Anda di halaman 1dari 197

KEBIJAKAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA

&
PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami telah
berhasil membuat Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga RSU Bhakti Rahayu Ambon
tahun 2019.

Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga RSU Bhakti Rahayu Ambon akan
digunakan sebagai acuan dalam menjalankan pelayanan Rumah Sakit.

Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam memberikan
masukan dalam penyusunan Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga RSU Bhakti Rahayu
Ambon.

Ambon

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

SK Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon nomor 033/RSBR.AMB.SK/III/2019 tentang


Hak Dan Kewajiban Pasien Dan Keluarga

Lampiran I Panduan Hak dan Keluarga ……………………………………...... 2-13


Lampiran II Panduan Pelayanan Kerohanian …………………………………... 14-16
Lampiran III Panduan Pelayanan Privacy Pasien ………………………………. 17-22
Lampiran IV Perlindungan Terhadap Kerahasiaan Informasi Pasien …………... 23-26
Lampiran V Panduan Perlindungan Terhadap Barang Milik Pasien ………….... 27-29
Lampiran VI Panduan Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik ……………… 30-35
Lampiran VII Panduan Komunikasi Pemberian Informasi dan Edukasi yang
Efektif ……………………………………………………………... 36-72
Lampiran VIII Panduan Memperoleh Second Opinion …………………………… 73- 77
Lampiran IX Panduan Penjelasan/Informasi Hak Pasien Dalam Pelayanan ……. 78-82
Lampiran X Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran Umum (Informed
Consent) ………………………………………………………….. 83-92
Lampiran XI Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran Khusus (Informed
Consent)……………………………………………………………. 93-97
Lampiran XII Panduan Penolakan Resusitasi …………………............................. 98-126
Lampiran XIII Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal …………………......... 127-145
Lampiran XIV Panduan Penyelesaian Komplain Keluhan, Konflik atau Perbedaan
Pendapat Pasien dan Keluarga ……………………………............. 146-159
Lampiran XV Panduan Identifikasi Nilai-nilai dan Kepercayaan Pasien ……… 160-166
Lampiran XVI Panduan Pemberian Informasi Hak dan Tanggung Jawab Pasien 167-172
Lampiran XVII Panduan Pemberian Informasi Termasuk Rencana Pengobatan … 173-176
Lampiran XVIII Panduan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)………….. 177-187
Lampiran XIX Panduan Persetujuan Umum / General Concsent ………………... 188-192

RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU


Jl. Ahmad Yani (Belakang RRI) Ambon
Telp. (0911) 342746 fax (0911) 311741
SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU AMBON

NOMOR : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

TENTANG

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA

DI RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU AMBON

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU AMBON

Menimbang :

a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi.
b. Bahwa agar dalam pelayanan Rumah Sakit Umum Bhakti
Rahayu Ambon dapat terencana dengan baik perlu adanya
Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu
Ambon sebagai landasan penyelenggaraan pelayanan rawat
inap.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan 1333/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12/2012 tentang Standar
Akreditasi Rumah Sakit.
6. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

Pertama : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu


Ambon tentang Hak Pasien dan Keluarga.

Kedua : Panduan hak pasien dan keluarga sesuai yang tercantum


dalam lampiran keputusan ini.

Ketiga : Penjelasan mengenai hak pasien dan keluarga lebih lanjut


dilakukan oleh staf Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu yang
kompeten dalam hal ini tenaga medis dan tenaga perawat
yang telah diberikan kewenangan oleh direktur.

Keempat : Pembinaan dan pengawasan hak pasien dan keluarga Rumah


Sakit Umum dilaksanakan oleh Kasub Sie Pelayanan Medis
dan Direktur Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon.

Kelima : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan


apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Lampiran : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/XII/2019

Tanggal : 01 Maret 2019

KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA


RUMAH SAKIT UMUM BHAKI RAHAYU AMBON

1. Rumah Sakit bertanggung jawab untuk memberikan proses yang mendukung


hak pasien dan keluarganya selama dalam pelayanan.
2. Rumah Sakit menjamin pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan
menghormati nilai-nilai pribadi dan kepercayaan pasien.
3. Rumah Sakit mempunyai proses untuk berespon terhadap permintaan pasien
dan keluarganya untuk pelayanan rohaniawan atau sejenisnya berkenaan
dengan agama dan kepercayaan pasien.
4. Rumah Sakit menjamin proses pelayanan menghormati kebutuhan privasi
pasien.
5. Rumah Sakit mengambil langkah untuk melindungi barang milik pasien dari
pencurian atau kehilangan.
6. Rumah Sakit menjamin bahwa pasien dilindungi dari kekerasan fisik.
7. Rumah Sakit menjamin bahwa anak-anak, individu yang cacat, manula dan
lainnya yang berisiko mendapatkan perlindungan yang layak.
8. Rumah Sakit menetapkan bahwa informasi tentang pasien adalah rahasia.
9. Rumah Sakit mendukung hak pasien dan keluarga berpartisipasi dalam
proses pelayanan.
10. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarga, dengan cara dan bahasa
yang dapat dimengerti tentang proses bagaimana mereka akan diberitahu
tentang kondisi medis dan diagnosis pasti, bagaimana mereka akan
dijelaskan tentang rencana pelayanan dan pengobatan dan bagaimana mereka
dapat berpartisipasi dalam keputusan pelayanan, bila mereka memintanya.
11. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang bagaimana
mereka akan dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan, termasuk
hasil yang tidak diharapkan dan siapa yang akan memberitahukan.
12. Selama dalam proses pelayanan, pasien, bila perlu keluarganya, mempunyai
hak untuk diberitahu mengenai hasil dari rencana pelayanan dan pengobatan.
Juga penting bahwa mereka diberitahu tentang kejadian tidak diharapkan
dari pelayanan dan pengobatan, seperti kejadian tidak terantisipasi pada
operasi atau obat yang diresepkan atau pengobatan lain. Harus jelas kepada
pasien bagaimana mereka akan diberitahu dan siapa yang akan memberitahu
tentang hasil yang diharapkan dan yang tidak diharapkan.
13. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang hak dan tanggung
jawab mereka yang berhubungan dengan penolakan atau tidak melanjutkan
pengobatan.
14. Rumah Sakit menghormati keinginan dan pilihan pasien menolak pelayanan
resusitasi atau menolak atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup
dasar.
15. Rumah Sakit mendukung hak pasien terhadap asesmen yang sesuai
manajemen nyeri yang tepat.
16. Rumah Sakit mendukung hak pasien untuk mendapat pelayanan yang
menghargai dan penuh kasih sayang pada akhir kehidupannya.
17. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keuarganya
mengenai proses menerima dan bertindak terhadap keluhan, konflik dan
perbedaan pendapat tentang pelayanan pasien dan hak pasien untuk
berpartisipasi dalam proses ini.
18. Staf Rumah Sakit dididik tentang peran mereka dalam mengidentifikasi
nilai-nilai dan kepercayaan pasien dan melindungi hak pasien.
19. Setiap pasien dijelaskan mengenai hak mereka dengan cara dan bahasa yang
dapat mereka pahami.
20. Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu
proses yang ditetapkan Rumah Sakit dan dilaksanakan oleh staf yang
terlatih, dalam bahasa yang dipahami pasien, selanjutnya akan diuraikan
lebih lanjut pada pedoman pelayanan.
21. Rumah Sakit menjamin pasien dan keluarganya menerima penjelasan yang
memadai tentang penyakit, saran pengobatan, dan para pemberi pelayanan,
sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang pelayanan.
22. Rumah Sakit menetapkan suatu proses, dalam konteks undang-undang dan
budaya yang ada, tentang orang lain yang dapat memberikan persetujuan.
23. Persetujuan umum untuk pengobatan, bila didapat pada waktu pasien masuk
sebagai pasien rawat inap atau didaftar pertama kali sebagai pasien rawat
jalan, harus jelas dalam cakupan dan batas-batasnya.
24. Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah
atau produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
25. Rumah Sakit membuat daftar semua kategori dan jenis pengobatan dan
prosedur yang memerlukan informed consent yang khusus.
26. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang
bagaimana cara mendapatkan akses ke penelitian klinik,
pemeriksaan/investigasi atau clinical trial yang melibatkan manusia sebagai
subjek.
27. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang
bagaimana pasien yang berpartisipasi dalam penelitian klinis, pemeriksaan
klinis atau percobaan klinis mendapatkan perlindungan.
28. Informed Consent diperoleh sebelum pasien berpartisipasi dalam penelitian
klinis, pemeriksaan/investigasi klinis, dan percobaan klinis.
29. Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon menyatakan dengan sebuah
kebijakan tertulis bahwa tidak melakukan penelitian yang melibatkan
manusia sebagai subjeknya dan tidak memberikan pelayanan Donasi organ
serta jaringan tubuh lainnya
30. Pelaksanaan Hak Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit lebih lanjut akan
dijabarkan di dalam Pedoman Pelayanan dan Pedoman Pengorganisasi di
Instalasi atau Unit yang ada di Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon.
Ditetapkan di : Ambon

Pada tanggal : 01 Maret 2019

Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

dr. Wayan Suastana Sp.B

Lampiran I : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

I. DEFINISI
1. Hak :
Kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum
untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
2. Kewajiban :
Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau suatu
badan hukum.
3. Pasien :
Penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu, baik
dalam keadaan sehat maupun sakit.
4. Dokter dan Dokter Gigi :
Tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum
Bhakti Rahayu, mencakup dokter, dokter spesialis dan dokter gigi.
5. General Consent atau Persetujuan Umum :
Pernyataan kesepakatan yang diberikan oleh pasien terhadap peraturan rumah sakit
yang bersifat umum.
6. Informed Consent :
Pernyataan setuju (consent) ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara
bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud.

7. Keluarga
Suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara
kandung atau pengampunya.
Ayah:
- Ayah kandung
- Termasuk ayah adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat
Ibu:
- Ibu kandung
- Termasuk ibu adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Suami:
- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Istri:
- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang lakilaki
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri perlindungan
hak keluarga dapat diberikan kepada salah satu dari istri

II. RUANG LINGKUP


Hak pasien selalu dihubungkan dengan pemeliharaan kesehatan yang bertujuan agar
pasien mendapatkan upaya kesehatan, sarana kesehatan, dan
bantuan dari tenaga kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang
optimal sesuai dengan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit.
1. Prinsip Dalam Pelayanan Kesehatan:
a. Bahwa upaya kesehatan yang semula dititik beratkan pada upaya
Penyembuhan penderita, secara berangsur-angsur berkembang kearah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh.
b. Bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimalbagi
seluruh masyarakat perlu adanya perlindungan hak pasien dan keluarga.
c. Bahwa keberhasilan pembangunan di berbagai bidang dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan taraf
d. Kesejahteraan masyarakat dan kesadaran akan hidup sehat.
e. Bahwa meningkatnya kebutuhan pelayanan dan pemerataan yang mencakup
tenaga, sarana, prasarana baik jumlah maupun mutu.
f. Bahwa pelayanan kesehatan amat penting apabila dihadapkan pada pasien
yang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan dengan baik dan dapat
memuaskan para pasien.
g. Perlindungan merupakan hal yang essensial dalam kehidupan karena
merupakan sifat yang melekat pada setiap hak yang dimiliki.
h. Bahwa seseorang dapat menuntut haknya apabila telah memenuhi
kewajibannya, oleh karena itu kewajiban menjadi hak yang paling utama
dilakukan.
i. Bahwa perlindungan bagi tenaga kesehatan maupun pasien merupakan hal
yang bersifat timbale balik artinya pihka-pihak tersebut dapat terlindungi
atas hak-haknya bila melkukan kewajibannya.
j. Bahwa dalam kondisi tertentu pasien tidak memiliki kemampuan untuk
mendapatkan informasi atau penjelasan mengenai haknya sehingga akan
disampaiakn melalui keluarga.
k. Bahwa untuk mengatur pemenuhan perlindungan hak pasien dan keluarga
harus ada pedoman sebagai acuan bagi seluruh personil rumah sakit.

2. Hak Pasien dan Keluarga


a. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit.
b. Pasien berhak memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
c. Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi.
d. Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai sengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
e. Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi.
f. Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan.
g. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
h. Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun
di luar Rumah Sakit.
i. Pasien berhak mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data – data medisnya.
j. Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan
kompliksi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
k. Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
l. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
o. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku Rumah Sakit
terhadap dirinya.
p. Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
q. Pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata maupun pidana.
r. Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai
dengan ketentuan pertauran perundang – undangan.

3. Kewajiban Pasien
a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala aturan dan tata
tertib rumah sakit.
b. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat
dalam pengobatannya.
c. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
d. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua biaya
atas jasa pelayanan Rumah Sakit / dokter.
e. Pasien dan atau penanggung-jawabnya berkewajiban memenuhi hal – hal
yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

4. Hak Dokter
a. Dokter berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
b. Dokter berhak untuk bekerja menurut standar pelayanan serta berdasarkan
hak otonomi.
c. Dokter berhak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
peraturan perundang – undangan, profesi dan etika.
d. Dokter berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila
misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga
kerja sama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk pasien
gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien kepada orang lain.
e. Dokter berhak atas privacy.
f. Berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan
ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.
g. Dokter berhak mendapat informasi lengkap dari pasien yang dirawatnya atau
dari keluarganya.
h. Dokter berhak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam
menghadapai pasien yang tidak puas terhadap pelayanan.
i. Dokter berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh Rumah Sakit
maupun oleh pasien.
j. Dokter berhak untuk mendapat imbalan atas jasa profesi yang diberikannya
berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan/peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit.

