Nama : Novita
NPM : 180810024
Dosen : Sutiyono, S.Pd.,M.Pd.
Kode Kelas : 182-MN012-N2
Jurusan : Akuntansi
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
segala rahmat dan karuniaNya, Sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas
makalah yang merupakan persyaratan dalam memperoleh nilai yang lebih baik
pada mata kuliah Komunikasi Bisnis di Universitas Putera Batam.
Tugas Mandiri (TM) ini disusun menurut kaidah keilmuan dan ditulis
berdasarkan kaidah Bahasa Indonesia di bawah pengawasan atau pengarahan
dosen pengampu untuk memenuhi kriteria-kriteria kualitas yang telah ditetapkan
sesuai keilmuannya masing-masing. Tugas Mandiri dibuat sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan suatu mata kuliah di Universitas Putera Batam
(UPB). Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Tugas Mandiri ini terutama
dosen pengampu kami yaitu Bapak Sutiyono, S.Pd., M.Pd.
Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari bahwa sepenuhnya masih ada
kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar dapat memperbaiki Tugas Mandiri ini.
Akhir kata kami berharap semoga Tugas Mandiri tentang Meresume isi
buku ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
RESUME ISI BUKU
1
f. Hubungan tujuan : untuk, demi, agar, biar, supaya
g. Hubungan syarat : asalkan, jika, kalau, jikalau
h. Hubungan waktu : sejak, sedari, ketika, sewaktu, waktu, saat, tatkala,
selagi, selama, seraya, setelah, sesudah, seusai, begitu, hingga
i. Hubungan konsesif : sungguhpun, biarpun, meskipun, walaupun,
sekalipun, kendatipun, betapapun.
j. Hubungan cara : tanpa, dengan
k. Hubungan kenyataan : bahwa
l. Hubungan alat : dengan, tidak dengan, memakaim menggunakan,
mengenakan, memerantikan
m. Hubungan ekuatif (perbandingan positif, perbandingan
menyamakan) : sebanyak, seluas, selebar, sekaya
n. Hubungan komparatif (perbandingan negative, perbandingan
membedakan) : lebih dari, kurang dari, lebih sedikit daripada, lebih
banyak daripada
o. Hubungan hasil : sampai, sehingga, maka, sampai-sampai Hubungan
astributif (hubungan menerangkan yang mewatasi) : yang
p. Hubungan atributif tak restriktif (hubungan menerangkan tidak
mewatasi) : yang (biasanya diawali dengan tanda koma)
q. Hubungan andaian : andaikata, seandainya, andaikan, kalau saja, jika
saja, jikalau, jika, bilamana, dalam hal, jangan-jangan, kalau-kalau
r. Hubungan optatif (harapan) : mudah-mudahan, moga-moga, semoga,
agar.
2
a. Hubungan makna pertentangan dengan yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya: biarpun begitu, biarpun demikian, sekalipun
demikian, sekalipun begitu, walaupun demikian, walaupun begitu,
meskipun demikian, meskipun begitu, sungguhpun demikian,
sungguhpun begitu, namun, akan tetapi
b. Hubungan makna kelanjutan dari kalimat yang dinyatakan pada
kalimat sebelumnya: kemudian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya.
c. Hubungan makna bahwa terdapat peristiwa, hal, keadaan di luar dari
yang dinyatakan sebelumnya: tambahan pula, lagi pula, selain itu
d. Hubungan makna kebalikan dari yang dinyatakan pada kalimat
sebelumnya: sebaliknya, berbeda dari itu, kebalikannya.
e. Hubungan makna kenyataan yang sesungguhnya: sesungguhnya,
bahwasanya, sebenarnya
f. Hubungan makna yang menguatkan keadaan yang disampaikan
sebelumnya: malah, malahan, bahkan
g. Hubungan makna yang menyatakan keeksklusifan dan keinklusifan :
kecuali itu
h. Hubungan makna yang menyatakan konsekuensi: dengan demikian
i. Hubungan makna yang menyatakan kejadian yang mendahului hal
yang dinyatakan sebelumnya: sebelum itu.
