Anda di halaman 1dari 10

M.

1 - 6

ETIKA PROFESI
“HUBUNGAN ETIKA DALAM PROFESIONALITAS GURU SENI RUPA
DALAM MENANGANI KENDALA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
DI ERA GLOBALISASI”

Disusun Oleh:
Sekar Ayu Al Fatihah (175040100111063)
Kelas :
M - Agribisnis

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG

2019
DAFTAR ISI

Halaman
COVER
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
1.PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 1
2. PEMBAHASAN .................................................................................... 2
2.1 Kendala Guru Seni Budaya Dalam Pembelajaran Standar Kompetensi
Ekspresi Seni Rupa di Era Globalisasi ................................................ 2
2.2 Pengaruh Kode Etik dan Etika Terhadap Profesionalisme Dalam Kegiatan
Belajar Mengajar ..................................................................................... 4
2.3 Fungsi Etika Dalam Penyelesaian Masalah dan Pemanfaatan Faktor
Pendukung Dalam Kegiatan Belajar Mengajar.................................... 5
3. PENUTUP .............................................................................................. 7
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 8

ii
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan akademik merupakan kesatuan unsur yang dibentuk dengan
tujuan membentuk suasana pembelajaran yang produktif dan efektif sehingga
mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang unggul. Lingkungan akademik
bisa dimulai dari lingkungan inti yaitu keluarga dan akan berkembang seiring
bertambahnya jenjang pendidikan menuju TK kemudian SD, SMP, SMA hingga
Perguruan Tinggi. Kompleksitas dalam lingkungan akademik yang melibatkan
banyak individu dengan kemampuan dan kepentingan masing-masing tentu
membutuhkan sebuah sistem yang mengatur agar dapat bekerja secara
sistematis, akurat dan efektif.
Etika Akademik merupakan bentuk batasan terhadap individu untuk
mencapai profesionalisme dalam berkerja terutama dibidang akademik. Dunia
pendidikan memiliki tiga kelompok khusus yang memiliki etika khusus selaku
civitas akademik yaitu Guru, Siswa dan seluruh Tenaga Kependidikan yang
terlibat. Masing-masing peran memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda-
beda sehingga membutuhkan kode etik untuk mengatur aktivitas akademik agar
seluruhnya selaras dan tidak merugikan satu sama lain. Guru sebagai tenaga
pengajar memiliki tugas pokok dan fungsi untuk mendidik dan menyampaikan
materi.
Sehingga makalah ini dibuat untuk mengetahui bagaimana ilmu mengenai
etika profesi khususnya guru kesenian sangat dibutuhkan dan membantu
pembaca semakin mengerti mengenai etika akademik yang dimiliki oleh guru
kesenian beserta tujuan pokok dan fungsi serta sanksi yang didapatkan apabila
melanggar kode etik.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan mengenai contoh permasalahan yang dihadapi
guru kesenian.
2. Mampu memahami hubungan profesionalisme dengan etika guru dalam.
3. Mengetahui fungsi etika dalam menyelesaikan masalah guru seni rupa.
2

