METODE PERSEDIAAN
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
UNIVERSITAS RIAU
2019
METODE PERSEDIAAN
Koreksi Fiskal
Koreksi atau penyesuaian yang dilakukan wajib pajak sebelum PPh bagi wajib
pajak badan dan wajib pajak pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam penghitung
PKP). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan/perlakuan penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
1. Beda tetap
Perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial
dengan ketentuan UU PPh yang bersifat permanen, artinya koreksi fiscal yang
dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak
berikutnya.
Menurut komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut UU PPh
telah dikenakan PPh final :
- Bunga deposit dan tabungan lainnya
- Penghasilan berupa hadiah undian
- Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah/bangunan
- Penghasilan dari sewaan tanah/bangunan
- Dan sebagaimana (pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Menurut akuntansi komersial merupakan biaya sedangkan UU PPh bukan
merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto.
- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
- Bukan objek pajak
- Pengenaan pajaknya final
- Yang dikenakan pajak berdasarkan norma PPh
- Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan.
2. Beda waktu
Perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akun komersial
dengan ketentuan UU PPh yang bersifat sementara, artinya koreksi fiskal yang
dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kenaikan pajak tahun-tahun pajak
berikutnya.
Penyusutan
Untuk menghitung besarnya penyusutan harta tetap berwujud dibagi menjadi dua
golongan yaitu :
Bangunan
Permanen 20 Tahun 5% -
Tidak permanen 10 Tahun 10 % -
Amortisasi
Harga perolehan harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya, termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, muhibah (goodwill) yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun. Diamortisasi dengan metode garis lurus/saldo menurun
ganda. Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan
amortisasi.
Kelompok, metode dan tarif amortisasi seperti disebutkan dalam table atau berlaku untuk :
Agar Perusahaan dapat menentukan Harga Pokok Penjualan dari suatu product/barang,
maka sangatlah penting untuk mengetahui berapa besarnya persediaan akhir pada akhir
periode tertentu.
Untuk dapat menilai berapa persediaan akhir suatu product/barang, maka dalam
akuntansi keuangan/laporan keuangan komersial dikenal dengan adanya Penilaian
Persediaan Dengan Metode Physical.
Special Identification
Simple Avarage
Weight Avarage
FIFO
LIFO
Base Stock
LILIFO
Gross Profit
Retail Method
Akan tetapi untuk menghitung besarnya pajak yang terutang / dalam akuntansi pajak /
dalam perpajakan yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai metode penilaian
persediaan adalah dengan Metode :
FIFO
Avarage
Pembelian barang akan dicatat ke dalam perkiraan pembelian (purchases) dan perkiraan
lainnya yang menyertainya seperti :
Pengeluaran barang akan dicatat ke dalam perkiraan penjualan (sales) dan perkiraan lainnya
yang menyertainya seperti :
Jurnal :
Pembelian 5.000.000
Kas 5.000.000
2. Pada tanggal 21 Pebruari 2018 barang dagangan yang dibeli tanggal 14 Pebruari
2018 dikembalikan sebanyak 50 kg kepada penjualnya. Pengembalian karena
barang yang diterima tidak sesuai mutunya dengan pesanannya.
Jurnal :
Kas 250.000
Return Pembelian 250.000
3. Pada tanggal 27 Pebruari 2018 dijual dengan tunai 100 kg barang dagangan dengan
harga Rp.5.250 per kg.
Jurnal :
Kas 525.000
Penjualan 525.000
Sehingga akhir persediaan barang dagangan per tanggal 27 Pebruari 2018 tidak
dapat langsung dapat diketahui . Untuk mengetahui berapa persediaan akhir barang
dagangan per tanggal 27 Pebruari 2018 harus dilakukan penilaian persediaan terlebih
dahulu.
Referensi buku “Perencanaan Pajak”, karangan : Erly Suandy, penerbit :
Salemba Empat, edisi 6.
Menurut Erly Suwandi (2011), Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah langkah awal
dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan
dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk
meminimumkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak berfungsi sebagai mengestimasi
jumlah pajak dimasa yang akan datang yang dibayar secara formal maupun material, dan
melakukan efisiensi pajak tidak semata-mata dengan menghindari pajak, tetapi juga
menghindari sanksi-sanksi atas kesalahan dan kelalaian atas pelaksanaan kewajiban pajak.
Fungsi pelaksanaan pajak dilakukan dengan melaksanakan hasil perencanaan pajak baik
dari aspek formal maupun material sebaik mungkin.
Tax policy merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem
perpajakan. Dari berbagai aspek tax policy terdapat faktor-faktor yang mendorong
dilakukannya tax planning, yaitu pajak apa yang akan dipungut, siapa yang akan dijadikan
subjek pajak, apa yang merupakan objek pajak, berapa besarnya tariff pajak dan bagaimana
prosedurnya.
Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tinggi, seorang manajer
dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan
secara keseluruhan harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun
internasional. Menurut Erly Suandy (2011), agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai
dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan
tahap-tahap berikut ini:
Tahap awal perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak
yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang
harus ditanggung. Hal ini bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing- masing
elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat
dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien. Oleh sebab itu, kita perlu
memperjatikan faktor- faktor baik secara internal maupun eksternal.
a. Fakta yang relevan
Dalam melakukan suatu perencanaan pajak, kita harus menguasai situasi yang dihadapi
baik dari segi internal maupun dari segi eksternal agar perencanaan pajak dapat dilakukan
secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi- transaksi yang mempunyai
dampak dalam perpajakan.
Dalam perencanaan perpajakan terdapat faktor non pajak yang relevan untuk
diperhatikan seperti, masalah badan hukum, mata uang dan nilai tukar, pengawasan devisa,
dan masalah program insentif investasi.
2. Membuat satu model atau lebih rencana besarnya pajak (Design of one more
possible tax plans)
Memilih bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional. Pemilihan dari negara
asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut.
Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
Perencanaan pajak merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan yang merupakan
bagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan
evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap
beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif
perencanaan.
4. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (Debugging the tax
plan)
Perbandingan berbagai rencana harus harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk
perencanaan pajak yang diinginkan. Dengan adanya perubahan peraturan atau perundang-
undangan, tindakan perubahan harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan
biaya atau kemungkinan keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang penghematan pajak masih
besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang
ditanggung merupakan kerugian minimal.
Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana
dilakukan oleh masyarakat yang dinamis, dengan memberikan perhatian terhadap
perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini.
PEMILIHAN METODE PERSEDIAAN
Persediaan adalah suatu jenis aktiva atau barang yang dimiliki oleh suatu perusahaan
atau badan usaha (saat) tertentu, yang akan dijual kembali atau akan dikonsumsi (dipakai)
dalam operasi normal perusahaan. Metode yang dapat dipakai untuk menentukan besarnya
nilai persediaan ada beberapa macam. Nilai persediaan mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap penyusunan laporan keuangan baik dalam neraca maupun laporan
perhitungan laba rugi. Nilai persedian yang tercantum dalam neraca menunjukkan nilai
kekayaan yang berdasarkan prinsip hati-hati menghendaki nilai manayang terendah.
Sedangkan nilai persediaan untuk kepentingan perhitungan laba rugi dihadapkan kepada
kepentingan penentuan laba yang diperoleh perusahaan.
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 6
metode persediaan yang diperkenalkan dalam perpajakan hanya ada 2 yaitu metode rata-
rata (average) atau metode FIFO (First In First Out). Kedua metode tersebut mempunyai
kelebihan dan kekurangan, yang secara finansial menjadi pertimbangan bagi wajib pajak
mana yang akan dipilih. Pertimbangan secara fiskal dari pemakaian metode
perhitungan persediaan ini sama dengan pertimbangan secara finansial. Wajib pajak tentu
akan memilih untuk memakai metode yang menghasilkan PPh terutang yang lebih rendah.
Metode FIFO yang didasarkan atas sistem fisik, nilai persediaan akhir ditentukan
dengan cara saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit barang yang terakhir
kalimasuk, bila saldo fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk maka
sisanya diambilkan dari harga pokok perunit yang masuk sebelumnya. Sedangkan pada
sistem perpetual pencatatan persediaan dilakukan secara terus menerus dalam kartu
persediaan. Pada sistem ini apabila ada transaksi penjualan maka akan dijurnal dua kali,
pertama mencatat harga pokok penjualan dan yang kedua mencatat harga pokok barang
yang dijual.
METODE PERSEDIAAN
(Referensi Mohammad Yamin)
1. Pengertian Persediaan
Menurut PSAK No. 14, persediaan adalah aset:
Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.
Pengertian persediaan menurut Kieso yakni: “Inventories are asset items held for sale
in the ordinary course of business or goods that will be used or consumed in the production
of goods to be sold” (Kieso et.al., 2003: 491). Dari pengertian yang diungkapkan oleh
Kieso dkk, dikatakan bahwa persediaan adalah pos harta yang ditahan untuk dijual dalam
kegiatan usaha yang biasa atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam
produksi barang yang akan dijual.
2. Penilaian Persediaan
Menurut perpajakan, persediaan dinilai berdasarkan harga perolehan, namun menurut
PSAK No. 14 persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, yang
mana yang lebih rendah (the lower of cost and net realizable value).
