Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

Kelompok 3 :
 Almendo Steven H Sitorus 20180811014004
 Amanda Vera M Uneputty 20180811014015
 Desnal Rantetampang 20180811014021
 Glorius R. M. Windesi 20180811014026
 Inggrit Claudya Rumpang 20180811014031
 Lidia Evelyn Howay 20160811014028
 Marice Antoh 20180811014036
 Ni Nengah Maitri 20180811014009
 Nurmalisa Gita Safitri 20180811014041
 Regina Betzy Fimbay 20160811014023
 Risko Agung Julian 20180811014046
 Suven Kima Pangraran 20180811014052
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa karena kehendaknyalah
kami telah berhasil menyelesaikan tugas kami yang berbentuk laporan diskusi.

Adapun rasa terimakasih yang sangat besar akan selalu kami sampaikan kepada dosen-dosen kami
yang telah banyak membantu kami dalam pembuatan laporan ini. Terkhususkan kepada dr. Eva Dian Fatem
M.Epid. serta ucapan rasa terima kasih kami sampaikan kepada para rekan-rekan kami yang telah banyak
menyampaikan aspirasi, pikiran serta tenaganya dalam penyelesaian laporan ini.

Kami sangat berharap bahwa laporan ini dapat memberikan manfaat dan memberi tambahan
pengetahuan bagi pembaca. Dan semoga laporan ini dapat diterima dengan baik oleh dosen kami.

Akhir kata, kami mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam penulisan laporan ini.
Bagaimanpun juga kami tidak lebih dari manusia biasa yang pasti mempunyai banyak kesalahan, dan kami
ingin meminta maaf apabila ada bagian dari laporan ini yang menyinggung perasaan pembaca. Semoga
laporani ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jayapura, 04 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 3
Latar Belakang .......................................................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................... 5
SKENARIO .............................................................................................................................................. 5
LANGKAH SEVEN JUMPS ................................................................................................................... 5
KLARIFIKASI KATA SULIT ............................................................................................................. 5
IDENTIFIKASI MASALAH ................................................................................................................ 5
ANALISIS MASALAH ........................................................................................................................ 5
TUKAR PENDAPAT MASALAH YANG DITEMUKAN DARI SKENARIO ................................. 5
RUMUSAN TUJUAN PEMBELAJARAN.......................................................................................... 6
BELAJAR MANDIRI .......................................................................................................................... 7
KESIMPULAN ................................................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 34

ii
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suhu adalah besaran yang menyatakan panas atau dinginnya suatu benda. Panas adalah
energy termis yang mengalir dari suatu benda ke benda lain karena adanya perbedaan suhu.
Secara alamiah panas selalu mengalir dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu rendah, tidak
perlu dari benda berenergi termis banyak ke benda berenergi termis lebih sedikit (Kukus, Supit,
dan Lintong, 2009).
Suhu tubuh terdiri dari dua bagian yaitu suhu kulit dan suhu inti. Suhu tubuh meningkat
selama kerja berfariasi mengikuti suhu lingkungan yang ekstrim. Pengaturan suhu dipengaruhi
oleh keseimbangan antara pembentukan panas dan pengeluaran panas (Hall,2016). Pembentukan
panas sendiri adalah produk dari metabolisme dan sebagian besar panas tubuh inti dihasilkan di
organ dalam terutama di hati, otak, jantung, dan otot rangka selama bekerja, kemudian juga
dalam alat keringat, lemak, tulang, jaringan ikat, serta saraf energi panas yang dihasilkan
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah, namun suhu bagian-bagian tubuh tidak
merata (Kukus, Supit, dan Lintong, 2009).
Suhu tubuh pada manusia berbeda-beda tetapi pada umumnya suhu normal berada pada
rentan 36,20 C sampai 37,50 C (Marui, Misawa, Tanaka, dan Nagashima, 2017). Jika panas tubuh
berlebihan maka, tubuh akan mengeluarkan sebagian panas tersebut ke udara dan lingkungan
sekitarnya. Kecepatan pengeluaran panas ditentukan oleh dua factor yaitu; (1) Seberapa cepat
panas dikonduksi dari asala panas dihasilkan yakni dari dalam inti tubuh dan ke kulit. (2)
seberapa cepat panas tersebut dihantarkan dari kulit ke lingkungan sekitar (Hall, 2016).
Salah satu gangguan pada sistem pengaturan suhu adalah demam, demam merupakan
suhu tubuh diatas batas normal. Penyebab demam bermacam-macam slah satunya adalah
kelainan pada otak sendiri atau toksik yang mempengaruhi sistem pengaturan suhu tubuh sendiri,
bahkan efek dan penghancuran jaringan, zat-zat pirogen atau dehidrasi (Hall, 2016).
Pathogenesis demam terjadi karena toksik dari bakteri misalnya endotoksin bekerja pada
monosit makrofag, dan sel-sel kupffer menghasilkan berbagai sitokin yang bekerja sebagai
endogen pirogen. Sitokin juga dihasilkan oleh sel-sel saraf pusat dan apabila terjadi rangsangan
oleh infeksi, maka sitokin tersebut bekerja secara langsung pada pusat-pusat pengaturan suhu
tubuh. Suhu tubuh yang sangat tinggi adalah berbahaya. Apabila suh perektal melebihi 410 C
dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi kerusakan otak permanen, dan jika suhu
tersebut melebihi 430 C maka akan timbut heatstoke dan serign mematikan (Kukus, Supit, dan
Lintong, 2009).
Dengan demikian demam meruoakan salah satu gejala dari adanya infeksi ke dalam
tubuh. Salah satu infeksi tersebut dapat berupa bakteri yang masuk dari makanan yang
terkontaminasi bakteri yang dikonsumsi. Bakteri tersebut juga memberikan gangguan pada
sistem imun, namun respon sistem imun tersebut juga kadang berlebihan terhadap benda asing
yang masuk ke dalam tubuh yang sebenarnya tidak berbahaya, hal inilah yang disebut dengan
hipersensitifitas atau alergi.
Alergi adalah suatu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak, dan
tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya. Ada berbagai cara allergen masuk
ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernafasan (allergen inhalatif/ alergi hirup), allergen
kompak, melalui suntikan atau sengatan, dan alergi makanan. Istilah alergi makanan juga
dikenali sebagai hipersensitifitas (terhadap) makanan yang mencakup reaksi imunologik
terhadap makanan atau bahan pelengkap makanan (Candra, Setiarinik, dan Rengganes, 2011).
Kejadian alergi makanan dipengaruhi oleh genetic umum, jenis kelamin, pola makan,
jenis makanan awal, jenis makanan dan factor lingkungan. Penyakit alergi merupakan gangguan
kronik yang umum terjadi pada anak-anak dan dewasa. Alergi merupakan suatu kondisi yang
3
disebabkan oleh reaksi IgF terhadap bahan (zat kimia) makanan dan merupakan jenis alergi yang
mengkuatirkan. Kejadian alergi makanan merupakan ancaman bagi masyarakat karena makanan
merupakan kebutuhan pokok, tetapi makanan juga dapat membahayakan jiwa (Candra,
Setiarinik, dan Rengganes, 2011).

4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SKENARIO
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun di bawa ke RS karena panas. Diketahui anak tersebut
sebelumnya mengkonsumsi udang kemudian mengalami diare sejak 2 hari yang lalu. Panas yang
dialami hilang ketika anak tersebut di kompres hangat dan diberi obat paracetamol. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan temperature 380C, denyut nadi 90 x/menit dan frekuensi napas 28
x/menit, urtikaria dan dehidrasi.

LANGKAH SEVEN JUMPS


Sebagai alat bagi mahasiswa untuk mencapai LO.

•LO (Learning Objective) : tujuan pembelajaran.

•Dalam diskusi tutorial, mahasiswa tidak diberi tahu LO nya di awal, namun mencari sendiri LO
kelompoknya melalui proses diskusi kelompok dengan teknik Seven Jumps.