2. PEMBAHASAN

2.1 Kendala Guru Seni Budaya Dalam Pembelajaran Standar Kompetensi


Ekspresi Seni Rupa di Era Globalisasi

Dalam beberapa kasus, mata pelajaran seni budaya dianggap sebagai


beban kurikulum. Mata pelajaran seni budaya baru dianggap penting apabila ada
lomba atau festival yang mengharuskan sekolah mengirimkan siswanya sebagai
peserta. Fakta lain juga tampak dari sikap yang ditunjukkan dalam ketentuan
ujian akhir nasional yang menekankan pada beberapa mata pelajaran tertentu
yang ditafsirkan sebagai orang bahwa mata pelajaran seni budaya “tidak
penting”. Kasus lain juga terungkap dan ini tidak lagi menjadi rahasia bahwa di
kelas-kelas akhir sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan atas, terjadi
pereduksian beberapa mata pelajaran tidak lagi diajarkan dan yang ada hanya
beberapa mata pelajaran yang di ujikan dalam ujian nasional saja. Hal serupa
juga berlanjut ke bentuk-bentuk lain seperti untuk melanjutkan studi yang menjadi
perhatian adalah hasil belajar mata pelajaran tertentu saja. Bahkan ada yang
sangat memilukan bahwa seorang siswa dikatakan pintar atau bodoh dapat
dilihat nilai mata pelajaran eksak seperti Sain (IPA) dan Matematika saja. Melihat
keberadaan mata pelajaran seni budaya sejak beberapa tahun belakangan ini,
setidaknya semenjak nama mata pelajaran seni budaya masuk dalam kurikulum
nasional, sudah mulai dirasakan keanehan-keanehan yang terjadi di sebagian
sekolah mulai dari sekolah dasar sampai ke sekolah menengah. Keanehan-
keanehan tersebut mulai tampak dalam bentuk perlakuan yang kurang adil
terhadap pelaksanaan pembelajaran seni dan budaya, misalnya dengan
membiarkan ketidakadaan guru bidang studi seni dan budaya dan memberikan
tugas mengajar bidang studi ini kepada guru yang bukan keahliannya di bidang
seni dan budaya. Seolah-olah bidang studi seni dan budaya dapat diajarkan oleh
guru bidang studi lain. Guruguru non pendidikan seni dan budaya ini diberi tugas
mengajar mata pelajaran seni budaya dan dengan senidirinya menimbulkan
masalah tersendiri dalam membelajarankan pendidikan seni budaya yang
sesungguhnya. Hasil pengamatan penulis di atas merupakan gambaran nyata
tentang pandangan para penyelenggara pendidikan dasar dan menengah,
termasuk para pendidik seni budaya, masih melihat bahwa mata pelajaran seni
budaya merupakan mata pelajaran tambahan yang tidak bisa disejajarkan
dengan mata pelajaran-mata pelajaaran lainnya. Anggapan bahwa mata
pelajaran seni budaya teruntuk bagi anak-anak yang berminat dan berbakat saja,
3

atau dengan kata lain bahwa mata pelajaran seni budaya diadakan untuk
menampung bakat seni siswa yang jumlahnya tidak banyak pula. Oleh karena itu
semua, muncul sikap bahwa tidak perlu adanya kewajiban kepada seluruh siswa
untuk mengikuti dan belajar secara bersungguhsungguh dalam mata pelajaran
seni budaya ini. Dalam masalah ini guru seni budaya harus bersikap cerdas
menghadapi berbagai masalah pembelajaran seni budaya yang terjadi. Untuk
menjawab berbagai masalah tersebut adalah dengan cara memanfaatkan sarana
dan sumber belajar yang cukup banyak tersedia. Tentunya hal ini tidak mudak
diimplementasikan dalam bentuk tindak nyata oleh guru seni budaya, tanpa
membekali diri dengan pemahaman tentang wawasan seni budaya yang bersifat
universal. Oleh karena pembelajaran seni budaya tersebut harus dapat dipahami
sebagai nilai-nilai dasar ilmu pengetahuan yang bersifat teknis-praksis, teoritis,
psikologis. Untuk itu semua diperlukan keberanian guru maupun peserta didik
dalam mengolahnya proses pembelajaran yang konstruktif. Di era pengetahuan,
teknologi dan seni yang sudah maju ini diharapkan dapat meningkat proses
pembelajaran secara lebih bermakna dan berkualitas. Dalam hal ini, guru seni
budaya diharapkan memiliki keinginan dalam merespon perkembangan global
culture di mana domain pendidikan seni budaya lebih menitik beratkan pada
tumbuh kembangnya sikap kritis terhadap setiap fenomena budaya yang muncul.
Lebih jauh tentunya para pendidik seni menginginkan peserta didik memiliki
kemampuan dalam memanfaatkan pengetahuannya, pengalamannya, dan
bakatnya secara kreatif melalui berbagai kegiatan/keterampilan seni budaya
untuk melestarikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa yang
semakin lama semakin menipis terkikis oleh kemajuan ilmu, teknologi, dan seni.
Untuk pembelajaran seni budaya setidaknya ada tiga pokok seni yang
dibelajarkan yakni seni rupa, tari, dan music. Kemajuan ilmu, teknologi, dan seni
menjadi tantangan baru bagi guru atau pendidik seni. Kemajuan tersebut
menuntut guru untuk meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi pribadi,
kompetensi sosial, kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dalam hal
pembelajaran. Kompetensi ini selanjutnya akan menempatkan guru pada sebuah
paradigma baru dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang
digunakan guru selama ini teacher center dengan asumsi bahwa guru tahu
segala-galanya dan siswa tidak tahu apa-apa, berubah menjadi pendekatan yang
berorientasi student center. Siswa yang menjadi pusat perhatian dalam belajar,
sedangkan guru beralih fungsi menjadi fasilitator, mediator, motivator, dan
4

inspirator. Implikasi pendekatan pembelajaran dengan perubahan paradigm


pembelajaran ini adalah guru dan siswa saling belajar dan membantu dan
bekerja sama. Siswa dengan bebas boleh mengungkapkan gagasan dan
pikirannya tanpa ada rasa takut terhadap guru. Guru pun harus rela dan mau
belajar dari siswa, terutama siswa yang memiliki keunggulan dalam bidang ilmu
tertentu. Kemajuan ilmu, teknologi, dan seni dengan sangat mudah dapat
diakses oleh sebagian besar peserta didik
2.2 Pengaruh Kode Etik dan Etika Terhadap Profesionalisme Dalam
Kegiatan Belajar Mengajar

