Anda di halaman 1dari 6

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA III ISBN 978-602-50939-0-6

Langsa-Aceh, 30 Oktober 2017 www.conference.unsyiah.ac.id/SN-MIPA


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

INTERFERENSI GELOMBANG BUNYI


PADA PIPA ORGANA TERTUTUP

Ade Rahayu Fadhilla dan Elisa Kasli


Program Studi Fisika FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 23111
email : aderahayu333@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interferensi gelombang bunyi pada pipa
organa tetutup. Penelitian ini dilaksanaan di laboratorium FKIP Fisika Unsyiah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa frekuensi 1.400 Hz pada orde pertama, panjang tabung resonansi 0,038 m
dan panjang gelombang 0,152 m, pada orde kedua, panjang tabung resonansi 0,161 m, dan
panjang gelombang 0,214 m, pada orde ketiga, panjang tabung resonansi 0,286 m dan panjang
gelombang 0,228 m, pada orde keempat, panjang tabung resonansi 0,412 m dan panjang
gelombang 0,235 m, panjang gelombang rata-rata 0,207 m. Pada frekuensi 2.000 Hz panjang
gelombang rata-rata adalah 0,147, pada frekuensi 2.600 Hz panjang gelombang rata-rata 0,119
m, pada frekuensi 3.200 Hz panjang gelombang rata-rata 0,093 m, dan pada frekuensi 3.800 Hz
panjang gelombang rata-rata 0,075m. Semakin besar frekuensi maka semakin kecil nilai panjang
tabung resonansinya. Interferensi pada pipa organa tertutup terjadi karena adanya perpaduan dua
gelombang bunyi , maka akan terdengar bunyi yang keras dan yang lemah secara bergantian.
Kata kunci: gelombang bunyi, panjang gelombang, interferensi, pipa organa.

Abstract. The aim of this research is to determine about interference of sound wave in opened
organa pipe this research held in labority of Physic Education Unsyiah. The result shows that the
frequency at the first order is 1.400 Hz, the lenght of resonance tube is 0,038 m, and the
wavelength is 0,152 m,in the second order the lenght of resonance tube is 0,161 m, and
waveleght is 0,214 m, in the third order the lenght of resonance tube is 0,286 m and the
wavelength is 0,228 and the average of wavelength is 0,207 m and while frekuency is 2000 Hz the
average of wavelength is 0,147 m, while frekuency in 2.600 Hz the average of wavelength is 0,119
m, while frequency in 3200 Hz the average of wavelength is 0,093 m and while frequency in 3800
Hz the average of wavelength is 0,075 m. It can be concluded that the greater the frequency the
smaller length of the resonant tube. Interference of closed organa pipes occurs because of
combination between two sound wave, then there will be a loud a sound and a weak sound
alternately.
Keywords: sound waves, wavelength, interference, organa pipe

PENDAHULUAN

Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat dan gejala pada benda-
benda di alam. Gejala-gejala ini pada awalnya adalah apa yang dialami oleh indra kita,
misalnya penglihatan, menemukan optika atau cahaya, pendengaran menemukan
pelajaran tentang bunyi, dan indra peraba yang dapat merasakan panas.
Menurut Halliday (2010) dalam Yasid dkk. (2016), gelombang merupakan
rambatan energi getaran yang merambat melalui medium atau tanpa melalui medium.
Selanjutnya Alfarizki dkk. (2014), menjelaskan bahwa gelombang terjadi karena adanya
sumber getaran yang bergerak terus – menerus. Medium pada proses perambatan
gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan rambatan gelombang.
Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara, maka partikel-partikel udara
akan bergerak osilasi saja.
Menurut Sarah (2015), gelombang bunyi merupakan gelombang yang dihasilkan
dari benda yang bergetar yang disebut sumber bunyi. Sumber bunyi dapat berasal dari
makhluk hidup berupa pita suara yang bergetar, dan juga benda mati yang digetarkan.
Demikian juga halnya Yasid dkk. (2016), menjelaskan bahwa bunyi bisa didengar sebab
getaran benda sebagai sumber bunyi menggetarkan udara di sekitar dan melalui
medium udara bunyi merambat sampai ke gendang telinga, sebenarnya merupakan