KLARIFIKASI KATA SULIT


 Urtikaria : ruam pada kulit yang di sebabkan pada alergi
 Dehidrasi : Gangguan keseimbangan cairan di dalam tubuh
 Diare : Mencret/Produksi tinja yang berlebih
 Demam : Panas/Suhu tubuh di atas normal(menggigil)
 Denyut nadi : Detakan pada pembuluh darah
 Frekuensi nafas Kecepatan nafas
 Paracetamol : Obat penurun panas
IDENTIFIKASI MASALAH
 Anak tersebut demam/panas
 Anak tersebut alergi
 Anak tersebut mengalami diare
 Anak tersebut mengalami dehidrasi
 Anak tersebut terdapat urtikaria di kulit
 Anak tersebut panasnya turun ketika di beri kompres air hangat dan obat paracetamol
ANALISIS MASALAH
 Apakah penyebab anak tersebut urtikaria ?
 Apa penyebab anak mengalami diare ?
 Apakah penyebab anak mengalami panas ?
 Bagaimana sistem imun pada anak kecil dan orang dewasa ?
 Bagaimana proses paracetamol dan kompres hangat bisa menurunkan panas ?
 Bagaimana kandungan dan mekanisme paracetamol ?
 Adakah kandungan di dalam udang yang menyebabkan anak mengalami alergi ?
 Bagaimana mekanisme terjadinya alergi?
 Apakah habitat hidup dari udang mempengaruhi timbulnya alergi?
 Kaitan antara urtikaria, demam, maupun diare?
TUKAR PENDAPAT MASALAH YANG DITEMUKAN DARI SKENARIO
 Anak mengalami alergi karena sistem imun terganggu
 Adanya protein yang tinggi pada udang yang menyebabkan alergi
 Sistem imunnya yang lebih tebal
 Urutan terjadinya : Diare-dehidrasi-demam-urtikaria

5
RUMUSAN TUJUAN PEMBELAJARAN
 Pengaturan suhu tubuh
 Mekansime pengaturan suhu
 Keseimbangan cairan (Homeostatis)
 Reaksi alergi
 Sistem imun

6
BELAJAR MANDIRI
MEKANISME PENGATURAN SUHU TUBUH

Termoregulasi seperti fungsi sistem tubuh lainnya mempunyai sistem umpan balik (feed back) negatif dan
positif untuk mengatur fungsi fisiologis tubuh. Suhu tubuh dipertahankan melalui suatu fungsi fisiologis yang
melibatkan reseptor-reseptor suhu perifer dan sentral.

Bagian otak yang berpengaruh terhadap pengaturan suhu tubuh adalah hipotalamus anterior dan hipotalamus
posterior.
Hipotalamus anterior (AH/POA) berperanan meningkatkan hilangnya panas, vasodilatasi dan menimbulkan
keringat. Hipotalamus posterior (PH/ POA) berfungsi meningkatkan penyimpanan panas, menurunkan aliran
darah, piloerektil, menggigil, meningkatnya produksi panas, meningkatkan sekresi hormon tiroid dan mensekresi
epinephrine dan norepinephrine serta meningkatkan basal metabolisme rate fungsi pengaturan suhu tubuh atau
termoregulasi tersebut dibedakan menjadi 3 fase, yaitu: termal aferen, regulasi sentral dan respon eferen.
Pengaturan Suhu Tubuh
Pengaturan Suhu Dikendalikan oleh Keseimbangan antara Pembentukan Panas dan Pengeluaran Panas

Bila kecepatan pembentukan panas di dalam tubuh lebih besar daripada kecepatan pengeluaran
panas, panas akan timbul di dalam tubuh dan suhu tubuh akan meningkat. Sebaliknya, bilapengeluaran
panas lebih besar, panas tubuh dan suhu tubuh akan menurun. Sebagian besar sisa bab ini akan membahas
keseimbangan antara pembentukan panas dan pengeluaranpanas serta mekanisme tubuh dalam mengatur
masing-masing proses tersebut.

Pembentukan Panas

Pembentukan panas adalah produk utama metabolisme. Dalam Bab 72, yang merangkum
energetika tubuh, kita
mendiskusikan faktor-faktor yang berbeda, yang menentukan kecepatan pembentukan panas,
yang disebut kecepatan metabolisme tubuh. Faktor-faktor yang paling penting didaftar kembali di sini:
(1) kecepatan metabolisme basal semua sel tubuh; (2) kecepatan metabolisme tambahan yang disebabkan
oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot yang disebabkan oleh menggigil; (3) metabolisme tambahan
yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin (dan sebagian kecil hormon lain, seperti hormon pertumbuhan
dan testosteron) terhadap sel; (4) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin,
norepinefrin, dan perangsangan simpatis terhadap sel; dan (5) metabolisme tambahan yang disebabkan
oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri, terutama bila suhu di dalam sel meningkat; (6)
metabolisme tambahan
yang diperlukan untuk pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan (efek termogenik makanan).

Pengeluaran Panas
Sebagian besar pembentukan panas di dalam tubuh dihasilkan di organ dalam, terutama di hati,
otak, jantung, dan otot rangka selama bekerja. Kemudian panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan
yang lebih dalam ke kulit, yang kemudian dibuang ke udara dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu,
kecepatan pengeluaran panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua faktor: (1) seberapa cepat panas
yang dapat dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yakni dari dalam inti tubuh ke kulit dan (2)
seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke lingkungan. Marilah kita mulai dengan
mendiskusikan sistem yang menyekat inti dari permukaan kulit.
Pengaturan Konduksi Panas ke Kulit oleh Sistem Saraf Simpatis.

Konduksi panas ke kulit oleh darah diatur oleh derajat vasokonstriksi arteriol dan anastomosis
arteriovenosa yang menyuplai darah ke pleksus venosus kulit. Vasokonstriksi ini hampir seluruhnya
dikontrol oleh sistem saraf simpatis yang memberikan respons terhadap perubahan suhu inti tubuh dan
perubahan suhu lingkungan. Hal ini akan dibicarakan kemudian di bab ini yang berhubungan dengan
pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus.

Fisika Dasar Mengenai Bagaimana Panas Keluar dari Permukaan Kulit

Berbagai cara yang menjelaskan mengenai pengeluaran panas dari kulit ke lingkungan, Cara
tersebut meliputi radiasi, konduksi, koveksi dan evaporasi yang akan dijelaskan berikut ini.
7
Radiasi.

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 73-4, pada orang telanjang yang sedang duduk pada
suhu kamar yang
normal, sekitar 60 persen pengeluaran panas total adalah melalui radiasi. Pengeluaran panas melalui
radiasi berarti pengeluaran dalam bentuk gelombang panas inframerah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik.
Sebagian besar gelombang panas inframerah yang memancar dari tubuh memiliki panjang gelombang 5
sampai
20 μm sekitar 10 sampai 30 kali panjang gelombang cahaya. Semuam benda yang tidak berada pada suhu
nol absolut memancarkan panas seperti gelombang tersebut. Tubuh manusia menyebar-

Konduksi.

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 73-4, hanya sejumlah kecil panas, yakni sekitar 3 persen,
yang biasanya
keluar dari tubuh melalui konduksi langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda padat, seperti kursi
atau tempat tidur. Sebaliknya, pengeluaran panas melalui konduksi ke udara mencerminkan
pengeluaran panas tubuh yang cukup besar (kira-kira 15 persen) walaupun dalam keadaan normal.
Diingatkan kembali bahwa panas sebenarnya adalah energy kinetik dari pergerakan molekul, dan
molekul-molekul yang menyusun kulit terus-menerus mengalami gerakan vibrasi. Sebagian besar energi
dari gerakan ini dapat dipindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit, sehingga
meningkatkan kecepatan gerakan molekul-molekul udara. Segera setelah suhuudara yang bersentuhan
dengan kulit menjadi sama dengan suhu kulit, tidak terjadi lagi pengeluaran panas dari tubuh ke udara,
karena sekarang jumlah panas yang dikonduksikan dari udara ke tubuh berada dalam keadaan seimbang.
Oleh karena itu, konduksi panas dari tubuh ke udara mempunyai keterbatasan, kecuali udara panas
bergerak menjauhi kulit, sehingga udara baru, yang tidak panas secara terus-menerus bersentuhan
dengan kulit, fenomena ini disebut konveksi udara.

Konveksi.