5. Kewajiban Dokter
a. Dokter wajib mematuhi peraturan Rumah Sakit sesuai dengan hubungan
hukum antara dokter dengan Rumah Sakit.
b. Dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
pelayanan kedokteran dan menghormati hak – hak pasien.
c. Dokter wajib merujuk pasien ke dokter lain/rumah sakit lain yang
mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
d. Dokter wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai
keyakinannya.
e. Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
penderita, bahkan juga setelah pendarita itu meninggal dunia.
f. Dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
prikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
g. Dokter wajib memberikan informasi yang akurat tentang perlunya tindakan
medik yang bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkannya.
h. Dokter wajib membuat rekam medis yang baik secara lengkap dan
berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
i. Dokter wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran/kedokteran gigi.
j. Dokter wajib memenuhi hal – hal yang telah disepakati/perjanjian yang
telah dibuatnya.
k. Dokter wajib bekerja sama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara
timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
l. Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak Rumah Sakit.

6. Hak Rumah Sakit


a. Rumah Sakit berhak menentukan jumlah, jenis dan kualifikasi sumber daya
manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit.
b. Rumah Sakit berhak menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan ketentuan perundang –
undangan.
c. Rumah Sakit berhak melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka
mengembangkan pelayanan.
d. Rumah Sakit berhak menerima bantuan dari pihak sesuai ketentuan
peraturan perundang – undagn yang berlaku.
e. Rumah Sakit berhak menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian.
f. Rumah Sakit berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan.
g. Rumah Sakit berhak untuk mempromosikan layanan kesehatan yang ada di
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
h. Rumah Sakit berhak untuk mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit
publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

7. Kewajiban Rumah Sakit Dalam Menghormati Hak Pasien Dan Keluarga


a. Memberikan hak istimewa dalam menentukan informasi apa saja yang
berhubungan dengan pelayanan yang boleh disampaikan kepada keluarga
atau pihak lain.
b. Pasien diinformasikan tentang kerahasiaan informasi dalam rekam medik
pasien
c. Pembukaan atas kerahasiaan informasi mengenai pasien dalam rekam medik
diperbolehkan dalam UU No 29 tahun 2004, yaitu sebagai berikut:
 Diminta oleh aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
misalnya, visum et repertum
 Atas permintaan pasien sendiri
 Untuk kepentingan kesehatan pasien itu sendiri
 Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, misalnya;
undang – undang wabah, undang – undang karantina, dsb.
d. Pasien diminta persetujuannya untuk membuka informasi yang tidak
tercakup dalam undang-undang dan peraturan.
e. Rumah sakit menghormati kerahasiaan informasi kesehatan pasien dengan
membatasi akses ke ruang penyimpanan rekam medik, tidak meletakan
rekam medis pasien ditempat umum, dan sebagainya.
f. Rumah sakit merespon terhadap permintaan pasien dan keluarganya untuk
pelayanan rohani atau sejenisnya berkenaan dengan agama dan kepercayaan
pasien. Respon tersebut antara lain dengan menyediakan rohaniawan.
g. Menyediakan partisi / sekat pemisah untuk menghormati privasi pasien di
ruang perawatan
h. Menyediakan locker / lemari untuk menyimpan harta benda pasien
i. Memasang CCTV pada area yang perlu pengawasan ketat seperti di ruang
bayi, serta area rumah sakit yang jauh dari keramaian.
j. Melindungi pasien dari kekerasan fisik dengan memantau ketat pengunjung
yang masuk ruang perawatan serta mewajibkan pengunjung memakai ID
Card
k. Menyediakan gelang berwarna ungu dalam menghormati hak pasien dan
keluarga terhadap pilihan keputusan DNR
l. Membentuk Tim Code Blue untuk memberikan pelayanan resusitasi bagi
pasien yang membutuhkan
m. Memberikan Informasi bila terjadi penundaan pelayanan
n. Menyediakan formulir permintaan rohaniawan
o. Menyediakan formulir permintaan menyimpan harta benda
p. Menyediakan formulir pelepasan informasi
q. Menyediakan formulir permintaan privasi

III. TATA LAKSANA


1. Pada Saat Pendaftaran.
Pada saat pendaftaran, baik di rawat jalan maupun rawat inap, Petugas admisi
akan memberi penjelasan kepada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti
mengenai 18 butir hak pasien berdasarkan Undang – Undang no 44 tentang
Rumah Sakit selama pasien dirawat di RSU Bhakti Rahayu Ambon Pasien diberi
pemahaman bahwa pasien sesungguhnya adalah PENENTU keputusan tindakan
medis bagi dirinya sendiri. Seperti yang tertera pada Undang- Undang No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dimana Undang – Undang ini bertujuan untuk
“memberikan perlindungan kepada pasien”, “mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan medis”, dan “memberikan kepastian hukum bagi
pasien maupun dokter”. Adanya hak pasien membantu meningkatkan
kepercayaan pasien dengan memastikan bahwa sistem pelayanan di RSU Bhakti
Rahayu Ambon bersifat cukup adil dan responsive terhadap kebutuhan mereka,
memberitahukan kepada pasien mekanisme untuk memenuhi keinginan mereka,
dan mendorong pasien untuk mengambil peran aktif serta kritis dalam
meningkatkan kesehatan mereka. Selain itu, hak dan kewajiban juga dibuat
untuk menegaskan pola hubungan yang kuat antara pasien dengan dokter.
2. Pada Saat Pengobatan.
Pada saat pasien berkunjung ke poliklinik atau sedang dirawat di ruang
perawatan, akan berlangsung Tanya jawab antara pasien dan dokter (anamnesis),
pasien harus bertanya (berusaha mendapatkan hak pasien sebagai konsumen).
Bila berhadapan dengan dokter yang tidak mau membantu mendapatkan hak
pasien, itu saatnya pasien mencari dokter lain atau mencari second opinion
ditempat lain. Pasien menjadikan dirinya sebagai ”partner” diskusi yang sejajar
bagi dokter. Ketika pasien memperoleh penjelasan tentang apapun, dari pihak
manapun, tentunya sedikit banyak harus mengetahui, apakah penjelasan tersebut
benar atau tidak. Semua profesi memiliki prosedur masing-masing, dan semua
kebenaran tindakan dapat diukur dari kesesuaian tindakan tersebut dengan
standar prosedur yang seharusnya. Begitu juga dengan dunia kedokteran. Ada
yang disebut dengan guideline atau Panduan Praktek Klinis (PPK) dalam
menangani penyakit. Lalu, dalam posisi sebagai pasien, setelah kita mengetahui
peran penting kita dalam tindakan medis, apa yang dapat dilakukan ? Karena,
tindakan medis apapun, harusnya disetujui oleh pasien (informed consent)
sebelum dilakukan setelah dokter memberikan informasi yang cukup. Bila
pasien tidak menghendaki, maka tindakan medis seharusnya tidak dapat
dilakukan. Pihak dokter atau RS seharusnya memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menyatakan persetujuan atau sebaliknya menyatakan penolakan.
Persetujuan itu dapat dinyatakan secara tulisan.
Selanjutnya, UU no. 29/2004 pada pasal 46 menyatakan dokter WAJIB mengisi
rekam medis untuk mencatat tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien
secara clear, correct dan complete. Dalam pasal 47, dinyatakan rekam medis
merupakan milik rumah sakit yang wajib dijaga kerahasiannya, tetapi ISI-nya
merupakan milik pasien. Artinya, pasien BERHAK mendapatkan salinan rekam
medis dan pasien BERHAK atas kerahasiaan dari isi rekam medis miliknya
tersebut, sehingga rumah sakit tidak bisa memberi informasi terkait data – data
medis pasien kepada orang pribadi/perusahaan asuransi atau ke media cetak /
elektronik tanpa seizin dari pasiennya.

3. Pada Saat Perawatan.


Selama dalam perawatan, pasien berhak mendapatkan privasi baik saat
wawancara klinis, saat dilakukan tindakan ataupun menentukan siapa yang boleh
mengunjunginya. Begitu pula untuk pelayanan rohani, pasein berhak
mendapatkan pelayanan rohani baik secara rutin maupun secara insidensial
manakala dibutuhkan. Setiap akan dilakukan tindakan pasien/keluarga akan
dijelaskan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Setiap perubahan kondisi
pasien akan dijelaskan ke pasien dan keluarga oleh perawat dan dokter.

4. Pada Saat Pulang


a. Dijelaskan perawatan selanjutnya oleh dokter dan perawat
b. Penjelasan biaya perawatan oleh kasir
Tata laksana penjelasan hak dan kewajiban pasien
- Pasien dan keluarga diberikan informasi hak dan kewajibannya di rumah
sakit.
- Penjelasan dilakukan oleh bagian pendaftaran, perawat IGD dan rawat inap.
- Bila pasien sudah jelas dan mengerti kemudian menandatangani informasi
formulir pemberian informasi.
Tata laksana second opinion
- Setelah dalam perawatan pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan
penjelasan DPJP nya.
- Pasien atau keluarga dapat meminta ke perawat untuk dapat diperiksa oleh
dokter yang lain.
- Permintaan akan disampaikan ke dokter DPJP nya.
- Bila disetujui dokter DPJP akan meminta second opinion ke dokter spesialis
yang sama di Rumah Sakit
- Dokter spesialis yang baru, yang akan merawat pasien dan dokter DPJP
melakukan rapat bila Diagnosa langka atau pasien keadaan umumnya tidak
baik dan GCS terus menurun.

IV. DOKUMENTASI
1. Formulir hak pasien dan keluarga / Leaflet / Banner
2. Formulir general consent
3. Formulir permintaan rohaniawan
4. Formulir permintaan menyimpan harta benda
5. Formulir pelepasan informasi
6. Formulir permintaan privasi
7. Formulir persetujuan / menolak tindakan kedokteran
8. Formulir DPJP

V. DAFTAR PUSTAKA :
1. Akreditasi.web.id/akre2012/?page_id=23
2. Akreditasi.web.id/2012/?page_id=1270 - Salinan
3. Www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k - Similar
pages
4. Rspondokindah.co.id/.../patient-advocate-hak-a-kewajiban-pasien.html -
Salinan
5. Ml.scribd.com/doc/110162094/Telusur-HPK
6. Lamongankab.go.id/instansi/.../hak-pasien-dan-keluarga-hpk-patient
7. Ml.scribd.com/doc/141810683/HAK-PASIEN-docx
8. Togarsilaban.wordpress.com/.../15/apa-aja-sih-hak-pasien-dan-keluarga -
Salinan
9. Chevichenko.wordpress.com/2009/11/28/kewajiban-hak-tenaga-medis

Lampiran II : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal : I Maret 2019

PANDUAN PELAYANAN KEROHANIAN

I. DEFINISI
Pelayanan Kerohanian adalah suatu usaha bimbingan oleh pihak Rumah Sakit
Umum Bhakti Rahayu Ambon yang bekerja sama dengan pihak luar dibidang
kerohanian, untuk mendampingi dan menemui pasien rawat inap, agar mampu
memahami arti dan makna hidup sesuai dengan keyakinan dan agama yang
dianut masing-masing pasien.
Tujuan :
Pelayanan ini sebagai upaya untuk meningkatkan rasa percaya diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang menentukan kehidupan manusia ,sehingga motivasi ini
dapat menjadi pendorong dalam proses penyembuhan.

II. RUANG LINGKUP


Pelayanan kerohanian dilakukan oleh pihak luar bekerjasama dengan Rumah
sakit umum Bhakti Rahayu Ambon dengan mengggunakan tanda pengenal
khusus. Pelayanan bimbingan rohani dapat diselenggarakan atas permintaan
pasien/keluarga pasien dengan mengisi formulir yang diberikan dari Rekam
Medis, dan ditindak lanjuti oleh perawat.
Bimbingan Kerohanian ini meliputi 6 agama resmi di Indonesia yaitu
- Hindu
- Islam
- Kristen
- Katolik
- Budha
- Konghucu

III. BENTUK LAYANAN :


Berupa Doa dan bimbingan untuk keselamatan dan kesembuhan pasien. Waktu
pelayanan yang diberikan pagi hari selama 30 menit jumlah petugas maksimal 2
orang.

IV. TATA LAKSANA


1. Pasien atau keluarga dalam perawatan dapat berkonsultasi dengan perawat
mengenai penyakitnya.
2. Pasien atau keluarga mengajukan untuk minta didampingi rohaniawan baik itu
bawa sendiri atau difasilitasi oleh rumah sakit.
3. Pasien dan keluarga mengisi formulir kerohanian untuk didampingi oleh
rohaniawan sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Perawat menghubungi ke pemuka agama masing-masing dengan formulir
permintaan dari pasien apabila pasien minta Rumah Sakit memfasilitasi sesuai
dengan kepercayaannya.
5. Kemudian perawat memperkenalkan rohaniawan kepada Pasien atau keluarga.
6. Perawat dan pasien minta ijin kepada pasien disampingnya apabila terdapat lebih
dari 1 (satu) dalam ruangan.

V. DOKUMENTASI
Formulir permintaan di dampingi rohaniawan, formulir ini ditempatkan dalam
rekam medis pasien.

VI. DAFTARPUSTAKA
1. https://nursinginformatic.wordpress.com/2013/04/16/kebijakan-pelayanan-
kerohanianwan dirumah sakit
2. http://www.gbirayon9.com/tentang-kami/pelayanan
Lampiran III : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN PELAYANAN PRIVACY PASIEN

I. DEFINISI
Privacy pasien adalah perasaan rasa aman dan bebas dari pasien saat dilakukan
pemeriksaan kesehatan mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang sampai diagnose yang ditegakkan termasuk isi rekam medis pasien
tentang kesehatannya.