Profesionalisme pendidik haruslah memenuhi kebutuhan peserta didik dalam


berbagai bidang baik spiritual, intelektual, moral, etika, maupun kebutuhan fisik
serta memahami etika profesi dalam menjalankan tugasnya. Pendidik yang
profesional harus memiliki integritas mutu dan sifat yang menunjukkan kesatuan
utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan
kewibawaan dan kejujuran (Ninoersy, 2015).

Definisi etika menurut Ferrel (2013) adalah studi tentang sifat moral dan
pilihan moral yang spesifik, filsafat moral, dan aturan-aturan atau standar yang
mengatur perilaku para anggota profesi. Etika merupakan cabang ilmu filsafat
berkaitan dengan konsep nilai-nilai yang baik dan men jadi panutan dalam
hubungan kemanusiaan antar manusia seperti kebenaran, kebebasan,
kejujuran, keadilan, cinta, kasih sayang yang terkait norma moralitas (Lubis,
2011). Etika adalah studi tentang standar moral dan pengaruhnya terhadap
perilaku (Dutelle, 2011). Etika kerja adalah seperangkat perilaku yang dimiliki
oleh individu atau kelompok yang diimplementasikan dalam bekerja atau
beraktivitas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan dilandasi nilai-
nilai dan norma-norma yang dianut dengan indikator tepat waktu, jujur, memiliki
motivasi untuk berkembang, bekerja keras, bertanggung jawab, kreatif dan
menghormati dan menghargai (Sarjana, 2014). Etika atau filsafat moral yaitu
mengacu pada kehidupan yang baik, tentang apa yang baik dan buruk, tentang
apakah ada tujuan yang benar dan salah, dan bagaimana mengetahui hal itu
ada (Mackinnon, 2013). Hakikat kehidupan yang baik dalam pengelolaan
pendidikan khususnya pada satuan pendidikan, pada dasarnya berkaitan
dengan norma dan tata nilai kehidupan yang telah menjadi pola anutan
masyarakat yaitu etika dan moralitas (Karwati, 2011). Dalam kode etik guru
5

disebutkan bahwa guru memelihara hubungan sepro fesi, semangat


kekeluargaan , dan kesetiakawanan sosial. Hal ini berarti bahwa guru
hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam
lingkungan kerja. Selain itu, guru hendaknya menciptakan dan memelihara
semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial baik di dalam maupun di
luar lingkungan kerja (Sarjana, 2014).

Standar perilaku pendidik dalam pembelajaran meliputi kejujuran,


keterbukaan, dan demokrasi (Silahuddin, 2016). Dalam melaksanakan tugas
profesi pendidik, perlu ditetapkan kode etik pendidik sebagai pedoman bersikap
dan berperilaku dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan sebagai
pendidik putera-puteri bangsa. Pedoman sikap dan perilaku yang dimaksud
adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku pendidik yang baik dan
perilaku pendidik yang buruk, yang boleh dan yang tidak boleh dilaksanakan
selama melaksanakan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik,
serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah (Gade, 2015). Tugas
guru membantu mengkondisikan siswa terhadap sikap, perilaku atau
kepribadian yang benar, agar mampu menjadi agen modernisasi bagi dirinya
sendiri, lingkungan, masyarakat dan siapa saja yang dijumpai tanpa harus
membedakan suku, agama, ras dan golongan (Nofijantie, 2014).

2.3 Fungsi Etika Dalam Penyelesaian Masalah dan Pemanfaatan Faktor


Pendukung Dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat yang


mempengaruhi tingkat profesionalitas guru seni rupa di Kabupaten Batang.
Faktor pendukung yang pertama adalah latar belakang pendidikan guru, faktor
pendukung yang kedua adalah kemampuan mengajar dari masing-masing guru,
faktor pendukung yang ketiga adalah status guru yang sudah bersertifikasi
profesional. Selain faktor pendukung, ada juga faktor-faktor yang menghambat
guru dalam kegiatan pembelajaran. Faktor penghambat yang pertama adalah
keterbatasan media pembelajaran, serta faktor yang kedua adalah sarana
prasarana penunjang mata pelajaran seni rupa.