Perpindahan panas dari tubuh melalui aliran udara konveksi secara umum disebut pengeluaran
panas melalui konveksi. Sebenarnya, panas pertama-tama harus dikonduksi ke udara dan kemudian
dibawa melalui aliran udara konveksi. Sejumlah kecil konveksi hampir selalu terjadi di sekitar tubuh
akibat kecenderungan udara di sekitar kulit untuk naik ketika menjadi panas. Oleh karena itu, pada orang
telanjang yang duduk di ruangan yang nyaman tanpa gerakan udara yang besar, akan kehilangan sekitar
15 persen dari total panas yang keluar melalui konduksi ke udara dan kemudian melalui konveksi udara
yang menjauhi tubuhnya. Efek Pendinginan oeh Angin. Bila tubuh terpajan terhadap angin, lapisan udara

8
yang berdekatan dengan kulit akan segera digantikan oleh udara baru secara jauh lebih cepat dari keadaan
normal, dan pengeluaran panas melalui konveksi juga ikut meningkat.
Efek pendinginan oleh angin pada kecepatan rendah kira-kira sebanding dengan akar kuadrat kecepatan
angin. Misalnya, angin dengan kecepatan 4 mil/jam memiliki efektivitas pendinginan kira-kira dua kali
dari angin dengan kecepatan 1 mil/jam.

Konduksi dan Konveksi Panas pada Orang yang Berendam Air.

Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih besar daripada udara, sehingga setiap unit
bagian air yang berdekatan dengan kulit dapat mengabsorbsi panas dalam jumlah yang lebih besar
daripada udara. Demikian juga, konduktivitas panas di dalam air lebih besar dibandingkan dengan di
udara. Akibatnya, tidak mungkin bagi tubuh untuk memanaskan satu lapisan tipis air yang berdekatan
dengan tubuh untuk membentuk suatu "zona penyekat" seperti yang terjadi pada udara. Oleh karena itu,
kecepatan pengeluaran panas ke air biasanya beberapa kali lebih besar daripada kecepatan pengeluaran
panas ke udara.

Evaporasi.

Bila air berevaporasi dari permukaan tubuh, panas sebesar 0,58 Kalori (kilokalori) akan hilang
untuk setiap satu
gram air yang mengalami evaporasi. Meskipun orang tersebut tidak berkeringat, air masih berevaporasi
secara tidak kelihatan dari kulit dan paru dengan kecepatan sekitar 600 sampai 700 ml/hari. Hal ini
menyebabkan pengeluaran panas yang terus-menerus dengan kecepatan 16 sampai 19 Kalori/jam.
Evaporasi melalui kulit dan paru yang tidak kelihatan ini tidak dapat dikendalikan untuk tujuan
pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi molekul air yang terusmenerus melalui
permukaan kulit dan sistem pernapasan. Akan tetapi, pengeluaran panas melalui evaporasi keringat dapat
dikendalikan dengan pengaturan kecepatan berkeringat, yang
akan dibicarakan kemudian di bab ini.
Evaporasi merupakan Mekanisme Pendinginan yang Dibutuhkan pada Suhu Udara yang
SangatTinggi.
Selama suhu kulit lebih tinggi dari suhu lingkungan, panas dapat keluar melalui radiasi dan konduksi.
Tetapi ketika suhu lingkungan menjadi lebih tinggi dari suhu kulit, bukan mengeluarkan panas, melainkan
justru tubuh memperoleh panas melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini satu-satunya
cara agar tubuh dapat melepaskan panas adalah dengan evaporasi. Oleh sebab itu, setiap faktor yang
mencegah evaporasi yang adekuat ketika suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit akan menyebabkan
suhu tubuh internal meningkat. Hal ini kadang terjadi pada manusia yang dilahirkan dengan kelainan
kelenjar keringat kongenital. Orang ini dapat tahan terhadap suhu dingin seperti halnya orang normal,
tetapi orang tersebut hampir mati akibat heatstroke di daerah tropis, karena tanpa sistem pendinginan
evaporatif, orang ini tidak dapat mencegah peningkatan suhu
tubuh ketika suhu udara lebih tinggi dari suhu tubuh.

Hipotalamus Posterior Menggabungkan SinyalSensorik Suhu Pusat dan Perifer

Walaupun banyak sinyal sensorik suhu berasal dari reseptor perifer, sinyal ini membantu
pengaturan suhu tubuh terutama melalui hipotalamus. Area hipotalamus yang dirangsang oleh sinyal
sensorik terletak secara bilateral pada hipotalamus posterior kira-kira setinggi korpus mamilaris. Sinyal
sensorik suhu dari area preoptik di hipotalamus anterior juga dihantarkan ke dalam area hipotalamus
posterior ini. Di sini sinyal dari area preoptik dan sinyal dari bagian tubuh yang lain dikombinasikan dan
digabung untuk mengatur reaksi pembentukan panas atau reaksi penyimpanan panas di dalam tubuh.

Mekanisme Efektor Neuron yang Menurunkan atau Meningkatkan Suhu Tubuh

Bila pusat suhu hipotalamus mendeteksi bahwa suhu tubuh terlalu panas atau terlalu dingin,
hipotalamus akan memberikan prosedur penurunan atau peningkatan suhu yang sesuai.Pembaca mungkin
lebih banyak mengetahui hal ini dari pengalaman pribadi, tetapi gambaran khususnya adalah sebagai
berikut.

9
Pengaturan Suhu Tubuh—Peran Hipotalamus

Gambar 73-6 menggambarkan apa yang terjadi pada suhu "inti" tubuh pada orang yang telanjang setelah
beberapa jam terpajan pada udara kering yang berkisar dari 30° sampai 160°F. Gambaran
yang tepat dari kurva ini bergantung pada gerakan angin diudara, jumlah kelembapan di udara, dan
bahkan sifat alam dilingkungan sekitarnya. Secara umum, orang telanjang yang berada pada udara kering
yang bersuhu antara 55° dan 130°F, mampu mempertahankan suhu inti tubuh yang normal antara 97° dan
100°F. Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir semua
mekanisme ini terjadi
melalui pusat pengaturan- uhu yang terletak di hipotalamus. Agar mekanisme umpan balik ini dapat
berlangsung, harus juga tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat
panas atau sangat dingin.

Peran Area Preoptik-Hipotalamik Anterior dalam Mendeteksi Suhu Termostatik

Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada hewan di suatu area kecil di otak
dengan menggunakan thermode. Alat kecil seperti jarum ini dipanaskan dengan alat listrik atau dengan
mengalirkan air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Area utama di otak tempat panas atau dingin

10
yang dihasilkan oleh thermode memengaruhi pengaturan suhu tubuh adalah nukleus preoptik dan nukleus
hipotalamik anterior
hipotalamus. Dengan menggunakan thermode, area preoptik-hipotalamus anterior diketahui mengandung
sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas yang jumlahnya kira-kira sepertiga neuron yang
sensitif terhadap dingin. Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengontrol
suhu tubuh.
Neuron-neuron yang sensitif terhadap panas ini meningkatkan kecepatan kerjanya hingga 2
sampai 10 kali lipat sebagai respons terhadap kenaikan suhu tubuh sebesar 10°C. Neuron yang sensitif
terhadap dingin, sebaliknya, meningkatkan kecepatan kerjanya saat suhu tubuh turun. Apabila area
preoptik dipanaskan, kulit di seluruh tubuh dengan segera mengeluarkan banyak keringat, sementara
pembuluh darah kulit di seluruh tubuh menjadi sangat berdilatasi. Hal ini merupakan reaksi yang timbul
segera untuk menyebabkan tubuh kehilangan panas, sehingga membantu mengembalikan suhu tubuh
kembali normal. Di samping itu, pembentukan panas tubuh yang berlebihan dihambat. Dengan demikian,
area preoptik dari hipotalamus jelas memiliki kemampuan yang
berfungsi sebagai termostatik pusat pengaturan suhu tubuh.

Mekanisme Penurunan-Suhu Bila Tubuh Terlalu Panas


Sistem pengatur suhu menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh
ketika suhu tubuh menjadi sangat tinggi, yaitu sebagai berikut.

1. Vasodilatasi pembuluh darah kulit. Pada hampir semua area di dalam tubuh, pembuluh darah kulit
berdilatasi dengan kuat. Hal ini disebabkan oleh hambatan pusat simpatis di hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke
kulit sebanyak delapan kali lipat.
2. Berkeringat. Efek peningkatan suhu tubuh yang menyebabkan berkeringat digambarkan oleh kurva
abu-abu terang pada Gambar 73-7, yang memperlihatkan peningkatan yang tajam pada kecepatan
pengeluaran panas melalui evaporasi, yang dihasilkan dari berkeringat ketika suhu inti tubuh meningkat
di atas nilai kritis 37°C (98,6°F). Peningkatan suhu tubuh tambahan sebesar 1°C, menyebabkan
pengeluaran keringat yang
cukup banyak untuk membuang 10 kali kecepatan pembentukan panas tubuh
3. Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas yang berlebihan,
seperti menggigil dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat.

