengan Undang – undang No. 18 Tahun 2000 pelaporan dilakukan
pada tanggal 20. Pada tanggal 1 April 2010 Undang – Undang yang diberlakukan untuk
pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang – Undang No. 42 Tahun 2009.

2.5.5.3. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai

Pada saat penyetoran apabila pemungutan Dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintahan,


dibuat dalam rangka Lima (5). setelah PPN disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos.

 Lembar ke- 1 Untuk Perusahaan


 Lembar ke- 2 Untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPPN

21
 Lembar ke- 3 Untuk Perusahaan dilampirkan pada SPT Masa PPN
 Lembar ke- 4 Untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos
 Lembar ke- 5 Untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah

Dalam hal pemungutan oleh KPPN :

 Lembar ke- 1 Untuk perusahaan


 Lembar ke- 2 Untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPPN
 Lembar ke- 3 Untuk Perusahaan dilampirkan pada SPT Masa PPN
 Lembar ke- 4 Untuk pertinggal KPPN

2.5.5.4. Pajak Terutang

Saat terutangnya PPN berkaitan dengan kapan waktunya Pengusaha menyetorkan dan
melaporan PPN yang terutang, berdasarkan Pasal 11 UU No. 42 Tahun 2009 ditetapkan bahwa
pajak terjadi pada saat :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu pada saat Barang Kena Pajak tersebut diserahkan
secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau
pada saat Barang Kena Pajak diserahkan kepada juru kirim,
b. Impor Barang Kena Pajak, yaitu saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam
Daerah Pabean,
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak, yaitu pada saat tersediannya fasilitas atau kemudahan
untuk dipakai secara nyata, baik yang sudah dipakai sebagian atau seluruhnya.
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
e. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud dan Tidak Berwujud, yaitu saat Barang Kena Pajak
tersebut dikeluarkan dari Daerah Pabean.
f. Ekspor Jasa Kena Pajak, yaitu

Tempat terutangnya PPN menurut pasal 12 Undang – Undang No. 42 Tahun 2009 :

1. Pengusaha Kena Pajak orang pribadi terutang pajak di tempat tinggal dan/atau tempat
kegiatan usaha sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak badan terutang pajak di tempat
kedudukan dan tempat kegiatan usaha.
2. Atas pemberitahuan secara tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal
Pajak dapat menetapkan 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang.
22
3. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi ditempat Barang Kena Pajak dimasukkan
dan dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
4. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tetap
terutang pajak di tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha orang pribadi atau
ditempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha badan tersebut.

2.6 Perubahan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai

Dalam Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 yang baru
diberlakukan tanggal 1 April 2010 dan merupakan perubahan ketiga dari Undang – Undang
No. 8 Tahun 1983, beberapa perubahan yang dilakukan dalam undang – undang ini :

1. Objek dan Non Objek Pajak


2. Bukan Objek Pajak
3. Retur Jasa Kena Pajak
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
5. Pengkreditan Pajak Masukan
6. Restitusi Pajak Pertambahan Nilai
7. Demand Pajak Masukan
8. Pemusatan tempat PPN terutang
9. Saat pembuatan Faktur Pajak
10. Fasilitas Perpajakan
11. Restitusi Turis Asing
12. Tanggung Renteng

2.7 SPT Massa Pajak Pertambahan Nilai

Dalam pasal 7 ayat 1 Undang – Undang No. 28 Tahun 2007 tentang KUP, apabila SPT
tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan Undang – Undang maka dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Tanggal jatuh
tempo penyampaian SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Apabila akhir masa pajak tersebut jatuh pada hari
libur, SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.

23
3. BAB III HASIL DAN HASAN PEMBA

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perusahaan

PT. Elegant Indonesia adalah salah satu perusahaan yang memproduksi jok dan karpet
mobil yang terbuat dari kulit. perusahaan ini memiliki 2 (dua) bangunan yang ditempatkan
diwilayah yang berbeda. bangunan yang pertama atau bangunan pusat bertempat di Kawasan
Industri Sentul, Jl. Lintang Raya Kav. F-7 Sentul Bogor didirikan pada tahun 2005 dan
bangunan kedua yang bertempat di Jl. Raya Bogor Jakarta Km. 49 RT. 01/10 Cijujung Bogor
didirikan pada tahun 2011.

Gambar 3.1 PE TA PT. Elegan t In donesia

PETA PT. Elegant Indonesia

24
Gambar 3.2 PET A PT. E legant Indo nesia

PETA PT. Elegant Indonesia


Visi PT. Elegant Indonesia :

MENJADI NOMOR SATU PEMBUAT JOK KULIT DAN KARPET MOBIL DI ASIA

Misi PT. Elegant Indonesia :

Menjadi supplier yang dapat menyediakan produk yang berkualitas sesuai dengan harga yang
dibayar dan service yang cepat guna membantu customer mengurangi biaya investasinya.

Perusahaan ini menjual sarung dan jok untuk sedan dan mini bus, pemesanan menggunakan
paket dan setiap paket sudah termasuk PPN dan ongkos pasang. Tidak hanya menjual dan
memasang, perusahaan ini menyediakan jasa servis. Servis tersebut berlaku apabila
konsumen membeli produk diperusahaan ini atau biasa disebut pula dengan garansi.

Berikut rincian harga sarung yang dipasarkan oleh perusahaan ini,

Tabel 3.1 Ha rga Sarung Satuan

Harga Sarung Satuan


NO PAKET TOKO RETAIL

25
SEDAN MINIBUS SEDAN MINIBUS

1 CARVICA Rp. 575.000 Rp. 725.000 Rp. 675.000 Rp. 825.000

2 VANOLY Rp. 750.000 Rp. 975.000 Rp. 850.000 Rp. 1.075.000

3 MB TECH Rp. 1.425.000 Rp. 1.950.000 Rp. 1.525.000 Rp. 2.050.000

sumber : PT. Elegant Indonesia

Harga diatas sudah termasuk PPN 10%, harga belum termasuk ongkos pasang terkecuali
untuk retail sudah termasuk ongkos pasang, bagi pengiriman ke luar kota belum termasuk
ongkos kirim. Harga sarung diatas berbeda dengan harga jok , berikut rincian harganya.

