Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

2.1 Teori Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypothesis )


Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friendman. Menurut
teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi dua yaitu pendapatan permanen
(permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income)
Teori pendapatan permanen meyakini bahwa pendapatanlah faktor dominan yang
mempengaruhi tingkat konsumsi. Perbedaanya terletak pada pendapatan permanen yang
menyatakan bahwa tingkat konsumsi mempunyai suatu hubungan proporsional dengan
pendapatan permanen, dimana:
C = λ Yp
Dimana :
C = konsumsi
Yp = pendapatn permanen
λ = faktor proporsi ( λ > 0 )
Pendapatan permanen adalah tingkat pendapatan rata rata yang di ekpektasikan atau
diharapkan dalam jangka panjang. Sumber pendapatan itu berasal dari pendapatan upah atau
gaji (ekspected labour income) dan non upah atau non gaji (ekspected income from assets).
Pendapatan permanan dapat diartikan :
1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan
sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang
(yang menciptakan kekayaan).

Kekayaan yag dimiliki seseorang dapat dikelompokkan sebagai berikut :


a. Kekayaan non manusia (non human wealth) adalah bentuk kekayaan fisik yaitu barang
barang konsumsi tahan lama (gedung, rumah,obligasi,dsb.)
b. Kekayaan manusia (human wealth) adalah dalam bentuk kemampuan yang melekat pada
diri manusia itu sendiri (keahlian, pendidikan, dsb.)
Pendapatan permanen akan meningkat bila individu menilai kualitas dirinya
(human wealth) makin baik, mampu bersaing di pasar. Dengan keyakinan tersebut
ekspektasinya tentang pendapatan upah atau gaji(ekspected labor income) makin optimistik.
Ekspektasi tentang pendapatan permanen juga akan meningkat jika individu menilai
kekayaannya (non-datar human wealth) meningkat sebab dengan kondisi seperti itu
pendapatan non upah (non labour income) diperkirakan juga meningkat.
Pendapatan saat ini tidak selalu sama dengan pendapatan permanen. Kadang-kadang
pendapatan saat ini lebih besar dari pendapatan permanen. Kadang kadang sbeliknya. Hal
yang menyebabkanya adalah adanya pendapatan tidak permanen yang besarnya berubah ubah.
Pendapatan ini disebut pendapatan transistoi (transistory income).
Yd = Yp – Yt
Dimana:
Yd = pendapatan disposibel saat ino
Yp = pendapaatn permanen
Yt = pendapatan transistory
Ada dua asumsi mengenai hubungan antara pendapatan permanen dengan pendapatan
sementara:
1. tidak ada kolerasi antara pendapatan permanen dengan pendapatan transistori, karena
pendapatan sementara merupakan faktor kebetulan saja.
2. Pendapatan sementara tidak mempengaruhi pengeluaran konsumsi
2.2 Teori Pendapatan Relative (Relative Income Hypothesis)
Dikembangkan pertama kali oleh Dussenberry dengan ide dasar bahwa konsumsi
sekarang bergantung tidak hanya pada pendapatan aktual (current income) tetapi juga
pada sejarah pendapatan (history of income) yang dimiliki oleh seseorang.
Jika seseorang dari pendpaatan rendah kemudian meningkat (pendapatannya naik),
maka dapatlah diduga ia dapat menyesuaikan dengan segera tingkat konsumsinya.
Tetapi jika tingkat pendapatannya tinggi lalu turun maka ia tidak dapat menurunkan
konsumsinya dengan drastis sesuai dengan tingkat pendapatannya sekarang. Inilah yang
disebut tergantung pada sejarah pendapatannya.
James Dusenberry mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat
ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya.
Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan dua asumsi yaitu :
1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumen adalah interdependen, artinya
pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh
orang sekitarnya. Sebagai missal, seorang yang memiliki kemampuan pengeluaran
konsumsi yang sederhana tinggal di tempat masyarakat yang pengeluaran konsumsinya
serba kecukupan, secara otomatis ada rangsangan dari orang tersebut untuk mengikuti pola
konsumsi di masyarakat sekitarnya.
2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat
penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami
penurunan. Sebagai missal, apabila pendapatan seseorang mengalami kenaikan maka
secara otomatis konsumsi juga mengalami kenaikan dengan proporsi tertentu, dan apabila
pendapatan mengalami penurunan, maka juga akan diikuti oleh penurunan konsumsinya.
Teori ini lebih memperhatikan aspek psikologis rumah tangga dalam menghadapi
perubahan pendapatan. Dampak perubahan pendapatan disposibel dalam jangka pendek akan
berbeda dengan dibanding dengan jangka panjang. Perbedaan ini pun dipengaruhi oleh jenis
perubahan pendapatan yang dialami. Karena itu, rumah tangga memiliki dua preferensi atau
fungsi konsumsi, yang disebut fungsi konsumsi jangka pendek dan fungsi konsumsi jangka
panjang.
Deusenberry menggunakan asumsi pertama, dimana konsumsi seseorang sangat
dipengaruhi pola konsumsi masyarakat sekitar. Akibatnya dalam jangka panjang, kenaikan
penghasilan masyarakat secara keseluruhan tidak akan mengubah distribusi penghasilan
seluruh masyarakat. Deusenberry menggunakan asumsi kedua dalam menurunkan fungsi
konsumsi jangka pendek. Menurutnya, besarnya konsumsi seseorang dipengaruhi oleh
besarnya penghasilan tertinggi yang pernah diperoleh. Proporsi kenaikan pengeluaran
konsumsi pada saat penghasilan naik lebih besar nilainya dibandingkan proporsi penurunan
pengeluaran konsumsi pada saat penghasilan turun.
2.3. Teori Klasik dan Keynes Mengenai Keseimbangan Pendapatan Nasional
Dalam bukunya The General Theory, Keynes menjelaskan faktor-faktor yang menentukan
pendapatan nasional. Menurut kaum klasik, pendapatan nasional akan selalu dalam keadaan
full employment di mana keinginan masyarakat untuk menabung sama dengan keinginan
perusahaan untuk melakukan investasi (dalam arti ex ante).
Dalam kenyataannya (ex post) tabungan selalu sama dengan investasi. Namun ex post
tabungan sama dengan investasi bukanlah merupakan syarat adanya keseimbangan dalam
pendapatan nasional yang selalu dalam keadaan full employment. Keynes membantah
keadaan ini dan menyatakan bahwa pendapatan nasional yang seimbang dapat terjadi pada
keadaan kurang dari full employment.
BAB 2

2.1 Pengertian Angka Pengganda dan Percepatan


A. Angka Pengganda/Multiplier (k)
Secara umum, angka pengganda (multiplier) didefinisikan sebagai suatu angka yang
menunjukan besarnya perubahan pendapatan nasional yang disebkan oleh perubahan pada
komponen permintaan agregat otonom (yaitu, C 0, I 0 , G 0 , X 0 atau M 0 ). Multiplier adalah
faktor pelipat ganda (angka pengganda) sebagai akibat perubahan (tambahan atau pengurangan)
salah satu faktor penyusun variabel GDP atau Pendapatan Nasional (Y). Jika angka pengganda
tersebut memiliki angka yang tinggi, maka perubahan yang terjadi pada variable tersebut akan
mempengaruhi terhadap tingkat pendapatan nasional yang meningkat begitu juga sebaliknya
(Sukirno, 2011). Keynes mendefinisikan Multiplier sebagai “Rasio pasti antara pendapatan dan
investasi serta, subyek penyederhanaan tertentu, antara jumlah pekerjaan dan tenaga kerja yang
dipekerjakan pada investasi langsung”. Angka pengganda menggambarkan perbandingan diantara
jumlah pertambahan atau pengurangan dalam pendapatan nasional dengan jumlah pertambahan
atau pengurangan dalam pengeluaran agregat yang telah menimbulkan perubahan dalam
pendapatan nasional. Pendapatan nasional berubah sebagai akibat dari perubahan nilai komponen,
yaitu: a).Investasi, b)Konsumsi, c)pengeluaran pemerintah, d)eksport dan import. Perubahan
pendapatan agregat sama dengan perubahan konsumsi ditambah perubahan investasi. karena
perubahan konsumsi tergantung pada perubahan dalam investasi, kita dapat menghapus konsumsi
dari persamaan. Perubahan dalam pendapatan agregat sama dengan pengganda investasi kali
perubahan investasi. Banyaknya faktor penyusun GDP atau Y membuat dikenal beberapa jenis
multiplier. Di antaranya, multiplier investasi, yaitu faktor pelipat ganda sebagai akibat perubahan
(tambahan atau pengurangan) investasi. Dengan kata lain, angka yang menunjukkan besaran
perubahan pendapatan nasional (Y) akibat perubahan investasi sebesar satu-satuan.