453
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA III ISBN 978-602-50939-0-6
Langsa-Aceh, 30 Oktober 2017 www.conference.unsyiah.ac.id/SN-MIPA
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

variasi tekanan udara secara periodik di sepanjang lintasan perambatannya. Tekanan


udara periodik inilah yang mnggetarkan selaput gendang telinga. Bunyi yang dapat
didengar manusia berada pada kawasan frekuensi pendengaran, yaitu antara 20 Hz
sampai dengan 20 kHz.
Interferensi gelombang bunyi merupakan sumber bunyi koheren. Perpaduan dua
gelombang yang terjadi apabila terdapat gelombang dengan frekuensi dan beda fase
saling bertemu. Gelombang datang dan gelombang pantul saling berinteraksi dalam
medium yang sama. Peristiwa semacam ini dinamakan interferensi. Interferensi
gelombang merupakan salah satu sifat-sifat umum gelombang. Semua jenis gelombang,
baik transversal maupun longitudinal, memiliki sifat-sifat yang sama. Menurut Young dan
Freedman (2001), dalam kedua kasus itu gelombang mula-mula dan gelombang yang
direfleksikan saling tumpang tindih dalam daerah yang sama dari medium itu. Tumpang-
tindih dari gelombang-gelombang ini dinamakan interferensi.
Interferensi ada dua yaitu interferensi konstruktif dan interferensi kontruktif.
Interferensi konstruktif terjadi ketika dua gelombang yang bertemu pada fase yang
sama, sedangkan interferensi destruktif terjadi ketika dua gelombang bertemu pada fase
yang berlawanan. Interferensi dapat bersifat membangun dan merusak. Bersifat
membangun jika beda fase kedua gelombang sama sehingga gelombang baru yang
berbentuk adalah penjumlahan dari kedua gelombang tersebut. Bersifat merusak jika
fasenya adalah 180˚, sehingga kedua gelombang saling menghilangkan.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai alat musik tiup, seperti
seruling bambu. Seruling bambu tersebut merupakan salah satu jenis dari pipa organa.
Pipa organa memiliki dua bagian yaitu pipa organa terbuka (kedua ujungnya terbuka)
dan pipa organa tertutup ( salah satu ujungnya tertutup). Menurut Bueche dan Hecht
(2006) dalam Nurkholis dkk. (2014), pada pipa organa tertutup pantulan gelombang
resonansi yang terjadi berupa simpul dan pada pipa organa terbuka berupa perut. Yaz
(2007) menegaskan bahwa Pipa organa tertutup adalah pipa organa yang salah satu
ujungnya tertutup. Pipa organa dengan ujung atas terbuka dan ujung bawah tertutup.
Pipa organa mempunyai satu titik simpul ke perut adalah L, maka L=λ/4 atau λ= 4L.
frekuensi nada dasar f, dapat diperoleh berdasarkan hubungan f= v/λ.
Tinggi suara pipa organa tertutup lebih rendah satu oktaf dari tinggi suara pipa
organa terbuka yang sama panjangnya. Nada-nada atas yang ada hanyalah nada-nada
atas yang memberikan simpul pada ujung pipa yang tertutup, dan sebuah titik perut di
ujung yang terbuka. Dengan demikian, nada harmonik kedua, keempat, dan seterusnya
tidak ada. Harmonik yang ada hanya harmonik ganjil, yaitu harmonik pertama, ketiga,
kelima, dan seterusnya. Frekuensi nada dasar hingga frekuensi harmonik yang ketiga
𝑣 𝑣
dapat diperolehberdasarkan hubungan 𝑓𝑛 𝜆𝑚, yaitu 𝑓𝑛 4𝐿 (n= 1, 3, 5, …).
Kemudian Ardiansyah dkk. (2014), menjelaskan frekuensi dasarnya adalah c/4L,
jadi seperdua dari frekuensi dasar pipa terbuka yang sama panjangnya. Dalam bahasa
musik, tinggi suara (pitch) pipa tertutup lebih rendah satu noktaf dari tinggi suara pipa
terbuka yang sama panjangnya. Jadi, dalam pipa tertutup, frekuensi dasar ialah c/4L
dan harmoni yang ada hanya harmoni angka ganjil. Menurut Nurkholis dkk. (2014) cepat
rambat bunyi di udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Semakin tinggi suhu udara
maka nilai cepat rambat bunyi akan semakin besar dan sebaliknya. Bunyi dapat
merambat di udara bebas dengan kecepatan 340 m/s pada suhu 15⁰ C. Beranjak dari
latar belakang di atas maka penulis bermaksud membuat karya ilmiah yang berjudul
“Interferensi Gelombang Bunyi Pada Pipa Organa Tertutup”.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan di