Tabel 3.2 Ha rga Jok Satuan

Harga Jok Satuan


TOKO

NO PAKET SEDAN MINIBUS

KECIL BESAR KECIL BESAR

1 NEW Rp. 6.095.000 Rp. 6.360.000 Rp. 7.360.000 Rp. 8.640.000


PLATINUM

2 ULTIMA Rp. 4.887.000 Rp. 5.100.000 Rp. 6.215.000 Rp. 7.500.000

3 SUPERGOLD Rp. 3.766.000 Rp. 3.866.000 Rp. 5.002.000 Rp. 5.462.000

4 ART Rp. 1.725.000 Rp. 1.755.000 Rp. 2.127.000 Rp. 2.280.000

5 MB TECH Rp. 2.300.000 Rp. 2.625.000 Rp. 2.702.000 Rp. 3.130.000

sumber : PT. Elegant Indonesia

Harga sudah termasuk PPN 10%,harga sudah termasuk ongkos pasang, untuk pengiriman ke
luar kota belum termasuk ongkos kirim.

3.2 Struktur Organisasi dan Uraian

Direktur utama

Direktur utama adalah jabatan yang ditunjuk dan memberi laporan kepada Dewan
Direksi / Board of Director (BOD).

Tanggung jawab dan Tugas Direktur Utama

26
1. Direktur bertanggung jawab atas kerugian PT yang disebabkan direktur tidak
menjalankan kepengurusan PT sesuai dengan maksud dan tujuan PT anggaran dasar,
kebijakan yang tepat dalam menjalankan PT serta UU No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas. Atas kerugian PT, direktur akan dimintakan
pertanggungjawabannya baik secara perdata maupun pidana.
2. Apabila kerugian PT disebabkan kerugian bisnis dan direktur telah menjalankan
kepengurusan PT sesuai dengan maksud dan tujuan PT anggaran dasar, kebijakan yang
tepat dalam menjalankan PT serta UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
maka direktur tidak dapat dipersalahkan atas kerugian PT.
3. Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan dibidang administrasi
keuangan, kepegawaian dan kesekretariatan.
4. Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan pengadaan dan peralatan
perlengkapan.
5. Merencanakan dan mengembangkan sumber-sumber pendapatan serta pembelanjaan
dan kekayaan perusahaan.
6. Mengendalikan uang pendapatan, hasil penagihan rekening penggunaan air dari
langganan.
7. Memimpin seluruh dewan atau komite eksekutif
8. Menawarkan visi dan imajinasi di tingkat tertinggi (biasanya bekerjasama dengan MD
atau CEO)
9. Memimpin rapat umum, dalam hal: untuk memastikan pelaksanaan tata-tertib;
keadilan dan kesempatan bagi semua untuk berkontribusi secara tepat; menyesuaikan
alokasi waktu per item masalah; menentukan urutan agenda; mengarahkan diskusi ke
arah konsensus; menjelaskan dan menyimpulkan tindakan dan kebijakan
10. Bertindak sebagai perwakilan organisasi dalam hubungannya dengan dunia luar
11. Memainkan bagian terkemuka dalam menentukan komposisi dari board dan sub-
komite, sehingga tercapainya keselarasan dan efektivitas
12. Mengambil keputusan sebagaimana didelegasikan oleh BOD atau pada situasi tertentu
yang dianggap perlu, yang diputuskan, dalam meeting-meeting BOD.
13. Menetapkan besarnya deviden perusahaan.

General Manager

General manager atau manajer generik dalam bahasa Indonesia ialah jabatan teknis
yang dimiliki seorang pemimpin operasional perusahaan. Manajer generik dalam struktur
perusahaan sering disebut sebagai pemimpin perusahaan

Tanggung Jawab dan Tugas General Manager

Manager generik bertanggung jawab buat menjamin kelancaran kinerja perusahaan dan
berwenang membuat keputusan-keputusan strategis.

27
Vice General Manager

Manager/manajer ialah wakil pimpinan dari satu unit pekerjaan atau bagian dalam
perusahaan. Oleh sebab itu manajer sering juga disebut sebagai kepala bagian atau
pimpinan/kepala unit. Sebagai pimpinan dari satu bidang atau unit perusahaan dia
bertanggung jawab penuh pada bagian yang dipimpinnya.

Tanggung Jawab dan Tugas Vice General Manager

Tidak jauh berbeda tugas dang tanggung jawabnya dengan General Manager, vice
general manager berada dibawah pimpinan general manager.

Kepala Divisi Marketing

Marketing/penjualan adalah hal yang perlu dioptimalkan dalam suatu perusahaan untuk
memajukan pendapatan perusahaan ketika perekonomian negara cenderung turun, bagian
marketing ini yang tetap harus mengupayakan adanya penjualan barang yang diproduksi
perusahaan.

Tanggung Jawab dan Tugas Kepala Divisi Marketing

1. Memantau pasar penjualan.


2. Menyusun strategi penjualan dengan membuat paket dan promosi dengan persetujuan
Kepala Cabang dan Kantor Pusat.
3. Bertanggung jawab terhadap perolehan hasil penjualan dan penggunaan dana promosi.
4. Membimbing dan membina seluruh karyawan dibagian pemasaran.
5. Membuat laporan pemasaran kepada direksi.

Kepala Divisi Factory

Didalam pabrik perlu adanya kontrol agar kinerja karyawan baik, untuk mengontrol
kinerja tersebut maka perusahaan perlu memberikan tugas kepada orang orang tertentu untuk
mengawasi bagian pabrik.

Tanggung Jawab dan Tugas Kepala Divisi Factory

1. Mengarahkan dan mengkoordinasikan proses operasi pabrik sesuai kebijakan dan


prosedur perusahaan.
2. Membangun dan mengarahkan kebijakan dan prosedur pabrik.
3. Bertanggung jawab terhadap tujuan produksi pabrik.
4. Membangun dan menjalin hubungan komunikasi.
5. Mengembangkan keahlian dan motivasi karyawan.