II. RUANG LINGKUP


Hak privasi pasien meliputi :
1. Privasi Identitas Pasien
Hak bagi pasien agar identitas pasien atau informasi mengenai kesehatan pasien
tidak diketahui oleh orang lain. Untuk mewujudkan hak ini informasi identitas
pasien tidak dicantumkan di depan kamar, di bed pasien melainkan dengan
memberikan gelang tangan berwarna yang sesuai dengan jenis kelamin dan
resiko pasien.
Berikut warna gelang tangan berwarna yang dimaksud :
1. Gelang Biru Dipasang pada pasien jenis kelamin laki-laki
2. Gelang Pink dipasang pada pasien jenis kelamin perempuan
3. Gelang Kuning digunakan untuk pasien beresiko jatuh
4. Gelang merah digunakan untuk pasien beresiko alergi
5. Gelang Orange digunakan untuk pasien yang akan di lakukan transfusi
darah

2. Privasi di Ruang Perawatan


Merupakan hak pasien di kamar perawatan terutama yang memuat lebih dari
satu orang pasien dalam satu kamar antara pasien laki laki dan perempuan dan
setiap tempat tidur pasien agar dipasang gorden atau sampiran.
Peliputan yang dilakukan oleh media massa baik berupa wawancara maupun
pengambilan gambar harus mendapat ijin dari Marketing atau Humas, dokter
yang merawat pasien, pasien atau keluarga pasien. Melakukan wawancara atau
survei akreditasi harus seijin pasien.

3. Privasi di Ruang Pemeriksaan


Setiap pasien yang dilakukan pemeriksaan di ruang pemeriksaan korden atau
pintu di tutup, agar tidak terlihat oleh orang lain, memasang selimut saat
pemeriksaan dan memberitahu pasien atau keluarga akan dilakukan
pemeriksaan. Keluarga dapat melihat atau mendampingi pasien atas seijin
pasien sendiri.
4. Pasien Privasi saat dilakukan tindakan
Saat akan dilakukan tindakan, petugas hanya membuka bagian yang akan
dilakukan tindakan intervensi. Kalau ada pakaian khusus dapat dipakai. Pintu
atau korden ditutup dan keluarga pasien menunggu di luar ruangan atau member
ijin untuk menunggu pasien kepada yang mempunyai keterkaitan kepentingan
dengan kondisi pasien.
5. Privasi saat memandikan
Hak pasien saat dimandikan agar tidak kelihatan oleh orang lain. Memberitahu
kepada pasien dan keluarga, pasien akan dimandikan. Gorden ditutup dan
menyarankan kepada keluarga pasien untuk menunggu di luar. Membersihkan
dilakukan secara bertahap dengan membuka bagian tubuh yang akan
dibersihkan. Dapat juga menggunakan selimut mandi.

6. Privasi saat membantu BAB atau BAK


Kepada keluarga pasien agar menunggu diluar. Korden atau pintu ditutup.
Pakaian pasien hanya dibuka bagian bawahnya, atau menggunakan selimut
mandi.

7. Privasi saat Transportasi


Saat pasien ditransfer dari satu unit ke unit lain atau di rujuk tubuh pasien
ditutup dengan selimut. Pastikan bahwa semua bagian tubuh pasien tertutup
kecuali muka pasien. Menaikan pengaman brancard atau bed bila ada.

8. Privasi saat di Kamar Operasi


Membuka bagian atau area yang akan dioperasi dan tidak membicarakan privasi
walaupun pasien sudah diberikan anasthesi. Tidak tertawa atau menertawakan
keadaan pasien walaupun pasien dalam keadaan terbius. Setelah operasi
menutup kembali semua tubuh pasien.
9. Privasi saat akan mengakhiri kehidupan
Saat pasien akan mengakhiri kehidupan Keluarga pasien di KIE kondisi pasien.
Bila pasien dirawat diruang perawatan maka pasien dipindahkan ketempat
khusus atau dengan menutup gorden sehingga terpisah dari pandangan pasien
lainnya. Mengurangi kegiatan di kamar tersebut atau meminimalkan kebisingan.
Memfasilitasi bila keluarga pasien membutuhkan pendampingan rohaniawan
10. Privacy Rekam Medis
Isi rekam medis merupakan hak pasien yang hanya dibuka atas seijin dari
pasien sendiri. Pasien merasa aman akan rahasia kesehatannya dari orang lain.
Penyimpanan Rekam Medis di rawat inap dalam almari tertutup dan tidak
dibaca oleh sembarang orang.

III. TATA LAKSANA


1. Tata laksana privacy identitas
- Petugas menerima pasien baru masuk.
- Petugas tidak mecantumkan nama pasien dan diagnose di bed atau ruangan pasien.
2. Tata laksana privacy di ruang rawat inap
- Pasien baru masuk ditempatkan sesuai dengan ruangan.
- Pasien dalam ruangan lebih dari satu tidak boleh bercampur antara laki-laki dan
Perempuan.
- Bila ada peliputan atau wawancara dengan media massa perawat harus
menghubungi Humas atau Marketing, DPJP dan pasien atau keluarga.
- Bila mendapat ijin dari pasien atapun keluarga, maka boleh dilakukan wawancara
atau pengambilan gambar.
- Bila tidak boleh di wawancarai dan pengambilan gambar maka harus dijelaskan
ke media massa.
3. Tata laksana privacy di ruang pemeriksaan
- Perawat mengantarkan pasien ke ruang pemeriksaan.
- KIE ke keluarga akan dilakukan pemeriksaan dan memberi ijin keluarga melihat
jalannya.
- Pemeriksaan harus atas seijin pasien.
- Selimut dipasang saat pemeriksaan.
- Korden ditutup saat melakukan pemeriksaan.
4. Tata laksana pelayanan privacy pasien saat dilakukan tindakan
- Pasien di beritahu akan dilakukan tindakan.
- Kalau perlu memberikan pakaian khusus kepada pasien.
- Menutup pintu dan keluarga pasien menunggu di luar ruangan atau memberikan ijin
untuk menunggu kepada yang mempunyai keterkaitan kepentingan dengan kondisi
pasien.
5. Tata laksanan pelayanan privacy pasien saat memandikan
- Petugas memberitahu pasien dan keluarga, pasien akan dimandikan.
- Bila pasien menolak, pasien dan keluarga dapat mandi sendiri.
- Bila pasien setuju, pasien dimandikan oleh petugas.
-Menutup korden dan salah satu keluarga pasien ikut membantu membandikan
- Membuka bagian tubuh yang hanya akan dibersihkan saja, secara bertahap
- Dapat menggunakan selimut mandi.
6. Tata laksanan privacy pasien membantu BAB atau BAK
- Memberitahu kepada keluarga pasien agar ikut membantu.
- Menutup gorden.
- Membuka pakaian bawah pasien.
- Menutupi pasien dengan selimut mandi.
7. Tata laksana privacy pasien saat melakukan transportasi
- Paisen dan keluarga diberitahu pasien akan dipindahkan.
- Petugas menutupi tubuh pasien dengan selimut.
- Petugas memastikan bahwa semua bagian tubuh pasien tertutup kecuali muka
pasien.
- Petugas menaikan pengaman brancard atau bad.
8. Tata laksana menjaga privacy pasien di kamar operasi
- Petugas membuka bagian atau area yang akan dioperasi.
- Petugas tidak membicarakan privasi pasien walaupun pasien sudah diberikan
anasthesi.
- Petugas tidak tertawa atau menertawakan keadaan pasien walaupun pasien
dalam kondisi terbius.
- Petugas menutup kembali semua tubuh pasien pada saat selesai operasi.
9. Tata laksana menjaga privacy Rekam Medis pasien
- Petugas memastikan penempatan Rekam Medis pasien di tempat yang aman
dan hanya boleh dibawa oleh petugas ( dokter, perawat, petugas Gizi, petugas
RM, Petugas Laboratorium ) RSU Bhakti Rahayu.
- Petugas memastikan Rekam Medis tidak dibaca oleh semua orang kecuali
dokter atau perawat yang merawat pasien tersebut atau tenaga kesehatan yang
berkepentingan dengan kesembuhan pasien.
- Semua Rekam Medis setelah pasien pulang disimpan oleh petugas Rekam
Medis diruang Rekam Medis.
10. Tata laksana pasien yang akan mengakhiri kehidupan
- Petugas menginformasikan kepada keluarga mengenai kondisi pasien.
- Bila pasien dirawat di ruang perawatan menutup gorden atau menggunakan
sampiran sehingga terpisah dari pandangan pasien lainnya.
- Mengurangi kegiatan di kamar tersebut atau meminimalkan kebisingan.
- Memfasilitasi bila keluarga pasien membutuhkan pendampingan rohaniawan.
IV. DOKUMENTASI
Pelaksanaan hak privacy pasien dilakukan sehari-hari dan dicatat dalam
perawatan pasien, Bila ada hal yang penting dicatat dalam Rekam Medis.

V. DARTAR PUSTAKA :
1. http://www.iupui.edu tentang privasi vasien cara kuno
2. http://badanmutu.or.id/index.php?id=172-tentang pelayanan pasien
3. http://nursinginformatic.wordpress.com/2012/10/20/hak-pasien-dalam-
akreditasi-kars-versi-2012
Lampiran IV : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PERLINDUNGAN TERHADAP KERAHASIAAN INFORMASI PASIEN

I. DIFINISI
Kerahasiaan informasi pasien adalah kerahasiaan terhadap hasil wawancara,
pemeriksaan, perawatan, pengobatan terhadap pasien yang termuat dalam rekam
medis.

II. RUANG LINGKUP


Informasi kesehatan pasien terekam dalam catatan medik pasien. Jadi informasi
rekam medis bersifat rahasia karena karena hal ini menjelaskan hubungan yang
khusus antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi dari pembocoran sesuai
dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
informasi yang bersumber dari rekam medis yaitu
laporan atau catatan yang terdapat dalam rekam medis sebagai hasi pemeriksaan,
pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien. Informasi ini tidak boleh
disebarluaskan kepada pihak-pihak yang tidak berwenang karena menyangkut
informasi pribadi individu pasien Pemberitahuan/informasi mengenai kondisi
kesehatan/penyakit yang diderita pasien serta resiko atau kemungkinan-
kemungkinannya yang akan terjadi terhadap diri pasien menjadi tanggungjawab
dokter yang merawat pasien tersebut. Diagnose akhir pasien mengandung nilai
medis maka lembaran tersebut tidak boleh disebarluaskan kepihak lain.

Sesuai dengan UU RI no 29 pasal 8 yaitu mengenasi rahasia kedokteran pada


ayat 1 ; setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran .sedangkan pada ayat 2 menyatakan rahasi
kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,memenuhi
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan
pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Jadi siapapun yang bekerja di rumah sakit ,khusunya bagi mereka yang
berhubungan denga data rekam medis wajib memperhatikan ketentuan tersebut
Meskipun pada dasarnya pasien dapat mengetahui tentang keadaan sakitnya
melalui dokter,dan pasien berkewajiban untuk memberikan izin atau kuasa kepada
pihak ketigayang ingin mengetahui keadaannya. Namun satu hal yang yang harus
dilakukan dalam pembukaan informasi medis pasien adalah harus denga teliti dan
hati-hati.

Ketelitian dan sifat hati-hati yang harus diperhatikan adalah :


1. memastikan dengan pasti informasi apa yang kiranya dapat memenuhi
kebutuhan sipenanya dan hanya informasi itu yang diberikan
2. bila ada pertanyaan tentang kebenaran tandatangan pada surat kuasa pasien di
surat izin dilakukan pengecekan dan pencocokan dengan tandatangan lain
pada saat pasien baru masuk dan surat ijin lainnya yang ada dalam rekam
medias.
3. resume akhir pasien cukup digunakan sebagai penjelasan informasi yang
diinginkan Informasi medis seorang pasien dapat diberikan kepada :
1. asuransi
2. pasien/keluarga pasien
3. rumah sakit yang menjadi tempat rujukan
4. dokter lain yang merawat pasien
5. kepolisian
6. Untuk keperluan pengadilan

Informasi medis diberikan apabila pasien menandatangani serta memberikan


kuasa kepada pihak ketiga untuk mendapatkan informasi medis mengenai dirinya.
Orang yang membawa surat kuasa ini harus menunjukkan tanda pengenal
(identitas) yang syah kepada direktur rumah sakit ,sebelum diberikan ijin meneliti isi
rekam medis yang diminta. Jadi patokan petugas untuk yang harus diingat petugas
rekam medis adalah surat persetujuan untuk memberikan informasi yang
ditandatangani oleh pasien atau pihak yang bertanggungjawab.
Karena rekam medis pasien merupakan informasi pasien maka rumah sakit
harus melindungi kerahasiaannya. Mulai dari cover rekam medis,saat pendaftaran ,
transfer rekam medis ke ruang pelayan, penyimpanan di ruang perawatan dan
penyimpanan di ruamg rekam medis. Untuk melindungi dari pihak-pihak yang tidak
berkepentingan maka proses pengeluaran rekam medis pasien dari ruang rekam
medis harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

III. TATA LAKSANA


1. Petugas hanya mengisi cover rekam medis dengan nomor RM
2. Pengisian rekam medis hanya dilakukan oleh yang berhak menurut undang-
undang
3. Setelah itu petugas mengisi bagian identitas dr rekam medis
4. Petugas membawa rekam medis ke IGD/rawat inap .
5. Setelah pengisian oleh dokter dan perawat, RM di simpan di dalam almari
tertutup
6. Pasien /keluarga yang telah disetujui pasien untuk boleh mengakses informasi
berhak untuk mengetahui catatan informasi perkembangan kesehatan pasien
7. Apabila pasien telah pulang rekam medis disimpan oleh petugas RM
8. Tidak semua orang boleh masuk ke ruang RM
9. Ruang rekam medis harus dalam keadaan terkunci.