Laboraturium Fisika FKIP Unsyiah. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:

454
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA III ISBN 978-602-50939-0-6
Langsa-Aceh, 30 Oktober 2017 www.conference.unsyiah.ac.id/SN-MIPA
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

a. Statif 1 buah
b. Tabung Resonansi 1 buah
c. Pembangkit Frekuensi Audio 1 buah
d. Speaker 1 buah
e. Osioskop 1 buah
f. Resiver 1 buah

Selanjutnya langkah-langkah kerjanya sebagai berikut:


1. Ambil sebuah tabung resonansi
2. Di dalam tabung sebelah kanan pastikan terdapat speaker sebagai sumber bunyi.
3. Hubungkan speaker dengan pembangkit frekuensi audio (audio generator).
4. Katub (piston) yang terdapat dalam tabung rapatkan dengan speaker.
5. Untuk frekuensi awal coba anda buat 1400 Hz pada audio generator.
6. Tarik perlahan katub dan dengarkan bunyi yang paling nyaring (resonansi untuk
n=1), catat jarak antara katub dengan speaker.
7. Kemudian tarik lagi katub sampai terdengar bunyi nyaring lagi (resonansi untuk
n=2), catat jarak antara katub dan speaker. Lakukan untuk jarak resonansi
seterusnya sampai habis panjang tabung.
8. Ulangi kegiatan 6 dan 7 untuk sumber frekuesi yang berbeda.
9. Hasil pengamatan dapat ditulis pada bentuk tabel.

Adapun Persamaan untuk mencari panjang gelombang (λ):


(2𝑛−1)λ
𝐿=
4

Keterangan:
L = Panjang tabung resonansi (m)
n = Orde
λ = Panjang gelombang (m)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel pengamatan frekuensi, panjang tabung resonansi, dan panjang gelombang

(Sumber : Laboratorium Pendidikan Fisika FKIP Unsyiah Tahun 2015)

Keterangan :
f = Frekuensi ( Hz)
n = Orde
L = Panjang tabung resonansi (m)

455
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA III ISBN 978-602-50939-0-6
Langsa-Aceh, 30 Oktober 2017 www.conference.unsyiah.ac.id/SN-MIPA
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pada percobaan pertama frekuensinya 1.400 Hz panjang tabung resonansi yang