28
6. Memonitor dan mengevaluasi kebersihan dan keamanan pabrik.
7. Berdiskusi dengan kepala departemen untuk memastikan koordinasi pembelian,
produksi, dan pengiriman.
8. Bertanggung jawab untuk menetapkan pergeseran jadwal semua produksi.
9. Memilih dan melatih supervisor dan staf administrasi.
10. Meninjau kinerja karyawan.
11. Menjadwalkan dan melakukan pertemuan pabrik.
12. Bertanggung jawab terhadap product quality control pabrik.
13. Menghadiri jadwal pelatihan dan pertemuan perusahaan.

Kepala Divisi HRD

HRD adalah singkatan dari Human Resources Development. HRD adalah suatu proses
yang menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer
dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi
mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Tanggung Jawab dan Tugas Kepala Divisi HRD

1. Bertanggung jawab di dalam pengelolaan dan pengembangan Sumber Daya


Manusia, yaitu dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan
sumber daya manusia, termasuk pengembangan kualitasnya dengan berpedoman
pada kebijaksanaan dan prosedur yang berlaku di perusahaan.
2. Bertanggung jawab terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kegiatan – kegiatan
pembinaan government and industrial serta mempunyai kewajiban memelihara dan
menjaga citra perusahaan.
3. Melakukan persiapan dan seleksi tenaga kerja (preparation and selection).
4. Pengembangan dan evaluasi karyawan.
5. Pemberian kompensasi dan proteksi pada pegawai.

Kepala Divisi Keuangan dan Akuntansi

Mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan keuangan beserta administrasinya,


penyusunan laporan keuangan, penyusunan anggaran tahunan (RKAP), bahan penyusunan
laporan manajemen dan pembinaan PUKK.

Tanggung jawab dan Tugas Kepala Divisi Keuangan dan Akuntansi

1. Mengkoordinasikan pengendalian kegiatan Akuntansi Manajemen, Keuangan,Sistem


Informasi Keuangan.
2. Melakukan analisis terhadap laporan keuangan dan laporan akuntansi manajemen
perusahaan.

29
3. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan bidang keuangan sesuai dengan
target yang ditentukan.
4. Mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
5. Mengusulkan sistem dan prosedur akuntansi dan keuangan yang memadai untuk
pengembangan sistem informasi & keuangan dan bentuk – bentuk pelaporan.
6. Mengevaluasi dan menyampaikan laporan keuangan (neraca, laporan laba / rugi,
laporan arus kas) yang auditable secara berkala beserta perinciannya (bulanan,
triwulan maupun akhir tahun) sesuai dengan kebijakan akuntansi Direksi.
7. Mengevaluasi kajian kelayakan investasi dalam surat-surat berharga,
akuisisi,merger dan privatisasi.
8. Mengevaluasi dan menyampaikan bahan-bahan laporan untuk Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) kepada Direksi.
9. Melaporkan kinerja manajemen unit operasi terhadap anggaran dan standar biaya
dan memberikan penjelasan disertai rekomendasi perbaikan yang diperlukan.
10. Melaksanakan perencanaan dan pengendalian anggaran bulanan, triwulan dan
tahunan.
11. Memeriksa pengajuan Rencana Kebutuhan (RK) dan uang kas kecil (petty cash).
12. Memberikan pertimbangan mengenai kebutuhan dana yang tidak tersedia alokasi
anggarannya dan kebutuhan dana lain di luar anggaran
13. Menghitung harga pokok dan mengusulkan penetapan tarif.
14. Mengevaluasi rencana kebutuhan biaya operasional dan modal kerja serta recana
penerimaan dan pengeluaran Kas/Bank.
15. Mengelola alat-alat pembayaran dan surat-surat berharga.
16. Mengevaluasi penutupan asuransi dan tuntutan ganti rugi.
17. Mengevaluasi perhitungan kewajiban perpajakan sesuai Undang-Undang
Perpajakan.
18. Mengkoordinasikan penyelesaian piutang macet ke Direktorat Jenderal Piutang
Lelang Negara, Komisaris dan Pemegang Saham.
19. Merumuskan Sasaran Mutu Unit Kerja dan Prosedur Mutu Unit Kerja yang
merupakan penjabaran dari Kebijakan Mutu, dan Sasaran Mutu Perusahaan yang
telah ditetapkan.
20. Menyiapkan laporan kegiatan Divisi secara benar dan tepat waktu.
21. Mengelola arus keluar/masuk keuangan perusahaan.
22. Mengontrol dan memastikan semua pekerjaan untuk klien di “invoice” tepat waktu
dan dibayar sesuai termin.
23. Koordinasi masalah pajak dengan pihak konsultan dan memastikan semua aktifitas
yang terkait dengan pajak dijalankan dengan baik dan tepat waktu.

30
24. Memantau kegiatan di bagian keuangan, termasuk koordinasi dengan semua bagian
terkait untuk memastikan semua aktifitas yang berhubungan dengan bagian
keuangan berjalan dengan lancar dan benar.
25. Memastikan semua prosedur dan kebijakan perusahaan dijalankan dengan baik dan
konsisten oleh semua staf bagian keuangan dan semua pihak terkait yang dapat
mempengaruhi kinerja bagian keuangan.
26. Identifikasi kelemahan sistem (terutama yang berpotensi merugikan keuangan
perusahaan) dan melakukan perbaikan.
27. Membina staf bagian keuangan supaya dapat bekerja maksimal.

Kepala Divisi IT

Teknologi informasi adalah divisi yang menyangkut mengenai kemajuan teknologi dan
untuk mendapatkan informasi yang baik perlu faktor – faktor pendukung lainnya berupa alat –
alat, misalnya komputer, wifi, dan lainnya.

Tanggung jawab dan Tugas Kepala Divisi IT

1. Mengarahkan dan mengelola rencana strategis, kebijakan dan program teknologi


informasi dan komunikasi untuk mendukung pencapaian visi dan misi perusahaan;
2. Mengembangkan rencana strategis dan mengimplementasikan tujuan dalam bidang
teknologi informasi dan komunikasi untuk memastikan layanan yang responsif terhadap
perkembangan kebutuhan dan tujuan perusahaan;
3. Melakukan evaluasi dan monitoring teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan
perusahaan dan memberikan rekomendasi untuk pengembangan;
4. Menyusun dan mempersiapkan rencana anggaran teknologi informasi dan komunikasi
untuk memfasilitasi peningkatan layanan teknologi informasi dan komunikasi bagi
perkembangan perusahaan;
5. Mengawasi pengembangan, desain, dan implementasi sistem baru dan perubahan
sistem yang ada untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan perusahaan;
6. melakukan kerjasama dibidang teknologi informasi dan komunikasi dengan dengan
pihak lain sebagai perwakilan perusahaan.