IV. DOKUMENTASI
- catatan peminjaman rekam medis
- catatan keluar rekam medis
V. DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman penyelenggaraan dan prosedur rekam medis rumah sakit di Indonesia edisi
II tahun 2006
Lampiran V : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN PERLINDUNGAN TERHADAP BARANG MILIK PASIEN

I. DEFINISI
Perlindungan hak milik adalah perlindungan yang diberikan oleh rumah sakit
terhadap hak milik pada pasien .

II. RUANG LINGKUP


Pasien yang dilindungi hak miliknya adalah :
- Pasien tidak sadar
- Pasien tanpa keluarga
- Pasien yang meminta RS untuk melindungi barangnya
- Pasien terkait kriminalitas

Jenis-jenis barang yang dilindungi adalah :


- Barang berharga : Uang,perhiasan dll
- Barang elektronik : HP,Laptop,Ipad dll
- Dokumen penting : Passpor,kartu ID dll
- Barang bukti terkait kasus kriminalitas

III. TATA LAKSANA


A. Pasien baru di IGD
- Perawat atau petugas mengidentifikasi pasien yang tidak dapat
mengamankan barang Miliknya
- perawat berkoordinasi dengan security untuk pengamanan barang milik
pasien
- Petugas pengamanan disaksikan Perawat jaga di IGD melakukan pencatatan
barang milik pasien sesuai kebijakan Rumah Sakit
- Mengamankan barang pasien di lakukan oleh security dan petugas IGD
- Kepindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap harus diserah terimakan
dan ada bukti serah terima perpindahan barang pasien tersebut.
B.Instalasi Rawat Inap
- Petugas Rawat inap melakukan identifikasi terhadap pasien yang tidak dapat
mengamankan barang miliknya.
- Petugas Rawat inap melaksanakan koordinasi dengan security
- Perawat rawat inap mencatat dan mengamankan barang pasien disaksikan
Security.
- Pencatatan meliputi jenis,bentuk dan warna barang.
- Barang-barang milik pasien diserahkan oleh petugas Rawat inap apabila
pasien sudah sadar atau pihak keluarga yang meminta.
- Penyerahan barang pasien kepada pasien/keluarga di saksikan oleh security
dan pihak pasien/keluarga menanda tangani formulir penyerahan barang
milik pasien.

IV. DOKUMENTASI
Dibuat pencatatan dan serah terima barang milik pasien oleh petugas security
dan perawat.
V. DAFTAR PUSTAKA :
1. www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k - Similar
pages.
2. www.jurnalskripsi.net/pdf/perlindungan...terhadap-barang-barang-milik -
Salinan
3. www.rspondokindah.co.id/rspi/...a-kewajiban-pasien.html?format=html
4. www.akreditasi.web.id/2012/e-data/1/12-hpk/Telusur%20HPK%20... - Salinan
5. ml.scribd.com/doc/105569395/dokumetasi-psikiatrik - Salinan
6. www.jurnalskripsi.net/pdf/perlindungan...terhadap-barang-barang-milik -
Salinan
Lampiran VI : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN PERLINDUNGAN TERHADAP KEKERASAN FISIK

I. DEFINISI
Perlindungan kekerasan fisik adalah terhindarnya pasien dari kemungkinan cedera
oleh kekerasan yang dilakukan orang lain.

II. RUANG LINGKUP


- Identifikasi pasien beresiko terhadap kekerasan dimulai dari IGD.
- Permintaan perlindungan dari kekerasan fisik bisa dilakukan atas
permintaan keluarga pasien atau lembaga tertentu.
- Di Ruang perawatan segera merespon bila pasien butuh bantuan dengan
koordinasi dengan pihak Security.
- Security melaksanakan penjagaan khusus terkait ancaman kekerasan fisik.
- Penunggu pasien mendapatkan kartu tunggu dan pembesuk menunjukan
identitas diri kepada Petugas Security
- Penanganan kejadian kekerasan fisik terhadap pasien sesuai Standar
Prosedur Operasional.
- Perlindungan ditujukan pada bayi, anak anak, orang tua dan pasien lain yang
kurang mampu melindungi dirinya.
- Rumah Sakit menerapkan Standar Prosedur Operasional untuk melindungi
pasien dari kekerasan fisik.
Perlindungan dapat diberikan oleh :
- perlindungan oleh perawat dan Security
Kelompok pasien yang berisiko dari kekerasan fisik adalah :
- bayi atau anak-anak
- lanjut usia
- pasien cacat fisik dan cacat mental
- pasien dengan penurunan kesadaran
- Korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
- Pasien Napi, korban dan tersangka tindak pidana

III. TATA LAKSANA


1. Tatalaksana dari perlindungan terhadap kekerasan fisik pada pasien sebagai
berikut :

a. Petugas Rumah Sakit melakukan proses mengidentifikasi pasien berisiko


melalui pengkajian secara terperinci.
b. Bila tindak kekerasan fisik dilakukan oleh pasien : Perawat unit
bertanggung jawab untuk mengamankan kondisi dan memanggil dokter
medis untuk menilai kebutuhan fisik dan psikologis dan mengecualikan
masalah medis pasien tersebut.
c. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota staf rumah sakit : Perawat unit
bertanggung jawab menegur staf tersebut dan melaporkan insiden ke kepala
bidang terkait untuk diproses lebih lanjut.
d. Bila tindak kekerasan dilakukan oleh pengunjung : Staf bertanggung jawab
dan memiliki wewenang untuk memutuskan diperbolehkan atau tidak
pengunjung tersebut memasuki area Rumah Sakit.
e. Monitoring di setiap lobi, koridor rumah sakit, unit rawat inap, rawat jalan
maupun di lokasi terpencil atau terisolasi dengan pemasangan kamera
CCTV ( Closed Circuit Television ) yang terpantau oleh Petugas Keamanan
selama 24 ( dua puluh empat ) jam terus menerus.
f. Setiap pengunjung rumah sakit selain keluarga pasien meliputi : tamu RS,
detailer, pengantar obat atau barang, dan lain-lain wajib melapor ke petugas
informasi dan wajib memakai kartu Visitor.
g. Pemberlakuan jam berkunjung pasien : Setiap hari pagi pukul: 11.00 – 13.30
WIB, malam pukul 18.00 – 20.30 WIB
h. Petugas keamanan berwenang menanyai pengunjung yang mencurigakan
dan mendampingi pengunjung terebut sampai ke pasien yang dimaksud.
i. Staf perawat unit wajib melapor kepada petugas keamanan apabila
menjumpai pengunjung yan mencurigakan atau pasien yang dirawat
membuat keonaran maupun kekerasan.
j. Petugas keamanan mengunci akses pintu keluar masuk Rumah Sakit pada
jam 23.00 WIB.
k. Pengunjung diatas jam 20.30 WIB lapor dan menulis identitas pengunjung
pada petugas keamanan.

2. Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran :

a. Pasien Rawat jalan

- Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan


sampai ke tempat periksa yang dituju dengan memakai alat bantu bila
diperlukan.

- Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien saat
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.

b. Pasien rawat inap

- Penempatan pasien dikamar rawat inap sedekat mungkin dengan kantor


perawat

- Perawat memastikan dan memasang pengaman tempat tidur

- Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan.

- Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak
yang ditunjuk dan dipercaya.

c. Tata laksana perlindungan terhadap penderita cacat :

- Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien


penderita cacat baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib
membantu serta menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang
sampai proses selesai dilakukan.

- Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga


pasien atau pihak lain yang ditunjuk sesuai kecacatan yang disandang.
- Memastikan bel pasien dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien
dapat menggunakan bel tersebut.

- Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidur pasien.

d. Tata laksana perlindungan terhadap anak-anak:

- Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau


bidan, ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan
yang menjaga.

- Perawat/bidan meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang


tua apabila akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.

- Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.

- Pemasangan CCTV diruang perinatologi untuk memantau setiap orang


yang keluar masuk dari ruang tersebut.

- Bidan memberikan bayi dari ruang perinatologi hanya kepada ibu


kandung bayi bukan kepada keluarga yang lain.

e. Tata laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko disakiti ( risiko


penyiksaan, napi, korban dan tersangka tindak pidana, korban kekeran
dalam rumah tangga ) :

- Pasien ditempatkan dikamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor


perawat.

- Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas


dikantor perawat,berikut dengan penjaga pasien lain yang satu kamar
perawatan dengan pasien berisiko.

- Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau


lokasi perawatan pasien,penjaga maupun pengunjung pasien.

- Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.


IV. DOKUMENTASI
1. Perawat mengidentifikasi kelompok pasien yang berisiko terjadi kekerasan
fisik dalam buku laporan operan
2. Security mencatat situasi keamanan dan apabila terdapat hal-hal yang
mencurigakan ditindak lanjuti dan dicatat dalam buku laporan.
3. Kegiatan ronda dicatat dalam buku laporan security.
4. Buku Catatan Pengunjung/tamu

V. DAFTAR PUSTAKA :
1. Christianto, Hwian (2011) Tinadakan Bagi Rumah Sakit Sebagai Upaya
Perlindungan Pasien
2. elearning.mmr.umy.ac.id/file.php/1/STANDAR_AKREDITASI_RS_
Edi - - Similar pages.
3. www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k-
- Similar pages.
4. https://www.facebook.com/akreditasirs/posts/522221271141478 - 55k
- Similar pages

Lampiran VII : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN KOMUNIKASI PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI YANG


EFEKTIF

i. DEFINISI

A. LATAR BELAKANG

Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada


komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar,
norma, pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini,
dan diimplementasikan oleh komunikan.
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui
teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau
kondisi nyata, dengan cara member dorongan terhadap pengarahan diri, aktif
memberikan informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam
suliha, 2002).

Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari,


mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Kegiatan komunikasi
pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana,
kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan
atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan
pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.

Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah
sakit sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan
dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan
perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas,
perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang
bisa diterapkan di segala situasi.
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah
satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia,
sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-
bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter
bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis
dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya
pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga takut
bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien menerima saja
apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus kita perbaiki. Pasien dan
dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien tidak merasa rendah
diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur
dan jelas. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.

Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan


waktu yang lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan waktu yang lebih sedikit
karena petugas, perawat dasn dokter terampil mengenali kebutuhan pasien. Atas
dasar kebutuhan pasien, perawat dan dokter melakukan manajemen pengelolaan
masalah kesehatan bersama pasien. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan
pedoman komunikasi efektif untuk petugas, perawat dan dokter di RSU Bhakti
Rahayu Ambon untuk memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.

B. PENGERTIAN KOMUNIKASI

Komunikasi berasal dari bahasa Latin “communis” yang artinya bersama.


Secara terminologis, komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian
pikiran atau informasi (pesan) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan
suatu media. Menurut ahli kamus bahasa, komunikasi adalah upaya yang bertujuan
berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka
pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang
diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977
antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi
diantara individu melalui sistem lambing-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.

C. TUJUAN

a. Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan.

b. Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan di


rumah sakit. Sehingga edukasi kesehatan (penkes) dapat berjalan lancar dan
sesuai prosedur yang ada.
c. Agar pasien dan keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan
proses perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan lebih
cepat.
d. Pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahami pentingnya
mengikuti rejimen pengobatan yang telah ditetapkan sehingga dapat
meningkatkan motivasi untuk berperan aktif dalammenjalani terapi obat.

D. KLASIFIKASI KOMUNIKASI

Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi diklasifikasikan


menjadi :

1. Komunikasi Intrapersonal

Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator


sendiri antara individu dengan Tuhannya. Komunikasi intrapersonal
merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan
simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus
penerima pesan, meberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal yang berkelanjutan.
2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara


komunikator dan komunikan; antara seorang tenaga medis dengan teman
sejawat atau antara seorang tenaga medis dengan pasien.

3. Komunikasi Kelompok

Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi di dalam sebuah kelompok.


Komunikasi tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang
lainnya, komunikasi juga dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut
dengan komunikasi kelompok. Menurut Michael Burgoon, komunikasi
kelompok adalah interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih
dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, dimana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat, misalnya
organisasi profesi, kelompok remaja dan kelompok-kelompok sejenisnya.
Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi, rapat dan sebagainya.

4. Komunikasi Publik

Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan di


depan umum. Dalam Komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat
berupa suatu informasi, ajakan , gagasan. Komunikasi ini memerlukan
ketrampilan komunikasi lisan dan tulisan agar pesan dapat disampaikan secara
efektif dan efisien.

5. Komunikasi Organisasi

Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau


antar organisasi atau antar organisasi baik secara formal maupun informal.
Komunikasi organisasi pada umumnya membahas tentang struktur dan fungsi
organisasi serta hubungan antar manusia.

6. Komunikasi Massa.
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang
tersebar di suatu wilayah geografis yang luas dan mempertimbangkan pada
pesan komunikasi yang sama.

E. JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi tertulis,


komunikasi verbal, komunikasi non verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua
arah.

1. Komunikasi Tertulis

Merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual


maupun melalui media seperti email, surat, media cetak lainnya.

Prinsip-prinsip komunikasi tertulis,yaitu:

 Lengkap
 Ringkas
 Pertimbangan
 Konkrit.
 Jelas
 Sopan
 Benar

Dalam Rumah Sakit, Komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien,
catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai
berikut:

 Sebagai tanda bukti tertulis otentik, misalnya persetujuan operasi.


 Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah
diarsipkan.
 Dokumentasi historis,misalnya rekam medis pasien.
 Jaminan keamanan, misalnya surat keterangan jalan.
 Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat
pengangkatan, SPO.

Keuntungan komunikasi tertulis:

 Adanya dokumen tertulis.


 Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman.
 Dapat menyampaikan ide yang rumit.
 Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan.
 Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai.
 Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan.
 Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
 Untuk penelitian dalam bukti di pengadilan.

2. Komunikasi Verbal

Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi dapat


dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan
dari komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap
muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari
pihak komunikan.

Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa
kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian.
Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.

Hal-hal yang harus diperhatiankan dalam komunikasi verbal:

1. Memahami arti denotatif dan konotatif.

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi perawat
menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus berhati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalah artikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai
kondisi kesehatannya dan saat terapi.