B. Angka Accelelator ( Percepatan )


Pengertian akselerator adalah alat pemercepat partikal subatomic agar mempunyai energy yang
sangat besar untuk menimbulkan transmutasi inti yang dikehendaki. Alat pengukurnya disebut
akselerometer yang bekerja berdasarkan hokum kedua Newton (F=m.a) termasuk akselerator
antara lain siklotron, betatron, generator van de graff, dan sinkrotron. Perhitungan perekonomian
sangat dibutuhkan pada setiap perusahaan agar dapat mengetahui proyek yang akan atau sedang
dilaksanakan apakah layak secara ekonomis atau tidak. Demikian juga halnya dengan proyek
akselerator elektron, dimana jasa perhitungan perekonomian terhadap akselerator sangat
diperlukan untuk mengetahui kelayakan ekonominya

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Multiplier


Keynes berpendapat bahwa setiap masyarakat mempunyai kebiasaan tertentu mengenai berapa
dari pendapatan rumah tangga yang dibelanjakan untuk barang dan jasa (C) dan berapa yang
ditabung (S). Biasanya untuk negara-negara yang tingkat penghasilannya tinggi, persentase dari
penghasilan yang ditabung makin tinggi, (misalnya 30%-40%) atau dengan kata lain persentase
dari penghasilannya yang dibelanjakan relative rendah, yaitu 60%-70%. Sebaliknya persentase
yang ditabung biasanya kecil bagi negara-begara yang tingkat penghasilannya belum tinggi
(negara-negara sedang berkembang), mungkin sekitar 5%-10% atau, persentase penghasilan yang
dibelanjakan adalah tinggi, sekitar 90%-95%. Ini tentunya sesuai dengan pengalaman yang bias
kita lihat sehari-hari, bahwa semakin besar penghasilan seseorang, semakin besar bagian dari
penghasilan yang bias disisihkan untuk ditabung tanpa ia harus menderita kekurangan makanan /
pakaian dan sebagainya. Persentase dari penghasilan yang ditabung disuatu masyarakat
menunjukkan perilaku sektor rumah tangga secara keseluruhan dalam mengalokasikan
penghasilan mereka.Persentase ini disebut dengan istilah propensity to save (kecenderungan untuk
menabung) dari masyarakat tersebut.Sedang persentase dari penghasilan yang dibelanjakan
disebut propensity to consume (kecenderungan untuk berkonsumsi). Kalau s, adalah propensity to
save, dan c adalah propensity to consume, maka S = sY.
Faktor – faktor yang mempengaruhi multiplier:
a. MPS (Marginal Propensity to Save)
Proses pertambahan pendapatan diantara golongan masyarakat secara berangsur-
angsur akan semakin kecil dan akhirnya berhenti sama sekali. Hal ini disebabkan
karena t am bahan pendapat an t idak sel uruhnya di gunakan untuk t am bahan
konsumsi melainkan ada sebagian yang ditabung. Dengan adanya tabungan ini
berarti ada bagian dari pendapatan yang tidak tersalur dalam masyarakat sehingga hal ini
sifatnya mengurangi aliran pendapatan secara keseluruhan. Dalam analisis ekonomi,
gejala semacam ini disebut kebocoran (leakage). Kebocoran karena tabungan
(MPS) yang besarnya adalah MPS = dS/dY. Pada umumnya MPS dinegara
berkembang lebih rendah bila dibandingkan dengan negara maju, sehingga kebocoran
sebagai akibat tabungan di negara berkembang relatif lebih rendah darinegara maju.
b. MPM (Marginal Propensity to Import)
Jika terjadi kenaikan pendapatan, dan kenaukan ini ternyata mendorong masyarakat
untuk menambah pengeluaran mereka dari barang-barang yangberasal dari luar negeri,
maka proses multiplier dalam negeri akan terhenti. Kebocoran (leakage) dalam hal ini
disebabkan karena tambahan pengeluaran darigolongan yang mendapat tambahan
pendapatan pada akhirnya akan diteruma oleh orang luar negeri. Jadi yang bertambah
pendapatannya untuk periode berikutnya adalah golongan masyarakat luar negeri.
MPM = dM/dY dimana dM merupakan tambahan import, dan dY merupakan tambahan
pendapatan. Semakin besar nilaiMPM maka proses multiplier akan semakin berkurang.
c. Kebocoran (leakage)
Terjadi bilamana tambahan pendapatan yang diterima oleh golongan
masyarakat dipakai untuk pelunasan utang dan mereka yangberpiutang tidak
menggunakan jumlah piutang yang diterimanya untuk tambahan konsumsi mereka.
Atau dalam hal lain, golongan masyarakat yang menerimatambahan pendapatan
lebih senang menyimpan uang dalam bentuk uang tunai.
d. Proses ekonomi sudah ada dalam keadaan full employment (kesempatan kerjapenuh).

Jika dalam keadaan full employment terjadi kenaikan pendapatan padagolongan


masyarakat, maka akibatnya akan menyebabkan kenaikan permintaanterhadap barang dan
jasa. Tetapi kenaikan permintaan dalam hal ini hanya akanmendorong kenaikan tingkat
harga karena produksi tidak mungkin bisadiperbesaar lagi. Jika dalam hal ini pendapatan
hanya bertambah dalam bentuk uang (secara nominal), tetapi secara fisik jumlah produksi
adalah konsisten.

2.3 Perumusan angka pengganda ( Konsumsi dan Investasi )


a. Multiplier investasi
Penurunan rumus :
Y=C+I
∆Y ∆C ∆I
∆Y = ∆C + ∆I → ∆Y = + ∆Y
∆Y

∆Y ∆C
Karena = 1 dan = MPC
∆Y ∆Y

∆I ∆I
Maka 1 = MPC + → 1 – MPC = ∆Y
∆Y

∆Y I
= kI =
∆I (1−MPC)

Oleh karena MPC + MPS = 1


1
Maka bisa juga kI = MPS

CONTOH :
Misalkan suatu negara perekonomian 2 sektor memiliki pendapatan (Y) sebesar Rp 170 T yang
dibentuk dalam konsumsi (C) sebesar Rp 150 T dan investasdi (I) sebesar Rp 20 T. jika ada
perubahan investasi ∆I sebesar Rp 10 T, berapakah pendapatan nasional yang baru (Y’) jika
diketahaui bahwa MPC untuk negara tersebut 0,6?
penyelesaian :
diketahui : Y = C+ I
170 T = 150 T + 20 T
∆I = 10 T
Ditanya Y’ = ?
Y’ = C + I + ∆Y
k1
∆Y = ∆I x - MPC
1

1
∆Y = 10 T x (1−0,6)

1
∆Y = 10 T x = 25 T
0,4

Sehingga Y’ = C + I + ∆Y
=150 T + 20 T +25 T
= 195 T

b. Multiplier Konsumsi
∆Y
= kC
∆C
1 1
= 1−MPC = kc
1−C

BAB 3

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akselerator


Faktor Akselerator dapat dilihat dari asasnya yaitu akselerator yang menerangkan
bagaimana dan berapa besar tambahan tingkat konsumsi masyarakat akan mendorong
tambahan tingkat investasi masyarakat, melalui proses tambah tingkatan pendapatan
masyarakat. Apabila terdapat tambahan permintaan akan barang-barang konsumsi dalam
jumlah yang besar sekali, sedangkan tidak cukup dilayani dengan persediaan yang ada, maka
akibatnya timbul dorongan bagi para pengusahan mengadakan penanaman-penanaman dalam
pembelian barang-barang modal ataupun perluasan pabrik untuk menghasilkan barang-barang
konsumsi.