Management Representatif

Management representative adalah divisi yang paling memahami keseluruhan proses


dan paling disegani oleh para karyawan di perusahaan. karena divisi inilah yang memastikan
komunikasi berjalan lancar dan saran perbaikan didengar dan dilaksanakan.

Tanggung jawab dan Tugas Management Representatif

31
1. Berkoordinasi dengan Badan Sertifikasi
2. Mewakili manajemen selama sertifikasi dan audit surveillance
3. Mempromosikan kesadaran tentang persyaratan pelanggan
4. Menyiapkan dan merevisi dokumen SMM (Manual yaitu Kualitas, Prosedur sistem mutu
dan dokumentasi lainnya).
5. Memastikan kepatuhan semua fungsi sesuai standar.
6. Mempersiapkan Tinjauan Manajemen Jadwal Pertemuan dan melakukan Rapat
Management Review
7. Mempersiapkan jadwal Audit, Melakukan Audit Internal menyiapkan laporan audit,
Menulis laporan Ketidaksesuaian.
8. Berkomunikasi dengan Top Management pada isu-isu Kualitas / Ketidaksesuaian &
laporan Audit
9. Mengukur & Mengawasi kinerja proses.
10. Melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan yang diperlukan.
11. Membuat ISO / kesadaran Kualitas untuk rekan dengan pelatihan internal.
12. Review Kebijakan mutu secara berkala
13. Waktu ke waktu meninjau semua fungsi, untuk memeriksa pelaksanaan yang efektif
dari sistem Manajemen Mutu.

3.3 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia sangat diperlukan dalam proses produksi dan kegiatan yang ada
di dalam perusahaan, untuk mencapai proses produksi dan kegiatan yang baik suatu
perusahaan harus memiliki karyawan yang banyak agar tiap produksi dapat di handel dengan
baik. PT. Elegant Indonesia sendiri memiliki keseluruhan karyawan total 129 orang yang terdiri
dari beberapa bagian yaitu :

Sofa : 14 Orang

ATPM : 65 Orang

Retail Auto : 3 Orang


32
Seat Cover : 5 Orang

R&D : 1 Orang

Maintenance : 2 Orang

Retail Sofa : 1 Orang

Gudang : 5 Orang

Delivery : 4 Orang

Umum/ OB : 4 Orang

Karyawan Kantor : 25 Orang

33
DIREKTUR

GENERAL MANAGER

VGM

MARKETING FACTORY

DIV.. HEAD DIV. HEAD

HRD & GA FINANCE & IT DIV. HEAD MANAGEMENT


DIV. HEAD ACCOUNTING REPRESENTATIF
DIV. HEAD

Gambar 3.3 St rukt ur Orga nisa si

Struktur Organisasi

34
3.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang diberikan suatu perusahaan mempunyai tujuan tertentu
dalam pencapaian kinerja yang optimal, salah satunya bertujuan untuk kenyamanan dan
penunjang kinerja. Berikut adalah Sarana dan Prasarana yang dimiliki oleh PT. Elegant
Indonesia yang berada di bangunan pusat bertempat di Kawasan Industri Sentul, Jl. Lintang
Raya Kav. F-7 Sentul Bogor, :

Prasarana Kantor :

1. Printer
2. Komputer
3. Mesin Fotocopy
4. Telepon
5. Wifi
6. AC
7. Meja kantor
8. Laptop
9. ATK
10. Seragam kantor
11. Speaker
12. Sofa

Prasarana Pabrik :

1. Mesin jahit
2. Mesin obras
3. Mesin pemotong
4. Mesin emboss
5. Mesin perporasi
6. Mesin sewing auto cut
7. Mesin sewing work in put

Gambar 3.4 Me sin E mbos Gambar 3.5 Me sin Pe rpo rasi

Mesin Embos 35
Mesin Perporasi
Mesin Perporasi
Gambar 3.6 Mes in Pemoto ng Gambar 3.7 Me sin Obra s

Mesin Pemotong Mesin Obras

Gambar 3.8 Mes in Sew ing Wo rk In P ut Gambar 3.9 Me sin Sewing Au to Cut

Mesin Sewing Work In Put Mesin Sewing Auto Cut

Sarana :

1. Toilet
2. Westafel
3. Pantry
4. Mushola
5. Tempat parkir
6. Pos security
7. Ruang meeting

36
3.5 Uraian Singkat Kegiatan Magang

Selama magang diperusahaan PT. ELEGANT INDONESIA penyusun melakukan kegiatan


magang berupa :

1. Merapihkan dan mengarsipkan faktur, faktur yang ada dari tahun 2014 sampai 2015
disusun secara berurut melalui nomer seri Faktur Pajaknya, Faktur yang yang
diarsipkan berupa Faktur Pajak Masukan, Faktur Pajak Keluaran.
2. Mengarsipkan atau menjodohkan Faktur Pajak dengan jurnalnya, pada saat Faktur
Pajak diterbitkan maka jurnal pun di buat lalu diprint dan dicocokkan dengan Faktur
Pajaknya.
3. Menyesuaikan jurnal dengan transaksi (BON), untuk meyakinkan bahwa adanya
transaksi tersebut (tidak dibuat – buat).
4. Mem-fotocopy Faktur Pajak ekspor,impor untuk dijadikan arsip cadangan.
5. Menyesuaikan laporan pengiriman barang dengan Faktur Pajak.
6. Menyesuaikan jurnal dengan mata uang asing.
7. Menyalin atau menulis daftar penjualan ke dalam buku besar.
8. Mengisi e – SPT sesuai Faktur Pajak yang ada.