2. Kosa kata mudah dipahami


Komunikasi tidak akan berhasil jika pengiriman pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Kemampuan dalam pengetahuan kosa kata,
khususnya yang berhubungan dengan dunia medis, berperan penting dalam komunikasi
verbal. Banyak istilah teknis yang digunakan oleh tenaga medis di rumah sakit,
Misalnya istilah “auskultasi”, akan lebih mudah dipahami oleh pasien bila diucapkan
dengan menggunakan kosa kata ”mendengarkan”.

3. Intonasi

Pembicaraan seseorang dapat diartikan berdasarkan pada intonasi atau nada.


Seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi menunjukkan bahwa orang tersebut
sedang marah. Sebaliknya seseorang yang berbicara dengan nada riang menunjukkan
bahwa orang tersebut dalam keadaan bergembira. Petugas dan tenaga medis rumah
sakit hendaknya menjaga intonasi yang menunjukkan perhatian dan ketulusan terhadap
pasien.

4. Jelas dan Ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana,ringkas dan maksudnya dapat


diterima dengan jelas. Semakin sedikit kata-kata yang digunakan semakin kecil
kemungkinan terjadinya kerancuan. Komunikasi dapat diterima dengan jelas apabila
penyampaiannya dengan berbicara secara lambat dan pengucapan vokalnya dengan
jelas. Selain itu, komunikasi harus tetap memperhatikan tingkat pengetahuan
komunikan.

5. Selaan dan tempo bicara

Kecepatan atau tempo bicara yang tepat dapat menentukan keberhasilan


komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokon
pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa komunikator sedang
menyembunyikan sesuatu. Hal ini harus diperhatikan oleh petugas dan tenaga medis
dirumah sakit, jangan sampai pasien merasa curiga karena selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat. Selaan dapat dilakukan untuk menekankan pada hal tertentu,
misalnya memberikan waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami
arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum diucapkannya.

6. Ketepatan waktu dan relevansi

Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang mengalami kesakitan, bukan
waktunya untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena itu petugas dan
tenaga medis harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Relevansi
atau kesesuaian materi komunikasi juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan.
Komunikasi akan efektif apabila topik berkenaan dengan masalah yang dihadapi
komunikan. Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan yang disampaikan
berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

7. Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakana bahwa tertawa dapat


mengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stress dan dapat
meningkatkan keberhasilan tenaga medis dalam memberikan dukungan emosional
terhadap pasien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa
humor merangsang produksi cutecholamines dan hormone yang menimbulkan perasaan
sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernafasan dan humor dapat digunakan untuk menutupi rasa takut dan tidak
enak atau ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dengan pasien.

F. LANGKAH AWAL ASSESMEN PASIEN DAN KELUARGA

Assesmen merupakan proses pengumpulan menganalisis dan


menginterpretasikan data atau informasi tentang peserta didik dan lingkungannya.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang berbagai kondisi
individu dan lingkungannya sebagai dasar untuk memahami individu dan untuk
pengembangan program pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana
kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan
yang paling tepat untuk pasien, bidangspesialisasi yang paling tepat, penggunaan
pemeriksaan
penunjang diagnostik yang paling tepat,sampai penanganan perawatan, gizi,
psikologis dan aspek lain dalam penanganan pasien di rumah sakitmerupakan
keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment).
Sebelum pendidikan kesehatan diberikan, lebih dulu dilakukan
pengkajian/analisis terhadap kebutuhan pendidikan dengan mendiagnosis penyebab
masalah kesehatan yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan melihat faktor - faktor
yang mempengaruhi perilaku kesehatan.
Lawrence Green (1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor:

1. Faktor pendukung (predisposing factors), mencakup:

Pengetahuan, sikap, tradisi, kepercayaan/keyakinan, sistem nilai, pendidikan,


sosial ekonomi.
2. Faktor pemungkin (enambling factors), mencakup:

Fasilitas kesehatan, mis: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck, makanan
bergizi, dsb. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan seperti RS, poliklinik,
puskesmas, rs, posyandu, polindes, bides, dokter, perawat.
3. Faktor penguat (reinforcing factors), mencakup:

Sikap dan perilaku: tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas kesehatan,


kebijakan/peraturan/UU, LSM.

Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan :

1. Observasi

2. Wawancara

3. Angket/quesioner

4. Dokumentasi

Jenis informasi yang diperlukan dalam pengkajian antara lain:

1. Pentingnya masalah bagi individu, kelompok dan masyarakat yang dibantu

2. Masalah lain yang kita lihat


3. Masalah yang dilihat oleh petugas lain

4. Jumlah orang yang mempunyai masalah ini

5. Kebiasaan yang dapat menimbulkan masalah

6. Alasan yang ada bagi munculnya masalah tersebut

7. Penyebab laindari masalah tersebut.


Tujuan pengkajian

1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang dirasakan.

2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah.


Memahami masalah

1. Mengapa muncul masalah

2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu dilibatkan

3. Jenis bantuan yang akan diberikan Prioritas masalah


Disusun berdasarkan hirarki kebutuhan maslow:

Aktualisasi diri
Harga diri

Kasih sayang

Aman / nyaman

Biologis / Fisiologi

Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu assesment/penilaian


terhadap pasien dan keluarga meliputi :
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan keluarganya

2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka

3. Hambatan emosional dan motivasi

4. Keterbatasan fisik dan kognitif


5. Kemauan pasien untuk menerima informasi
Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga bersedia dan
maupun untuk belajar hasil penilaian didokumentasikan dalam rekam medis.

D. CARA PENYAMPAIAN INFORMASI DAN EDUKASI YANG EFEKTIF

Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita sering


menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita
berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak. Komunikasi
yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan
dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan mengambil pelajaran
dari hal tersebut
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbagi ide dan
pengetahuan. Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide,
perasaan atau opini disampaikan/dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun
isyarat untuk mencapai pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa
para pihak terlibat secara aktif. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami
cara baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu.
Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga
orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-
pikiran atau informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994;
Koontz & Weihrich, 1988).
a. Teori komunikasi
Proses komunikasi:

Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti


sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan
ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/komunikan
dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).

Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi.


Gambar
Oh saya
Dia Mengerti… Umpan Balik mengerti.
.o

gangguan
Komunikator Pesan Saluran Komunikan

b. Unsur-unsur/elemen dalam komunikasi efektif

a. Sumber/pemberi pesan/komunikator (dokter,perawat, administrasi


kasir,dll), adalah orang yang memberikan pesan.
1) Sumber (yang menyampaikan informasi): adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima/komunikan. Hal-hal
yang menjadi tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan
dengan jelas, memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan
apakah pesan tersebut sudah di terima dengan baik. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8)
2) Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang
disampaikan, cara berbicaranyanya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan)
b. Isi Pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan.

Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan


komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
c. Media/saluran pesan (Elektronic, Lisan,dan Tulisan) adalah sarana
komunikasi dari komunikator kepada komunikan.
Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan
yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima.Pesan dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya
sekaligus.Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh
pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek
yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap. (konsil kedokteran Indonesia,
hal.8). Media yang dapat digunakan: melalui telepon, menggunakan lembar
lipat, buklet, vcd, (peraga)
d. Penerima pesan / komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat,
dokter, Admission,Adm.) atau audience adalah pihak/orang yang menerima
pesan.
Penerima pesan berfungsi sebagai penerima berita.Dalam komunikasi,
peran pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung
jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan baik
dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat penting
sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8)
e. Umpan Balik, adalah respon/tindakan dari komunikan terhadap respon
pesan yang diterimanya
c. Pemberi pesan/komunikator yang baik:

Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam


hal-hal berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
- Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka),
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
- Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat
- Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di
balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan
kata/kalimatnya, gerak tubuh).
- Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh)
agar tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru
mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.

d. Sifat Komunikasi

Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelayanan


promosi). Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit
adalah:
- Jam pelayanan
- Pelayanan yang tersedia
- Cara mendapatkan pelayanan
- Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan
ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui customer service,
admission, dan website.

Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :

i. Edukasi tentang obat.

ii. Edukasi tentang penyakit.

iii. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari

iv. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk


meningkatkan qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.

e. Syarat komunikasi efektif.

Syarat dalam komunikasi efektif adalah:

- Tepat waktu
- Akurat
- Lengkap
- Jelas
- Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalah pahaman).

f. Proses komunikasi efektif

Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip sebagai


berikut:

1. Pemberi pesan secara lisanmemberikan pesan


2. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
3. Isi pesan dibacakan kembali (read back) secara lengkap oleh
penerima pesan.
4. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima
pesan.
5. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan
dengan hasil verifikasi
Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan
klarifikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar:
Jadi isi pesannya ini
Yah.. benar. yah pak…

Dikonfirmasikan

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

g. Prinsip Komunikasi

1. Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip terima,


catat, verifikasi dan klarifikasi:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan

b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut

c. Isi pesan dibacakan kembali (read back)secara lengkap oleh penerima


pesan.

d. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada pemberi penerima


pesan.

e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan


hasil verifikasi
2. Baca ulang dan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat di UPI dan
IGD

3. Penggunaan kode alfabetis internasional digunakan saat melakukan


klarifikasi hal-hal penting, misal nama obat, nama pasien, dosis obat, hasil
laboratorium dengan mengeja huruf-huruf tersebut saat membaca ulang
(read back) dan verifikasi
4. Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untuk memperkecil
terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara lisan.

Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat, nama
orang, dll. Untuk menverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan sebaiknya
mengeja huruf demi huruf menggunakan menggunakan alfabeth standart
internasional yaitu :
Sumber: Wikipedia

h. Hukum dalam komunikasi efektif

Lima Hukum Komunikasi Yang Efektif (The 5 Inevitable Laws of Efffective


Communication) terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari
komunikasi itu sendiri yaitu REACH, yang berarti merengkuh atau meraih.
Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya
bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati,
tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.Hukum komunikasi efektif
yang pertama adalah:
1. Respect, pengertiannya:
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif
adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran
Pesan yang kita sampaikan.Jika kita membangun komunikasi
dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita
dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan
meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun
secara keseluruhan sebagai sebuah tim.
2. Hukum komunikasi efektif yang kedua adalah Empathy

Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada


situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat
utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain.Rasa empati akan menimbulkan respek atau
penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam membangun teamwork. Jadi sebelum
kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu
mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita.
Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada
halangan psikologis atau penolakan dari penerima
3. Hukum komunikasi efektif yang ketiga adalah Audible

Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti


dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu
ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible
berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan.
Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media
atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik
oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada kemampuan kita untuk
menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu
audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan
dapat diterima dengan baik.
4. Hukum komunikasi efektif yang ke empat, adalah Clarity

Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka


hukum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu
sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai
penafsiran yang berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan
yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan
dampak yang tidak sederhana.
Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada
yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa
percaya (trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa
keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan
menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.

5. Hukum komunikasi efektif yang kelima adalah Humble

Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah


sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan
hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain,
biasanya didasari oleh sikap rendah
hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pernah yang pada intinya
antara lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran
Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan
menerima kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain,
berani mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah lembut dan penuh
pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator
yang handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan
dengan orang lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah
yang dapat membangun hubungan jangka panjang yang saling
menguntungkan dan saling menguatkan
Komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan
dengan kondisi kesehatannya.

Prosesnya:
Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):

1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.

2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.

3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)

4. Keterbatasan fisik dan kognitif.

5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.

Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :

1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.

2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung)
dan menjelaskannya kepada mereka.

3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.

Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:

1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan.

Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira


apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak
keluarganya dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah
disampaikan, kira-kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.

3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.

Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang


disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien
mengikuti semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses
penyembuhan pasien.

Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk
mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara
dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa
pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.

f. Komunikasi Melalui Telepon Antara Pemberi Layanan

Dalam memberikan komunikasi antara pemberi layananan di rumah sakit


royal progress menggunakan SBAR. Apa yang dimaksud dengan SBAR itu?

SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang


memer-lukan perhatian dan tindakan segera:

SITUATION, yaitu kondisi terkini yang terjadi pada pasien.

BACKGROUND, informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi


pasien terkini.

ASSESSMENT, Hasil pengkajian kondisi pasien terkini


RECOMMENDATION, Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
pasien saat ini.

Berikut ini merupakan salah satu contoh dalam pertanyaan SBAR:

Situation misalnya, Jelaskan dengan singkat masalah kesehatan pasien atau


keluhan utama termasuk skor nyeri.

Background misalnya, Sebutkan riwayat alergi obat-obatan termasuk cairan


infus yang digunakan.

Jelaskan hasil pemeriksaan yang mendukung dan pemeriksaan laboratorium

Assesment misalnya, Sampaikan diagnosa sementara.

Recommendation misalnya: Meminta pada dokter penanggung jawab


langkah selanjutnya yang akan dilakukan.