Prinsip akselerator yang menyatakan bahwa investasi merupakan respon terhadap


perubahan-perubahan pada output yang secara tidak langsung menekan kapasitas sebenarnya
sudah lama ada, namun secara formal perkembangannya baru dimulai manakala muncul
kesadaran dikalangan para ekonom bahwa gabungan antara prinsip ini dengan model
multiplier bisa membentuk model-model yang lebih baik tentang perilaku ekonomi siklikal.
J.M Clark adalah orang pertama yang mengemukakan adanya kemungkinan itu, namun model
formalnya untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Lundberg (1937) dan Harrod (1936),
disusul oleh Samuelson (1939a, 1939b), Hicks (1949, 1950), Goodwin (1948), dan sejumlah
ekonom lainnya yang turut berjasa menyempurnakan modelnya. Bertolak belakang dengan
model penggandaan atau multiplier (aliran Keynesian) yang menghubungkan output dengan
perubahan-perubahan pada investasi, model-model akselerator menghitung nilai investasi
atas dasar perubahan-perubahan pada output. Untuk memahami investasi, yakni arus
pembelanjaan barang-barang modal(capital gods), kita perlu mengetahui seberapa cepat para
investor menutup setiap kesenjangan yang terjadi antara stok modal aktual (yang benar-benar
ada) dengan stok modal optimal.

2.3 Hubungan antara Pengganda (Multiplier) dan Percepatan (Accelelator)


Perekonomian internasional memperlihatkan tentang hubungan timbal balik yang
akan memperkuat faktor pengganda (multiplier) dengan accelelator. Dengan adanya
multiplier, dampak investasi menjadi meningkat menjadi berlipat ganda. Semakin meningkat
jumlah konsumsi masyarakat, maka akan semakin besar jumlah multipiernya. Dan akan
mempengaruhi jumlah investasi dalam perekonomian. Selain multipier yang berdampak pada
investasi, akselerator pun ikut berdampak pada investasi perekonomian. Prinsip akselerator
secara sederhana adalah perubahan dalam pendapatan nasional akan menyebabkan terjadinya
perubahan dalam jumlah investasi. Perubahan jumlah investasi perekonomian, akan
berdampak pada pendapatan nasional. Jika jumlah investasi bertambah, maka pendapatan
nasional pun akan bertambah sehingga akan lebih baik jika ada perpaduan antara multiplier
dengan akselerator.
2.4 Rumus Percepatan dan Contoh Soal
Percepatan (acceleration) adalah perubahan kecepatan dalam selang waktu tertentu.
1. Rumus Percepatan
Dalam artikel tentang kelajuan dan kecepatan, kedua besaran tersebut mempunyai dua
jenis yaitu kelajuan atau kecepatan rata-rata dan sesaat dimana setiap besaran memiliki
rumus yang berbeda. Begitupun dengan percepatan. Rumus untuk percepatan rata-rata
dengan percepatan sesaat juga berbeda.
2. Rumus Percepatan Rata-Rata
Berdasarkan definisi percepatan rata-rata di atas, maka secara matematis percepatan rata-
rata dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

Jika suatu benda yang bergerak mengalami perubahan kecepatan dalam selang waktu t1, t2,
dan t3 maka rumus percepatan rata-rata dapat ditulis sebagai berikut:

3. Rumus Percepatan Sesaat


Untuk menghitung percepatan sesaat (a) gerak suatu benda diperlukan waktu yang sangat
singkat, yaitu nilai ∆t mendekati nol. Secara matematis, persamaan percepatan sesaat dapat
ditulis sebagai berikut:

4. Contoh Soal Tentang Percepatan dan Pembahasannya


Contoh Soal 1
Sebuah bus berhenti untuk menaikkan penumpang. Setelah penumpang naik, bus tersebut
melanjutkan perjalanan ke utara. Setelah berjalan 20 sekon, kecepatan bus menjadi 36
km/jam. Berapakah besar percepatannya?
penyelesaian
v 1 = 0 m/s (bus berhenti)
v 2 = 36 km/jam
v 2 = 36 (1000/3600) m/s
v 2 = 10 m/s

untuk lebih memahami tentang cara konversi satuan seperti pada satuan kecepatan di atas,
silahkan baca artikel tentang cara konversi satuan dari sistem MKS ke CGS atau satuan
lainnya .
t1 =0s
t 2 = 20 s
Ditanya = a
a = (v 2 – v 1 )/ (t 2 – t 1 )
a = (10 – 0)/(20 – 0)
a = 0,5 m/s 2
jadi percepatan bus tersebut adalah 0,5 m/s 2

Contoh Soal 2
Seoarang siswa mengendarai sepeda dengan kecepatan 7,2 km/jam. Pada suatu tanjakan,
siswa tersebut mengurangi kecepatannya sebesar 0,5 m/s 2 selama 2 sekon. Berapakah
kecepatan akhir siswa tersebut?
Penyelesaian
v 1 = 7,2 km/jam
v 1 = 7,2 (1.000/3.600) m/s
v 1 = 2 m/s
a = −0,5 m/s 2 (tanda negatif menunjukkan perlambatan)
t=2s
Ditanya = v 2
Dari persamaan percepatan berikut:
a = (v 2 – v 1 )/t
Kita mendapatkan persamaan:
v 2 = v 1 + at
v 2 = 2 + (−0,5 × 2)
v 2 = 1 m/s
v 2 = 3,6 km/jam
jadi, kecepatan akhirnya adalah 3,6 km/jam.

BAB 4

2.1 Arithmatical Demonstration


Di dalam ekonomi dikenal istilah fungsi matematis ekonomi merupakan suatu bentuk
hubungan matematis yang menyatakan ketergantungan antara satu variable dan variable lain.
Unsur pembentuk fungsi:.Variable Koefesien Konstanta

Variable merupakan pembentuk fungsi yang mewakili atau mencerminkan faktor tertentu.
Ada dua variable pembentuk fungsi:
a.Variable bebas: variable yang mempengaruhi variable lain.
b.Variable tidak bebas: variable yang dipengaruhi oleh variable lain.

Konstanta adalah bilangan atau angka yang berdiri sendiri sebagai bilangan yang tidak
terkait pada suatu variable tertentu.
Contohnya pengaruh pendapatan seseorang terhadap tingkat konsumsinya.

Dalam contoh tersebut, pendapatan = variable bebas dan konsumsi = variable tidak bebas. Jika
pendapatan diberi notasi X dan konsumsi diberi notasi Y maka fungsi konsumsi menjadi berikut.
Y = f(X)
Keterangan :
Y = konsumsi
X = pendapatan
F = fungsi
Bentuk Y= f(X) menunjukan bahwa Y fungsi dari X yang berarti besar kecilnya nilai Y akan
tergantung pada nilai X. Jika fungsi konsumsi tersebut diberi notasi, maka akan tampak seperti
berikut.
Y = 25 + 0.51. X
Keterangan :
Y = konsumsi adalah variable tidak bebas
25 = konstanta
0.51 = koefesien
X = pendapatan (variable bebas)

2.2 Saving and Investment Approach


Pendekatan ini merupakan metode untuk menganalisis keseimbangan pendapatan nasional
dengan menggunakan variabel investasi dan tabungan. Tabungan dan investasi adalah sama hanya
di tingkat equilibrium pendapatan nasional dan ketika tabungan dimaksudkan dan investasi tidak
sama, pendapatan nasional tidak akan berada dalam keseimbangan. Keseimbangan S = I biasanya
terdapat dalam perekonomian 2 sektor yaitu Perekonomian dua sektor adalah perekonomian yang
terdiri dari sektor rumah tangga dan perusahan. Dalam perekonomian dua sektor sumber
pendapatan yang diperoleh rumah tangga adalah dari perusahaan. Pendapatan ini meliputi gaji,
upah, sewa, bunga dan keuntungan adalah sama nilainya dengan pendapatan nasional (Y).
Sedangkan investasi (investment) adalah bagian dari tabungan yang digunakan untuk kegiatan
ekonomi menghasilkan barang dan jasa (produksi) yang bertujuan mendapatkan keuntungan. Jika
tabungan besar, maka akan digunakan untuk kegiatan menghasilkan kembali barang dan jasa
(produksi). Tabungan akan digunakan untuk investasi. Demikianlah, dari ketentuan tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa jika investasi netto positif (investasi bruto lebih besar daripada
penyusutan), perekonomian itu mengalami kemajuan. Jika investasi netto bernilai nol (investasi
bruto sama dengan penyusutan), dikatakan bahwa perekonomian yang bersangkutan berada dalam
keadaan stasioner. Sementara itu, jika investasi neto bernilai negative (investasi bruto lebih kecil
daripada penyusutan), perekonomian itu mengalami kemunduran. Investasi mempunyai dampak
sangat besar terhadap bertambahnya pendapatan nasional, dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y=C+S
Y=C+I
Sehingga S = I
Keterangan:
Y = pendapatan
C = konsumsi
S = tabungan
I = Investasi
Tiga kemungkinan bentuk hubungan antara besarnya tabungan dengan investasi, yaitu:
a) S = I tercapai keseimbangan perekonomian suatu negara.

b) S > I, kondisi ini menimbulkan hoarding yaitu suatu kondisi adanya tabungan yang tidak
digunakan/tidak produktif.

c) S < I, kondisi ini menunjukkan kebutuhan dana untuk I (Investasi) tidak dapat ditutupi dengan
dana S (Tabungan) yang ada, kekurangan dana untuk I (Investasi) dapat ditutupi dengan
penciptaan uang/pinjaman.

2.3 Consumption + Investment Approach


1) Konsumsi

Konsumsi merupakan tindakan pelaku ekonomi, baik individu maupun kelompok, dalam
menggunakan komoditas berupa barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhannya. . Secara
agregat, konsumsi merupakan penjumlahan dari pengeluaran seluruh rumah tangga yang ada
dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui total pengeluaran suatu perekonomian, maka akan
dapat diketahui beberapa masalah penting yang muncul dalam perekonomian, seperti pemerataan
pendapatan, efisiensi penggunaan sumber daya dalam suatu perekonomian, masalah-masalah
lainnya. Dengan demikian, kita dapat menganalisis dan menentukan kebijakan ekonomi guna
memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Secara umum, pengeluaran konsumsi terbagi menjadi konsumsi pemerintah dan konsumsi
rumah tangga. Namun dalam pembahasan kali ini kita lebih menekankan ada konsumsi rumah
tangga, alasannya sebagai berikut. Konsumsi rumah tangga memiliki porsi yang lebih besar dalam
pengeluaran agregat jika dibandingkan dengan konsumsi pemerintah Konsumsi rumah tangga
bersifat endogen, dalam arti besarnya konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor
lain yang mempengaruhinya. Keterkaitan ini akan menghasilkan teori dan model ekonomi sendiri
untuk konsumsi/perkembangan masyarakat begitu cepat menyebabkan perilaku konsumsi juga
berubah cepat sehingga pembahasan tentang konsumsi rumah tangga akan tetap relevan

a) Pengertian Fungsi Konsumsi


Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat
konsumsi rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam suatu perekonomian.
Persamaannya C = a + bY
Keterangan:
C = tingkat konsumsi
a = konsumsi rumah tangga secara nasional pada saat pendapatan nasional 0
b = kecondongan konsumsi marginal
Y = tingkat pendapatan nasional

b) Kecenderungan Mengkonsumsi (Propensity to Consume)


Kecenderungan mengonsumsi dibedakan menjadi dua yaitu:

i. Kecenderungan mengonsumsi marginal


ii. Kecenderungan mengonsumsi rata-rata
iii. Kecenderungan mengonsumsi marginal yaitu perbandingan antara
pertambahan (AC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan
disposable (AY).

MPC= ∆C/∆Yd
Keterangan

MPC = Marginal Propensity to concume (kecondongan mengosumsi


marginal)
∆C = pertambahan konsumsi
∆Yd = pertambahan pendapatan

c) Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume)


Kecenderungan mengonsumsi rata-rata yaitu perbandingan antara tingkat konsumsi
(C) dengan tingkat pendapatan disposable serta konsumsi itu dilakukan (Yd).

APC= C/Yd
Keterangan:
APC = konsumsi rata-rata
C = tingkat konsumsi
Yd = besarnya pendapatan disposable
Untuk lebih jelasnya lihat APC dan MPC di bawah ini :

Tahun Y C APC MPC

2004 110 120 1,09


2005 140 140 1,00 0,67

2006 170 160 0,94 0,67

2007 200 180 0,90 0,67

2008 230 200 0,87 0,67

Contoh mencari fungsi konsumsi dan menggambar grafiknya:

Diketahui: Pada tahun 2008 tingkat pendapatan 1000 dan pada tahun 2009 tingkat pendapatannya
1500. Pada tahun 2008 tingkat konsumsi 700 dan pada tahun 2009 tingkat konsumsi 1000
Jawab :
C = a + bY
Mencari b terlebih dahulu :
∆𝐶
b = MPC = ∆Y
300
b = 500 = 0,6

Mencari a yaitu :
a = (APC – MPC)Y
700
a = ((1000) – 0,6)1000

a = (0,7 – 0,6)1000
a = (0,1)1000
a = 100
Jadi fungsi konsumsinya adalah C = 100 + 0,6Y
2) Investasi

Investasi merupakan pengeluaran untuk kegiatan produksi atau pada sesuatu dengan
harapan memperoleh keuntungan. Investasi terkadang disebut sebagai kegiatan penanaman
modal. Investasi pada kegiatan produksi yaitu investasi yang meliputi input produksi yang
penggunaanya dalam jangka waktu yang relatif lama dan dapat digunakan dalam proses
produksi.

Contoh investasi adalah pembelian berupa asset financial seperti obligasi, saham,
asuransi. Dapat juga pembelian berupa barang seperti mobil atau property seperti rumah
atau tanah. Lebih luasnya investasi dapat berarti pembelian barang modal untuk produksi
dalam suatu usaha misalnya pembelian mesin. Bahkan pemberian pendidikan dan pelatihan
bagi karyawan yang membuat lebih mahir dalam bekerja bisa dikatakan sebagai investasi.
Kesamaan dari semua investasi diatas adalah harapan memperoleh keuntungan di
kemudian hari. Empat hal utama alasan berinvestasi yaitu:
• Adanya kebutuhan masa depan atau kebutuhan saat ini yang belum dapat terpenuhi
• Adanya kebutuhan untuk melindungi nilai aset yang telah dimiliki
• Adanya keinginan untuk menambah nilai aset yang sudah ada
• Adanya Inflasi

Apa saja yang dapat mempengaruhi investasi? Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
investasi, diantaranya:
- Suku bunga ketika suku bunga bank rendah atau tidak tinggi, calon investor (sebutan
bagi pelaku investasi) memprediksikan hasil investasi lebih besar dari pada jika ditabung
dan memperoleh bunga. Maksudnya adalah jika dana yang digunakan hasil pinjaman,
keuntungan investasi tidak besar, maka akan rugi, karena untuk membayar cicilan dan
bunganya (yang lebih tinggi dari hasil investasi) tidak mencukupi.

- Tingkat ekspektasi keuntungan ekspektasi adalah harapan. Jadi bila harapan


keuntungan tinggi, tingkat investasi juga tinggi.
- Ramalan keadaan ekonomi kebalikan dari tabungan, investasi lebih tinggi pada saat
keadaan ekonomi stabil karena suatu usaha akan lebih mudah dikalkulasikan dan diprediksi
keuntungannya. Kondisi ekonomi yang tidak stabil menyebabkan sektor usaha tidak dapat
diprediksi keuntungannya, bahkan peluang untuk ambruk lebih besar sehingga keinginan
orang untuk berinvestasi akan menurun.

a) Kurva Investasi
Besar kecilnya permintaan investasi tergantung pada tingkat bunga yang berlaku,
semakin tinggi tingkat bunga, maka semakin kecil permintaan investasi. Jadi hubungan
antara tingkat bunga dengan tingkat investasi adalah berbanding terbalik. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan kurva permintaan investasi pada

Kurva permintaan investasi perekonomian diperoleh dengan cara menjumlahkan


investasi seluruh perusahaan pada masing-masing tingkat bunga. Pada tingkat bunga yang
lebih rendah, semakin banyak proyek investasi menguntungkan bagi masing masing
perusahaan, sehingga total belanja investasi dalam perekonomian meningkat. Dari kurva
permintaan investasi di atas dapat dijelaskan jika tingkat bunga naik menjadi 10%, belanja
investasi menurun menjadi $ 0,5 triliun. Dan jika tingkat bunga turun menjadi 6%, investasi
naik menjadi $ 0,7 triliun. Sepanjang kurva permintaan investasi yang diasumsikan konstan
adalah ekspektasi usaha tentang perekonomian. Jika perusahaan semakin optimis tentang
prospek adanya keuntungan, maka permintaan investasi naik, dan kurvanya bergeser ke
kanan.

Kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat investasi dan tingkat pendapatan
nasional dinamakan fungsi investasi. Fungsi atau kurva investasi digambarkan sejajar
dengan sumbu datar atau horizontal, yang juga disebut sebagai investasi otonom. Artinya
besar kecilnya pembentukan modal tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya pendapatan
nasional. Besar kecilnya pengeluaran investasi perusahaan ditentukan oleh faktor-faktor
berikut ini.

i. Tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari investasi.

ii. Tingkat bunga yang berlaku.

iii. Prediksi atau ramalan keadaan ekonomi di masa depan.


iv. Kemajuan teknologi suatu negara.

v. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya

vi. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

Dalam analisis penghitungan pendapatan nasional suatu negara, keseimbangan


perekonomian negara pada perekonomian dua sektor dapat dirumuskan sebagai berikut.

Y=C+I/S=I

Keadaan keseimbangan tersebut menunjukkan syarat keseimbangan dalam


perekonomian dua sektor, yaitu pendapatan (Y) sama dengan pengeluaran konsumsi rumah
tangga (C) ditambah dengan pengeluaran investasi perusahaan (I) atau besarnya kebocoran
(S) sama dengan besarnya suntikan (I). Dengan adanya investasi, maka grafik
keseimbangan pendapatan dalam perekonomian dua sektor bergeser dari besarnya Break
Even Point atau Break Even Income (Y = C) menjadi Y = C + I.

2.4 Kasus
Contoh:

Pada suatu perekonomian negara “Z” diketahui fungsi konsumsi C = 200 miliar + 0,75 Y,
sedangkan besarnya pengeluaran investasi perusahaan (I) sebesar Rp300 miliar. Tentukan:
1. Besarnya pendapatan nasional keseimbangan,
2. Besarnya konsumsi keseimbangan,
3. Besarnya tabungan keseimbangan,
4. Gambar grafik fungsi konsumsi, tabungan, dan investasi dalam keadaan keseimbangan.

Jawab:

1. Besarnya pendapatan nasional keseimbangan


Y =C+I
Y = 200 miliar + 0,75Y + 300 miliar
Y - 0,75Y = 200 miliar + 300 miliar
0,25Y = 500 miliar
Y = 2000 miliar
Atau dengan rumus S = I
- 200 miliar + 0,25Y = 300 miliar
0,25Y = 300 miliar + 200 miliar
Y = 2000 miliar
Jadi, pendapatan nasional keseimbangan sebesar Rp. 2000 miliar.
2. Besarnya konsumsi keseimbangan
C = 200 miliar + 0,75Y, dan jika Y = 2000 miliar, maka:
C = 200 miliar + 0,75(2000 miliar)
C = 200 miliar + 1500 miliar
C = 1700 miliar
Jadi, konsumsi keseimbangan sebesar Rp. 1700 miliar.
3. Besarnya tabungan keseimbangan
Jika C = 200 miliar + 0,75Y, maka:
S = - 200 miliar + 0,25Y
Dan jika Y = 2000 miliar, maka:
S = - 200 miliar + 0,25(2000 miliar)
S = - 200 miliar + 500 miliar
S = 300 miliar
Atau dengan menggunakan rumus:
Y = C + S, maka S = Y - C, sehingga:
S = 2000 miliar - 1700 miliar
S = 300 miliar
Jadi, tabungan keseimbangan sebesar Rp. 300 miliar.
Grafik:
BAB 5
1. Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga - harga secara secara umum dan terus
menerus. Karena harga barang terus naik, maka inflasi akan menyebabkan turunnya nilai
mata uang dan menurunkan daya beli masyarakat. Inflasi merupakan salah satu masalah
ekonomi yang tidak akan mampu dihilangkan secara tuntas. Oleh karena itu upaya
pemerintah adalah untuk mengontrol laju inflasi karena kita tidak bisa mengatasi inflasi
sampai tuntas. Sumber dari penyebab inflasi adalah uang yang beredar di masyarakat lebih
banyak dari yang dibutuhkan.

2. Deflasi
Dalam ekonomi, deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan
nilai uang bertambah. Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat
banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya
jumlah uang yang beredar. Ada pula deflasi didefinisikan sebagai meningkatnya
permintaan terhadap uang berdasarkan jumlah uang yang berada di masyarakat.

2.1 Jenis-jenis Inflasi


Menurut jenisnya, inflasi dibedakan dalam empat macam yaitu:

1. Jenis Inflasi dari Segi Parah atau Tidaknya


Pengelompokan inflasi dari segi parah atau tidaknya menitikberatkan pada
seberapa besar laju tingkat inflasi dalam suatu periode tertentu. Dari segi ini inflasi
dibedakan menjadi:
a. Inflasi ringan, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari 10% per tahun.
b. Inflasi sedang, yaitu inflasi yang lju pertumbuhannya terletak pada antara 10% - 30%
per tahun.
c. Inflasi berat, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya antara 30% sampai 100% per
tahun.
d. Hiper inflasi, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih dari 100% per tahun.
2. Inflasi dari Segi Tingkat Intensitasnya
Inflasi dari tingkat intensitasnya menitikberatkan pada cepat tidaknya laju inflasi.
Yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
a. Inflasi yang merayap (Creeping Inflation), yaitu inflasi yang ditandai dengan laju
inflasi yang rendah (kurang dari 10% per tahun), kenaikan harga berjalan lamban
dengan persentase yang kecil dan dalam waktu yang relatif lama.
b. Inflasi menengah (Galloping Inflation), yaitu inflasi yang kenaikan harganya cukup
besar.
c. Inflasi tinggi (Hiper Inflation), yaitu inflasi yang kenaikannya 5 sampai 6 kali dan
merupakan infalsi yang paling parah. Pada kondisi ini masyarakat enggan menyimpan
atau memegang uang tunai karena nilai uang sangat rendah sehingga lebih baik
dipertukarkan dengan barang. Tingkat perputaran uang sangat cepat.
3. Inflasi dari Segi Asalnya
Dari segi asalnya, inflasi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Inflasi Domestik (Domestic Inflation), yaitu inflasi yang terjadi karena adanya gejolak
riil dan atau moneter dari dalam negeri yang bisa disebabkan karena perilaku
pemerintah maupun non-pemerintah.
b. Inflasi dari luar (Imported Inflaation), yaitu inflasi yang terjadi karena adanya gejolak
variabel-variabel eksternal atau luar negeri. Kenaikan pendapatan dunia misalnya,
cenderung meningkatkan ekspor nasional yang akan memperbaiki neraca pembayaran.
Surplus neraca oembayaran ini kemudian memiliki implikasi terhadap jumlah uang
beredar dan tingkat inflasi dalam negeri tentunya.
4. Inflasi dari segi sebabnya

Dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga
macam yaitu:
a. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation).

Inflasi tarikan permintaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side
inflation) atau inflasi karena gunangan permintaan (demand-shock inflation) adalah inflasi
yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu
besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. Barang-barang
menjadi berkurang dikarenakan pemafaatan sumberdaya yang telah mencapai tingkat
maksimum atau karena produksi tidak dapat ditingkatkan secepatnya untuk mengimbangi
permintaan yang semakin meningkat atau bertambah.
b. Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation).
Inflasi dorongan biaya atau juga sering disebut inflasi sisi penawaran (supply-side
inflation) atau inflasi karena guncangan penawaran (supply-shock inflation) adalah inflasi
yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan biaya produksi ynag pesat dibandingkan
dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply
barang dan jasa mereka ke pasar. Dengan perkataan lain, inflasi sisi penawaran adalah
inflais yang terjadi apabila harga dari satu atau lebih sumberdaya mengalami kenaikan atau
dinaikan.

c. Inflasi structural (structural inflation),


Inflasi structural yaitu inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai
kendala atau kekakuan structural (structural rigidities) yang menyebabkan
penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsive terhadap
permintaan yang meningkat.

2.2 Celah Inflasi dan Deflasi


Menurut John Maynard Keynes, Inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup
di luar batas kemampuan ekonominya. Keynes berpendapat, proses inflasi adalah proses
perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian
yang lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Oleh keynes proses
perebutan ini diterjemahkan menjadi keadaan di mana permintaan masyarakat terhadap
barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Peristiwa tersebut menimbulkan
apa yang disebut celah inflasi atau inflationary gap. Masalah celah inflasi atau inflationary
gap bahwa inflation gap terjadi apabila besarnya investasi yang terjadi melebihi penabungan
atau saving pada tingkat pendapatan full-employment, pernyataan tersebut tepat kalau
diterapkan untuk perekonomian tertutup. Dalam keadaan di mana besarnya permintaan
agregatif yaitu hasil penjumlahan (C + 1 + G + X — M), melebihi kapasitas produksi
nasional, yang biasa disebut juga full-employment income.
Kapasitas produksi suatu perekonomian menunjukkan batas kemampuan daripada
perekonomian tersebut dalam menghasillkan barang-barang dann jasa-jasa untuk tiap satuan
waktunya. Kemampuan suatu perekonomian dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-
jasa tersebut kadang-kadang digunakan sepenuhnya (full-employment), kadang-kadang tidak
digunakan / sebagaian dari kapasitas perekonomian menganggur / tidak terpakai (under-
employment).
Tingginya kapasitas produksi nasional yang dipergunakan disebut tingkat
employment/tingkat kesempatan kerja yang suatu ketika dalam keadaan full-employment
dan under-employment. Perekonomian dikatakan dalam keadaan over-employment apabila
kapasitas produksi nasional sudah dalam penggunaan penuh, akan tetapi permintaan nasional
akan barang dan jasa totalnya masih belum bertambah
Kemustahilan keadaan Full Employment menyebabkan keadaan pengeluaran agregat
berada di atas atau di bawah nilai pendapatan nasional seimbang (Y=AE). Jarak perbedaan
pengeluaran agregat dengan tingkat seimbangnya menghasilkan dua hal:
a. Jurang Inflasi (Inflationary Gap), adalah besarnya perbedaan antara jumlah Investasi
nyata lebih besar daripada Full Employment (FE) Saving, atau merupakan besarnya
perbedaan antara jumlah Investasi yang terjadi dengan besarnya Saving pada tingkat FE
(I>S). (Jika IG naik, maka overemployment juga naik).
b. Jurang Deflasi (Deflationary Gap), adalah angka yang menunjukkan besarnya perbedaan
antara investasi yang terjadi dengan full employment saving dimana besarnya investasi
(I) tersebut lebih kecil daripada Saving pada keadaan Full Employment FE (I<S). (Jika
DG semakin besar, maka semakin jauh tingkat employment berada di bawah tingkat FE).
2.5 Biaya Sosial dari Inflasi
1. Menurunnya Tingkat Kesejahteraan Rakyat
Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya
beli pendapatan yang diperoleh inflasi menyebabkan daya beli pendapatan makin rendah,
khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap (kecil). Misalnya, Pak
Sudar adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan rendah dengan total penghasilan Rp
300.000,00 per bulan. Tahun lalu harga beras Rp 1.500,00 per kilogram. Karena itu gaji
Pak Sudar tahun lalu setara dengan 200 kilogram per bulan. Jika terjadi inflasi 20% per
tahun, maka tahun ini gaji per bulan Pak Sudar setara dengan 166 kilogram beras.
Kesejahteraan Pak Sudar menurun. Jika inflasi tetap 20% per tahun, maka dalam tempo
3,5 tahun, kesejahteraan Pak Sudar tinggal separuhnya. Makin tinggi tingkat inflasi,
makin cepat penurunan tingkat kesejahteraan.
2. Makin Buruknya Distribusi Pendapatan
Dampak buruk inflasi terhadap tingkat kesejahteraan dapat dihindari jika
pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi dari tingkat inflasi. Jika inflasi 20% per
tahun, pertumbuhan tingkat pendapatan harus lebih besar dari 20% per tahun. Persoalann
ya adalah jika inflasi mencapai angka 20% per tahun, dalam masyarakat hanya
segelintir orang yang mempunyai kemampuan meningkatkan pendapatannya ≥ 20%
per tahun. Akibatnya, ada sekelompok masyarakat yang mampu meningktakan
pendapatan riil (pertumbuhan pendapatan nominal dikurangi laju inflasi lebih besar dari
0% per tahun). Tetapi sebagian besar masyarakat mengalami penurunan pendapatan riil.
Distribusi pendapatan, dilihat dari pendapatan riil, makin memburuk.
3. Terganggunya Stabilitas Ekonomi
Pengertian yang paling sederhana dari stabilitas ekonomi adalah sangat kecilnya
tindakan spekulasi dalam perekonomian. Produsen berproduksi pada kapasitas penuh
(optimal). Konsumen juga memakai barang dan jasa optimal dengankebutuhan mereka.
Kondisi nyaman ini mulai terganggu bila inflasi yang relative tinggi telah menjadi kronis.
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan tentang masa depan
(ekspetasi) para pelaku ekonomi. Inflasi yang kronis menumbuhkan perkiraan bahwa
harga-harga barang dan jasa akan terus naik. Bagi konsumen perkiraan ini mendorong
pembelian barang dan jasa lebih banyak dari yang seharusnya/biasanya. Tujuannya untuk
lebih menghemat pengeluaran konsumsi. Akibatnya, permintaan barang dan jasa justru
dapat meningkat.

Bagi produsen perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka
menunda penjualan, untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Penawaran barang dan
jasa berkurang. Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju
inflasi. Tentu saja, kondisi ekonomi akan menjadi semakin memburuk.

2.3 Kebijakan Mengatasi Inflasi


1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diberlakukan pemerintah kaitan nya


dengan upaya mengendalikan jumlah uang yang beredar. Salah satu tujuan diberlakukan
nya kebijakan moneter adalah untuk menciptakan dan mempertahankan stabilitas harga.
Berkaitan dengan upaya mengendalikan laju inflasi kebijakan moneter yang diberlakukan
sebagai berikut:

a. Operasi Pasar terbuka (Open Market Operation), yaitu kebijakan moneter yang
dilakukan dengan cara menjual atau membeli surat berharga dipasar uang, misalnya
sertifikat Bank Indonesia (SBI), sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga yang
diterbitkan Bank Indonesia sebagi surat pengakuan utang jangka pendek dengan sistem
diskonto.
b. Politik Diskonto (Discount Policy), yaitu kebijakan yang dilakukan dengan cara
menaikan atau menurunkan tingkat suku bunga kredit yang dibayar bank umum kepada
Bank Indonesia. Jika diskonto naik, biaya peminjaman dari Bank Indonesia semakin
tinggi sehingga keinginan bank umum untuk meminjam dana akan berkurang.
Kebijakan ini mempengaruhi penentuan tingkat suku bank kredit bank umum yang
diberikan kepada masyarakat.
c. Cadangan Kas Minimum, Kebijakan cadangan kas minimum berkaitan dengan
penentuan cadangan kas bank umum sesuai ketentuan yang berlaku. Kebijakan ini akan
berpengaruh terhadap jumlah uang yang beredar. Jika ingin menambah jumlah uang
beredar, Bank Indonesia akan menurunkan ketentuan cadangan kas minimum bank
umum. Kebijakan ini mendorong bank umum untuk menyalurkan kredit dalam jumlah
uang besar. Sebaliknya, jika ingin mengurangi jumlah uang beredar, Bank Indonesia
dapat menaikan cadangan kas minimum bank umum.
d. Kredit Selektif. Kebijakan kredit selektif berkaitan dengan upaya mengurangi jumlah
uang beredar dengan cara memperketat penyaluran kredit. Berkaitan dengan upaya ini
Bank Indonesia dapat memperketat syarat kredit, yaitu karakter, kemampuan, jaminan,
modal, dan kondisi ekonomi. adanya kebijakan ini berdamapak pada keinginan
masyarakat dan bank umum untuk meminjam uang.

2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diberlakukan untuk mengatur penerimaan dan
pengeluaran negara. Kebijakan ini berkaitan dengan penggunaan pajak dan pengeluaran
pemerintah dalam mencapai tujuan. Kebijakan fiskal yang diberlakukan untuk mengatasi
inflasi sebagai berikut.

a. Pengaturan Pengeluaran Pemerintah, Kebijakan ini memungkinkan pemerintah


mengendalikan pengeluaran nya agar perekonomian tetap stabil. Pemerintah dapat
menunda atau mengurangi pengeluaran agar jumlah uang beredar berkurang.
b. Peningkatan Tarif Pajak, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah uang beredar
karena sebagian penghasilan masyarakat diberikan kepada negara dalam bentuk pajak.
Akibat kebijakan ini, daya beli masyarakat berkurang sehingga inflasi dapat dikendalikan.

3. Kebijakan Nonmoneter dan Nonfiskal

Selain kebijakan moneter dan fiskal, dalam rangka mengatasi inflasi pemrintah
menetapkan kebijakan nonmoneter dan nonfiskal. Kebijakan tersebut mengatur hal-hal
sebagai berikut:

a. Peningkatan Produksi, Kegiatan produksi dapat ditingkatan melalui penambahan investasi,


subsidi, penurunan bea ekspor, dan perlindungan usaha. Peningkatan produksi pada saat
jumlah uang beredar besar tidak akan menimbulkan inflasi. Akan tetapi, peningkatan
produksi akan meningkatan kemampuan perekonomian suatu negara.
b. Kebijakan Upah, kebijakan ini berkaitan dengan meningkatkan tarif pajak penghasilan.
Naiknya tarir pajak penghasilan, akan menurunkan pendapatan yang siap untuk
dibelanjakan (disposable income). Hal ini berarti bahwa masyarakat akan memperoleh
penghasilan (take home pay) dalam jumlah lebih sedikit akibat kenaikan tarif pajak.
c. Pengawasan Harga, Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan tingkat harga yang
ditetapkan produsen. Dalam konsep ekonomi, produsen berusaha memperoleh keuntungan
sebesar besar nya dengan menaikan harga jual.
d. Pengaturan Distribusi Barang, Naiknya harga beberapa barang kebutuhan pokok
mendorong pemerintah mendistribusikan atau menyalurkan barang secara langsung kepada
masyarakat. kegiatan pendistribusian barang oleh pemerintah diwujudkan dalam oprasi
pasar yaitu menawarkan barang kebutuhan dibawah harga pasar kepada masyarkat.
Kegiatan pemerintah ini dikenal dengan istilah “pasar murah”.
e. Kebijakan di Bidang Perdagangan Internasional, Kebijakan dalam perdagangan
internasional dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja ekspor impor. Berkaitan dengan
upaya mengatasi masalah inflasi, pemerintah dapat menurunkan bea masuk barang impor.
Kebijakan ini menyebabkan tingkat harga barang impor menjadi turun dan jumlah barang
impor yang beredar bertambah besar.

4. Kebijakan Lainnya
Untuk memperbaiki dampak yang diakibatkan inflasi, pemerintah menerapkan
kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Tetapi selain kebijakan moneter dan fiskal,
pemerintah masih mempunyai cara lain. Cara lain dalam mengendalikan inflasi adalah
sebagai berikut.
a. Meningkatkan Produksi & Menambah Jumlah Barang di Pasar
Untuk menambah jumlah barang, pemerintah dapat mengeluarkan perintah untuk
meningkatkan produksi. Hal itu dapat ditempuh dengan memberi premi atau subsidi
pada perusahaan yang dapat memenuhi target tertentu. Selain itu, untuk menambah
jumlah barang yang beredar, pemerintah juga dapat melonggarkan keran impor.
Misalnya, dengan menurunkan bea masuk barang impor.
b. Menetapkan Harga Maksimum untuk Beberapa Jenis Barang
Penetapan harga tersebut akan mengendalikan harga yang ada sehingga inflasi dapat
dikendalikan. Tetapi penetapan itu harus realistis. Kalau penetapan itu tidak realistis,
dapat berakibat terjadi pasar gelap (black market).

2.4 Latihan Soal (Kasus)


 Contoh Soal Menghitung Laju Inflasi
Soal 1
Diketahui:
Indeks Harga Konsumen bulan Maret 2005 = 150,65
Indeks Harga Konsumen bulan Februari 2005 = 145,15

Besarnya laju inflasi bulan Maret 2005 adalah:


Laju Inflasi = (150,65 – 145,15) / 145,15 x 100% = 3,79%
Pada kasus diatas dapat kita golongkan sebagai inflasi ringan yaitu inflasi yang laju
pertumbuhannya lebih kecil dari 10% per tahun.
Soal 2

Harga(Rp)
No Jenis Barang
Th. 2009 Th. 2010 Th. 2011
1 Daging Ayam 16000 20000 28000
2 Telur 6000 6500 7500
3 Minyak Goreng 6000 8000 12000
Total 28000 34500 47500

Apabila dihitung dengan indeks harga agregatif sederhana (tahun dasar 2010),
Maka tingkat inflasi tahun 2011 berdasarkan tingkat keparahannya adalah

Laju inflasi = (47500-34500)/ 34500 x 100% = 37,68 %


Pada kasus diatas dapat kita golongkan sebagai inflasi berat yaitu inflasi yang laju
pertumbuhannya antara 30%-100% per tahun.Contoh soal celah Inflasi dan Deflasi
Fungsi C = 0,80 y + 30. Investasi pertahun sebesar 45, hitunglah:

a. Nilai celah Inflasi / Deflasi apabila diketahui kapasitas produksi pertahun 210
b. Nilai celah Inflasi / Deflasi apabila diketahui kapasitas produksi pertahun 295

Penyelesaian:
a. Produksi nasional y = 210, I = 45

S=y–c
S = 210 – (0,80 (210) + 30)
S = 210 – (168 + 30)
S = 210 – 198
S = 12

Apabila S = 12 maka nilainya adalah celah inflasi S ˂ I (Inflationary Gap).


b. Produksi nasional y = 295, I = 45

S=y–c
S = 295 – (0,80 (295) + 30)
S = 295 – (236 + 30)
S = 295 – 266
S = 29

Apabila S = 29 maka nilainya adalah celah inflasi S ˂ I (Inflationary Gap).

BAB 6

2.1. Pengertian Konjungtur

Konjungtur adalah kenyataan yang berlaku dalam perekonomian yang menunjukkan


bahwa kegiatan ekonomi tidak berkembang secara teratur tetapi mengalami kenaikan atau
kemunduran yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Gambaran atau grafik
mengenai konjungtur adalah suatu grafik yang menunjukkan perubahan pendapatan
nasional dan kegiatan ekonomi dari satu waktu ke waktu lain. Pergerakan naik turun
kegiatan perusahaan-perusahaan di dalam jangka panjang dinamakan konjungtur atau
siklus kegiatan perusahaan (business cycle) .

2.2. Tahap-tahap Konjungtur


Tahap – tahap konjungtur dibagi menjadi empat tahap yaitu :

2.2.1. Tahap Depresiasi atau Kemerosotan


Kegiatan ekonomi semakin merosot yang terjadi karena banyak produksi berkurang,
banyak perusahaan tutup karena rugi, banyak terjadi pengangguran. Karena pendapatan
masyarakat berkurang, permintaan masyarakat sedikit, sehingga penjualan hanya sedikit.
Harga barang merosot dan dalam hal ini pandangan para pengusaha menjadi sangat
pesimis. Kegiatan ini juga disebut sebagai “konyungtur rendah”. Adapun ciri – ciri
perekonomian pada kondisi depresi :
 Tingginya pengangguran
 Kapasitas produksi yang menganggur cenderung tidak beroperasi dari pada
mengalami kerugian besar
 Rasa pesimis yang mendalam dikalangan para pengusaha

2.2.2. Tahap Ekspansi (Prosperity)


Yaitu tahap kegiatan ekonomi dalam perkembangan atau pertumbuhan yang cepat
sampai tercapai puncak kegiatan (sering juga disebut“boom” atau”hausse”). Tetapi setelah
beberapa waktu mulai timbul kemacetan – kemacetan dan hambatan – hambatan yang
akhirnya menyebabkan situasi berubah atau berbalik menjadi kemunduran. Adapun ciri –
ciri perekonomian pada kondisi ekspansi :
 Tingkat permintaan agregat kuat dan naik
 Peningkatan permintaan untuk barang-barang impor dan jasa
 Meningkatnya investasi dan keuntungan perusahaan
 Meningkatnya produtivitas
2.2.3. Tahap Resesi atau Kelesuan
Semula kemacetan – kemacetan yang timbul menyebabkan laju pertumbuhan
ekonomi terhenti (stagnasi) dan / atau mundur sedikit. Kalau kelesuan itu berlangsung lama,
dimana semua sektor ekonomi ikut terkena dampak, maka kelesuan tersebut dapat menjadi
kemerosotan. Adapun ciri – ciri perekonomian pada kondisi resesi :
 Turunnya daya beli akibat inflasi yang tinggi, harga naik, daya beli turun,
masyarakat mengurangi belanja, dan memilih untuk lebih banyak menabung.
 Turunnya investasi akibat turunnya konsumsi, produksi berlebihan, investasi
tidak diperlukan.
 Turunnya kesempatan kerja akibat investasi turun, lowongan kesempatan kerja
tidak ada ,pengangguran menjadi meningkat.
2.2.4. Tahap Recovery atau Pemulihan
Kegiatan ekonomi mulai normal kembali sehingga ada dorongan untuk
menghidupkan kembali kegiatan produksi. Dengan demikian pengangguran berkurang
jumlahnya. Penjualan mulai bertambah dan harga – harga dapat naik sedikit. Pandangan
dunia bisnis menjadi lebih optimis lagi, dan mulai ada lagi pengusaha yang mulai dengan
usaha-usaha baru. Kehidupan ekonomi mulai normal kembali. Adapun ciri-ciri
perekonomian pada kondisi recovery :
 Membaiknya indikator ekonomi
 Suku bunga turun, inflasi berhasil dikendalikan, gejolak buruh turun, nilai mata
uang mulai stabil
 Meningkatnya investasi
 Adanya stimulus rangsangan ekonomi (melalui pengeluaran pemerintah),
bagusnya indikator makro, pelaku usaha mulai optimis akan hari kedepannya
dan perusahaan mulai mengkaji investasi baru.

Berdasarkan hal tersebut siklus eknomi dapat digambarkan sebagai gelombang naik-turun
aktivitas ekonomi, yang terdiri atas empat elemen:

a) Gerakan Menaik (Upturn atau Expansion)


Pemulihan ekonomi (recovery) ditandai dengan gerakan perekonomian yang
menaik (upturn). Kadang-kadang gerakan menaik ini disebut juga ekspansi (expansion) bila
gerakan menaik ini terjadi selama minimal dua triwulan berturut-turut
b) Titik Puncak atau Kulminasi (Peak)
Ekspansi ekonomi tidak akan terjadi selamanya. Suatu ketika gerakan menaik ini
mencapai titik tertinggi. Titik ini disebut titik puncak atau kulminasi (peak). Setelah
mencapai titik kulminasi, perekonomian akan mengalami penurunan kembali.
c) Gerakan Menurun (Downturn atau Recession)
Gerakan menurun adalah menurunnya output yang dilihat dari menurunnya tingkat
pertumbuhan ekonomi. Kadang-kadang gerakan penurunan ini disebut resesi (recession),
bila terjadi selama minimal dua triwulan berturut-turut.

d) Titik Terendah (Trough)


Gerakan menurun akan berlanjut hingga mencapai titik yang paling rendah, yang disebut
titik nadir (trough). Setelah mencapai titik terendah, perekonomian akan pulih kembali
dilihat dari adanya gerakan menaik.
2.3. Teori Terjadinya Konjungtur (siklus ekonomi) • Naik turunnya kegiatan ekonomi
membentuk satu gelombang. Kegiatan ekonomi, yaitu:
– Menaik (recovery)
– Sampai pada puncak paling atas (prosperity)
– Menurun (recession)
– Sampai puncak paling bawah (depression)

Teori-teori terjadinya konjungtur, meliputi:


• Jevons dan Moore (1923): Fluktuasi kegiatan ekonomi terjadi karena adanya
perubahan alam

• Pigou (1927): Fluktuasi kegiatan ekonomi terjadi karena adanya faktor psikologis para
pelaku bisnis (harapan pesimistis atau optimistis

• Malthus (1936): penyebab munculnya krisis ekonomi karena adanya kekurangan


konsumsi (under consumption). Alasan: sektor industri manufaktur makin berkembang
dan masyarakat lebih banyak melakukan kegiatan ekonomi pada sektor tersebut.

• Mitchell (1951): Fluktuasi kegiatan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sistem
ekonomi kapitalis-liberalis.
• Hawtrey (1928) dan Friedman (1957): Fluktuasi ekonomi disebabkan oleh sistem
moneter dan sistem kredit.
• Shcumpeter (1934): menyebut penyebab utama tidak stabilnya inovasi teknologi.

• Lucas dan Barro (1976), Fisher (1979), dan Phelps (1997): Ekspektasi masyarakat
yang rasional sebagai penyebab fluktuasi ekonomi.
• Keynes: Sistem moneter dan kredit bukan penyebab, tetapi merupakan akibat. Penyebab
utama adalah tidak stabilnya investasi.
• Siklus konjungtur kegiatan ekonomi menurut Ellis (1991) berbeda-beda, yaitu:
– Kondratif: setiap 50 tahun sekali
– Juglar: 10 tahun sekali
– Kitchin: 4 tahun sekali
– Batra (1990): 60 tahun sekali
– Mubyarto: 7 tahun sekali untuk perekonomian Indonesia (jawa: pitu-lungan).
Perekonomian mengalami gelombang naik-turun yang relatif teratur dan terjadi
secara berulang dengan rentang waktu yang bervariasi. Gerakan ini disebut siklus ekonomi
(business cycle)

Anda mungkin juga menyukai