3.6 Perbandingan antara Teori dan Praktek


3.6.1 Pengelolaan Pajak Pertambahan Nilai

Dalam perusahaan, pengelolaan suatu kegiatan sangat diperlukan untuk ketertiban


dalam penyampaian laporan. Pencapaian suatu laporan agar terlihat tertib yaitu, menyiapkan
dokumen – dokumen yang ingin disampaikan, rantai jalur penyampaiannya harus pasti
misalnya, sebelum membeli barang bagian pembelian harus meminta persetujuan ke bagian
akuntansi, kemudian cara penulisannya harus sesuai. PT. Elegant Indonesia merupakan
perusahaan yang memproduksi jok dan karpet mobil yang terbuat dari kulit. Tidak hanya
memproduksi tetapi menerima jasa perbaikan dan pemasangan. Dimana pengelolaan ini
sangat diperlukan untuk memperkecil permasalahan yang dihadapi.

Proses terjadinya Pajak Pertambahan Nilai yaitu pada saat perusahaan menjual atau
membeli produk dari perusahaan lain. Proses ini perlu melakukan persetujuan dari berbagai
divisi yang ada dalam perusahaan. Tujuan dari persetujuan itu agar tidak terjadinya masalah
kelebihan barang yang dibeli ataupun kurangnya kas perusahaan.

Saat penjualan barang bagian penjualan harus memeriksa atau berkomunikasi dengan
bagian pengadaan, apakah barang persediaan yang ada di gudang memadai ataukah tidak.

Sistem yang dipakai oleh PT. Elegant Indonesia ketika munculnya PPN, Faktur Pajak
dibuatkan dan pelaporannya sesuai dengan produk dan harga yang sebenarnya, dalam arti
tidak ada penyalahgunaan dalam harga dan jumlah barangnya, jadi PPN atau Pajak
Pertambahan Nilai terjadi dari sebuah transaksi penjualan atau pembelian oleh Pengusaha

37
Kena Pajak dan/atau Pengusaha Tidak Kena Pajak. Transaksi tersebut mengakibatkan
terbitnya Faktur Pajak yang kemudian hasil dari Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
tersebut dikalikan dengan tarif umum yang berlaku yaitu 10%, kemudian hasil tersebut
dibayarkan ke kas negara sebagai Pajak Pertambahan Nilai Masukan atau Pajak Pertambahan
Nilai Keluaran.

PT Elegant Indonesia melakukan penjualan berdasarkan sistem order atau pesanan.


Penjualan tersebut dilakukan secara kredit dan tunai. Faktur Pajak yang diperoleh perusahaan
dari penjual dapat menjadi Pajak Pertambahan Nilai Masukan, sedangkan Faktur Pajak yang
diperoleh perusahaan dari hasil penjualan dapat menjadi Pajak Pertambahan Nilai keluaran.

Faktur Pajak yang ada kemudian diarsip dengan purchase order (PO), invoice, surat
jalan, voucher dan bukti lainnya. Pengarsipan dilakukan dengan mengurutkan nomor seri
Faktur Pajak serta bulan tanggal terjadinya penerbitan faktur. Faktur Pajak diterbitkan saat
penyerahan barang (barang sudah diterima oleh pembeli), bukti tersebut dapat dilihat melalui
surat jalan yang sudah ditanda tangani oleh pembeli bahwa barang sudah sampai.

Bukti pembelian yang ada kemudian diberikan ke bagian keuangan untuk dibuatkan

38
laporan keuangan. Berikut adalah prosedur penjualan kredit,

Gambar 3.10 Siklus Pe njualan K redit

Siklus Penjualan Kredit


Pada saat penjualan, barang yang diserahkan kepada pembeli akan menimbulkan
Faktur Pajak Keluaran, Faktur ini yang nantinya akan mempengaruhi berapa masa pajak Pajak
Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan ke kas negara. PT Elegant Indonesia hanya
melakukan penjualan berupa barang jok untuk mobil dan karpet/alas mobil, selain itu tidak
kecuali jasa. Berikut contoh faktur penjualan dengan voucher (jurnal).

Gambar 3.11 Faktur Pajak Penj ualan

39
Faktur Pajak Penjualan

Gambar 3.12 Vouc her (Jurnal) Penjuala n

Voucher (Jurnal) Penjualan

Account Receivable Rp. 5.500.000,00

Penjualan Rp. 5.000.000,00

PPN Keluaran (Rp. 5.000.000,00 x 10%) Rp. 500.000,00

Pembelian dilakukan pula oleh PT Elegant Indonesia, pembelian ini tidak hanya berupa
bahan - bahan yang akan diproses kembali (barang setengah jadi) yang nantinya akan dibuat
menjadi sebuah barang seperti, sofa dan karpet mobil, tetapi bisa berupa pembelian yang
akan digunakan/dikonsumsi oleh PT Elegant seperti sofa kantor, Air Conditioner (AC), dll.
Transaksi pembelian yang dilakukan yaitu dengan perusahaan yang berada dikawasan berikat
maupun luar kawasan berikat, apabila dilakukan dikawasan berikat maka barang atau jasa
tidak dikenakan PPN/PPnBM berdasarkan peraturan KEMENKEU 37/KMK.04/2002, dimana
dijelaskan bahwa penjualan ke kawasan berikat tidak dikenakan pajak penjualan, nomer seri
Faktur Pajak memakai 070 untuk transaksi dikawasan berikat.

40
berikut contoh Faktur Pajak yang tidak dipungut berdasarkan peraturan KEMENKEU
37/KMK.03/20

Gambar 3.13 Faktu r Pajak Kawasan Be rikat

Faktur Pajak Kawasan Berikat

41
Tidak hanya penjualan dan pembelian barang, PT Elegant Indonesia memberikan jasa
berupa pembetulan/service jok mobil dan menggunakan jasa seperti jasa penumpukan dan
gerakan ekstra, dll. penggunaan jasa ini untuk mempermudah dan memperkecil
kecelakaan/kesalahan dalam proses jual beli, berikut salah satu contoh penggunaan jasa yang
dipakai oleh PT Elegant Indonesia

42
Gambar 3.14 Faktu r Pajak Jasa

Faktur Pajak Jasa

Penjualan ke luar negeri telah dilakukan pula oleh PT Elegant Indonesia, seperti yang telah
dijelaskan bahwa Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan Tarif 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol
persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan demikian
Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang di ekspor tetap dapat dikreditkan. Pada
saat pengiriman barang, Pemberitahuan Ekspor jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, untuk Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;

43
Gambar 3.15 Invoi ce

Invoice

44
Gambar 3.16 Packi ng List

Packing List

45
Gambar 3.17 Pemberitah uan Eks por Bara ng

Pemberitahuan Ekspor Barang

Jurnal

Account Receivable Rp. 19.876.800,00


46
Penjualan Eksport Rp. 19.876.800,00

Tidak dikenakan pajak penjualan karena penjualan ke luar Daerah Pabean atau tidak
dikonsumsi di Indonesia.

