Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................................................ 1
BAB II
ISI.................................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Leukosit ................................................................................................... 2
2.2 Cara Pembentukan Leukosit...................................................................................... 2
2.3 Nilai Normal Leukosit dan Jenisnya ......................................................................... 2
2.4 Jenis-jenis Lekosit ..................................................................................................... 3
2.5 Hitung Jenis Leukosit ................................................................................................ 5
2.6 Pergeseran leukosit (leukocytes shift)........................................................................ 7
BAB III
PENUTUP ...................................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 8
3.2 Saran .......................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 9
LAMPIRAN .................................................................................................................. 10
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Lekosit.
2. Untuk mengetahui Cara Pembentukan Lekosit.
3. Untuk mengetahui Nilai Normal Lekosit dan Jenisnya dalam Tubuh.
4. Untuk mengetahui Jenis-jenis Lekosit.
5. Untuk mengetahui cara Pemeriksaan Hitung Jenis Lekosit.
6. Untuk mengetahui istilah Leukocytes Shift yang sering digunakan dalam
pemeriksaan hitung jenis leukosit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Limfopoesis
Limfosit juga berasal dari sel induk yang potensial seperti sel induk limfosit
yang selanjutnya dengan pengaruh unsur – unsur epitel jaringan limfoid akan
berdeferensiasi menjadi limfosit.
1. Granulosit
Granulosit, yaitu lekosit yang di tandai dengan kehadiran butiran dalam sitoplasma
bila di lihat dengan mikroskop cahaya. Ada tiga jenis granulosit, yaitu eosinofil,
basofil, dan netrofil, yang di namai sesuai dengan sifat pewarnaan.
a. Eosinofil
Eosinofil adalah sel darah putih dari kategori granulosit yang berperan dalam sistem
kekebalan dengan melawan parasit multiselular dan beberap infeksi pada makhluk
vertebrata. Bersama-sama dengan sel biang, eosinofil juga ikut mengendalikan
mekanisme alergi. Eosinofil terbentuk pada proses haematopoiesis yang terjadi pada
sumsum tulang sebelum bermigrasi ke dalam sirkulasi darah.
Eosinofil dapat ditemukan pada medulla oblongata dan sambungan antara korteks
otak besar dan timus, dan di dalam saluran pencernaan, ovarium, uterus, limpa dan
lymph nodes. Tetapi tidak dijumpai di paru, kulit, esofagus dan organ dalam lainnya,
pada kondisi normal, keberadaan eosinofil pada area ini sering merupakan pertanda
4
adanya suatu penyakit. Eosinofil dapat bertahan dalam sirkulasi darah selama 8-12
jam, dan bertahan lebih lama sekitar 8-12 hari di dalam jaringan apabila tidak terdapat
stimulasi.
b. Basofil
Basofil adalah granulosit dengan populasi paling minim, yaitu sekitar 0,01 – 0,3% dari
sirkulasi sel darah putih. Basofil mengandung banyak granula sitoplasmik dengan dua
lobus. Seperti granulosit lain, basofil dapat tertarik keluar menuju jaringan tubuh
dalam kondisi tertentu. Saat teraktivasi, basofil mengeluarkan antara lain histamin,
heparin, kondroitin, elastase dan lisofosfolipase, leukotriena dan beberapa macam
sitokina. Basofil memainkan peran dalam reaksi alergi (seperti asma).
c. Neutrofil
Neutrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Bersama
dengan dua sel granulosit lain: eosinofil dan basofil yang mempunyai granula pada
sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear karena bentuk inti sel mereka yang aneh.
Granula neutrofil berwarna merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dan
proses peradangan kecil lainnya, serta menjadi sel yang pertama hadir ketika terjadi
infeksi di suatu tempat. Dengan sifat fagositik yang mirip dengan makrofaga, neutrofil
menyerang patogen dengan serangan respiratori menggunakan berbagai macam
substansi beracun yang mengandung bahan pengoksidasi kuat, termasuk hidrogen
peroksida, oksigen radikal bebas, dan hipoklorit. Rasio sel darah putih dari neutrofil
umumnya mencapai 50-60%. Sumsum tulang normal orang dewasa memproduksi
setidaknya 100 miliar neutrofil sehari, dan meningkat menjadi sepuluh kali lipatnya
juga terjadi inflamasi akut.
Setelah lepas dari sumsum tulang, neutrofil akan mengalami 6 tahap
morfologis: mielocit, metamielocit, neutrofil non segmen (band), neutrofil segmen.
Neutrofil segmen merupakan sel aktif dengan kapasitas penuh, yang mengandung
granula sitoplasmik (primer atau azurofil, sekunder, atau spesifik) dan inti sel
berongga yang kaya kromatin. Sel neutrofil yang rusak terlihat sebagai nanah(Mehta,
2005).