3
g. Baik…maupun
h. Tidak hanya…tetapi juga
i. Bukan hanya…melainkan juga
j. Demikian…sehingga
k. Sedemikian rupa…sehingga
l. Apakah…atau
m. Entah…entah
n. Jangankan…pun
4
k. Hubungan makna batas: hingga, sampai
l. Hubungan makna perihwalan: tentang, mengenai, perihal, ihwal
5
2.2 PRINSIP KEPADUAN BENTUK DAN MAKNA PARAGRAF
Paragraf yang baik adalah paragraf yang semua unsur kebahasaannya
menjamin kepaduan bentuk bagi keberadaan paragraf itu. Kemudian
kepaduan makna di dalam sebuah paragraf ditunjukkan dengan adanya
kehadiran ide atau pikiran yang satu dan yang tidak terpecah-pecah di dalam
paragraf itu. Kalau di dalam kepaduan bentuk paragraf dipersyaratkan tidak
adanya kalimat dan unsur kebahasaan yang sumbang atau janggal, yang
tidak mendukung keberadaan paragraf itu. Sebaliknya di dalam kepaduan
makna paragraf tidak boleh adanya ide atau pikiran yang terpecah atau
terbelah.
Jadi, ide pokok di dalam sebuah paragraf itu tidak boleh lebih dari satu
dan ide pokoknya yang hanya satu tersebut harus dijabarkan secara
terperinci hingga menjadi benar-benar tuntas dalam satu paragraf. Berikut
ini merupakan prinsip-prinsip yang perlu dicermati dan diperhatikan untuk
membangun konstruksi paragraf yang padu baik bentuk maupun maknanya
adalah sebagai berikut:
6
lanjut ke dalam kalimat-kalimat penjelas minor. Pada akhirnya, kalimat
penegas masih dinyatakan diakhir paragraf untuk menjamin bahwa
pemaparan yang baik dan terurai itu ditutup dengan kalimat penegas.
3. Prinsip Keruntutan -
Dengan prinsip keruntutan dimaksudkan, kalimat-kalimat di dalam
sebuah paragraf itu disusun secara urut. Jadi prinsip keruntutan
dimaksud adalah bahwa jabaran idea tau pikiran pokok dalam sebuah
paragraf itu tidak melompat-lompat.
1. Jenis Paragraf
a. Paragraf Pembuka
Tugas pokoknya adalah untuk membuka dan mengantarkan pembaca
agar dapat memasuki paragraf-paragraf pengembang yang akan
dihadirkan kemudian.
b. Paragraf Pengembang
Paragraf pengembang atau paragraf isi sesungguhnya berisi inti atau
eseseni pokok beserta seluruh jabarannya dari sebuah karya tulis itu
sendiri.
c. Paragraf Penutup
Tugasnya adalah mengakhiri sebuah tulisan atau karangan. Jadi, isi
paragraf penutup itu dapat berupa simpulan atau penegasan kembali
pemaparan yang telah disajikan sebelumnya.
2. Pengembangan Paragraf
Paragraf harus diuraikan dan dikembangkan oleh para penulis atau
pengarang dengan variatif atau bermacam-macam. Sebuah karangan
ilmiah dapat mengambil salah satu model pengembangan seperti yang
akan dijelaskan dibawah ini ataupun bisa juga dengan
7
mengombinasikan beberapa model sekaligus. Berikut ini setiap
pengembangan paragraf itu akan dipaparkan maksudnya:
a. Pengembangan Alamiah
Pengembangan paragraf yang berciri alamiah didasarkan pada fakta
spasial dan kronologi. Deskripsi objek tertentu, deskripsi data, dongeng,
atau narasi yang lainnya, mengadopsi model pengembangan alamiah
yang sedemikian ini.
b. Pengembangan Deduksi-Induksi
Pengembangan paragraf dengan model deduksi dimulai dari sesuatu
gagasan yang sifatnya umum dan diikuti dengan perincian-perincian
yang sifatnya khusus dan terperinci.
Pengembangan paragraf dengan model induksi adalah pengembangan
yang dimulai dari hal-hal yang sifatnya umum.
c. Pengembangan Analogi
Pengembangan paragraf secara analogis lazimnya dimulai dari sesuatu
yang sifatnya umum, sesuatu yang banyak dikenal oleh publik sesuatu
yang banyak dipahami kebenarannya oleh orang dengan sesuatu yang
masih baru, sesuatu yang belum banyak dipahami publik.