3.6.2 Penyetoran pajak Pertambahan Nilai

Penyetoran pajak dilakukan oleh seluruh perusahaan. Setoran pajak terjadi akibat
adanya penjualan atau pembelian, kemudian terbitlah Faktur Pajak. Faktur Pajak tersebut
berisi Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetorkan ke kas Negara.

Dalam pengisian SPT masa PPN terdapat beberapa Formulir yang perlu diisi untuk
mengetahui pajak keluaran dan masukan serta selisih yang perlu dibayar atau ditangguhkan,
berikut cara pengisian SPT Masa PPN :

Formulir 1111 B2, berisi daftar Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas perolehan
Barang kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dalam Negeri. Formulir ini juga digunakan untuk
melaporkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang
diterima oleh Pengusaha Kena Pajak serta Nota Retur pengembalian Barang Kena Pajak atau
Nota Pembatalan Jasa Kena Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak. Pembelian
tersebut antara lain dilakukan dengan PT. Mastrotto Indonesia, PT. Bogorindo Cemerlang, PT.
Herculon Carpet, PT. Bhawata Nusa, PT. Job Street Indonesia, PT. Agung Poly Nugroho, PT.
Inoac Polytechno, CV. Agung Dharmatama, CV. Multi Karsa, PT. Sinar Alam Indonesia, PT. TNT
Skypak International, PT. Bintang Wijaya, PT. Prima sejati, PT. astra Graphia, PT. Groz
Beckert, Persek KSO, PT. Tri Excella, PT. Kawan Lama, Jakrta International, PT. Sumber
Agung, PT. YKK Zipper, PT. Trans Powerindo. Salah satu Dokumen Tertentu/Nota Retur/Nota
Pembatalan 021/R-K/XII/2014 transaksi nomer seri Faktur Pajak yang
diganti/diretur/dibatalkan 010.002-14.92955146. Keseluruhan total transaksi pembelian
berjumlah 47 transaksi.

Jurnal pembellian

Pembelian
PPN Masukan
Kas

47
Gambar 3.18 Fo rmul ir 1 111 B2

Formulir 1111 B2

Formulir 1111 B1, berisi daftar Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas impor
Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari
Luar Daerah pabean. Pembelian dilakukan dengan Jumie Industrial CO.,LTD.

48
Jurnal Pembelian

Pembelian Impor
PPN Masukan atas impor
Kas

Gambar 3.19 Fo rmul ir 1 111 B1

Formulir 1111 B1
Formulir 1111 A2, berisi daftar Pajak Keluaran atas penyerahan dalam negeri dengan
Faktur Pajak. Formulir ini juga digunakan untuk melaporkan penyerahan dalam negeri yang
menggunakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang
diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak serta Nota Retur pengembalian Barang Kena Pajak
49
atau Nota Pembatalan Jasa Kena Pajak yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak. Total
transaksi penjualan yang dilakukan oelh PT. Elegant Indonesia berjumlah 277 transaksi
penjualan.
Jurnal Penjualan

Kas
penjualan
PPN Keluaran

Gambar 3.20 Formu li r 111 1 A2

Formulir 1111 A2

Formulir 1111 A1, berisi daftar ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak. Penjualan dilakukan dengan perusahaan Auto 88
Corporation, Garankua FM PTY.,LTD. Ekspor barang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
karena barang/jasa tersebut dipakai/dikonsumsi diluar Daerah Pabean, sehingga pajaknya 0%.

50
Gambar 3.21 Formuli r 11 11 A1

Formulir 1111 A1

Formulir 1111 AB, berisi rekapitulasi penyerahan dan perolehan yang merupakan
pindahan dari formulir 1111 A1 sampai dengan formulir 1111 B3 yang telah diisi sebelumnya.
Perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan Pajak Masukan yang nantinya akan
diselisihkan dan menghasilkan kurang atau lebih bayar pajak yang dibayar. PT Elegant
Indonesia melakukan penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak yang tidak
digunggungkan dengan Pajak Pertambahan Nilai sejumlah Rp. 314.270.491. Perolehan yang
didapat dari impor BKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan
pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan dan dari

51
perolehan BKP/JKP dari dalam negeri yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan sejumlah Rp.
144.610.289

Gambar 3.22 Fo rmul ir 1 111 AB

Formulir 1111 AB

52
Formulir 1111 disebut dengan Induk SPT Masa PPN, berisi jumlah penyerahan barang
dan jasa dan penghitungan PPN dan PPnBM Kurang Bayar atau Lebih Bayar. Formulir ini juga
berisi jumlah PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri dan pembayaran kembali
Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak Gagal Berproduksi.

Gambar 3.23 Fo rmul ir 1 111

Formulir 1111

Penyetoran dilakukan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT. Elegant Indonesia pada
masa Desember 2014. Lembar ke-1 SSP ini disimpan oleh perusahaan.