“Dalam akuntansi apabila harga pasar suatu persediaan lebih rendah dari harga
perolehan persediaan, maka persediaan tersebut bisa dicatat berdasarkan harga pasar,
sehingga selisih antara harga perolehan dan harga pasar dari persediaan tersebut dalam
akuntansi dicatat sebagai biaya penyusutan. Tetapi secara fiskal, biaya penyusutan
persediaan tersebut yang menjadi komponen harga pokok penjualan dalam akuntansi, tidak
diakui atau tidak boleh sebagai pengurang penghasilan (harus dikoreksi fiskal beda tetap)”
(Markus dan Yujana, 2002: 770).
3. Metode Penilaian Persediaan
Dalam perpajakan, pemilihan metode penilaian persediaan juga mempengaruhi
jumlah pajak yang terutang. Penilaian pemakaian persediaan untuk menghitung harga
pokok hanya boleh dilakukan dengan cara rata-rata (average) atau dengan mendahulukan
persediaan yang didapat pertama (FIFO). Penggunaan metode penilaian persediaan akan
mempengaruhi Harga Pokok Penjualan (HPP).
a. Metode Rata-rata (average)
HPP bila dihitung dengan menggunakan metode rata-rata:
Harga rata-rata per unit Rp14.000,00 : 60 = Rp233,33
Harga untuk penjualan 50 unit: 50 x Rp233,33 = Rp11.666,67
a. Berdasarkan waktu:
1. Metode garis lurus
2. Metode pembebanan yang menurun:
- Metode jumlah angka tahun
- Metode saldo menurun/saldo menurun ganda
b. Berdasarkan penggunaan:
a. Metode jam-jasa
b. Metode jumlah unit produksi
c. Berdasarkan kriteria lainnya:
- Metode berdasarkan jenis dan kelompok
- Metode anuitas
- Sistem persediaan
Pn = H x T x b/12
T : tarif penyusutan
b : banyaknya bulan yang dihitung mulai dari bulan perolehan aset sampai dengan
akhir tahun pajak
Rekonsiliasi Fiskal
Persediaan adalah suatu jenis aktiva atau barang yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau badan usaha (saat) tertentu, yang akan dijual kembali atau akan
dikonsumsi (dipakai) dalam operasi normal perusahaan. Metode yang dapat dipakai untuk
menentukan besarnya nilai persediaan ada beberapa macam. Nilai persediaan mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap penyusunan laporan keuangan baik dalam neraca
maupun laporan perhitungan laba rugi. Nilai persedian yang tercantum dalam neraca
menunjukkan nilai kekayaan yang berdasarkan prinsip hati-hati menghendaki nilai
manayang terendah. Sedangkan nilai persediaan untuk kepentingan perhitungan laba rugi
dihadapkan kepada kepentingan penentuan laba yang diperoleh perusahaan.
Koreksi fiskal adalah koreksi perhitungan pajak yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan pengakuan metode, manfaat, dan umur, dalam menghitung laba secara komersial
atau dengan secara fiskal. Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan antara laba
atau rugi menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ),
maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi
komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000.
Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat
pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu
harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap
penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto).
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis – jenis perbedaan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 TAHUN 1994 dan UU Nomor 17 Tahun
2000).
Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara
akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi
fiskal, yaitu:
1. Beda Tetap
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara
akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya permanen artinya
koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun
pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
c) Pajak Penghasilan
d) sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif atau koreksi
positif. Koreksi negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun
secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena
telah dikenakan PPh final, menyebabkan laba kena pajak berkurang yang akhirnya akan
menyebabkan PPh terutang lebih kecil. Sedangkan koreksi atas beda tetap biaya akan
menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun
secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak bertambah yang akhirnya
akan menyebabkan PPh terutang menjadi lebih besar.
2. Beda Waktu
Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi
komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai
dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-undang PPh,
penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat
penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya.
Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi
negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif
tergantung dari metode yang digunakan.
1) Koreksi Positif
Koreksi positif adalah koreksi fiskal yang mengakibatkan adanya pengurangan
biaya yang telah diakuai dalam laporan laba rugi secara komersial menjadi semakin kecil
apabila dilihat secara fiskal, atau yang akan mengakibatkan adanya penambahan
Penghasilan Kena Pajak. koreksi fiskal positif diantaranya:
f) Pajak Penghasilan
h) Penyusutan/amortisasi
2) Koreksi Negatif
a. Penyusutan/amortisasi
Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita dapat juga membaca laporan audit
akuntan publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan
mempunyai pos yang berbeda atas koreksi fiskalnya.
a. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut
fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari
penghasilan menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
b. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui menurut
fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada
penghasilan menurut akuntansi, yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
c. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan
mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi,
yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
d. Jika suatu biaya atau pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan
menambahkan sejumlah biaya atau pengeluaran teersebut pada biaya menurut akuntansi
yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.