E. APLIKASI KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER-PASIEN

1. Sikap Profesional Dokter

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan


tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya
sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu,
pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-
self); dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja
sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses
komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa
nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini
hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi
berlangsung, dan di akhir konsultasi.
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:
o Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.
o Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
o Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
o Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lain-lain).
o Menilai suasana hati lawan bicara
o Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasien
o Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan
perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
o Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
o Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut
wajah dan sikap yang tenang.
o Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
o Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
o Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah
pihak.
o Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

2. Sesi Pengumpulan Informasi


Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua sesi yang penting, yaitu sesi
pengumpulan informasi yang di dalamnya terdapat proses anamnesis, dan sesi
penyampaian informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter dapat
terjerumus ke dalam sesi penyampaian informasi (termasuk nasihat, sugesti atau
motivasi dan konseling) secara prematur. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai
anjuran dokter.
Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi pada sesi penggalian informasi
telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model
yang sangat sederhana dan aplikatif. 1 23 3
• Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang
dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question by
the doctor)
• Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/terstruktur
yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead through closed question by
the doctor).
• Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi
kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).
Sesi penggalian informasi terdiri dari:
a. Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan utama secara
medis (Silverman, 1998). Inilah yang disebut dalam kotak pertama model Van
Dalen (2005). Pasien menceritakan keluhan atau apa yang dirasakan sesuai sudut
pandangnya (illness perspective). Pasien berada pada posisi sebagai orang yang
paling tahu tentang dirinya karena mengalaminya sendiri. Sesi ini akan berhasil
apabila dokter mampu menjadi pendengar yang aktif (active listerner). Pendengar
yang aktif adalah fasilitator yang baik sehingga pasien dapat mengungkapkan
kepentingan, harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan
membantu dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-
data penting untuk menegakkan diagnosis.
b. Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000)
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaan-
pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti pertanyaan tertutup yang
membutuhkan jawaban ”ya” atau ”tidak”. Inilah yang dimaksud dalam kotak
kedua dalam model Van Dalen (2005). Dokter sebagai seorang yang ahli, akan
menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan medis (disease perspective).
Selama proses ini, fasilitasi terus dilakukan agar pasien mengungkapkan
keluhannya dengan terbuka, serta proses negosiasi saat dokter hendak melakukan
komunikasi satu arah maupun rencana tindakan medis.
Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan:
� Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?
� Menurut Anda pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu, meminum
obat
tertentu, atau bagaimana menurut Anda?
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi:
� Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
� Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
� Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan pedoman
Macleod’s clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz (1998)
Macleod’s clinical examination:
� Di mana dirasakan? (site)
� Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut dirasakan? (radiation)
� Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang timbul? Nyeri
terus
menerus? (character)
� Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak dapat melakukan kegiatan mengajar?
(severity)
� Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari?
(duration)
� Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulang-ulang? Tidak tentu?
(frequency)
� Apa yang membuatnya reda? Apa yang membuatnya kumat? Saat istirahat?
Ketika
kerja? Sewaktu minum obat tertentu? (aggravating and relieving factors)
� Adakah keluhan lain yang menyertainya? (associated phenomenon)

3. Sesi Penyampaian Informasi


Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter dapat sampai
kepada sesi memberikan penjelasan. Tanpa informasi yang akurat di sesi
sebelumnya, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan
Secara ringkas ada 6 (enam) hal yang penting diperhatikan agar efektif dalam
berkomunikasi dengan pasien, yaitu:
3.1 Materi Informasi apa yang disampaikan
a. Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/sakit
saat
pemeriksaan).
b. Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
c. Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis,
termasuk
manfaat, risiko, serta kemungkinan efek samping/komplikasi.
d. Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan
diagnosis.
e. Diagnosis, jenis atau tipe. (??)
f. Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-
masing
cara).
g. Prognosis.
h. Dukungan (support) yang tersedia.
3.2 Siapa yang diberi informasi
a. Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
b. Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
c. Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung
jawab
atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi
sendiri
secara langsung
3.3 Berapa banyak atau sejauh mana
a. Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk
disampaikan, dengan memerhatikan kesiapan mental pasien.
b. Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak yang
dokter
perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

3.4 Kapan menyampaikan informasi


Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
3.5 Di mana menyampaikannya
a. Di ruang praktik dokter.
b. Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
c. Di ruang diskusi.
d. Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan
dokter.
3.6 Bagaimana menyampaikannya
a. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui
telpon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos,
faksimile, sms, internet.
b. Persiapan meliputi:
o materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis sudah
disepakati oleh tim);

o ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu


lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon;

o waktu yang cukup;

o mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemani oleh

keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih
dari satu orang).

c. Jajaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan


dibicarakan.
d. Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan
amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.

3.7 SAJI, Langkah-langkah Komunikasi


Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi,
yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI,
1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.
Salam:
Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersedia meluangkan waktu untuk
berbicara dengannya.
Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar
pasien mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa
dokter menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti
perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup
dalam usaha menggali informasi.
Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin
diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh
pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai
penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.
Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai
materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir
percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi
yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar,
maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah
pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.

ii. RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup

1. Panduan komunikasi efektif ini diterapkan kepada:

a. Antar pemberi pelayanan saat memberikan perintah lisan atau


melalui telpon

b. Petugas laboratorium saat membacakan hasil laboratoruim secara


lisan atau melalui telepon
c. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah
sakit kepada pelanggan
d. Semua karyawan saat berkomunikasi via telpon dan lisan
2. Pelaksana panduan ini adalah seluruh pemberi pelayanan, petugas
laboratorium, petugas informasi, semua karyawan.
iii. TATA LAKSANA DAN DOKUMEN

A. Tata Laksana dan Dokumen


1. Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang informasi yang akan di sampaikan, memiliki rasa empati dan
ketrampilan berkomunikasi secara efektif.
2. Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan
berjalan secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat
pasien dirawat, akan pulang atau ketika datang kembali untuk berobat
3. Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien /
keluarga merasa nyaman dan bebas, antara lain:
- Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.

- Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk


kenyamanan mereka.
- Penempatan meja, kursi atau barang – barang lain hendaknya
tidak menghambat komunikasi.
- Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi

4. Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka


pemberian informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada keluarga /
pendamping pasien
5. Membina hubungan yang baik dengan pasien/keluarga agar tercipta rasa
percaya terhadap peran petugas dalam membantu mereka.
6. Mendapatkan data yang cukup mengenai masalah medis pasien
(termasuk adanya keterbatasan kemampuan fisik maupun mental dalam
mematuhi rejimen pengobatan ).
7. Mendapatkan data yang akurat tentang obat –obat yang digunakan
pasien, termasuk obat non resep.
8. Mendapatkan informasi mengenai latar belakang sosial budaya,
pendidikan dan tingkat ekonomi pasien/ keluarga
9. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang
berkaitan dengan perawatan pasien :
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pengobatan: Penggunaan obat – obatan yang
aman: kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik
penggunaan obat – obat tertentu (contoh: obat tetes dan inhaler), cara
penyimpanan, berapa lama obat harus digunakan dan kapan obat harus
ditebus lagi, apa yang harus dilakukanterjadinya efek samping yang
akan dialami dan bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya,
meminta pasien/keluarga untuk melaporkan jika ada keluhan yang
dirasakan pasien selama menggunakan.
c. Pendidikan kesehatan Manajemen nyeri
d. Pendidikan kesehatan diet
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)
10. Petugas Penanggung jawab
a. Seluruh staf Rumah Sakit
1) Memahami dan menerapkan prosedur komunikasi efektif
2) Memastikan informasi yang diterima dan diberikan tepat dan
sesuai dengan standar, prosedur dan fasilitas yang ada.
3) Melaporkan segera informasi yang diterima berkaitan dengan
mutu rumah sakit, seperti komplain untuk ditindak lanjuti lebih
lanjut
b. Perawat yang bertugas (perawat penanggung jawab pasien)
1) Bertanggungjawab untuk memberikan informasi tentang
pelayanan yang akan diberikan, fasilitas maupun alur dari
pelayanan.
2) Memastikan informasi yang diterima oleh perawat dari dokter
(baik via telepon maupun langsung ) dengan tepat dan
menjalankan prosedur penandaan "KOLOM
VERIFIKASI/TANDA TANGAN PEMBERI INSTRUKSI" dan
"TBK".
3) Melaksanakan komunikasi "SBAR" pada saat operan antar
ruangan.
c. Kepala Instalasi / Kepala Ruang
1) Memastikan seluruh staf di ruangan memahami cara
komunikasi efektif.
2) Melakukan pemantauan terkait komunikasi yang efektif terkait
operan dinas per shift.
d. Manajer
1) Memantau dan memastikan komunikasi terjalin dengan baik.
2) Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan komunikasi
efektif.

11. Dokumen/ alat terkait yang harus tersedia


a. Kebijakan
1) Permenkes No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang keselamatan
pasien rumah sakit.
2) Peraturan Direktur tentang Kebijakan Pelayanan RS
Tentang Komunikasi efektif
b. Prosedur Komunikasi Efektif

1) TBK dilakukan pada saat menerima perintah lisan atau via telepon,
dengan cara menulis dan mengulang kembali terapi medikasi yang
disampaikan oleh dokter yang memberikan instruksi.
2) Dalam melaporkan keadaan pasien menggunakan komunikasi efektif
dengan metode SBAR digunakan pada saat melapor pasien kritis via
telepon, hand over, dan operan pasien antar ruangan. (S:
SITUATION: situasi yang menggambarkan kondisi pasien terkini
baik keadaan umum, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, diagnosa medis dan lainnya yang perlu dilaporkan, B:
BACKGROUND: gambaran riwayat kesehatan dan atau tindakan yg
telah dilakukan pada pasien dan hal yang mendukung terjadinya
kondisi atau situasi pasien saat ini, A: ASSESSMENT: kesimpulan
berupa rumusan masalah klinis (Problem) yang didapat dari hasil
analisa terhadap gambaran situasi dan background, R:
RECOMENDATION: usulan pelapor kepada DPJP (Dokter
Penanggungjawab Pelayanan) tentang alternatif tindakan yang
sebaiknya dilakukan)
3) Pelapor memperkenalkan diri saat melaporkan keadaan pasien via
telepon.
4) Menyampaikan laporan situasi: nama pasien, diagnosa dan keadaan
pasien saat ini (S).
5) Menyampaikan data pendukung dan riwayat pendukung berkaitan
dengan kondisi pasien saat ini termasuk tindakan yang sudah
dilakukan (B).
6) Menyampaikan masalah atau resiko kemungkinan masalah yang
sedang dan akan terjadi pada pasien (A).
7) Mengusulkan alternatif tindakan yang mungkin dilakukan (contoh:
dokter segera datang untuk memeriksa kondisi pasien; usul agar
diberikan terapi medikasi tertentu, dll) (R).
8) Tulis dan lakukan “TBK” atau baca ulang kembali program yang
diinstruksikan.
9) Bila program dokter berupa pemberian medikasi, maka lakukanlah
TBK dan TEACH BACK dengan:Membaca ulang kembali nama
obat, dilanjutkan dengan mengeja nama obat tersebut huruf demi
huruf untuk obat-obatan yang ‘Sound Alike’ (nama hampir mirip
dengan obat lain)
10) Ulang kembali penyebutan dosis, cara pemberian dan waktu
pemberian.
11) Pastikan kembali pada dokter bahwa isi ‘TBK’ sudah benar.
12) Tutup pembicaraan dengan mengingatkan dokter segera datang
untuk menandatangani program yang sudah diberikan.
13) Cap “ TBK ” pada kolom instruksi dibawah instruksi dokter yang
telah dicatat pada kolom catatan perkembangan terintegrasi.
14) ‘KOLOM VERIFIKASI/TANDA TANGAN PEMBERI
INSTRUKSI, untuk mengingatkan bahwa dokter harus
menandatangani program via teleponnya.
15) Dalam waktu maksimal 24 jam setelah instruksi diberikan, dokter
yang memberikan instruksi harus menandatangani instruksi pada cap
KOLOM VERIFIKASI/TANDA TANGAN PEMBERI
INSTRUKSI.
c. Prosedur Komunikasi Terapeutik

1) Tahap Persiapan/Pra Interaksi;


a) Persiapkan diri (perawat/bidan) baik fisik maupun psikologis;
penampilan & pakaian bersih, rapi
b) Sikap dan bahasa tubuh (gesture) yang tenang, tunjukkan kepedulian
(caring) terhadap keadaan pasien
c) Kuasai data dan riwayat kesehatan pasien meliputi bio, psiko, sosio
dan spiritual
d) Identifikasi kebutuhan komunikasi pasien sesuai dengan masalah
keperawatan pasien dan tujuan komunikasi yg akan dilakukan
e) Persiapkan dan kuasai bahan (pesan, edukasi, informasi, dll) yang
harus dikomunikasikan kepada pasien
f) Tentukan waktu komunikasi yang tepat (sesuai kondisi fisik dan
psikologis pasien)
2) Tahap Perkenalan/Orientasi;
a) Biasakan ketuk pintu sebelum masuk kekamar perawatan pasien
b) Berikan senyum yang tulus kepada pasien setiap masuk kekamar
perawatan pasien, ucapkan salam dan sapa sesuai budaya pasien
(contoh; Om Swastiastu, Salam Sejahtera, Assalam Mualaikum,
Selamat Pagi..... apa kabar, dll) serta perkenalkan diri pada waktu
kontak pertama kali dengan pasien, operan shift jaga disamping
pasien dan saat berinteraksi/berkomunikasi dengan keluarga pasien
(sebutkan nama kita) kepada pasien / keluarga.
c) Tunjukkan sikap penerimaan dan kepedulian (caring) terhadap
kondisi yang dialami pasien dengan gesture dan posisi perawat
sebagai berikut;
 Ambil posisi disamping bed pasien atau didepan pasien (dekat
dengan pasien) dengan wajah/muka saling berhadapan
 Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
 Pertahankan kontak mata sejajar, dan natural
d) Sepakati waktu dan topik pembicaraan secara terbuka bersama-sama
pasien (sampaikan berapa lama, topik pembicaraan, dan tujuan
pembicaraan secara terbuka) untuk menumbuhkan rasa percaya
pasien pada perawat/bidan
e) Sebaiknya selingi pembicaraan awal dengan humor yang segar dan
konstruktif untuk mengurangi kekakuan suasana
3) Tahap Komunikasi Inti;
a) Pahami pikiran dan perasaan pasien serta identifikasi masalah pasien
dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka
b) Bantu dan dukung pasien untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya secara terbuka
c) Dengarkan secara aktif; mendengarkan pembicaraan pasien dengan
penuh perhatian (HP perawat/bidan dalam kondisi off), berikan
kesempatan lebih banyak pada pasien untuk menyampaikan dan
mengungkapkan perasaan dan keluhannya, serta simak inti dari
pembicaraan pasien
d) Tanyakan hal-hal yang berkaitan dengan topik pembicaraan untuk
memperdalam eksplorasi psikologis, dan arahkan (fokuskan)
pembicaraan kehal yang menjadi substansi dari komunikasi
e) Berikan dan tawarkan informasi benar, jelas dan jujur yang terkait
dengan solusi proses penyembuhan penyakit pasien
f) Jelaskan secara rinci seluruh aspek pelayanan keperawatan yang
akan dialami pasien selama masa perawatan
g) Berikan kesempatan pasien untuk mengajukan pertanyaan terkait
topik pembicaraan dan jangan memotong pertanyaan pasien
h) Positive Thinking; kembangkan pikiran dan persepsi yang positive
tentang apa yang disampaikan dan dikeluhkan pasien
i) Sampaikan rasa penghargaan yang tinggi telah berkesempatan
berkomunikasi dengan pasien secara terbuka
4) Tahap Terminasi;
a) Evaluasi pencapaian tujuan dari komunikasi yang dilakukan, dengan
mengajukan pertanyaan terkait substansi pesan yang sudah
disampaikan, dan meminta pasien menyampaikan inti dari pesan/
topik pembicaraan yang dikomunikasikan
b) Tanyakan perasaan pasien setelah berinteraksi dengan perawat
c) Mohon maaf untuk sesuatu hal yang mungkin kurang berkenan
dihati pasien, dan ucapkan terima kasih atas kesediaan pasien
berkomunikasi dengan terbuka
d) Sepakati dengan pasien tentang tindak lanjut dari substansi pesan/
topik pembicaraan yang telah dibahas.