Mekanisme Peningkatan-Suhu Saat Tubuh Terlalu Dingin


Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu mengadakan prosedur yang tepat berlawanan.
Yaitu sebagai berikut.
1. Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh rangsangan dari pusat simpatis
hipotalamus posterior.
2. Piloereksi. Piloereksi berarti rambut "berdiri pada akarnya:" Rangsang-simpatis menyebabkan otot
arektor pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi, yang menyebabkan rambut berdiri tegak. Hal ini
tidak penting pada manusia, tetapi pada hewan yang lebih rendah, berdirinya rambut memungkinkan
hewan tersebut untuk membentuk lapisan tebal "isolator udara" yang bersebelahan dengan kulit, sehingga
pemindahan panas ke lingkungan sangat ditekan.
3. Peningkatan termogenesis (pembentukan panas). Pembentukan panas oleh sistem metabolism
meningkat dengan memicu terjadinya menggigil, rangsang simpatis untuk pembentukan panas, dan
sekresi tiroksin. Mekanisme ketiga cara tersebut dalam meningkatkan panas, membutuhkan penjelasan
tambahan, sebagai berikut.

11
SKEMA DEMAM

Mekanisme Terjadinya Demam :


1. Demam disebabkan dari infeksi atau peradangan, tetapi juga selain dari infeksi demam juga dapat
disebabkan oleh dehidrasi dan diare.
2. Dari infeksi ini akan ada bakteri makrofag yang masuk dalam tubuh kita
3. Bakteri makrofag ini akan memancing keluarnya zat bahan kimia yaitu pirogen endogen
4. Pirogen endogen ini akan meningkatkan titik patokan di hipotalamus yang akan melepaskan
prostaglandin (set point)
5. Setelah itu sel point yang ada di dalam prostaglandin akan memeberi tahu kepada hipotalamus
yang akan mendeteksi suhu pra demamnya. Misalnya, bila seseorang merasakan menggigil maka
ia memproduksi panas sedangkan bila ia berkeringat maka ia melakukan pengeluaran panas
6. Dari sinilah hipotalamus akan memberikan respon kepada tubuh kita bahwa tubuh kita akan
mengalami “DEMAM”
DIARE
Penyebab Diare
Diare disebabkan karena beberapa faktor, yaitu:
Virus. Contoh Rotavirus, Norovirus
Infeksi Bakteri seperti, Salmonella, E. Colli

12
Infeksi Parasit, seperti Giardia
Alergi Makanan
Makanan yang mengandung pemanis buatan
Pasca Operasi Batu Empedu
Efek Samping obat Antibiotik (Willy, 2018)
Berdasarkan skenario yang kami dapat, Kemungkinan gejala sesuai dengan Skenario diatas
adalah
Virus, yaitu Rotavirus, karena Rotavirus merupakan virus yang paling sering menyebabkan
diare pada anak-anak
Infeksi Bakteri, yaitu E. Colli, karena E. Colli adalah bakteri yang paling sering menyebabkan
diare
Infeksi Parasit yaitu Giardia, Karena kemungkinan, Yang Pertama, Air tempat
perkembangbiakan Udang sendiri tidak bersih. Yang Kedua, Air yang di pakai untuk memasak
udang tersebut tidak bersih.
Alergi Makanan, Karena pada skenario, anak tersebut memiliki gejala urtikaria. Yang Urtikaria
sendiri adalah Respon Imun pada tubuh yang menandakan bahwa anak tersebut mengalami
Alergi.

13
Patofisiologi & Patogenesis

Patofisiologi Diare
Pada orang dewasa sehat berat faeces bervariasi antara 100-300 gm/ hari, tergantung dari diet yang masuk
yang tidak tercerna khususnya karbohidrat. Diare sebaiknya dikatagorikan berdasarkan kenaikan berat
faeses yang menyebabkan perubahan
Jenis-Jenis Diare Berdasarkan Penyebabnya
Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan oleh bahan-bahan osmotik, yaitu bahan-bahan makanan
tertentu yang tidak dapat diangkut oleh darah dan tertinggal di dalam usus. Beberapa contoh bahan
osmotik adalah heksitol, sorbitol, dan manitol.
Penyebab lain diare osmotik adalah kekurangan enzim laktase. Enzim laktase adalah enzim yang
diproduksi di dalam usus halus. Enzim ini berfungsi mengubah laktosa (gula usus) menjadi glukosa dan
galaktosa, sehingga dapat diserap oleh darah. Apabila orang yang kekurangan enzim laktase
mengonsumsi susu atau produk olahan susu maka laktosa akan menumpuk di dalam usus halus sehingga
mengakibatkan terjadinya diare osmotik.
Berat ringannya diare yang dialami oleh penderita diare osmotik dipengaruhi oleh jumlah bahan osmotik
yang dikonsumsi dan masuk ke usus. Pada umumnya, diare osmotik akan berhenti saat penderita berhenti
mengonsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan osmotik.
Diare Sekretonik
Diare sekretorik terjadi saat usus kecil dan usus besar mengeluarkan senyawa garam (terutama natrium
klorida) dan air ke dalam feses. Sekresi garam dan air yang berlebihan ini dapat disebabkan oleh pelbagai
faktor, seperti adanya senyawa toksin, minyak kastor, atau asam empedu di dalam usus. Selain itu, diare
sekretorik juga dapat disebabkan oleh adanya tumor tertentu, misalnya karsinoid, gastrinoma, dan
vipoma.
Sindroma Malabsorbsi
Sindroma malabsorbsi merupakan gangguan penyerapan sari-sari makanan di dalam usus halus. Penderita
gangguan ini biasanya tidak dapat mencerna makanan secara normal. Pada saat terjadi sindroma
malabsorbsi secara menyeluruh, lemak dan karbohidrat tidak dapat diserap dengan baik. Lemak yang
tertinggal di dalam usus besar dapat mengakibatkan diare sekretorik, sedangkan karbohidrat yang
tertinggal dalam usus besar dapat mengakibatkan diare osmotik.
Terjadinya sindroma malabsorbsi dapat dipicu oleh pelbagai faktor. Misalnya, sariawan nontropikal,
insufisiensi pankreas, pengangkatan sebagian usus, berkurangnya aliran darah ke usus, penurunan
produksi enzim tertentu di dalam usus halus, dan adanya penyakit pada hati..
Diare Eksdatif
Diare eksudatif merupakan diare yang disebabkan oleh terjadinya peradangan atau terbentuknya borok
pada usus besar. Peradangan atau borok ini dapat memicu pelepasan protein, darah, lendir, dan cairan
lainnya yang dapat meningkatkan kandungan serat dalam feses dan membuat feses menjadi encer. Diare
eksudatif biasanya dipicu oleh jenis penyakit lain, seperti TBC, limfoma, kanker, penyakit Chorn, dan
kolitis ulserativa.
Diare Karena Perubahan Bagian Usus
Pada keadaan normal, feses biasanya memiliki kandungan air 60-90%. Untuk dapat mencapai keadaan
tersebut, feses harus berada di dalam usus besar selama beberapa waktu tertentu. Apabila terlalu cepat
atau terlalu lama di dalam usus besar maka feses menjadi tidak normal. jika terlalu cepat meninggalkan
usus besar, feses menjadi sangat encer. Sebaliknya, feses akan menjadi sangat keras dan kering jika
terlalu lama berada di dalam usus besar.
Perubahan bagian (pasase) usus mengakibatkan feses terlalu cepat meninggalkan usus besar, sehingga
feses menjadi sangat encer. Beberapa hal yang dapat mempersingkat keberadaan feses di dalam usus
besar antara lain hipertiroid, pengangkatan sebagian usus halus atau usus besar, pembedahan perut,
pengobatan borok dengan memotong saraf vagus, dan konsumsi obat-obatan pencahar. (E-Sejati, 2012)

14
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga
timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang
selanjutnya akan menimbulkan diare
Patogenesis Diare
Patogenesis diare akut
yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam
lambung. Jasad renik itu berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan
toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare
Patogenesis diare kronik
lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi,
malnutrisi dan lain-lain.
Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi) yang
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan
sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah),
hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.

15
Mekanisme Homeostasis Ketika Demam
Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan. Sebagai
respons terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan
kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus
untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus sekarang mempertahankan di suhu normal tubuh.
Jika,sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 102°F (38,9°C),
hipotalamus mendeteksi bahwa suhu normal pra-demam terlalu dingin sehingga bagian otak ini
memicu mekanisme-mekanisme respons dingin untuk mningkatkan suhu menjadi 102°F. Secara spesifik,
hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat, dan mendorong vasokonstriksi
kulit untuk segera mengurangi pengeluaran panas, kedua tindakan ini mendorong suhu naik.
Kejadian ini, yang ditandai dengan rasa dingin mengigil yang tiba-tiba, sering terjadi pada awitan
demam. Karena merasa dingin, yang bersangkutan memakai selimut sebagai mekanisme volunter
untuk membantu meningkatkan suhu tubuh dengan menahan panas tubuh. Setelah suhu baru
tercapai, suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respons terhadap panas dan dingin tetapi dengan
patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadinya demam sebagai respons terhadap infeksi adalah tujuan
yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. Meskipun makna
fisiologis demambelum jelas, banyak pakar kedokteran percaya bahwa peningkatan suhu tubuh
bermanfaat dalam mengatasi infeksi. Demam memperkuat respons peradangan dan mungkin
menghambat perkembangbiakan bakteri.
Selama terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan titik patokan hipotalamus dengan memicu
pelepasan lokal prostaglandin, yaitu mediator kimiawi lokal yang bekerja langsung pada hipotalamus.
Aspirin mengurangi demam dengan menghambat sintesis prostaglandin. Aspirin tidak menurunkan
suhu pada orang yang tidak demam karena tanpa adanya pirogen endogen maka di hipotalamus tidak
terdapat prostaglandin dalam jumlah bermakna.
Mekanisme molekular yang pasti "hilangnya" demam secara alami belum diketahui, meskipun
hal ini diperkirakan karena berkurangnya pengeluaran pirogen atau sintesis prostaglandin. Ketika
titik patokan hipotalamus kembali ke normal, suhu pada 102°F, (dalam contoh ini) menjadi terlalu
tinggi. Mekanisme-mekanisme respons panas diaktifkan untuk mendinginkan tubuh. Terjadi vasodilatasi
kulit dan pengeluaran keringat. Orang yang bersangkutan merasa panas dan membuka semua
penutup tambahan. Pengaktifan mekanisme pengeluaran panas oleh hipotalamus ini menurunkan suhu
ke normal. (Sherwood, 2014)

16
17
Mekanisme Homeostasis Ketika Kekurangan Cairan
Berdasarkan Skenario diatas, dehidrasi yang dialami memiliki dua kemungkinannya ialah:
Apabila banyak garam dalam badan dan kurang air
Apabila kurang garam dalam badan dan banyak air
Apabila kadar garam lebih dari jumlah normal dan kurang air dalam badan, tekanan osmosis darah akan
meningkat, osmoreseptor pada hipotalamus akan terangsang kemudian kelenjar hipofisis akan dirangsang
lebih aktif untuk mensekresikan hormon ADH yang bersifat antidiuretik untuk meningkatkan
permeabilitas tubulus ginjal terhadap air, kelenjar adrenal (hormon aldosteron) akan kurang dirangsang,
maka lebih banyak air diserap dan kurang ion natrium dan ion kalsiumdiserap kembali masuk dalam
tubuh, tekanan osmosis darah akan turun, proses ini akan berulang sehingga tekanan osmosis darah pada
jumlah normal.
Apabila kadar garam lebih rendah dari jumlah normal dalam tubuh dan lebih banyak air dalam tubuh,
tekanan osmosis darah akan menurun, osmoreseptor pada hipotalamus akan terangsang kemudian kelenjar
pituitari akan kurang dirangsang untuk mensekresikan hormon ADH (antidiuresis) untuk mengurangi
permeabilitas tubulus ginjal terhadap air, kelenjar adrenal (hormon aldosteron) akan dirangsang dengan
lebih aktif, maka lebih sedikit air diserap dan lebih sedikit juga natrium dan kalsium diserap kembali
masuk dalam tubuh, tekanan osmosis darah akan naik, proses ini akan berulang sehingga tekanan osmosis
darah berada pada jumlah normal. (Rachmat, 2017)

Sistem Imun
Sistem imun adalah sistem yang membentuk kekebalan tubuh dengan menolak berbagai benda asing
yang masuk ke tubuh.

Fungsi sistem imun:


1) Pembentuk kekebalan tubuh.
2) Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
3) Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang membahayakan.
4) Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

Sistem imun membentuk beberapa lapisan pertahanan tubuh.


Lapisan pertahanan tubuh terdiri dari:

18
Kekebalan tubuh dibentuk secara:
1) Kekebalan bawaan (innate immunity) Yaitu kekebalan diturunkan dan ada sejak lahir. Kekebalan
bawaan melakukan respon imun non-spesifik dalam waktu yang cepat.
2) Kekebalan adaptif (acquired immunity) Yaitu kekebalan yang didapatkan dari pengenalan tubuh
terhadap antigen. Kekebalan adaptif melakukan respon imun spesifik dalam waktu yang lambat.
Respon imun adalah cara tubuh merespon masuknya antigen ke dalam tubuh.
Respon imun terbagi menjadi:
1) Respon imun non-spesifik, tidak membeda-bedakan antigen yang diserang.
2) Respon imun spesifik, menyerang antigen tertentu dan dapat mengenali kembali jika sewaktu-
sewaktu antigen yang sama menyerang kembali.
Komponen utama sistem imun yang paling utama adalah bagian lapisan pertahanan ketiga, yaitu
leukosit.
Sistem limfa tersusun atas organ-organ limfatik yang terdiri dari dua, yaitu:
Organ limfatik primer
1) Sumsum tulang, menghasilkan limfosit.
2) Timus, tempat pematangan limfosit dari
sumsum tulang.
Organ limfatik sekunder
1) Nodus limfa, adalah titik di sepanjang pembuluh limfa yang memiliki ruang (sinus) yang mengandung
limfosit dan makrofag. Nodus limfa berfungsi sebagai penyaring mikroorganisme.
2) Limpa/spleen, fungsinya membuang antigen dalam darah dan menghancurkan eritrosit yang sudah
tua.
3) Tonsil, fungsinya memerangi infeksi pada saluran pernapasan bagian atas dan faring.
Berdasarkan granula pada plasma, leukosit terbagi menjadi:
1) Leukosit granulosit, yaitu leukosit yang plasmanya bergranula, yaitu neutrofil, eosinofil dan basofil.
2) Leukosit agranulosit, yaitu leukosit yang plasmanya tidak bergranula, yaitu monosit, limfosit B
dan limfosit T.

19
B. KEKEBALAN DITURUNKAN
Kekebalan diturunkan (innate immunity) adalah kekebalan yang ada sejak lahir, dan melakukan respon
imun non-spesifik dalam waktu cepat.
Komponen-komponen kekebalan diturunkan:
1) Kulit (fisik dan mekanik)
Tersusun atas keratin yang sulit ditembus antigen. Selain itu, terdapat rambut dan pada saluran
pernapasan terdapat silia.
2) Membran mukosa (kimiawi)
Membran mukosa menghasilkan enzim lisozim yang mengkatalisis penghancuran antigen yang masuk
ke tubuh.
Enzim lisozim terkandung dalam:

3) Bakteri alami (biologis)


Pada tubuh manusia, hidup berbagai macam bakteri alami yang apatogen. Bakteri alami tersebut akan
menghambat perkembangan bakteri patogen yang masuk ke tubuh.
4) Sel fagosit
Sel fagosit terdiri atas neutrofil, monosit dan makrofag. Sel fagosit menghancurkan antigen dengan
mekanisme fagositosis.
5) Protein antimikroba (komplemen)
Adalah protein yang dihasilkan hati dan mengalir dalam darah. Protein antimikroba menempel pada
membran sel mikroba agar:

20
1. Sel asing mengalami lisis (apoptosis).
2. Sel fagosit mudah mengenali mikroba.
3. Merangsang fagosit untuk lebih aktif.
6) Interferon
Interferon adalah protein yang dihasilkan sel tubuh yang diserang virus.Interferon berfungsi
memperingatkan sel lain di sekitarnya akan bahaya suatu antigen. Interferon mampu menghambat jumlah
sel yang terinfeksi, karena mengubah sel di sekitarnya menjadi tidak dikenali antigen.
7) Sel natural killer (NK)
Adalah leukosit yang berjaga di sistem peredaran darah dan limfatik. Sel ini mampu melisis sel kanker
dan sel terinfeksi virus.
8) Respon inflamasi
Adalah peradangan jaringan yang merupakan reaksi cepat terhadap kerusakan. Fungsi inflamasi:
1. Membunuh antigen yang masuk.
2. Mencegah penyebaran infeksi.
3. Mempercepat proses penyembuhan.
Penyebab inflamasi adalah karena dihasilkannya histamin oleh sel tiang (mast cell) dan kemokin oleh
sel fagosit di jaringan (makrofag).
Kinerja respon imun non-spesifik:
1) Jaringan yang terluka mengirim sinyal melaluipembentukan histamin dan kemokin.
2) Histamin akan menyebabkan vasodilatasi dan menyebabkan plasma darah, trombosit, dan protein
antimikroba dilepas ke jaringan.
3) Kemokin akan memanggil neutrofil dan monosit lebih banyak dari peredaran darah untuk
melakukan fagositosis
C. ANTIGEN DAN ANTIBODI
Antigen adalah segala bentuk molekul yang dianggap oleh tubuh sebagai benda asing. Limfosit
mengetahui asing atau tidaknya suatu molekul melalui protein penanda yang disebut MHC (Major
Histocompatibility Complex). Molekul MHC adalah protein yang terdapat pada membran sel di tubuh yang
dianggap tidak asing. Suatu antigen yang tidak mengandung molekul MHC akan dianggap asing.
Macam-macam molekul MHC:
1) Molekul MHC kelas I, ditemukan di sel-sel tubuh, kecuali eritrosit.
2) Molekul MHC kelas II, ditemukan di sel limfosit T, limfosit B dan makrofag. Limfosit mengenali
antigen karena dapat berikatan pada epitop antigen. Secara umum, antigen spesifik limfosit adalah:
1) Limfosit B, reseptornya mengenali:
a. Antigen uniselular atau prokariotik, misalnya virus dan bakteri.
b. Antigen utuh.
2) Limfosit T, reseptornya mengenali:
a. Antigen multiselular atau eukariotik, misalnya jamur, cacing parasit, darah transfusi, sel atau organ
transplantasi.
b. Antigen berupa fragmen.
Antibodi adalah protein yang menempel pada limfosit B dan dapat mengenali antigen spesifik. Antibodi
disebut juga immunoglobin (Ig) karena mengandung protein γ-globulin.
Kelas-kelas antibody :

21
Reaksi antigen-antibodi:
1) Aglutinasi/presipitasi, penggumpalan antigen.
2) Netralisasi/detoksifikasi, penetralan toksin yang dihasilkan antigen.
3) Opsonisasi, penandaan patogen/sel terinfeksi oleh protein komplemen sebagai sinyal kimiawi.
4) Fagositosis, penghancuran patogen/sel terinfeksi.
D. KEKEBALAN DIDAPATI
Kekebalan didapati (acquired immunity) adalah kekebalan yang dibentuk tubuh setelah mengenali suatu
antigen, dan melakukan respon imun spesifik dalam waktu lambat.
Komponen-komponen kekebalan didapati dilakukan oleh sel-sel limfosit B (antibodymediated
immunity) dan sel-sel limfosit T (cellmediated immunity).
Pembentukan kekebalan humoral (antibodymediated immunity) dilakukan setelah respon imun non-
spesifik berhasil dilakukan. Kekebalan humoral dibentuk dari pembentukan antibodi oleh sel limfosit B.
1) Fragmen antigen yang telah difagositosis tidak dicerna oleh sel fagosit.
2) Fragmen tersebut kemudian ditampilkan pada sel fagosit untuk diambil pesannya oleh sel T helper
melalui molekul MHC kelas II.
3) Pesan mengenai fragmen antigen kemudian dikirimkan oleh sel T helper kepada sel B.Sel limfosit B
akan membentuk kekebalan humoral dengan membelah diri.
Macam-macam sel limfosit B:
1) Sel B plasma, mensekresikan antibodi.
2) Sel B memori, mengingat antigen spesifik yang pernah menyerang tubuh.
3) Sel B pembelah, menambah jumlah sel-sel limfosit B dari pembelahan.Respon imun pada kekebalan
humoral:
1) Respon imun primer
Dilakukan dengan aktivasi sel B ke tempat yang terinfeksi, lalu membelah membentuk populasi
(klon), dan mensekresikan antibodi bersama-sama, yang kemudian mati ketika infeksi berakhir.
2) Respon imun sekunder
Dilakukan sewaktu infeksi ulang dengan aktivasi satu sel B memori yang membentuk klon, dan
mensekresikan antibodi spesifik bersama-sama.

Pembentukan kekebalan diperantarai sel dilakukan jika respon imun non-spesifik gagal menahan
antigen masuk ke tubuh. Kekebalan diperantarai sel dibentuk dari mekanisme penghancuran antigen
oleh sel limfosit T.
1) Antigen yang lolos dari sel fagosit akan difagositosis oleh sel-sel tubuh.
2) Fragmen yang telah difagositosis tidak dicerna oleh sel-sel tubuh.
3) Fragmen tersebut kemudian ditampilkan pada sel tubuh untuk diambil pesannya oleh sel T sitotoksik
melalui molekul MHC kelas I.
Sel limfosit T akan membentuk kekebalan diperantarai sel dengan melisis sel tubuh yang diserang
sehingga mengalami apoptosis. Kekebalan ini tidak menghasilkan antibodi. Macam-macam sel limfosit
T:
22
1) Sel T memori, diprogram untuk mengingat dan mengenali antigen spesifik apabila menyerang tubuh
sewaktu-waktu.
2) Sel T helper, mengontrol pembelahan sel B, pembentukan antibodi dan aktivasi sel T.
3) Sel T killer (sitotoksik), melisis sel tubuh yang diserang antigen.
4) Sel T supresor, menurunkan respon imun yang lebih dari cukup.
Respon imun primer dan sekunder yang dilakukan limfosit T sama dengan cara yang dilakukan
limfosit B, namun tidak menggunakan antibodi.

Defenisi
Definisi Reaksi Alergi (Reaksi Hipersensitivitas) adalah reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang
terjadi ketika jaringan tubuh yang normal mengalami cedera/terluka. Mekanisme dimana sistem kekebalan
melindungi tubuh dan mekanisme dimana reaksi hipersensitivitas bisa melukai tubuh adalah sama. Karena
itu reaksi alergi juga melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya yang merupakan komponen dalam
system imun yang berfungsi sebagai pelindung yang normal pada sistem kekebalan. Reaksi ini terbagi
menjadi empat kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi
hipersensitif. Tipe I hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan
alergi. Gejala dapat bervariasi dari ketidaknyamanan sampai kematian. Hipersensitivitas tipe I ditengahi
oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil. Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit
pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga disebut hipersensitivitas
sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM. Kompleks imun (kesatuan antigen, protein
komplemen dan antibodi IgG dan IgM) ditemukan pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi
hipersensitivitas tipe III. hipersensitivitas tipe IV (juga diketahui sebagai selular) biasanya membutuhkan
waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan
penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta dalam contact dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel
T, monosit dan makrofag.
Penyebab
Istilah reaksi alergi digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi yang melibatkan antibodi
IgE (immunoglobulin E). Ig E terikat pada sel khusus, termasuk basofil yang berada di dalam
sirkulasi darah dan juga sel mast yang ditemukan di dalam jaringan. Jika antibodi IgE yang terikat
dengan sel-sel tersebut berhadapan dengan antigen (dalam hal ini disebut alergen), maka sel-sel
tersebut didorong untuk melepaskan zat-zat atau mediator kimia yang dapat merusak atau melukai
jaringan di sekitarnya. Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau makanan, yang
bertindak sebagai antigen yang merangsang terajdinya respon kekebalan. Kadang istilah penyakit
atopik
digunakan untuk menggambarkan sekumpulan penyakit keturunan yang berhubungan dengan IgE,
seperti rinitis alergika dan asma alergika. Penyakit atopik ditandai dengan kecenderungan untuk
menghasilkan antibodi IgE terhadap inhalan (benda-benda yang terhirup, seperti serbuk bunga, bulu
binatang dan partikel-partikel debu) yang tidak berbahaya bagi tubuh. Eksim (dermatitis atopik)
juga merupakan suatu penyakit atopik meskipun sampai saat ini peran IgE dalam penyakit ini masih
belum diketahui atau tidak begitu jelas. Meskipun demikian, seseorang yang menderita penyakit
atopik tidak memiliki resiko membentuk antibodi IgE terhadap alergen yang disuntikkan (misalnya
obat atau racun serangga)

Gambar 1. Penyebab reaksi alergi 6

23
Gejala
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri dari mata berair,mata terasa
gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi gangguan pernafasan, kelainan fungsi jantung
dan tekanan darah yang sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang
bisa terjadi pada orang-orang yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obat-
obatan tertentu atau setelah disengat lebah, dengan segera menimbulkan gejala. 7.8

Tipe-tipe Alergi
Alergi tipe I
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang
menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik
(antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi
berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal
sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik.
Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Terdapat 2 kemungkinan yang
terjadi pada mekanisme reaksi alergi tipe I, yaitu :

Gambar 2 A : Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang berada di permukaan sel mast atau basofil,
dimana sebelumnya penderita telah terpapar allergen sebelumnya, sehingga Ig E telah terbentuk. Ikatan
antara allergen dengan Ig E akan menyebabkan keluarnya mediator-mediator kimia seperti histamine dan
leukotrine.

Gambar 2 B : Respons ini dapat terjadi jika tubuh belum pernah terpapar dengan allergen penyebab
sebelumnya. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan

24
dengan sel B, sehingga menyebabkan sel B berubah menjadi sel plasma dan memproduksi Ig E. Ig
E kemudian melekat pada permukaan sel mast dan akan mengikat allergen. Ikatan sel mast, Ig E
dan allergen akan menyebabkan pecahnya sel mast dan mengeluarkan mediator kimia. Efek
mediator kimia ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi, oedem, spasme pada otot
polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat ditemukan pada alergi tipe ini antara lain : rinitis
(bersin-bersin, pilek) ; sesak nafas (hipersekresi sekret), oedem dan kemerahan (menyebabkan
inflamasi) ; kejang (spasme otot polos yang ditemukan pada anafilaktic shock).

Gambar 2 A Gambar 2 B

Gambar 2. Mekanisme Reaksi Alergi Tipe 16

Keterangan :
Alergen/eksogen nonspesifik seperti asap, sulfurdioksida, obat yang masuk melalui jalan nafas akan
menyebabkan saluran bronkus yang sebelumnya masih baik menjadi meradang. Alergen diikat Ig
E pada sel mast dan menyebabkan sel yang berada di bronkus mengeluarkan mediator kimia
(sitokin) sebagai respons terhadap alegen. Sitokin ini mengakibatkan sekresi mukus, sehingga sesak
nafas.

Adapun penyakit-penyakit yang disebabkan oleh reaksi alergi tipe I adalah :


• Konjungtivitis
• Asma
• Rinitis
• Anafilaktic shock

Reaksi Alergi tipe II {Antibody-Mediated Cytotoxicity (Ig G)}


Reaksi alergi tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan kerusakan pada sel
tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada pada
permukaan sel.

25
Stomatognatic (J.K.G Unej) Vol. 7 No. 2 2010: 108-12

Antibodi yang berperan biasanya Ig G. Berikut (gambar 2 dan 3a) mekanisme terjadinya reaksi alergi
tipe II. 8.9

Gambar 3. Reaksi alergi tipe II 7

Keterangan :
Tipe ini melibatkan K cell atau makrofag. Alergen akan diikat antibody yang berada di permukaan sel
makrofag/K cell membentuk antigen antibody kompleks. Kompleks ini menyebabkan aktifnya
komplemen (C2 –C9) yang berakibat kerusakan.

Gambar 4. Mekanisme respon alegi pada anemia hemolitik


Keterangan :
Alergen (makanan) akan diikat antibody yang berada di permukaan K cell, dan akan melekat pada
permukaan sel darah merah. Kompleks ini mengaktifkan komplemen, yang berakibat hancurnya sel
darah merah.

Contoh penyakit-penyakit :
• Goodpasture (perdarahan paru, anemia)
• Myasthenia gravis (MG)
• Immune hemolytic (anemia Hemolitik)
• Immune thrombocytopenia purpura
• Thyrotoxicosis (Graves' disease)

Terapi yang dapat diberikan pada alegi tipe


II: immunosupresant cortikosteroids-prednisolone). 1.2.8.9

Reaksi Alergi Tipe III (Immune Complex Disorders)


26
Merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari kompleks
antigen antibody berada di jaringan. Gambar berikut ini menunjukkan mekanisme respons alergi
tipe III. 2.3.4.5 Secara ringkas penulis merangkum reaksi alergi tipe 3 seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Mekanisme Reaksi Alergi tipe III

Keterangan :
Adanya antigen antibody kompleks di jaringan, menyebabkan aktifnya komplemen. Kompleks ini
mengatifkan basofil sel mast aktif dan merelease histamine, leukotrines dan menyebabkan
inflamasi.

Gambar 6. Reaksi Alergi tipe III 7

Keterangan gambar :
Alergen (makanan) yang terikat pada antibody pada netrofil (yang berada dalam darah) dan
antibody yang berada pada jaringan, mengaktifkan komplemen. Kompleks tersebut menyebabkan
kerusakan pada jaringan.

Penyakit :
• the protozoans that cause malaria
• the worms that cause schistosomiasis and filariasis
• the virus that causes hepatitis B, demam berdarah.
• Systemic lupus erythematosus (SLE)
• "Farmer's Lung“ (batuk, sesak nafas)

Kasus lain dari reaksi alergi tipe III yang perlu diketahui menyebutkan bahwa
imunisasi/vaksinasi yang menyebabkan alergi sering disebabkan serum (imunisasi) terhadap
27
Seputar alergi…(Nuzulul dan I Dewa A)
Dipteri atau tetanus. Gejalanya Disebut dg.
Syndroma sickness, 8.9 yaitu :
• Fever
• Hives/urticaria
• Arthritis
• protein in the urine.

Reaksi Alergi Tipe IV {Cell-Mediated Hypersensitivities (tipe lambat)}


Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik dan intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini
melibatkan sel-sel imunokompeten, seperti makrofag dan sel T. Ekstrinsik : nikel, bhn kimia
Intrinsik: Insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM or Type I diabetes), Multiple sclerosis (MS),
Rheumatoid arthritis, TBC.3.4.5

Gambar 7. Mekanisme Reaksi alergi tipe IV 7

Keterangan :
Makrofag (APC) mengikat allergen pada permukaan sel dan akan mentransfer allergen pada sel T, sehingga
sel T merelease interleukin (mediator kimia) yang akan menyebabkan berbagai gejala.

Diagnosa
Setiap reaksi alergi dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan utama dari diagnosis adalah
mengenali alergen. Alergen bisa berupa tumbuhan musim tertentu (misalnya serbuk rumput atau rumput
liar) atau bahan tertentu (misalnya bulu kucing). Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk ke dalam mata,
terhirup, termakan atau disuntikkan ke tubuh, dengan segera alergen akan bisa menyebabkan reaksi alergi.
Pemeriksaan bisa membantu menentukan apakah gejalanya berhubungan dengan
allergen apa penyebabnya serta menentukkan obat yang harus diberikan. Pemeriksaan darah bisa
menunjukkan banyak eosinofil (yang biasanya meningkat).Tes RAS
(radioallergosorbent) dilakukan untuk mengukur kadar antibodi IgE dalam darah yang spesifik untuk
alergen individual. Hal ini bisa membantu mendiagnosis reaksi alerki kulit, rinitis alergika musiman atau
asma alergika. 1.2.4.5.9.10 Tes kulit sangat bermanfaat untuk menentukan alergen penyebab terjadinya
reaksi alergi. Larutan encer yang terbuat dari saripati pohon, rumput, rumput liar, serbuk tanaman, debu,
bulu binatang, racun serangga, makanan dan beberapa jenis obat secara terpisah disuntikkan pada

28
kulit dalam jumlah yang sangat kecil. Jika terdapat alergi terhadap satu atau beberapa bahan
tersebut, maka pada tempat penyuntikkan akan terbentuk bentol dalam waktu 15- 20 menit. Jika tes
kulit tidak dapat dilakukan atau keamanannya diragukan, maka bisa digunakan tes RAS. Kedua tes
ini sangat spesifik dan akurat, tetapi tes kulit biasanya sedikit lebih akurat dan lebih murah serta
hasilnya bisa diperoleh dengan segera.
1.8.9.10