Tujuan dari analogi ini sesungguhnya adalah untuk memudahkan
pemahaman pembaca, sehingga sesuatu yang masih kabur, masih
samar-samar, bahkan mungkin sesuatu yang sangat sulit, bisa menjadi
lebih mudah ditangkap dan gampang dipahami.
d. Pengembangan Klasifikasi
Paragraf yang dikembangkan dengan cara yang demikian ini akan
sangat memudahkan pembaca karena kelas-kelasnya jelas, tipe-tipenya
juga sangat jelas.
Pengkelasan dan penipean itu dapat dilakukan dengan bermacam-
macam cara, mungkin berdasarkan kesamaan karakternya, kesamaan
bentuknya, kesamaan ciri dan sifatnya, dan selanjutnya.
8
e. Pengembangan Komparatif dan Kontrasif
Pengembangan Komparatif adalah pembandingan yang dilakukan
dengan cara mencermati dimensi-dimensi kesamaannya untuk
mengembangkan paragraf yang demikian.
Pengembangan Kontrasif adalah perbandingan yang dilakukan
dengan cara mencermati dimensi-dimensi perbedaannya.
f. Pengembangan Sebab-Akibat
Pengembangan paragraf dengan cara demikian ini lazim disebut sebagai
pengembangan yang sifatnya rasional. Dikatakan bersifat rasional
karena lazimnya orang berpikir berawal dari sebab-sebab dan bermuara
pada akibat-akibat. Atau bisa terjadi sebaliknya.
g. Pengembangan Klimaks-Antiklimaks
Paragraf dapat dikembangkan pula dari puncak-puncak peristiwa yang
sifatnya kecil-kecil dan beranjak terus maju ke dalam puncak peristiwa
yang paling besar atau paling optimal, kemudian berhenti di puncak
peristiwa yang paling besar atau paling optimal, kemudian berhenti di
puncak yang paling optimal tersebut.
9
konvensional dan berlaku universal. Berlaku konvensional yang
dimaksud yaitu aturan-aturan yang tertera mau tidak mau harus diikuti
oleh seseorang.
Di sisi yang berbeda, menulis ilmiah juga dapat dikatakan
berdimensi universal karena bentuk format maupun esensinya diterima
dan dipahami secara saksama oleh masyarakat ilmiah yang berada di
seluruh dunia.
Ketentuan-ketentuan baku tersebut lazimnya tekah dirumuskan pula
oleh setiap institusi pendidikan, apa pun bentuknya, dalam bentuk
panduan penulisan karya ilmiah. Dengan begitu, setiap orang terikat
untuk mengikuti dan menepati ketentuan baku tersebut.
10
terperinci dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa telah
terpemuhilah dimensi kata-kata ilmiah yang pertama, yakni dasarnya
adalah data atau fakta (factually based)
11
analisis yang juga harus tepat benar. Agar teori-teori dan kajian-
kajian pustaka itu tidak dapat hanya semata-mata ditampilkan
sebagai deskripsi, tetapi lebih dari semua itu di dalamnya harus
terdapat interpretasi-interpretasi.
Nah, apabila berbagai dimensi ilmiah di depan itu sudah
semuanya dilakukan jadilah karangan ilmiah ini tulisan yang
berkualifikasi baik, bahkan dapat pual dikatakan berkualifikasi
sempurna.
12
Ciri lain yang juga harus sangat diperhatikan di dalam
penyusunan karya ilmiah adalah bahwa semua yang disajikan di
dalam karya ilmiah itu harus bersifat sistemik dan sistematik. Apa itu
dimensi sistemik? Dimensi sistemik itu adalah bahwa karya ilmiah
harus sepenuhnya mengacu kepada sistem dan/atau tata cara ilmiah
tertentu yang sifatnya konvensional dan sekaligus universal seperti
yang disebutkan di bagian terdahulu.
Selanjutnya dikatakan sistematis apabila pengaturan dan
penataannya runtut sesuai dengan urutan yang berlaku umum atau
universal sebagai karya ilmiah. Sebagai contoh, sebuah karya ilmiah
mustahil dimulai dari kesimpulan dan saran di bagian awal,
kemudian baru diikuti dengan pendahuluan dan pembahasan di
bagian selanjutnya.
Ciri lain yang harus juga sangat diperhatikan adalah bahwa
karya ilmiah harus disusun atau dikonstruksi secara akurat.