DAFTAR PUSTAKA

Badudu, JS, 2003, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta

Buckman, R. 2001. “Communication in Palliative Care: a practical guide”, in Palliative


Care, vol.19, no 4, pp. 989-1003

Carma, L. Bylund & Gregory Makoul, Patient Education & Counseling 48 (2002) 207-
216

Djauzi, S and Supartondo. 2004. “Komunikasi dan Empati Dalam Hubungan Dokter-
Pasien” Jakarta: Balai Penerbit FK-UI

Friedrichsen, M. J. 2002. “Cancer patient’s interpretations of verbal expression when


given information about ending cancer treatment”, in Palliative Medicine, no 16,
pp.323-330

Hardjana, A.M. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Kanisius, Jakarta

Komaruddin (1994) Ensiklopedia Menejemen, Bumi Aksara, Jakarta, h.138


Konsil Kedokteran Indonesia. 2005. Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien.
Jakarta: KKI.

Koontz & Weihrich (1988), Management, 9th ed, Mc Graw Hill Inc, Singapore, pp.461
- 465

Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998). Teaching and Learning Communication
Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press.

Lestari, E.G dan Maliki, M.A. 2003. Komunikasi Efektif. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.

Poernomo, Ieda SS. 2004. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah Perinasia.

Poernomo, Ieda SS. 2005. Komunikasi Metode Kanguru. Jakarta: Makalah Perinasia.

Schermerhorn, Hunt & Osborn (1994), Managing Organizational Behavior, 5th ed,
John Wiley & Sons, Inc, Canada, pp 562 - 578

Silverman, J., Kurtz, S. & Drapper, J. 1998. Skills for Communicating with Patients.
Oxon: Radcliffe Medical Press.

Tim Redaksi KBBI. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

28

Van Thiel, J., Van Dalen, J. & Ram, P. 2000. MAAS-Global Manual. Maastricht:
Maastricht University.

Waitzkin dan Waterman. 1993. Sosiologi Kesehatan. Jakarta: Prima Aksara

Walsh, D and Nelson, K, A. 2003. “Communication of cancer diagnosis: patient’s per-


ceptions of when they were first told they had cancer”, in International Journal of
Palliative Nursing, vol.20, no.1, pp 52-56

Whitcomb, M.E. 2000. Communication and Professionalism, Patient Education and


Counseling, 41: 134-144
Lampiran VIII : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/II 2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN MEMPEROLEH SECOND OPINION

I. DEFINISI
1. Hak pasien untuk memperoleh pendapat dari dokter lain di luar dokter yang
merawat pasien di dalam rumah sakit maupun di luar Rumah sakit.
2. second opinion adalah pandangan dokter lain terhadap masalah kesehatan yang
dihadapi pasien.
3. second opinion adalah proses mencari evaluasi oleh dokter atau ahli bedah lain
untuk mengkonfirmasi rencana diagnosis dan pengobatan dari dokter utama,
atau untuk menawarkan diagnosis alternatif dan atau pendekatan pengobatan.
II. RUANG LINGKUP
Second opinion adalah salah satu bentuk perlindungan pasien, pasien perlu
mendapatkan hak-haknya dan hal ini dilindungi dalam undang-undang.
Pasien harus ingat bahwa itu adalah hak mereka untuk mencari pendapat kedua
sebelum melakukan operasi atau rencana pengobatan lain. Malu atau takut
ketidaksetujuan dari dokter perawatan primer seharusnya tidak menjadi
penghalang untuk mendapatkan pendapat kedua.

Dengan mendapatkan pendapat kedua mengenai diagnose atau tindakan dapat


mengisi kebutuhan emosional, membangun kebutuhan medis dan tujuan
pengobatan. Ketika pendapat kedua menegaskan temuan awal, dapat
memberikan jaminan dan perasaan penerimaan bagi pasien, dan dapat
mengurangi kecemasan dan ketidakpastian.
Dari sudut pandang efektivitas biaya, pendapat kedua dapat menghemat biaya
asuransi kesehatan dengan mendapatkan kepastian tindakan klinis, terutama
ketika diagnosis adalah mengancam nyawa.
Meskipun dokter mungkin berusaha untuk bersikap objektif, pandangan pribadi
dan pengalaman subjektif dapat mempengaruhi rekomendasi pengobatan
mereka. Selain itu, baik pendidikan dan pengalaman medis dokter yang
diberikan juga dapat mempengaruhi saran mereka menawarkan pasien. Untuk
alasan ini, mencari pendapat kedua dari dokter lain dan atau Ahli bedah sangat
berharga dalam membuat keputusan pada pengobatan.

Seorang dokter yang kompeten mempertimbangkan keputusan untuk mencari


pendapat kedua bukan merupakan penghinaan terhadap kemampuan atau
pengalaman mereka. Sebaliknya, mereka akan mempertimbangkan pasien
individu informasi yang proaktif dan bertanggung jawab untuk perawatan
kesehatan mereka sendiri.

Dalam mencari opini kedua pasien saat berkonsultasi dapat mengajukan


pertanyaan serupa dengan yang mereka tanyakan pada dokter pertama mereka.
Pasien dapat berkonsultasi dengan dokter kedua.
Yang direkomendasikan oleh rumah sakit atau oleh pasien sendiri,pertanyaan
dapat mencakup :
1. Apakah ada pilihan lain selain terapi atau tindakan yang disarankan?
2. Apa saja risiko dan manfaat dari setiap pilihan pengobatan?
3. Bagaimana setiap dampak pengobatan yang mempengaruhi kualitas-
hidup bagi pasien ?
4. Bagaimana tingkat keberhasilan terkait dengan operasi dan terapi
potensial lainnya?
5. Bagaimanacara operasi dilakukan ?
6. Apakah operasi solusi permanen, jangka panjang, atau sementara dengan
kondisi?
7. Jika akan dilakukan operasi jenis anestesi apa yang akan digunakan?
8. Jika operasi yang dipilih oleh pasien, berapa lama harus itu dilakukan?
Bagaimana jika tidak dioperasi? Apa akibatnya?
9. Jenis rehabilitasi dan waktu pemulihan? Apa yang diperlukan setelah
operasi selesai?
10. Berapa banyak rasa sakit yang diharapkan setelah operasi, dan bagaimana
cara biasanya diobati?
11. Berapa biaya yang diperlukan pada perawatan pasien atau bila di operasi
dan pilihan pengobatan lain, termasuk perawatan pasca operasi?
Dokter dapat dengan kesadaran sendiri dapat mendorong pasien atau keluarga
mencari pendapat kedua apabila dokter lain mempunyai kemampuan lebih baik
mengenai pelatihan maupun kompetensinya.
Setelah dokter kedua yang dipilih, pasien harus berbicara dengan dokter utama
mereka tentang riwayat medis pasien yang tepat, hasil tes, dan informasi
terkait lainnya kepada dokter yang akan memberikan pendapat kedua. Pasien
mungkin harus menandatangani formulir persetujuan pembukaan informasi
untuk memungkinkan file yang akan dilihat oleh dokter kedua. Jika sinar x,
magnetic resonance imaging (MRI), atau pengujian radiologi lainnya dilakukan,
dokter kedua mungkin meminta untuk melihat film-film asli, bukan laporan ahli
radiologi hasil, dalam rangka untuk menginterpretasikan secara obyektif.
Pendapat kedua yang setuju dengan kesimpulan dokter pertama dapat
membantu meringankan pikiran pasien dan memberikan gambaran yang lebih
jelas dari program yang diperlukan pengobatan atau operasi. Namun, jika pasien
masih merasa tidak nyaman dengan rencana pengobatan yang digariskan oleh
pertama dan kedua dokter, atau sangat tidak setuju dengan kesimpulan mereka,
pendapat ketiga dapat dilakukan.

III. TATA LAKSANA


1. Pasien atau keluarga melakukan diskusi dengan dokter utama mengenai
sakitnya,terapi yang dilakukan.
2. Pasien dan keluarga meminta pendapat ke dokter yang merawat untuk bisa
dirawat oleh dokter lain dalam rumah sakit yang mempunyai kompetensi yang
sama dan memiliki surat ijin di RS.
3. Selanjutnya pasien dikomunikasikan oleh dokter DPJP atau dokter jaga dengan
dokter yang kedua
4. Pasien setelah diperiksa mendapatkan penjelasan dari dokter kedua. Pasien atas
keluarga dapat mengambil keputusan untuk dirawat oleh dokter pertama atau
kedua.
5. Bila pasien masih belum yakin maka pasien dapat megajukan dokter lain dan
bila tidak ada di rumah sakit Bhakti Rahayu dapat dirujuk ke rumah sakit lain
untuk mendapatkan dokter ketiga

IV. DOKUMENTASI
Formulir second opinion terlampir didalam Rekam Medis
V. DAFTAR PUSTAKA :
1. Hosted by. Dr. Peter Salgo. Real doctors, real cases, real issues.
2. www.secondopinionnewsletter.com
3. en.wikipedia.org/wiki/Second opinion
4. repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter% 20II.pdf
5. Pusat Medicare dan Medicaid Services (CMS).
6. American Board of Spesialisasi Medis (ABM)
7. American College of Surgeons (ACS).
Lampiran IX : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN PENJELASAN/ INFORMASI HAK PASIEN


DALAM PELAYANAN

I. DIFINISI
Hak pasien dalam pelayanan adalah Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki
oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk
berbuat sesuatu sehubungan dengan pelayanan yang diberikan sebagai pasien

II. RUANG LINGKUP


A. Pemberi Penjelasan hak pasien
1. Bagian pendaftaran
Pada awal pendaftran diberikan informasi oleh petugas mengenai pelayanan di
RSU Bhakti Rahayu Ambon termasuk hak pasien dan keluarga secara lisan.
Setelah informasi hak pasien dimengerti ,keluarga/pasien diminta tandatangan
pada formulir informasi. Dan pasien diberikan salinan hak pasien.
2. Petugas IGD
Perawat IGD memberikan kembali informasi kepada pasien termasuk
mengenai hak pasien secara lisan dan kemudian dilanjutkan secara tertulis .
Kemudian keluarga/pasien menandatangani formulir informasi hak pasien
3. Petugas rawat inap
Perawat rawat inap menegaskan kembali informasi pelayanan di RSU Bhakti
Rahayu Ambon termasuk mengenai hak pasien secara lisan dan kemudian
dilanjutkan secara tertulis . Kemudian keluarga/pasien menandatangani formulir
informasi hak pasien
4. Dokter DPJP/dokter jaga
Dokter menjelaskan hasil dari rencana pelayanan dan pengobatan termasuk
kejadian yang tidak diharapkan dari pelayanan dan pengobatan. Dokter
menjelaskan setiap ada perubahan perkembangan hasil pelayanan dan pengobatan
pasien.