53
Gambar 3.24 Surat Seto ran Pajak

Surat Setoran Pajak

Bukti lapor dari KPP Pratama Cibinong

54
Gambar 3.25 Bukti Pene rimaa n Su rat

Bukti Penerimaan Surat


Jurnal

PPN Keluaran 314.270.491


PPN Lebih Bayar 267.195.287
PPN Masukan 582.195.778

3.6.3 Penerapan Pajak Pertambahan Nilai


Dalam melakukan perhitungan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Keluaran dan Pajak
Masukan dihitung, perhitungan ini menentukan lebih atau kurang bayarnya suatu perusahaan
ke kas Negara. Kurang bayar terjadi jika Pajak Keluaran lebih besar dibandingkan Pajak
Masukan, sedangkan lebih bayar terjadi jika Pajak Masukan lebih besar dibandingkan Pajak
Keluaran. Apabila perusahaan melakukan kurang bayar maka perusahaan wajib membayar
kekurangannya ke kas Negara, dan apabila perusahaan melakukan lebih bayar maka kelebihan
bayar tersebut dapat dikompensasikan untuk Masa Pajak berikutnya.

Dari hasil magang tersebut saya mendapati data Pajak Pertambahan Nilai PT. Elegant
Indonesia sebagai berikut :

 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas perolehan BKP/JKP dalam keseluruhan
sebesar Rp. 1.144.222.894 (Pajak Pertambahan Nilai Rp. 114.422.289)
 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas impor BKP dan pemanfaatan BKP tidak
berwujud/JKP dari Luar Pabean sebesar Rp. 301.878.900 (Pajak Pertambahan Nilai Rp.
30.188.000)
 Pajak Keluaran atas penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak sebesar Rp.
3.142.704.939 (Pajak Pertambahan Nilai Rp. 314.270.491)
 Ekspor BKP berwujud, BKP tidak Berwujud dan/atau JKP sebesar Rp. 479.755.800

Hitungan :
55
Jumlah Pajak Keluaran

Rp. 314.270.491

Jumlah Pajak Masukan

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp. 144.610.289

Kelebihan PPN Masa sebelumnya Rp. 437.585.489

Pajak Masukan yang diperhitungkan Rp. 582.195.778

PPN Lebih Bayar Rp. 267.925.287

Setelah diselisihkan ternyata PPN Lebih Bayar terjadi di PT Elegant Indonesia sebesar Rp.
267.925.287 maka kelebihan bayar tersebut dapat tangguhkan ke masa pajak selanjutnya.
Lebih bayar sering terjadi di perusahaan ini, untuk memperkecil hal tersebut maka PT. Elegant
harus lebih teliti lagi dalam membayarkan pajaknya agar tidak terjadi lebih bayar yang
nominal angkanya bertambah lagi.

Kendala yang dihadapi tidak hanya lebih bayar, tetapi dalam penggantian nomer seri
Faktur Pajak atau Kesalahan dalam pengisian atau faktur cacat (rusak), sering juga terjadi
maka perusahaan harus melakukan prosedur yang sudah ditetapkan yaitu membuat/meminta
Faktur Pajak pengganti dengan syarat :

1. Pembetulan Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan tidak diperkenankan dengan cara menghapus atau mencoret atau dengan
cara lain selain dengan cara membuat Faktur pajak pengganti.
2. Penerbitan Faktur Pajak pengganti dapat dilakukan sepanjang SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai, dimana Faktur Pajak yang diganti tersebut dilaporkan belum
dilakukan pemeriksaan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur
Pajak tersebut belum dibebankan sebagai biaya, karena penerbitan Faktur Pajak
pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai pada masa pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak
tersebut.
3. Faktur Pajak pengganti dilaporkan dalam SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa
Pajak yang sama dengan masa pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti, kode
dan nomor seri Faktur Pajak yang diganti (mencantumkan).

Faktur Pajak disebut cacat biasanya terjadi karena :

1. Faktur Pajak yang diisi tidak lengkap, jelas, benar, dan tidak ditanda tangani.
2. Pengusaha Kena Pajak tidak/telat menyampaikan pemberitahuan penggunaan kode
cabang yang telah ditetapkan.
3. Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak menggunakan kode cabang selain dari
kode cabang yang telah ditetapkan.
56
4. Pengusahan Kena Pajak melakukan kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri
Faktur Pajak.
5. Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun kalender bulan januari menerbitkan Faktur
Pajak tidak dimulai dari nomor urut 00000001.
6. Pengusaha Kena Pajak tidak/terlambat menyampaikan pemberitahuan dalam hal
sebelum masa pajak januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan
Faktur Pajak mulai dari 00000001.
7. Pengusaha Kena Pajak tidak/terlambat menyampaikan pemberitahuan pejabat
penandatangan Faktur Pajak.

Jika Faktur Pajak hilang maka PT Elegant Indonesia harus melakukan prosedur seperti yang
telah ditetapkan yaitu :

1. PT. Elegant Indonesia mengajukan permohonan tertulis untuk meminta


copy/salinan dari Faktur Pajak yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak
pembeli/penerima Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan
Pajak di tempat PT. Elegant Indonesia dikukuhkan (KPP Pratama Cibinong) dan
kepada Kantor Pelayanan Pajak ditempat Pengusaha Kena Pajak
pembeli/penerima Jasa Kena pajak.
2. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak membuat copy/salinan
dari arsip Faktur Pajak yang disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
dilegalisir Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
3. Faktur Pajak diteliti oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk diyakinkan bahwa Faktur
Pajak yang dilaporkan hilang tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak
Keluaran/Masukan.

Dalam transaksi penjualan/pembelian perusahaan harus memperhatikan nomer seri yang


digunakan dalam transaksi. Nomer seri yang berkaitan dengan penjualan dan pembelian di PT.
Elegant Indonesia antara lain,

01, angka ini digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena
Pajak (JKP) yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual
yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.

04, angka ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai
Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.

07, angka ini digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN
Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP). Kode ini gunakan atas penyerahan yang
mendapat PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan
khusus yang berlaku, antara lain :

57
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan
Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana
Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak
Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengolahan Di
Kawasan Berikat (KB).
c. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
d. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan Di Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu.
e. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
f. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
g. Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah
Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di Dalam Negeri.
h. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai
Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan
Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
i. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian,
Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan
Pemasukan dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke
Kawasan Bebas.
j. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke
dan Dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Dalam melakukan penjualan barang ke luar negeri (Ekspor) Faktur Pajak yang dipakai
bentuknya tidak seperti Faktur Pajak pada umumnya, yaitu berupa Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari
Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut. Untuk masalah kedudukan PEB ini dipersamakan
dengan Faktur Pajak pada umumnya hanya saja dilampiri dengan invoice.