Ketidakakuratan di dalam setiap langkah yang harus dilakukan dan
dipenuhi di dalam karya ilmiah itu akan menyebabkan kesalahan
fatal dan mendasar di dalam semua konstruksi karangan ilmiah itu.
Demikian pula dalam hal pemakaian bahasanya, karangan ilmiah
harus benar-benar memerantikan bahasa yang baku dan benar, bukan
bahasa yang hanya lazim digunakan dalam konteks tidak formal.
Kegagalan atas semuanya itu akan menjadikan sebuah karangan
ilmiah kehilangan dimensi-dimensi keilmiahannya.
5. Tidak Emosional
Karangan ilmiah tidak boleh bernuansa emosional. Maka,
bahasa yang digunakan juga tidak boleh penuh dengan nuansa dan
perasaan yang penuh dengan keharuan dan sarat dengan permohonan
maaf. Lazimnya pula, bahasa yang emosional itu disajikan dengan
nuansa kata yang berbelit-belit, tidak langsung pada persoalan
dan/atau sasarannya.
13
Bahasa yang demikian ini biasanya juga banyak dipenuhi
dengan kelewahan atau kemubaziran, tidak lugas, dan lazimnya juga
tidak tepat sasaran. Singkat kata, sesungguhnya hendak dikatakan
bahwa bahasa yang harus digunakan di dalam karangan ilmiah itu
haruslah bahasa yang tidak emosional tetapi harus merupakan bahasa
yang intepretatif, yang intelek, dan penuh dengan ketepatatan atau
keakurasian.
Nah, setelah Anda banyak mengenali ciri-ciri karangan ilmiah,
berikut bahasa yang lazim digunakan di dalam karangan ilmiah yaitu
bahasa yang baku dan formal.
2. Ketepatan (accuracy)
14
Karangan ilmiah menjunjung tinggi keakuratan. Hasil penelitian
ilmiah dan cara penyajian hasil penelitian itu haruslah tepat/akurat.
Supaya karangan ilmiah menjadi sungguh-sungguh akurat,
penulis/peneliti harus sangat cermat, sangat teliti, tidak boleh
sembrono, atau ‘main-main dengan ilmu’.
Dalam cara penyampaiannya di dalam karangan ilmiah itu harus
terwadai butir-butir gagasan dengan kecocokan sepenuhnya seperti
yang dimaksudkan oleh peneliti/penulisnya. Kualifikasi demikian
itulah yang dimaksud dengan istilah ‘efektif’’-‘sangkit’.
3. Keringkasan (brevity)
Karangan ilmiah haruslah ringkas. Ringkas tidak sama dengan
pendek. Karangan yang tebalnya 500 halaman dapat dikatakan
ringkas sejauh di dalamnya tidak terdapat bentuk-bentuk kebahasaan
yang bertele-tele, kalimat-kalimat yang bertumpukan (running-on
sentences), dan sarat dengan kemubaziran dan kerancuan.
Jadi, karangan ilmiah itu tidak boleh menghamburkan kata-kata,
tidak boleh mengulang-ulang ide yang telah diungkapkan, dan tidak
berputar-putar dalam mengungkapkan maksud atau gagasan.
Karangan ilmiah harus dibangun dari ide yang kaya dengan bahasa
yang hemat dan sederhana serta mudah dipahami. Jadi, karangan
ilmiah itu terjadi tidak sebaliknya, seperti dengan ide yang miskin
ditambah dengan bahasa yang berbunga-bunga.
Karangan ilmiah harus ditulis dengan hati dan diteliti kembali,
dibenahi kembali, diedit kembali dengan pikiran. Jadi, peganglah
prinsip ‘writing with heart, editing with brain’di dalam praktik
menulis karangan ilmiah!
D. Tema Karangan
Secara umum, tema karangan dapat dipahami sebagai sebuah ide
sentral di dalam karangan yang akan mampu mengikat keseluruhan
15
uraian, deskripsi, penjelasan, dan seluruh pembuktian di dalam
konstruksi karangan ilmiah yang bersangkutan.
Sebagai ide sentral, pasti sebuah teman karangan akan mengontrol
keseluruhan isi karangan. Keseluruhan konstruksi karangan pasti akan
dapat dikembalikan kepada ide sentral itu. Bagi seorang penulis, tema
karangan akan dapat menuntun dirinya agar dapat sampai pada akhir
tulisannya secara tuntas.
Bagi seorang pembaca, tema karangan akan berfungsi sebagai
penuntun untuk dapat memahami keseluruhan tulisan atau karangan itu
secara tepat. Dengan membaca keseluruhan tulisan atau jiwa dari
karangan itu.
Kemudian, untuk menentukan tema karangan yang baik bagi penulis
adalah sebagai berikut:
- Harus sesuai dengan bidang keahlian penulis
- Harus sesuai dengan bidang studi yang didalami penulis sesuai
dengan pengalaman penulis
- Harus sesuai dengan pengalaman penulis
- Harus sesuai dengan penelitian
- Harus sesuai dengan pekerjaan
- Harus sesuai dengan keterlibatan
- Harus sesuai dengan bidang kerja atau profesi penulis
- Harus sesuai dengan kompetensi penulis
- Harus sesuai dengan minat penulis
16
- Harus mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi
pembaca
Ada beberapa hal yang harus dicatat yang berkaitan dengan tema
adalah bahwa bila Anda hendak mengkaji tema tertentu untuk dituliskan
dalam sebuah karya tulis, pastikan bahwa tema itu memiliki data yang
melimpah. Kebanyakan penulis tidak dapat menyelesaikan tugas
penulisannya dengan baik karena data yang didapatkannya dari
penelitian tidak cukup memadai.
Satu hal lagi yang juga harus dicermati berkaitan dengan ini adalah
bahwa ketersediaan teori harus benar-benar dijamin oleh si penulis itu
sendiri. Bisa dibayangkan yang mencukupi untuk menganalisis untuk
menganalisis data yang telah dikumpulkannya itu. Bahkan penelitian-
penelitian dasar sekalipun, keberadaan sebuah teori sebagai penuntun
dan kerangka kerja mutlak harus disediakan dengan sebaik-baiknya.
E. Judul Karangan
Sangatlah tidak mudah bagi seseorang untuk dapat merumuskan
judul karangan atau tulisan yang sedang dibuatnya maupun yang akan
dibuat. Bukan hanya sulit bagi para penulis muda, tetapi bagi para
penulis yang sudah tidak lagi berstatus sebagai penulis muda sekalipun,
merumuskan judul yang baik dan tepat bukanlah persoalan yang
sederhana.
Adakalanya pula, perumusan judul itu harus dilakukan secara
berulang-ulang, hingga proses menulis itu selesai dilakukan. Bahkan
bisa jadi pula, setelah seseorang selesai menulis ataupun mengarang dan
siap untuk dipublikasikan, ternyata judul karangan harus diubah kembali
setelah melewati sejumlah perenungan.
Untuk mengantisipasi pengulangan untuk perumusan judul, ada
beberapa hal yang disampaikan oleh penulis dari buku ini untuk kita,
bahwa ada beberapa resep yang jitu untuk merumuskan judul karangan
yaitu sebagai berikut:
17
- Harus setali dengan tema karangan, maka harus kelihatan benang
merahnya
- Harus sesuai dengan isi karangan, maka dalam karangan ilmiah ini
mutlak, kecuali dalam karangan naratif tidak
- Harus dirumuskan dalam bentuk frasa, bukan kalimat melainkan
frasa yang menantang
- Harus dirumuskan dengan jelas sehingga akan dapat membantu
mengendalikan variabel dan membantu merumuskan ancangan
- Membantu pengukuran
- Harus dirumuskan dengan singkat, padat, dan jelas sehingga
mudah ditangkap oleh indra atau mudah dilihat (eye-catching),
tidak menggunakan kata kiasan (konotatif)
F. Kalimat Tesis
Karangan ilmiah membutuhkan kalimat tesis. Sesungguhnya, kalimat
tesis itu identik dengan tema karangan. Adapun bentuk yang secara
teknis dinyatakan adalah kalimat tesis. Jadi ibaratnya, kalimat tesis
dalam sebuah karangan atau tulisan itu adalah kalimat utama atau
kalimat pokok paragraf, sedangkan tema karangan tema karangan itu
lebih identik dengan ide pokok paragraf.
Berkaitan dengan hal-hal di atas, berikut ini akan saya contohkan
perumusan tema, tujuan penulisan, kalimat tesis, dan rumusan judul
yaitu antara lain:
a. Tema : Meningkatkan penjualan sepatu buatan dalam negeri.
b. Tujuan :iUntuk menunjukkan bahwa sepatu buatan dalam negeri
dapat diupayakan agar lebih diminati oleh konsumen.
18
c. Tesis :oSepatu buatan dalam negeri dapat ditingkatkan
penjualannya dengan menambah daya saing agar lebih
diminati para konsumen.
d. Judul : Sepatu Domestik Berkualitas
G. Kerangka Karangan
Dengan perumusan tema karangan yang baik, kalimat tesis yang
baik, judul karangan yang baik, tujuan karangan yang jelas, akan dapat
dijamin lahirnya karangan atau tulisan yang baik pula. Secara umum,
kerangka karangan dapat dianggap sebagai rencana penulisan yang
mengandung ketentuan bagaimana kita akan menyusun sebuah karangan.
Dengan kerangka karangan, tangkaian ide dapat disusun secara
sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.
Adapun fungsi dari kerangka karangan itu adalah sebagai berikut:
- Memperlihatkan pokok bahasan, sub-bahasan, sub-sub-bahasan, dan
memberikat kemungkinan perluasan bahasa sehingga memungkinkan
penulis menciptakan suasana kreatif sesuai dengan variasi yang
diinginkan;
- Mencegah pembahasan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan
dalam topik, judul, kalimat tesis, dan tujuan karangan;
- Mencegah ketidaklengkapan bahasan;
- Mencegah pengulangan pembahasan;
- Memudahkan pengendalian variabel;
- Memperlihatkan kekurangan dan kelebihan materi pembahasan
I. Pendahuluan
19
3. Tujuan berisi upaya…
1. Pergaulan bebas
2. Ketergantungan obat
3. …
H. Model-model Berpikir
Untuk melengkapi perbincangan dalam penyusunan karangan ilmiah
ini, perlu dijelaskan bahwa beberapa model berpikir ilmiah yang lazim
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Model DAM-D: duduk perkara, alasan, misal, duduk perkara
Di dalam model ini, uraian dimaksudkan untuk menjelaskan
duduk perkara persoalan. Uraian duduk perkara persoalan harus
didukung oleh alasan-alasan yang kuat. Setelah disampaikan alasan-
alasan, segera disusul dengan contoh-contoh yang tepat, langkah
terakhir menjelaskan kembali duduk perkara persoalan itu supaya
menjadi jelas
20
Model pemaparan ini lazim digunakan dalam koran, terutama
untuk menulis berita-berita lugas atau lembang (hard news),
sekalipun sekarang kecenderungan penulisan berita sudah bergeser
ke model penulisan feature (karkhas). Hampir semua feature
menggunakan model tulisan ekspositoris dan naratif.
21
Adapun yang berkenaan dengan tujuan penulisan, silakan perhatikan
ketentuan-ketentuan berikut ini:
1.Diuraikan target, sasaran, atau upaya yang hendak dicapai, misalnya:
mendeskripsikan hubungan X terhadap Y; membuktikan bahwa
budaya tradisi dapat dilestarikan dengan kreativitas baru; menguraikan
pengaruh X terhadap Y.
2.Tujuan utama dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan
masalah yang akan dibahas. Jika masalah utama dirinci menjadi dua,
tujuan juga dirinci menjadi dua.
K. Ihwal Hipotesis
Hipotesis di dalam sebuah karya ilmiah lazimnya berisi hal-hal berikut:
1. Antiseden: antisiden adalah bagian kalimat dalam hipotesis yang
diawali oleh kata-kata ‘jika’, ’seandainya’, atau ‘seandainya tidak’.
2. Konsekuen: konsekuen harus dibuat bertautan dengan antiseden.
Sebuah konsekuen harus dilakukan dengan pembuktian kebenaran
dalam pelaksanaan penelitian.
3. Dependen: hubungan antara antiseden dan konsekuen. Hubungan itu
harus merupakan hubungan sebab dan akibat yang benar.
22
3. Hipotesis kerja: hipotesis ini digunakan untuk menjelaskan akibat-
akibat dari suatu sebab. Hipotesis ini digunakan untuk menjelaskan
bahwa seandainya variabel lain akan berubah pula. Fungsi dari
hipotesis kerja ini adalah sebagai penuntun penelitian.
4. Hipotesis nol: hipotesis ini dirumuskan untuk memeriksa
ketidakbenaran suatu dalil atau teori yang kemudian akan ditolak
dengan pembuktian-pembuktian yang sah.
L. Ihwal Abstrak
Berkaitan dengan abstrak dalam sebuah karangan ilmiah, hal-hal
berikut ini mohon diperhatikan dengan baik, yaitu sebagai berikut:
1. Abstrak merupakan bentuk penyajian singkat sebuah laporan atau
dokumen yang ditulis secara teknis, teliti, tanpa kritik atau penafsiran
penulis abstrak.
2. Abstrak juga dapat didefiniskan sebagai pernyataan singkat tetapi
akurat dari isi laporan atau dokumen tanpa menambah tafsiran atau
kritik dan tanpa membedakan untuk siapa abstrak tersebut dibuat
(American National Standard Institute).
3. Abstrak juga dapat didefinisikan sebagai ‘uraian singkat tetapi akurat
yang mewakili isi dokumen, tanpa menambah interpretasi atau kritik
dan tanpa melihat siapa pembuat abstrak tersebut (ISO 214-1976).
23
2. Dengan cara kerja demikian itu lalu akan dapat dimunculkan saran-
saran penelitian yang sungguh bermanfaat (jelas, relevan,
operasional). Jelas, maksudnya saran itu konkret, tidak samar-samar.
Relevan, maksudnya harus bisa dilaksanakan, tidak boleh
mengawang-awang, tidak boleh hanya merupakan utopia-utopia.
3. Terakhir, dapat juga dirumuskan implikasi penelitian yang tpat.
Dengan rumusan itu, maka ada semacam jaminan bahwa kelanjutan
penelitian serupa akan dilaksanakan. Bisa pula penelitian lain itu
mengambil dimensi berbeda, sekalipun objek sasaran penelitiannya
masih tetap sama.
24
2. Kendala: beberapa kelemahan melekat atau ‘constraint’ yang terjadi
di luar kekuasaan penulis/peneliti.
3. Asumsi: anggapan-anggapan yang harus dibuat oleh penulis/peneliti
demi terwujudnya sebuah karya ilmiah. Sebuah karya ilmiah dapat
terwujud hanya karena ada asumsi-asumsi yang ‘diamini’ atau
‘diiyakan’ oleh si peneliti itu sendiri.
4. Tolak ukur/kriteria/parameter/pendekatan: ukuran-ukuran yang
digunakan dalam menilai data ketika data itu dianalisis. Lazimnya
ada dua kemungkinan, yakni kualitatif, kuantitatif, atau kualitatif-
kuantitatif.
5. Ancangan teori: hampiran/ancangan/kerangka dasar teori yang
dipakai sebagai ‘framework’ (kerangka kerja) dan sebagai ‘jendela’
di dalam mengkaji data. Dengan ancangan teori yang tepat
dimungkinkan terlahir hasil analisis yang juga tepat.
6. Simpulan: Suatu simpulan yang benar, yang mantap, dan lazimnya
bersifat deduktif, hanya akan diperoleh lewat proses analisis yang
benar dan mantap dari data yang disajikan secara benar. Jadi, kalau
data penelitian yang benar diolah berdasarkan logika pemikiran yang
benar dan mantap, pasti dapat menghasilkan simpulan yang benar.
25
Proses berpikir linier dengan tinjauan ke belakang merupakan
pengembangan dari proses berpikir linier. Setiap persoalan penelitian
dipecahkan dengan ‘tinjauan ke belakang’, tetapi proses penelitia
terus dijaga agar bergerak maju. Umpan balik atau ‘tinjauan ke
belakang’ ini dilakukan setelah kesimpulan tahap akhir ditemukan.
2. Linier berulang
3. Linier melingkar
Pada proses berpikir linier melingkar ini terjadi umpan balik
terhadap tahapan pemikiran sebelumnya. Setelah penarikan
kesimpulan akhir, diadakan tinjauan kembali atau ‘feedback'
terhadap setiap tahap pemikiran yang telah dilewati. Pada setiap
tahap yang sedang berlangsungh diadakan tinjauan ke depan
terhadap pemikiran selanjutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
iv