Dalam mengahadapi kedua faktor tersebut dan berbagai kendala seperti


yang telah dijalaskan pada kasus sebelumnya diharapkan guru kesenian tetap
mampu melaksanakan kewajiban sebagai tenaga kerja. Sehingga dibutuhkan
6

sebuah aturan tertulis yaitu kode etik yang membantu mengarahkan tindakan
guru seni dalam mengambil keputusan dan adanya etika untuk menjamin
keberlangsungan kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Etika tersebut wajib
dimiliki oleh seorang guru untuk mewujudkan proses belajarmengajar yang baik.
Berikut beberapa etika yang harus dimiliki oleh seorang guru (Yamin, 2012):
1. Etika guru kesenian terhadap peserta didiknya
Guru sebaiknya memberi contoh yang baik bagi muridnya. Keteladanan seorang guru
adalah perwujudan realisasi kegiatan belajar mengajar dan menanamkan sikap kepercayaan
kepada murid. Guru yang berpenampilan baik dan sopan akan mempengaruhi sikap murid
demikian juga sebaliknya. Selain itu di dalam memberikan contoh kepada murid,
guru harus bisa mencontohkan bagaimana bersifat objektif danterbuka pada
kritikan serta menghargai pendapat orang lain.Guru harus bisa mempengaruhi
dan mengendalikan muridnya. Perilaku dan pribadi guru akan menjadi bagian
yang ampuh untuk mengubah perilaku murid. Guru hendaknya menghargai potensi
yang ada di dalam keberagaman murid. Seorang guru dalam mendidik seharusnya tidak
hanya mengutamakan ilmu pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, namun
juga harus memperhatikan perkembangan pribadi anak didiknya baik
perkembangan jasmani atau rohani.
2. Etika guru kesenian terhadap pekerjaan
Sebagai seorang guru adalah pekerjaan yang mulia. Guru harus melayani
masyarakat di bidang pendidikan secara profesional. Supaya bisa memberikan
layanan yang memuaskan pada masyarakat maka guru harus bisa menyesuaikan
kemampuan serta pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat.
3. Etika guru kesenian terhadap tempat kerja

Suasana yang baik ditempat kerja bisa meningkatkan produktivitas.


Kinerja guru yang tidak optimal bisa disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak
memberi jaminan pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara
optimal.Pendekatan pembelajaran kontekstual bisa menjadi pemikiran bagi guru
supaya lebih kreatif. Strategi belajar yang membantu guru untuk mengaitkan
materi pelajaran dengan situasi akan mendorong murid mengaitkan pengetahuan
yang sudah dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sikap
profesional guru pada tempatkerja adalah dengan cara menciptakan hubungan yang
harmonis di lingkungan tempat kerja dan lingkungan. Etika guru sangat dibutuhkan
dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
7

3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terdapat dua jenis faktor yang memepengaruhi kegiatan belajar


mengajar baik faktor pendukung maupun faktor penghambat. Faktor pendukung
yang pertama adalah latar belakang pendidikan guru, faktor pendukung yang
kedua adalah kemampuan mengajar dari masing-masing guru, faktor pendukung
yang ketiga adalah status guru yang sudah bersertifikasi profesional. Faktor
penghambat yang pertama adalah keterbatasan media pembelajaran, serta
faktor yang kedua adalah sarana prasarana penunjang mata pelajaran seni rupa.
Mengahapi kedua faktor diharapkan guru kesenian memiliki profesionalisme
dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat diatur melalui kode etik dan etika
guru kesenian.
8

DAFTAR PUSTAKA

Ramalis, Hakim. 2011. Pembelajaran Seni Budaya di Era Globalisasi. Padang.


Universitas Padang.
Romlah, Ana, Dwi. 2011. KENDALA GURU SENI BUDAYA DALAM
PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI EKSPRESI SENI RUPA DI
SMP NEGERI SE KABUPATEN MADIUN. Malang. Universitas Negeri
Malang
Sarjana, Sri dan Khayati, Nur. 2016. Pengaruh Etika, Perilaku dan Kepribadian
Terhadap Integritas Guru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 1 (3).
Setiaji, Ardian. 2015. Profesionalitas Guru Seni Rupa SMPN Se-Kabupaten
Batang Tahun 2014. Eduarts: Journal of Arts Education 4(1)

Anda mungkin juga menyukai