58
4. BAB IV KESIMPUL AN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

PT. Elegant Indonesia merupakan perusahaan yang memproduksi jok dan karpet mobil
yang terbuat dari kulit, dimana suatu transaksi jual beli terjadi yang menghasilkan Pajak
Pertambahan Nilai. Berdasarkan uraian materi yang telah dipaparkan pada beberapa bab
sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil tersebut yaitu, kesalahan dalam
perhitungan Pajak Pertambahan Nilai lebih beresiko dibanding dengan pencatatan dan
pelaporannya karena pada saat perhitungan apabila salah menghitung atau kurang satu angka
nol (0) saja maka akan terjadi kesalahan dalam pelaporan dan pencatatannya. Adapun poin-
poin yang dapat disimpulkan tersebut yaitu:

1. Pengelolaan PPN yang dilakukan oleh PT. Elegant Indonesia yaitu pencatatan pajak terjadi
ketika terjadi penjualan atau pembelian Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak, tarif pajak
yang digunakan sebesar 10% dari penjualan/pembelian, pengenaan PPN tidak berlaku
terhadap barang yang diekspor ataupun Kawasan Berikat.
2. Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, bahwa penyetoran pajak yang di
lakukan oleh PT. Elegant Indonesia sudah sesuai dengan aturan Ketentuan Umum Tata
Cara Perpajakan. Pada tahun 2013 – 2014 PT. Elegant Indonesia memakai nomor seri 07
karena penjualan dilakukan ke kawasan berikat pula. Penyetoran Pajak ini sudah dibilang
sesuai karena pada saat terjadinya transaksi jual/beli, Faktur Pajak diterbitkan lalu di
berikan kepada bagian akuntansi untuk di arsip. Perusahaan juga tidak pernah terlambat
dalam membayar Pajak Pertambahan Nilai.
3. kendala yang di hadapi oleh PT. Elegant Indonesia yaitu ketika penghitungan PPN Keluaran
dan PPN Masukan tidak sesuai dengan Faktur Pajak yang ada, dalam artian ketika terjadi
transaksi penjualan atau pembelian, Faktur Pajak hilang. Faktor yang mendukung
kecerobohan ini adalah kurangnya ketelitian pada saat transaksi. Kendala lainnya yaitu
pada saat Faktur Pajak diganti karena cacat atau salah pengisian, salah satu cara hanya
dengan membuat Faktur Pajak Pengganti.

4.2 Saran

Berdasarkan dari hasil identifikasi pada bab sebelumnya, PT Elegant Indonesia sebagai
perusahaan yang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai harus memperhatikan setiap
pengelolaan, penyetoran, dan sistemnya. Pendapat yang lebih jelasnya lagi akan dijelaskan
pada point – point berikut,

59
1. Hindari pemalsuan Faktur Pajak atau Faktur Pajak fiktif, pengelolaan pencatatannya
perlu lebih teliti agar tidak salah mencantumkan nomor seri, dan pajak yang telah
dicatat disimpan lebih rapih lagi.

2. Pada saat penyetoran pajak perusahaan jangan menunda, apabila akhir masa pajak
bertepatan dengan hari libur, maka SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai harus
disampaikan pada hari kerja sebelumnya.

3. Saat terjadinya transaksi sebaiknya langsung dibuatkan Faktur Pajaknya, jangan


sampai ditunda. Komunikasi antar bagian divisi juga sangat diperlukan agar Faktur
Pajak dibuat tidak dibuat kembali (double entry).

60
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia dan Lilis 2014, Perpajakan: Teori dan Peraturan Terkini, Andi, Jakarta.

Anastasia dan Lilis 2010, Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis, Andi,
Jakarta.

Mardiasmo 2013, Perpajakan edisi revisi, Andi, Jakarta.

Primandita, Yuda, dan Agus Puji Priyono 2014, Kompilasi Undang - Undang Perpajakan
Terlengkap, Salemba Empat, Jakarta.

Resmi, Siti 2014. Perpajakan Teori dan Kasus. Buku 1 Edisi 8. Jakarta: Penerbit Salemba

Empat.

Resmi, Siti 2011, Perpajakan: Teori dan Kasus buku 1 edisi 6, Salemba Empat, Jakarta.

Rudy dan Wirawan 2010, Panduan Komprehensif dan Praktis: Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP), Salemba Empat, Jakarta.

Sonny dan Isnianto 2011, Faktur Pajak dan SPT Masa PPN, Andi, Jakarta.

TM Books 2013, Perpajakan: Esensi dan Aplikasi, Andi, Jakarta.

Teguh Hardi Wardoyo., Amin Subiyakto., Sapto Windi Argo. 2011. Pajak Terapan Berevet A &

B. Jakarta: Penerbit TaxSys.

Waluyo, 2008. Akuntansi Pajak. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Waluyo 2011, Perpajakan Indonesia buku 2 edisi 10, Salemba Empat, Jakarta

Djanegara, H.M.S., 2004. Evaluasi Atas Pelaksanaan Audit Dalam Meningkatkan Efektifitas
Sistem Informasi Persediaan Barang Jadi: Studi Kasus Pada PT. Cahaya Furnindotama.
Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 4(2), pp.55-60.
Djanegara, H.M.S. and Danusaputra, Y., 2007. Penerapan Sistem Informasi Akuntansi dalam
Efektivitas Pelaksanaan Pengendalian Intern: Studi Kasus pada PT Astra Internasional.
Jurnal Ilmiah Ranggagading (JIR), 7(2), pp.74-79.
Djanegara, M.S. and Ivonia, L., 2006. Evaluasi Pengendalian Intern Penjualan Kredit Dalam
Meningkatkan Kolektibilitas Piutang pada PT Austindo Nusantara Jaya Finance. Jurnal
Umum.
Pramiudi, U., 2013. Analisis Pengaruh Masa Penugasan Kantor Akuntan Publik, Jumlah Anggota
Komite Audit, dan Jumlah rapat Komite Audit Terhadap Kecepatan Pelaporan Keuangan
Audited. Jurnal Ilmiah Akuntansi Kesatuan, 1(1).

61

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai