Anda di halaman 1dari 18

PERCOBAAN III & IV

IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN AMILASE


DALAM URINE

OLEH

NAMA : HUSNAWATI

NIM : E1M016028

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2019
PERCOBAAN III & IV
IDENTIFIKASI DAN PENENTUAN KADAR GLUKOSA DAN AMILASE
DALAM URINE

A. ABSTRAK
Praktikum tentang identifikasi penentuan kadar glukosa dan
amilase dalam urin bertujuan untuk menentukan kadar glukosa dalam urin
secara kuantitatif dan menentukan kadar amilase dalam urin. Mengetahui
kadar glukosa dalam urin sangatlah penting dikarenakan jika kadar
glukosa tinggi maka dapat menimbulkan penyakit. Untuk mengetahui
kadar glukosa dalam urin pada percobaan ini digunakan Uji Benedict. Dari
tiga sampel urin terdapat dua sampel yang mengandung kadar glukosa
sebesar 1%. Sedangkan, untuk menentukan kadar amilase digunakan tes
Iod pada 10 sampel dengan perlakuan berbeda. Dimana kadar amilase
yang tinggi terdapat pada tabung 9 dan 10. Kesalahan yang terjadi pada
praktikum ini kemungkinan dikarenakan urin mengalami kerusakan.
Kata kunci: Glukosa, Amilase, Uji Benedict dan Uji Iod

B. PENDAHULUAN
Hampir setiap hari kita mengkonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat. Karbohidrat sendiri sangat penting bagi tubuh kita sebagai
sumber energi. Salah satu jenis karbohidrat yaitu glukosa yang merupakan
karbohidrat golongan monosakarida. Glukosa adalah suatu aldoheksosa
dan mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan.
Dialam, glukosa banyak terdapat dalam buah-buahan serta madu lebah.
Dalam darah manusia normalnya mengandung glukosa dengan jumlah atau
konsentrasi yang tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah.
Kandungan glukosa yang berlebih sangat tidak baik untuk kesehatan yaitu
dapat menyebabkan diabetes melliatus atau kencing
manis(Poedjiadi,2015:26-27).
Kadar glukosa dalam urin dapat diidentifikasi dengan pereaksi
Benedict. Pereaksi Benedict sendiri merupakan larutan yang mengandung
kuprisulfat, natriumkarbonat dan natriumsitrat. Glukosa dapat mereduksi
ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap
sebagai Cu2O. Adanya natriumkarbonat dan natriumsitrat membuat
pereaksi benedeict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat
berwarna hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung
pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Pereaksi benedict lebih
banyak digunakan untuk pemeriksaan glukosa dalam urin daripada
daripada pereaksi fehling dikarenakan beberapa alasan. Apabila dalam urin
terdapat asam urat atau karatin, kedua senyawa ini dapat mereduksi
pereaksi Fehling, tetapi tidak dapat mereduksi pereaksi benedict. Pereaksi
benedict juga lebih peka dari pada pereaksi fehling. Selain itu,penggunaan
pereaksi benedict juga lebih mudah karena terdiri dari satu macam larutan,
sedangkan pereaksi fehling terdiri dari dua macam larutan(Zakiyah,2014)
Guna mengetahui kadar glukosa, biasanya digunaka sampel urine.
Sampel urin digunakan karena mengandung lebih sedikit interferensi
dibandingkan dengan darah sehingga tidak dibutuhkan metode pemisahan
untuk bisa mendeteksi semua analit. Selain itu, urin lebih mudah bereaksi
dengan sensor selulosa nata-Benedict karena viskositasnya rendah.
Disamping mempunyai kelebihan, urin juga memiliki kelemahan
diantaranya urin cepat mengalami kerusakan bila tidak segera dilakukan
analisa dan kadar gula seseorang tergantung kondisi tubuh
seseorang(Wulandari, 2014).
Selain pada urin terdapat glukosa yang merupakan
monoakarida,pada urin juga mengandung karbohidrat golongan
polisakarida yaitu amilum. Amilum ini terdiri dari dua macam polisakarida
yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa yaitu amilosa (kira-kira
20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri dari dari 200-300 unit
D-glukosa yang terikat dengan ikatan α-1,4 glukosa, jadi molekulnya
merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-
glukosa yang sebagaian besar memiliki ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian
lagi ikatan 1,6-glikosidik. Adanya ikatan glikosidik ini menyebabkan
terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka
dan bercabang. Molekul amilopektin lebih besar daripada molekul amilosa
karena terdiri atas 1.000 uni glukosa. Butir-butir pati tidak larut dalam air
dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terjadi suatu
larutan koloid yang kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan iodium
akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul amilosa
yang membentuk senyawa. Amilopektin dengan iodium akan memberikan
warna ungu atau merah lembayung(Kusbandari, 2016).
Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam
sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan
bantuan enzim amilase. Enizm sendiri adalah salah satu metabolit skunder
yang dihasilkan oleh mahluk hidup yang berfungsi untuk mengkatalisis
reaksi biokimia dalam tubuh mahluk hidup, sehingga reaksi berlangsung
lebih cepat. Sehingga enzim amilase adalah enzim yang mengkatalisis
hidrolisis dari α-1,4-glikosisdik polisakarida untuk menghasilkan
dekstrin,oligosakarida, maltosa dan D-glukosa. Mekanismes kerja enzim
amilase terdiri dari dua tahap yaitu, tahap peratama degadasi amilosa
menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak dan cepat serta
diikuti dengan menurunya viskositas dengan cepat. Tahap kedua yaitu
terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak
acak. Dalam ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas
terdapat amilase yang berkerja terhadap amilum yang terdapat pada
makanan kita. Oleh enzim amilase amilum diubah menjadi maltosa dalam
bentuk β-maltosa(Ariandi,2016).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain: tabung
reaksi, rak tabung reaksi, hot plate, waterbath, pipet tetes dan gelas
kimia.
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain: Sampel
urin, reagen Beedict, larutan amilum, larutan iod, glukosa 0,5%,
glukosa 1%,glukosa 1,5%, glukosa 2%, aquades dan tisu.

D. LANGKAH KERJA
1. Identifikasi kadar glukosa dalam sampel urin
a. Pembuatan larutan standar
- Alat dan bahan disiapkan.
- Sebanyak 4 tetes glukosa 0,5%, glukosa 1%,glukosa 1,5%, dan
glukosa 2% dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berbeda
dan ditambahkan 2 ml reagen Benedict.
- Semua tabung dipanaskan selama 5 menit.
- Semua tabung didinginkan dan diamati perubahan yang terjadi
serta dicatat.
b. Uji Benedict
- Alat dan bahan disiapkan.
- Sebanyak masing-masing 4 tetes sampel urin I, II dan III
dimasukkan dalam tabung yang sudah diberi label (tabung I,II
dan III) dan ditambahkan 2 ml reagen Benedict.
- Semua tabung dipanaskan selama 5 menit.
- Semua tabung didinginkan dan diamati perubahan yang terjadi
serta hasilnya dicatat.
2. Menetukan kadar Amilase
a. Pembuatan larutan amilum
- 0,1% amilum terlarut yang mengandung 0,5% NaCl baru
dimasukkan kedalam gelas kimia.
- Larutan cadangan dibuat dari 2% amilum terlarut yang
mengandung 10% NaCl(diencerkan jika ingin digunakan).
b. Penentuan kadar amilase
- Alat dan bahan disiapkan.
- Semua pipet ujung atasnya ditutup dengan kapas untuk
mencegah agar tidak terkena air liur
- Sebanyak 10 tabung reaksi disiapkan dan diberi label pada
masing-masing tabung.
- Masing-masing tabung dimasukkan sampel urin dan aquades
sampai volume menjadi 1 ml.
- Tabung 1-5 berisi urin yang diencerkan(1:10).
- Tabung 6-10 berisi urin yang tidak diencerkan
- Tabung reaksi yang berisi urin 1 ml ditambahkan aquades
dengan volume tertentu sampai volume larutan menjadi 10 ml.
- Masing-masing tabung ditambahkan dengan 2 ml amilum
0,1%.
- Tabung 1-9 dipanaskan dalam warerbath selama 30 menit pada
suhu 37°c dan didinginkan selama 5 menit.
- Tabung 10 dipanaskan sampai mendidih dan didinginkan
selama 5 menit.
- Tabung reaksi baru disiapkan dan diberi label 11 kemudian
sebanyak 0,5 ml tanpa pemanasan dimaukkan kedalam tabung
tersebut.
- Masing-masing tabung ditambahkan setetes larutan iod dan
dikocok.
- Jika warnanya hilang ditambahkan 1-2 tetes larutan iod.
- Perubahan yang terjadi pada seluruh tabung reaksi
dibandingkan dengan tabung reaksi yang berisi urin dengan
tidak ada pemanasan.
- Seluruh perubahan yang terjadi diamati dan dicatat perubahan
yang terjadi.
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Penentuan Kadar Glukosa
Sampel Mula-mula + Reagen Sesudah
Benedict dipanaskan
Urin 1 Kekuningan Tidak larut Kehijauan
Urin 2 Kekuningan Tidak larut Kehijauan
Urin 3 Kekuningan Larut Tetap
Glukosa 0,5% Bening Biru Biru
Glukosa 1% Bening Biru Kehijauan
Glukosa 1,5% Bening Biru Toska
Glukosa 2% Bening Biru Kemerahan

b. Penentuan kadar amilase


Sampel Urin(+)aquadest Dipanaskan (+)Larutan Iod
(+)amilum (30 Menit)
Tabung 1 Putih keruh Putih keruh Hitam keunguan
(endapan putih)
Tabung 2 Putih keruh Putih keruh Coklat (endapan
ungu)
Tabung 3 Putih keruh Putih keruh Coklat (endapan
ungu)
Tabung 4 Putih keruh Putih keruh Coklat (endapan
ungu)
Tabung 5 Putih keruh Putih keruh Coklat (endapan
ungu)
Tabung 6 Putih keruh Putih keruh Bening keunguan
Tabung 7 Putih keruh Putih keruh Bening (endapan
ungu)
Tabung 8 Putih keruh Putih keruh Bening (endapan
ungu)
Tabung 9 Putih keruh Putih keruh Bening
Tabung 10 Putih keruh Putih keruh Bening
Tabung 11 Kuning - Kuning

c. Persamaan Reaksi
(Terlampir).

2. Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kadar glukosa dalam
urin secara kuantitatif dan menentukan kadar amilase dalam urin. Dalam
urin mengandung glukosa yang bersal dari makanan yang kita konsumsi
sehari-hari seperti buah-buahan dan madu. Glukosa sendiri merupakan
karbohidrat golongan monosakarida yaitu suatu aldoheksosa dan
mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Begitu
pentingnya mengetahui kadar glukosa dalam tubuh sebab jika kadar
glukosa tinggi akan sangat tidak baik bagi tubuh yaitu dapat menyebabkan
diabetes melliatus atau kencing manis. Dalam urin terdapat juga enzim
amilase yaitu enzim yang mengkatalisis hidrolisis dari α-1,4-glikosisdik
polisakarida untuk menghasilkan dekstrin,oligosakarida, maltosa dan D-
glukosa. Pada praktikum ini digunakan sampel urin dikarenakan
mengandung lebih sedikit interferensi dibandingkan dengan darah
sehingga tidak dibutuhkan metode pemisahan untuk bisa mendeteksi
semua analit. Disamping mempunyai kelebihan, urin juga memiliki
kelemahan diantaranya urin cepat mengalami kerusakan bila tidak segera
dilakukan analisa dan kadar gula seseorang tergantung kondisi tubuh
seseorang(Poedjiadi,2015;Ariandi,2016;Wulandari, 2014).
Pertama dilakukan uji penentuan kadar glukosa dalam urin dengan
pereaksi Benedict. Pereaksi Benedict biasa digunakan dalam penentuan
kadar glukosa karena diketahui urin lebih mudah bereaksi dengan sensor
selulosa nata-Benedict karena viskositasnya rendah. Pereaksi Benedict
sendiri merupakan larutan yang mengandung kuprisulfat, natriumkarbonat
dan natriumsitrat. Pertama dilakukan uji pada larutan standar glukosa
0,5%, glukosa 1%, glukosa 1,5% dan glukosa 2% yaitu dengan
penambahan pereaksi Benedict yang kemudian dipanaskan. Hasil
perubahan warna yang didapatkan pada larutan satandar standar glukosa
0,5%, glukosa 1%, glukosa 1,5% dan glukosa 2% berturut-turut yaitu biru,
kehijauan, toska dan kemerahan. Perubahan warna yang terjadi sesuai
dengan teori yang seharusnya bahwa Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+
dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai
Cu2O. Adanya natriumkarbonat dan natriumsitrat membuat pereaksi
benedeict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna
hijau, kuning atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada
konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Standar ini akan digunakan untuk
membandingkan warna yang terbentuk pada sampel urin. Untuk sampel
urin digunakan tiga sampel urin yang berbeda-beda yaitu urin 1, urin 2 dan
urin 3. Setelah ditambakan pereaksi Benedict dan dipanaskan untuk urin
1dan urin 2 mengalami perubahan warna menjadi kehijauan sedangkan
untuk urin 3 tidak mengalami perubahan yaitu tetap berwarna biru. Dari
hasil tersebut dapat diketahui bahwa sampel urin 1 dan 2 mengandung
glukosa yang sesuai dengan standar yaitu sebesar 1%. Seangkan urin 3
tidak mengalami perubahan warna kemungkinan dikarenakan sampel urin
yang digunakan sudah rusak. Adapun tujuan dari dilakukannya pemanasan
pada uji Benedict ini yaitu untuk mempecepat reaksi Cu pada pereaksi
Benedict dengan glukosa pada sampel(Zakiyah,2014).
Uji kedua yang dilakukan yaitu penentuan kadar amilase pada urin
dimana pada uji dilakukan dengan penambahan amilum dan larutan iod.
Tujuan dari uji ini yaitu untuk mengentahui kadar enzim amilase yang
berkerja pada sampel urin. Adapun enzim amilase adalah enzim yang
mengkatalisis hidrolisis dari α-1,4-glikosisdik polisakarida untuk
menghasilkan dekstrin,oligosakarida, maltosa dan D-glukosa. Mekanisme
kerja enzim amilase terdiri dari dua tahap yaitu, tahap peratama degradasi
amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak dan
cepat serta diikuti dengan menurunya viskositas dengan cepat. Tahap
kedua yaitu terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir
dan tidak acak. Pada uji ini urin ditambahkan amilum dikarenakan dapat
dihidrolisis oleh enzim amilase secara sempurna menjadi glukosa.
Sedangkan larutan iod sendiri berfungsi untuk mengidentifikasi adanya
amilum. Hal ini sesuai teori bahwa butir-butir pati (amilum) tidak larut
dalam air dingin tetapi apabila suspensi dalam air dipanaskan, akan terjadi
suatu larutan koloid yang kental. Larutan koloid ini apabila diberi larutan
iodium akan berwarna biru. Warna biru tersebut disebabkan oleh molekul
amilosa yang membentuk senyawa sedangkan untuk molekul amilopektin
dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah
lembayung(Ariandi,2016;Kurbandari,2016).
Pada penentuan kadar amilase ini dilakukan pada sampel urin yang
berbeda yaitu urin yang diencerkan dan yang tidak diencerkan. Setelah
dipanaskan selama 30 menit tabung 1-10 tidak mengalami perubahan
warna yaitu tetap putih keruh. Setelah dilakukan penambahan larutan iod
barulah terjadi perubahan warna, untuk urin yang diencerkan yaitu pada
tabung 1-5 perubahan warna yang terjadi hampir sama yaitu tabung 1
menjadi hitam keunguan (endapan putih) dan tabung 2-5 menjadi Coklat
(endapan ungu). Hasil pada tabung 1-5 ini dengan urin yang diencerkan
menunjukkan bahwa hampir tidak ada enzim amilase yang berkerja
dikarena adanya endapan ungu yang menunjukkan amilum pada urin
tersebut tidak mengalami degradasi menjadi maltosa. Untuk tabung
dengan urin yang tidak dincerkan yaitu tabung 6-10. Untuk tabung 6
mengalami perubahan bening keunguan, untuk tabung 7 dan 8 mengalami
perubahan menjadi bening (endapan ungu) dan untuk tabung 9 dan 10
mengalami perubahan menjadi bening. Perubahan warna yang mulai
bening ketika diteteskan larutan iod menunjukkan sudah ada enzim
amilase yang berkerja, terlebih jika perubahan warnanya menjadi bening
menunjukkan bahwa amilum yang terdapat dalam sampel urin sudah
didegradasi menjadi maltosa oleh enzim amilase. Untuk tabung 11 yaitu
dengan tanpa pemanasan ketika ditambahkan larutan iod tidak mengalami
perubahan warna yaitu tetap berwarna kuning yang dikarenakan tidak
adanya amilum yang akan didegradasi. Terlihat bahwa semakin banyak
dan pekat sampel urin yang digunakan dan semakin banyakk H2O yang
ditambahkan maka kadar enzim amilase yang berkerja mendegradasi
amilum menjadi maltosa semakin banyak. Penambahan H2O sendiri
berfungsi untuk membantu proses hidrolisis amilosa pati menjadi maltosa.
Adapun proses hidrolisis amilum oleh enzim amilase ini awalnya diubah
menjadi amilodestrin dengan adanya penambahan iod yang kemudian
dengan adanya pemanasan selanjutnya diubah menjadi akrodestrin lalu
menjadi maltosa.

F. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan, hasil pengamatan dan pembahasan dapat
disimpulkan bahwa untuk mengetahui kadar glukosa dalam sampel
glukosa dapat dilakukan dengan uji Benedict. Dimana sampel akan
dibandingkan dengan suatu standar dengan kadar glukosa yang
berbeda. Pada uji tiga sampel urin terdapat 2 sampel urin yang
memiliki kadar glukosa 1% dan sampel urin yang lain tidak
mengalami perubahan dikarenakan mungkin sampel urinnya sudah
rusak. Sedangkan untuk mengetahui kadar enzim amilase yang
bekerja dalam sampel urin dapat dilakukan dengan penambahan
amilum yang kemudian diuji dengan larutan iod. Dari 10 sampel yang
diuji, pada tabung yang 9 amilum mulai mengalami perubahan
menjadi bening ketika ditambahkan iod dan semakin bening pada
tabung 10. Semakin banyak sampel urin dan H2O yang digunakan
semakin banyak kadar amilase yang bekerja dalam sampel tersebut.
Dengan adanya enzim amilase ini amilum akan didegradasi secara
enzimatis menjadi maltosa. Adanya kesalahan yang terjadi pada
praktikum ini kemungkinan dikarenakan sampel urin yang digunakan
sudah rusak.
2. Saran
Lebih baik sampel urin yang digunakan tidak terlalu lama agar
tidak mengalami kerusakan

G. DAFTAR PUSTAKA
Ariandi. (2016). Pengenalan Enzim Amilase (α-Amilase) dan reaksi
enzimatisnya Menghidrolisis Mmilosa Pati menjadi Glukosa.Jurnal
Dinamika, Vol.07, No. 1: 74-82.

Kusbandari, Aprilia. (2016). Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida


dalam Tepung dan Pati Umbi Ganyong (Canna edulis ker.).
Pharmaҫiana Vol. 5, No.1: 35-42.

Poedjiadi, Prof. Dr. Anna dan Dr.F.M. Titin Supriyanti,M.Si. (2015).


Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.

Wulandari, Meyliana. (2014). Teknik Imobilisasi Adsorpsi dan


Entrapment Film Nata De Coco-Benedict untuk Deteksi Kadar
Gula dalam Urin. Edisi Juni, Vol. V, No. 1: 65-78.

Zakiyah. (2014). Kandungan Sukrosa, Gula Pereduksi dan Karotenoid


Ubi Jalar Varietas Lokal Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol.06,
No.01: 13-16.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
a. Penentuan kadar glukosa dalam urin
Sebelum pemanasan (standar) Sesudah pemanasan (sampel)

b. Menentukan kadar amilase dalam urin


Sesudah pemanasan + Iod

Anda mungkin juga menyukai