DISKUSI

Reaksi alergi atau hipersensistivitas terbagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I (reaksi cepat) yang
terjadi segera setelah terpapar alergen. Tipe ini diperantarai oleg Ig E yang terikat pada permukaan
sel mast atau basofil dan menyebabkan dilepaskannya mediator
kimia seperti bradikinin, histamine, prostaglandin. Tipe II diperantarai Ig G, reaksi yang
menyebabkan kerusakan pada sel
tubuh oleh karena antibodi melawan/menyerang secara langsung antigen yang berada pada
permukaan sel. Tipe III merupakan reaksi alegi yang dapat terjadi karena deposit yang berasal dari
kompleks antigen antibody berada di jaringan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh antigen ekstrinsik
dan intrinsic/internal (“self”). Reaksi ini melibatkan sel -sel imunokompeten, seperti makrofag dan
sel T.1..9.10.11.12
Reaksi alergi dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan utama dari diagnosis
adalah mengenali alergen. Alergen bisa berupa tumbuhan musim tertentu (misalnya serbuk rumput
atau rumput liar) atau bahan tertentu (bulu kucing). Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk ke
dalam mata, terhirup, termakan atau disuntikkan ke tubuh, dengan segera alergen akan bisa
menyebabkan reaksi alergi. Pemeriksaan bisa membantu menentukan apakah gejalanya
berhubungan dengan
allergen apa penyebabnya serta menentukkan obat yang harus diberikan. Pemeriksaan darah bisa
menunjukkan banyak eosinofil (yang biasanya meningkat).Tes RAS
(radioallergosorbent) dilakukan untuk mengukur kadar antibodi IgE dalam darah yang spesifik untuk
alergen individual.

Informasi tambahan
Kandungan udang
Kandungan Nutrisi Udang
SENYAWA AKTIF
Definisi senyawa aktif
Senyawa aktif merupakan zat yang memiliki daya atau kemampuan untuk mencegah terjadinya
berbagai kondisi buruk tubuh saat metabolisme atau mencegah masalah kesehatan dan menjaga
kesehatan manusia (Suharto et al., 2012). Kemudian definisi senyawa aktif menurut Darusman et
al. (2011) senyawa aktif adalah zat yang menunjukan aktivitas biologis seperti antioksidan,
inhibitor. Menurut Salni et al. (2011) yang disebut senyawa aktif adalah senyawa kimia tertentu
yang terdapat dalam tumbuhan dan hewan sebagai bahan obat yang mempunyai efek fisiologis
terhadap organisme lain, atau sering disebut sebagai senyawa bioaktif. Selain itu Dali et al.
(2011) mengatakan bahwa senyawa aktif adalah zat biokatif yang memiliki aktifitas biologis
sebagai antibiotik, antitumor. Berdasarkan uraian tentang definisi dari senyawa aktif di atas

29
makan dapat dikatakan bahwa senyawa aktif merupakan komponen yang memiliki peran penting
dalam metabolisme organisme. Manfaat senyawa tersebut tidak hanya bagi udang, namun untuk
organisme secara keseluruhan memainkan peran yang vital. Senyawa aktif dari udang memiliki
nilai kesehatan dan gizi yang yang sangat baik untuk tubuh manusia. Dewasa ini masalah
kesehatan merupakan salah satu faktor perhatian masyarakat dunia. Pemanfaatan obat-obatan
kimia farma sebagai penangkal penyakit secara lambat laun menjadi tidak ampuh. Kuman
penyakit telah bermutasi (resisten) terhadap antibiotic atau penangkal penyakit. masalah ini
semestinya menjadi priotitas farmasi untuk menemukan terobosan dalam mengatasi masalah
tersebut. Berkaitan dengan itu menurut Ireland et al. (1988) dalam Dali et al. (2011) bahwa hasil
alam terutama di laut seperti (spons,cnidarians, bryozoa, tunicates dan alga) memiliki banyak
potensi kaya senyawa aktif yang mampu mengatasi penyakit manusia (James Ngginak, n.d.)

Kandungan paracetamol

Acetaminophen atau Parasetamol adalah obat analgetik dan antipiretik yang digunakan
untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal atau sakit ringan dan demam. Parasetamol
digunakan dalam sebagian resep obat analgetik selesma dan flu. Berbeda dengan obat analgetik
yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parastamol tidak memiliki sifat antiradang.

30
Parasetamol merupakan derivate dari asetanilida yang efek enalgetiknnya dapat diperkuat
dengan koffein dengan kira-kira 50% dan codein. Overdose dapat menimbulkan antara lain mual,
muntah dan anoreksia. Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat
penawar (asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya 8-10 jam setelah
intoksikasi. Penggunaan parasetamol dalam dosis besar dan dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan pada hati, untuk itu parasetamol dikontraindikasikan untuk pasien
dengan gangguan fungsi hati berat. Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman,
juga selama laktasi walaupun mencapai susu ibu. Interaksi dengan dosis tinggi memperkuat efek
antikoagulansia dan pada dosis biasa tidak interaktif ( Tjay, 2000).

Cara kerja parasetamol sebagai analgetik dengan meningkatkan ambang rangsang rasa
sakit pada prostalglandin. Cara kerja parasetamol sebagai antipiretik diduga bekerja langsung
pada pusat pengatur panas di hipotalamus.

Parasetamol merupakan obat yang sangat aman, tetapi bukan berarti tidak berbahaya.
Sejumlah besar parasetamol akan melebihi kapasitas kerja hati, sehingga hati tidak dapat
menguraikannya menjadi bahan yang tidak berbahaya. Akibatnya, terbentuk suatu zat racun yang
dapat merusak hati. Keracunan parasetamol pada anak-anak yang belum mencapai masa puber
jarang berakibat fatal. Pada anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun overdosis
acetaminophen dapat menyebabkan kerusakan hati.

Nomenclature :
Nama Latin : Acetaminophen
INN : Paracetamol
Nama Kimia : N-(-4-hydroxyphenyl)ethanamide
N-acetyl-para aminophenol
Rumus Kimia : C8H9NO2
Bobot Molekul: 151,2
Bentuk Fisik : serbuk Kristal putih tidak berbau
Kelarutan : 1 bagian larut dalam 70 bagian air (Solihat, 2014)

Cara kerja paracetamol

Mekanisme kerja obat antipiretikanalgesik adalah dengan menghambat enzim


siklooksigenase yang menyebabkan asam arakidonat menjadi endoperoksida, sehingga

31
menghambat pembentukkan prostaglandin. Parasetamol bekerja dengan menekan efek dari
pirogen endogen dengan jalan menghambat sintesis prostaglandin, efek parasetamol langsung ke
pusat pengaturan panas di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi perifer, keluarnya keringat
dan pembuangan panas. (unstrat, n.d.)

32
KESIMPULAN
Kesimpulan yang kita dapat dari scenario yang kami dapat adalah :
pengaturan suhu tubuh si anak terganggu dikarenakan pada scenario diterangkan bahwa
pasien berada pada suhu 38oCyang mana seharusnya suhu tubuh normal seseorang berada pada
kisaran 36,5-37,5oC. adapun penyebabnya bisa dikarenakan oleh diarenya sendiri yang sudah
berlangsung selama dua hari yang lalu ataupun karena anak tersebut mengkonsumsi udang.

Adapun si anak mengalami dehidrasi sendiri diakibatkan oleh si anak telah mengalami
diare yang telah berlangsung selama dua hari dan pada saat si anak terkena diare dia tidak
menyeimbangkan cairan di dalam tubuhnya dengan banyak minum air putih.

Urtikaria sendiri merupakan gejala yang umum dialami anak tersebut karena anak
tersebut sebelumnya mengkonsumsi udang dan mengalami alergi

33
DAFTAR PUSTAKA
Abiyoga, 2017. Patofisiologi Diare. [Online]
Available at: http://alamipedia.com/diare-definisi-klasifikasi-patofisiologi-etiologi-gejala-diagnosis-
terapi/
E-Sejati, 2012. Diare. [Online]
Available at: http://e-sejati.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-diare-berdasarkan.html
James Ngginak, H. S. J. C. M. F. S. R., n.d. kandungan udang. Komponen Senyawa Aktif pada Udang
Serta Aplikasinya dalam Pangan.
Rachmat, 2017. Homeostasis. [Online]
Available at: https://id.wikipedia.org/wiki/Homeostasis
Sherwood, L., 2014. Fisiologi Manusia Edisi 8. Jakarta: EGC.
Solihat, D., 2014. kandungan paracetamol. obat paracetamol.
unstrat, n.d. cara kerja paracetamol. pharmacon.
Willy, d. T., 2018. Penyebab Diare. [Online]
Available at: https://www.alodokter.com/diare/penyebab
[Accessed 18 September 2018].

34
35

Anda mungkin juga menyukai