2. Agranulosit
Agranulosit ditandai dengan ketiadaan jelas butiran dalam sitoplasmanya. Agranulosit
terbagi atas dua, yaitu limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan makhluk
vertebrata. Ada dua kategori besar limfosit, limfosit berbutiran besar (large granular
lymphocytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan penting dan terpadu
dalam sistem pertahanan tubuh. Limfosit dibuat di sumsum tulang hati (pada fetus)
dengan bentuk awal yang sama tetapi kemudian berdiferensiasi. Limfosit dapat
menghasilkan antibodi pada anak-anak dan akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia.
5
b. Monosit
Monosit (bahasa Inggris: monocyte, mononuclear) adalah kelompok darah
putih yang menjadi bagian dari sistem kekebalan. Monosit dapat dikenali dari warna
inti selnya.
Pada saat terjadi peradangan, monosit :
1) Bermigrasi menuju lokasi infeksi;
2) Mengganti sel makrofaga dan DC yang rusak atau bermigrasi, dengan membelah
diri atau berubah menjadi salah satu sel tersebut.
Monosit diproduksi di dalam sumsum tulang dari sel punca haematopoetik yang
disebut monoblas. Setengah jumlah produksi tersimpan di dalam limpa pada bagian
pulpa. Monosit tersirkulasi dalam peredaran darah dengan rasio plasma 3-5% selama
satu hingga tiga hari, kemudian bermigrasi ke seluruh jaringan tubuh. Sesampai di
jaringan, monosit akan menjadi matang dan terdiferensiasi menjadi beberapa jenis
makrofaga, sel dendritik dan osteoklas.
Umumnya terdapat dua pengelompokan makrofaga berdasarkan aktivasi
monosit, yaitu makrofaga hasil aktivasi hormon M-CSF dan hormon GM-CSF.
Makrofaga M-CSF mempunyai sitoplasma yang lebih besar, kapasitas fagositosis
yang lebih tinggi dan lebih tahan terhadap infeksi virus stomatitis vesikular.
Kebalikannya, makrofaga GM-CSF lebih bersifat sitotoksik terhadap sel yang tahan
terhadap sitokina jenis TNF, mempunyai ekspresi MHC kelas II lebih banyak, dan
sekresi PGE yang lebih banyak dan teratur. Setelah itu, turunan jenis makrofaga akan
ditentukan lebih lanjut oleh stimulan lain seperti jenis hormon dari kelas interferon
dan kelas TNF. Stimulasi hormon sitokina jenis GM-CSF dan IL-4 akan mengaktivasi
monosit dan makrofaga untuk menjadi sel dendritic (Hoffbrand, A.V, 2005).
yang berukuran besar menuju ke zona IV yang terdapat konsentrasi seri limfosit tua
(ukuran lebih kecil). Hitung jenis lekosit dilakukan sampai jumlah lekosit terpenuhi 100
sel dengan catatan tidak ada indikasi abnormal. Akan tetapi seringkali penghitungan sudah
mencapai 100 sel sebelum sampai ke zona IV. Untuk mencapai zona IV maka
penghitungan diteruskan sehingga jumlah sel melebihi angka 100 selanjutnya
diprosentase. Sebagai contoh bila penghitungan hanya sampai di zona VI saja karena
hasilnya sudah 100 sel maka hasil yang didapat banyak sel PMN dan monosit
sedangkan limfositnya sedikit. Sebagaimana diketahui bahwa morfologi preparat apus
darah tepi adalah simetris antara bagian atas dan bawah. Oleh karena itu bagaimana bila
pada penghitungan jenis lekosit dilakukan pada salah satu zona saja yaitu zona atas
atau bawah dari mulai zona VI menuju zona IV sehingga kemungkinan kelebihan dari
100 sel lekosit dapat teratasi dan waktu pembacaan menjadi lebih efisien serta sebaran jenis
lekosit dapat terbaca dalam penghitungan.
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara.
Pada diagnosis rutin pemeriksaan hitung jenis leukosit dilakukan dengan mesin
penghitung sel. Teknologi yang digunakan untuk pemeriksaan hitung jenis bergantung
pada tipe mesin, dengan mengenali berbagai karakteristik sel, seperti ukuran,
pembiasan optik, impedansi dan sebagian juga menurut pulasan sitokimiawi. Namun bila
hal tersebut berkenaan dengan pengenalan sel-sel patologis, validitas jenis pemeriksaan
diferensiasi tersebut sebagian besar terbatas. Karena itu penilaian morfologis sediaan
apus darah dengan menggunakan mikroskop masih menjadi dasar diagnosis hematologi.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dengan cara otomatis yang
menggunakan alat hematology analyzer bekerja berdasarkan beberapa prinsip
diantaranya impedance dan laser-based (optical) flowcytometry. Pada impedance
flowcytometry, jenis-jenis leukosit dibedakan menurut ukurannya saja, sehingga hanya
bisa membedakan 3 (tiga) jenis leukosit yaitu sel yang berukuran kecil dimasukkan dalam
kelompok limfosit, sel yang berukuran besar dimasukkan kelompok granulosit dan sel
yang berukuran sedang dimasukkan dalam kelompok mid-cells. Pada laser-based
flowcytometry, untuk membedakan sel-sel darah putih selain berdasarkan ukuran sel juga
berdasarkan granula yang kompleks dari masing-masing sel sehingga teknik ini dapat
membedakan seluruh jenis leukosit yang ada pada darah.
Pada kondisi di lapangan tidak semua pemeriksaan hitung jenis leukosit
berlangsung lancar seperti yang diharapkan. Terkadang alat tidak dapat membaca karena
berbagai faktor sehingga diperlukan teknik lain, teknik lain yang digunakan untuk
melakukan perhitungan jenis leukosit adalah dengan cara manual yaitu dengan membuat
sediaan apus darah tepi. Pembuatan preparat sediaan apus darah adalah untuk menilai
berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit dan mencari adanya
parasit seperti malaria, microfilaria dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang
digunakan biasanya adalah darah kapiler tanpa antikoagulan atau darah vena dengan
antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1mg/ cc darah ( Santoso, 2010 ).
7
a. Shift to the left, atau sering disebut juga left shift, adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukan peningkatan bentuk immature dari sel neutrofil. Shift to the left menandakan
adanya fase akut dari suatu proses imunologi, baik itu infeksi akut, inflamasi akut,
ataupun proses nekrosis akut.
b. Shift to the right, atau sering disebut juga right shift, menunjukan peningkatan jumlah sel
mature neutrofil dibandingkan dengan jumlah sel immature-nya. Mengapa demikian?
Shift to the right terjadi akibat kerusakan "pabrik" pembuat sel darah di sum-sum tulang.
Hal ini menyebabkan jumlah sel yang immature mengalami penurunan produksi atau
tidak diproduksi sama sekali.
Yang sering salah kaprah adalah mengenai maksud dari shift to the right ini.
Walaupun shift to the left menunjukan tanda infeksi akut, akan tetapi shift to the right
bukan kebalikannya menunjukan infeksi kronis. Shift to the right merupakan tanda
spesifik dari penyakit anemia pernisiosa (pernicious anemia) dan keracunan radiasi
(radiation sickness). Pada pemeriksaan hitung jenis, jumlah sel neutrofil mature ini
menjadi tampak meningkat didarah. Sebetulnya jumlah sel neutrofil mature ini tetap.
Akan tetapi, karena sel immature-nya menurun atau tidak ada, mengakibatkan sel yang
mature tampak lebih banyak atau lebih dominan. Selain dari itu, akibat dari tidak adanya
neutrofil immature, neutrofil mature bekerja lebih ekstra dalam sistem pertahanan tubuh.
Hal ini mengakibatkan sel-sel neutrofil mature menjadi membesar menjadi neutrofil
raksasa (giant neutrophil).
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hitung jenis lekosit merupakan Differensial counting yang biasanya dilakukan
bersama-sama dengan pemeriksaan apus darah tepi yang masuk dalam pemeriksaan rutin
dalam pemeriksaan hematologi. Pada hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis
lekosit normal sekaligus memperhatikan kemungkinan adanya sel lekosit abnormal dalam
darah tepi atau perifer. Sel lekosit normal merupakan sel lekosit yang sudah matur atau
dewasa yang beredar pada darah perifer dan terdiri dari basofil, eosinofil, netrofil batang,
netrofil segmen, limposit dan monosit. Sel lekosit abnormal merupakan sel lekosit yang
masih muda secara normal ada dalam sumsum tulang dan dalam beberapa kasus
dijumpai pada darah perifer.
3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Semoga
dengan adanya materi dalam makalah ini bisa menunjang pembelajaran dan diskusi dalam
kelas. Penyusun makalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kelancaran
dalam penyusunan makalah berikutnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Santoso. 2010 . Differensial Counting Berdasarkan Zona Batas Atas dan Bawah Pada
Preparat Darah Apus. Jurnal Unimus ISBN : 978.978.704.883.9 Hal : 55-59.
World Health Organization. 2003. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
10
LAMPIRAN
Gambar: 1. Morfologi jenis sel lekosit pada preparat darah apus (Santoso, 2010).