diukur pada orde pertama yaitu 0,038 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,152 m.
Pada orde kedua panjang tabung resonansi yang diukur yaitu 0,161 m, jadi panjang
gelombangnya adalah 0,214 m. Pada orde ketiga panjang resonansi yang diukur yaitu
0,286 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,228 m. Pada orde keempat panjang
tabung resonansi yang diukur yaitu 0,412 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,235
m. Adapun panjang gelombang rata-rata adalah 0,207 m. Semakin besar orde maka
semakin besar nilai panjang tabung resonansinya.
Pada percobaan kedua frekuensinya 2.000 Hz panjang tabung resonansi yang
diukur pada orde pertama yaitu 0,026 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,104 m.
Pada orde kedua panjang tabung resonansi yang diukur yaitu 0,119 m, jadi panjang
gelombangnya adalah 0,158 m. Pada orde ketiga panjang resonansi yang diukur yaitu
0,203 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,162 m. Pada orde keempat panjang
tabung resonansi yang diukur yaitu 0,29 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,165 m.
Adapun panjang gelombang rata-rata adalah 0,147 m. Semakin besar orde maka
semakin besar nilai panjang tabung resonansinya.
Pada percobaan ketiga frekuensinya 2.600 Hz panjang tabung resonansi yang
diukur pada orde pertama yaitu 0,024 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,096 m.
Pada orde kedua panjang tabung resonansi yang diukur yaitu 0,092 m, jadi panjang
gelombangnya adalah 0,122 m. Pada orde ketiga panjang resonansi yang diukur yaitu
0,162 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,129 m. Pada orde keempat panjang
tabung resonansi yang diukur yaitu 0,228 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,13 m.
Adapun panjang gelombang rata-rata adalah 0,119 m. Semakin besar orde maka
semakin besar nilai panjang tabung resonansinya.
Pada percobaan keempat frekuensinya 3.200 Hz panjang tabung resonansi yang
diukur pada orde pertama yaitu 0,018 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,072 m.
Pada orde kedua panjang tabung resonansi yang diukur yaitu 0,073 m, jadi panjang
gelombangnya adalah 0,097 m. Pada orde ketiga panjang resonansi yang diukur yaitu
0,129 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,103 m. Pada orde keempat panjang
tabung resonansi yang diukur yaitu 0,181 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,103
m. Adapun panjang gelombang rata-rata adalah 0,093 m. Semakin besar orde maka
semakin besar nilai panjang tabung resonansinya.
Pada percobaan kelima frekuensinya 3.800 Hz panjang tabung resonansi yang
diukur pada orde pertama yaitu 0,014 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,056 m.
Pada orde kedua panjang tabung resonansi yang diukur yaitu 0,058 m, jadi panjang
gelombangnya adalah 0,077 m. Pada orde ketiga panjang resonansi yang diukur yaitu
0,105 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,084 m. Pada orde keempat panjang
tabung resonansi yang diukur yaitu 0,151 m, jadi panjang gelombangnya adalah 0,086
m. Adapun panjang gelombang rata-rata adalah 0,075 m. Semakin besar orde maka
semakin besar nilai panjang tabung resonansinya.
Semakin besar frekuensi maka semakin kecil nilai panjang tabung resonansinya,
seperti pada percobaan pertama frekuensi 1.400 Hz, panjang tabung resonansi yaitu
0,038 m dan pada percobaan kedua frekuensi 2.000 Hz, panjang tabung resonansi 0,026
m,pada percobaan ketiga frekuensi 2.600 Hz, panjang tabung resonansi 0,024 m, pada
percobaan keempat frekuensi 3.200 Hz, panjang tabung resonansi 0,018 m, pada
percobaan kelima frekuensi 3.800 Hz, panjang tabung resonansi 0,014 m. Hasil panjang
gelombang yang didapatkan berbeda-beda, seharusnya panjang gelombangnya tidak
berbeda-beda,hal ini disebabkan karena kesalahan dalam pengamatan.
Jadi pembahasan di atas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Oktaviana dan
Elvawer (2014), pada frekuensi tersebut panjang gelombang bunyinya semakin pendek
sehingga bunyi yang dirambatkan dalam tabung memiliki daya tekan gelombang bunyi
terhadap material uji cukup tinggi, sehingga menyebabkan lebih banyak gelombang
bunyi yang diserap oleh sampel dibandingkan dengan gelombang yang dipantulkan. Hal
ini disebabkan karena pada frekuensi rendah, gelombang bunyi yang merambat di dalam
tabung memiliki panjang gelombang (λ) yang panjang sehingga gelombang yang
dipantulkan lebih besar dibandingkan gelombang yang diserap oleh material.

456
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA III ISBN 978-602-50939-0-6
Langsa-Aceh, 30 Oktober 2017 www.conference.unsyiah.ac.id/SN-MIPA
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Menurut Yasid dkk. (2016), semakin besar frekuensi sumber gelombang bunyi
maka akan semakin kecil panjang gelombang yang dihasilkan pada tabung resonansi
tersebut. Cepat rambat bunyi berbeda-beda tergantung materialnya, sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Giancoli (2001), cepat rambat bunyi berbeda-beda untuk setiap
material yang menjadi medium perambatan gelombang. Pada gas, cepat rambat bunyi
sangat bergantung pada temperature. Di udara yang bersuhu 0ºC dan bertekanan 1
atm, bunyi merambat dengan cepat rambat bunyi 331 m/s. Cepat rambat bunyi di udara
dipengaruhi oleh suhu, maka semakin cepat perambatan bunyinya. Hal tersebut terjadi
karena semakin cepat getaran partikel-partikel dalam medium tersebut. Akibatnya,
proses perpindahan getarannya makin cepat.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Giancoli (2001), selain panjang
gelombang, cepat rambat bunyi pada pipa tertutup maupun terbuka dipengaruhi
diameter pipa. Posisi simpul terbuka dekat ujung tabung yang terbuka bergantung pada
diameter tabung. Semakin besar diameter pipa, maka cepat rambat bunyi di udara juga
semakin besar. Pada pipa organa tertutup selalu ada simpangan simpul tertutup di ujung
maka udara tidak bebas untuk bergerak, sehingga cepat rambat bunyi pada pipa tetutup
lebih kecil. Gejala resonansi bunyi dapat diketahui lewat suara dengungan yang keras
yang terjadi karena interferensi gelombang bunyi dimana simpul-simpul dari gelombang
bunyi yang saling menguatkan sehingga amplitudonya semakin besar. Semakin besar
amplitudonya, maka suara dengungan semakin keras. Pada panjang tabung tertentu
dapat terjadi resonansi gelombang suara yag ditandai dengan adanya suara yang
menggaung agak keras. Peristiwa resonansi terjadi sesuai dengan getaran pada pipa
organa. Pada pipa tertutup, resonansi pertama akan terjadi jika panjang kolom udara
adalah 1/4λ, sedangkan pada pipa terbuka adalah 1/2λ.

KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa,


interferensi pada pipa organa tertutup terjadi karena adanya perpaduan dua gelombang
bunyi , maka akan terdengar bunyi yang keras dan bunyi yang lemah secara bergantian.
Resonansi terjadi jika frekuensi gelombang datang sama dengan frekuensi gelombang
pantul. Kecepatan bunyi di udara tergantung pada frekuensi bunyi dan panjang
gelombang yang terbentuk. Semakin besar frekuensi maka semakin kecil nilai panjang
tabung resonansinya. Perbedaan tinggi rendahnya nada pada pipa organa disebabkan
karena terjadinya interferensi gelombang yang saling menguatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfarizki, W.N., Rahmadiansyah, A, dan Argo, W. 2014. Perancangan Piranti Lunak Untuk
Pengukuran Transmission Zoss dan Koefisien Serap Bahan Menggunakan Metode
Fungsi Transfer. Jurnal Teknik POMITS:1-11
Ardiansyah, A., Yuwana, L., Suryanto., Prajitno, G., Basuki, D., & Indrawati, S. 2014.
Pengaruh Resonator Terhadap Bunyi Slenthen Berdasarkan SPL dan Frekuensi .
Jurnal Teknik POMITS:1-7
Giancoli, Douglas C. 2001. Fisika Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Nurkholis ., Junaidi, dan Surtono, A. 2014. Rancang Bangun Sistem Aktivi Data
Resonansi Gelombang Bunyi Menggunakan Transduser Ultrasonik Berbasis
Mikrokontroler Atmega8535. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika, 2(2):165-169
Oktavia A. dan Elvaswer 2014. Pengaruh Jumlah Celah Permukaan Bahan Kayu Lapis
(Plywood) Terhadap Koefisien Absorpsi Bunyi dan Implemendasi Akustik. Jurnal
Fisika Unand 3(3):135-139
Sarah, S. 2015. Spektrum Bunyi Alat Musik Kentong Berdasarkan Variasi Jumlah
Lubang. Jurnal Teknologi Technoscientia, 7(2):150-156

457
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MIPA III ISBN 978-602-50939-0-6
Langsa-Aceh, 30 Oktober 2017 www.conference.unsyiah.ac.id/SN-MIPA
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Yasid A., Yuhardi, dan Handayani, R.D. 2016. Pengaruh Frekuensi Gelombang Bunyi
Terhadap Perilaku Lalat Rumah (Musca Demestica). Jurnal Pembelajaran Fisika
5(2):190-196
Yaz, M. Ali (2007). Fisika SMA Kelas 3, Jakarta : Yudistira Quadra

458

Anda mungkin juga menyukai