B. Cara memberi penjelasan


Pemberian penjelasan hak pasien dilakukan secara lisan dan diberikan lembaran
hak pasien untuk dibawa dan dibaca oleh pasien. Bahasa yang digunakan untuk
memberikan penjelasan adalah bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien atau
keluarga
C. Materi penjelasan hak pasien
1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit.
2. Pasien berhak informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3. Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi.
4. Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai sengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
5. Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi.
6. Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan.
7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
8. Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun
di luar Rumah Sakit.
9. Pasien berhak mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data – data medisnya.
10. Pasien berhak mendapat informasi mengenai yang meliputi diagnosis dan
tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko
dan kompliksi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan. Termasuk memperoleh
informasi mengenai hasil dari rencana pelayanan dan pengobatan.
11. Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
12. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14. Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
15. Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku Rumah Sakit
terhadap dirinya.
16. Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
17. Pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengabn standar baik
secara perdata maupun pidana.
18. Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan pertauran perundang – undangan.
III. TATA LAKSANA
a. Tata laksana pemberian Penjelasan/informasi hak pasien dalam pelayanan
1. Siapkan foto copyan tentang hak pasien
2. Gunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien
3. Ucapkan salam “ Selamat pagi/siang/sore/malam, Bapak/Ibu”.
4. Jelaskan Maksud dan tujuan .
“ Bapak/Ibu, sesuai kebijakan pimpinan, saya akan menjelaskan hak
pasien yang di rawat di rumah sakit ini. Tujuannya adalah agar bapak
dapat mengerti hak sebagai pasien. Kalau ada yang tidak mengerti bisa
ditanyakan kepada perawat atau staf di sini “.
5. Menjelaskan dan menginformasikan hak pasien dalam pelayanan di Rumah
Sakit Umum Bhakti Rahayu
6. Lakukan verifikasi untuk mengetahui bahwa pasien dan atau keluarga
faham atas informasi tersebut.
7. Berikan lembar hak pasien tersebut kepada keluarga atau pasien.
8. Ucapkan terimkasih dan sampaikan “ Terimakasih atas pengertian dan
kerjasamanya ”.
b. Tata laksana penjelasan hasil pelayanan dan pengobatan
1. Siapkan rekam medis pasien
2. Gunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien
3. Ucapkan salam “ Selamat pagi/siang/sore/malam, Bapak/Ibu”.
4. Jelaskan Maksud dan tujuan pemanggilan pasien/keluarga
5. Menjelaskan dan menginformasikan hasil pelayanan dan pengobatan serta
hasil yang tidak diharapkan selama perawatan
6. Lakukan komunikasi 2 arah dengan pasien /keluarga untuk mengetahui
bahwa pasien dan atau keluarga faham atas informasi tersebut.
7. Ucapkan terimkasih dan sampaikan “ Terimakasih atas pengertian dan
kerjasamanya ”.

IV. DOKUMENTASI
1. Materi penjelasan hak pasien
2. Formulir pemberian informasi/penjelasan
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Manual persetujuan tindakan kedokteran,KKI,2006
2. keputusan dirjen yanmed HK.00.06.3.5.1866 tentang pedoman persetujuan tindakan
medik
Lampiran X : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal : 1 Maret 2019

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN UMUM

( INFORMED CONSENT )

I. DEFINISI

1. Persetujuan Tindakan Kedokteran :


a. Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan pasien atau yang sah
mewakilinya atas rencana tindakan kedokteran yang diajukan oleh dokter,
setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan.
b. Persetujuan tindakan kedokteran adalah pernyataan sepihak dari pasien dan
bukan perjanjian antara pasien dengan dokter, sehingga dapat ditarik kembali
setiap saat.
c. Persetujuan tindakan kedokteran merupakan proses sekaligus hasil dari suatu
komunikasi yang efektif antara pasien dengan dokter, dan bukan sekedar
penandatanganan formulir persetujuan.
2. Tindakan Kedokteran yang selanjutnya disebut Tindakan Kedokteran, adalah suatu
tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang
dilakukan oleh dokter terhadap pasien.
3. Tindakan invasif, adalah tindakan yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh pasien.
4. Tindakan Kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau
kecacatan.
5. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
6. Dokter adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri
yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak- anak
kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.

Ayah :
 Ayah Kandung
 Termasuk "Ayah" adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Ibu :
 Ibu Kandung
 Termasuk "Ibu" adalah Ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukun adat.
Suami :
 Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Istri :
 Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri persetujuan /
penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka.
8. Wali, adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum
dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum, atau orang yang
menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua.
9. Induk semang, adalah orang yang berkewajiban untuk mangawasi serta ikut
bertangung jawab terhadap pribadi orang lain, sererti pemimpin asrama dari anak
perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang
belum dewasa.
10. Gangguan Mental, adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang secara
klinis menimbulkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang,
mencakup Gangguan Mental Berat, Retardasi Mental Sedang, Retardasi Mental
Berat, Dementia Senilis.
11. Pasien Gawat Darurat, adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat
atau akan menjadi gawat dan terancarn nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
12. Kompeten adalah cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisinya
dan menggunakaannya dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi.

II. TUJUAN

Pelaksanaan Informed Consent ini dibuat dengan tujuan :

1. Memberi izin kepada dokter untuk melaksanakan tindakan kedokteran.

2. Menghindari salah pengertian atas tindakan yang dilakukan.

3. Memberi perlindungan hukum kepada semua pihak yaitu pasien, dokter, dan
Rumah Sakit.

III. RUANG LINGKUP

Persetujuan Tindakan Kedokteran meliputi :


1. Persetujuan tindakan kedokteran
2. Persetujuan tindakan Pembiusan sedasi berat dan sedang
3. Persetujuan tindakan/ pengobatan yang berisiko tinggi
4. Persetujuan penggunaan darah dan produk darah

IV. TATA LAKSANA

1. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan kedokteran dianggap benar jika memenuhi


persyaratan dibawah ini :
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk tindakan
kedokteran yang dinyatakan secara spesifik (The Consent must be for what will
be actually performied)
b. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa paksaan
(Voluntary)
c. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari segi
hukum
d. Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah diberikan
cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan.
2. Informasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika sekurang- kurangnya
mencakup :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (contemplated medical procedure)
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Altematif tindakan lain, dan risikonya (alternative medical procedures and risk);
d. Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin
terjadi;
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and without
medical procedures);
f. Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak
dilakukan;
g. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan
kedokteran yang dilakukan (purpose of medical procedure);
h. Informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sesudah tindakan kedokteran.
3. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan. Dokter atau dokter gigi yang
akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan
penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter atau dokter gigi
lain dengan sepengetahuan dokter atau dokter gigi yang bersangkutan. Bila terjadi
kesalahan dalam memberikan informasi tanggung jawab berada ditangan dokter
atau dokter gigi yang memberikan delegasi Penjelasan harus diberikan secara
lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan
untuk mempermudah pemahaman. Penjelasan tersebut dicatat dan
didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang
memberikan penjelasan dengan mencantumkan :
 Tanggal
 Waktu
 Nama
 Tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima penjelasan.
Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan yang akan diberikan
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
penjelasan, maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan kepada
keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai
saksi. Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah :
a. Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
 Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
 Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
 Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran;
 Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
b. Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:
 Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik, ataupun rehabilitatif;
 Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin
terjadi;
 Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan;
 Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan;
 Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
 Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya
dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien. Setelah perluasan tindakan
kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan
kepada pasien atau keluarga terdekat.
c. Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua
risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang
dilakukan, kecuali:
 Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum;
 Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat
ringan;
 Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable).
d. Penjelasan tentang prognosis meliputi:
 Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
 Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
 Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau salah
satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya. Dalam hal dokter
atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan penjelasan
secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada dokter
atau dokter gigi lain yang kompeten. Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu
memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya. Tenaga kesehatan
tersebut adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung kepada pasien. Demi kepentingan pasien, persetujuan tindakan
kedokteran tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar
dan tidak didampingi oleh keluarga pasien yang berhak memberikan persetujuan
atau penolakan tindakan kedokteran.
4. Pihak yang Berhak Memberikan Persetujuan Yang berhak untuk memberikan
persetujuan setelah mendapatkan informasi adalah:
a. Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun atau telah menikah.
b. Bagi Pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai
berikut :
 Ayah Ibu Kandung
 Saudara-saudara kandung
c. Bagi pasien dibawah urnur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang
tuanya berhalangan hadir, persetujuan (Informed Consent) atau Penolakan
Tindakan medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
 Ayah/ lbu Adopsi
 Saudara-saudara Kandung
 Indung Semang
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed Consent)
atau penolakan penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut hak
sebagai berikut:
 Ayah/lbu kandung
 Wali yang sah
 Saudara-Saudara Kandung
e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle) Persetujuan
atau penolakan tindakan medis diberikan menurut hal tersebut.
 Wali
 Curator
f. Bagi Pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua, persetujuan atau penolakan
tindakan medik diberikan pleh mereka menurut urutan hal tersebut.
 Suami/ Istri
 Ayah/ Ibu Kandung
 Anak- anak Kandung
 Saudara-saudara Kandung
5. Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral
consent), tersurat (written consent), atau tersirat (implied consent).
6. Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan. Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang
dalam formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran.
7. Sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri, formulir
tersebut sudah diisi lengkap oleh dokter atau dokter gigi yang akan melakukan
tindakan kedokteran atau oleh tenaga medis lain yang diberi delegasi, untuk
kemudian yang bersangkutan dipersilahkan membacanya, atau jika dipandang
perlu dibacakan dihadapannya.
8. Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak
mengandung risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan dianggap
meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
9. Ketentuan pada Situasi Khusus
a. Tindakan penghentian penundaan bantuan hidup (withdrawing/ withholding life
support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat
pasien.
b. Persetujuan penghentian/ penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat
pasien diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter atau dokter
gigi yang bersangkutan. Persetujuan harus diberikan secara tertulis.
10. Penolakan Tindakan Kedokteran
a. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan.
b. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak
memberikan atau menolak memberikan persetujuan tindakan kedokteran adalah
orang tua, keluarga, wali atau kuratornya.
c. Bila pasien yang sudah menikah maka suami atau isteri tidak diikut sertakan
menandatangani persetujuan tindakan kedokteran, kecuali untuk tindakan
keluarga berencana yang sifatnya irreversible; yaitu tubektomi atau vasektomi.
d. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima informasi
dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter atau dokter gigi
maka orang tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan medis apapun yang
akan dilakukan dokter atau dokter gigi.
e. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak untuk
memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan kedokteran tersebut harus
dilakukan secara tertulis. Akibat penolakan tindakan kedokteran tersebut menjadi
tanggung jawab pasien.
f. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter pasien.
g. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat,
kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan sudah sampai pada tahapan
pelaksanaan yang tidak mungkin lagi dibatalkan.
h. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka yang
berhak menarik kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau
anggota keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya lebih berhak sebagai wali.
i. Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran harus
diberikan secara tertulis dengan menandatangani format yang disediakan.

V. DOKUMENTASI

1. Inform consent tindakan anastesi dan bedah

2. Inform consent tindakan medis

3. Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan


persetujuan tindakan kedokteran harus dicatat dalam dokumen rekam medis.

4. Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan kedokteran harus disimpan


di dokumen rekam medis.

5. Format persetujuan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan


kedokteran, menggunakan formulir dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Tenaga keperawatan
bertindak sebagai salah satu saksi;
b. Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien;
c. Formulir harus sudah mulai diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum
tindakan kedokteran;
d. Dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelaan harus ikut
membubuhkan tanda tangan sebagai bukti bahwa telah memberikan
informasi dan penjelasan secukupnya;
e. Sebagai tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol jari kanan.

VI. DAFTAR PUSTAKA :

1. Departemen Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor : 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medic
2. Keputusan Dirjen Yanmed nomor HK.00.06.3.5.1866 tentang Pedoman
Persetujuan Tindakan Kedokteran
3. MPS: Consent, A complete Guide For GPS
4. Canada: Health Care Consent act, 1996
Lampiran XI : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal : 1 Maret 2019

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN KHUSUS

( INFORMED CONSENT )

I. DEFINISI

a. Informed consent berasal dari kata Informed yang berarti telah mandapat informasi
dan Consent berarti persetujuan (izin) yang dimaksud dengan Informed Consent dalam
profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau izin dari seseorang (pasien)
yang diberikan dengan bebas, rasional tanpa paksaan dari pihak manapun
b. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab pasien itu
sendiri. Dengan demikian sepanjang keadaan kesehatan tersebut tidak sampai
mengganggu orang lain maka keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah
kesehatan yang dimaksud sepenuhnya terpulang dan menjadi tanggung jawab yang
bersangkutan.
c. Bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter untuk memulihkan kesehatan
seseorang (pasien) hanya merupakan suatu upaya yang tidak wajib diterima oleh
seseorang (pasien) yang bersangkutan karena sesungguhnya dalam pelayananan
kedokteran tidak seorangpun yang dapat memastikan hasil akhir daripada pelayanan
kedokteran tersebut.
d. Bahwa hasil akhir dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
apabila terjalin kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien karena dokter dan
pasien akan dapat saling mengisi dan melengkapi.
e. Bahwa untuk mengatur keserasian, keharmonisan dan ketertiban hubungan dokter dan
pasien melalui pemberian Informed Consent harus ada pedoman sebagai acuan
pelaksanaan.

II. TUJUAN
Pelaksanaan Informed Consent ini dibuat dengan tujuan :
1. Memberi izin kepada dokter untuk melaksanakan tindakan kedokteran.
2. Menghindari salah pengertian atas tindakan yang dilakukan.
3.Memberi perlindungan hukum kepada semua pihak yaitu pasien, dokter, dan Rumah
Sakit.

III. RUANG LINGKUP


1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang No 29 th 2004 Tentang Praktek Kedokteran.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
4. Permenkes RI Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis .
5. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Nomor : HK.00.06.3.5.1866
Tanggal 21 April 1999 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed
Consent).

Pelaksanaan Informed Consent


Pelaksanaan Informed Consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan di bawah ini :
a. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan
kedokteran yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what
will be actually performed).
b. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan tanpa paksaan
(Voluntary).
c. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan memang berhak memberikannya dalam segi
hukum.
d. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan setelah diberikan
cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan.
1. Hak dan Kewajiban Secara Yuridis :
a. Kewajiban dokter
Memberikan informasi selengkap-lengkapnya secara lisan kepada pasien, baik
diminta maupun tidak. Informasi yang diberikan meliputi :
1. Informed consent Khusus (tindakan invasif/operasi)
- Tindakan operatif/Invasif yang hendak dilakukan beserta tujuan dan prospek
keberhasilan tindakan yang akan dilakukan.
- Penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.
- Risiko-risiko dan komplilkasi apa yang mungkin terjadi.
- Alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan resikonya masing-masing.
- Prognosis penyakit apabila tindakan itu dilakukan.
- Diagnosis.
2. informed Consent Umum (rawat inap)
- kondisi pasien
- usulan atau rencana pengobatan
- nama dokter yang akan memberi pengobatan
- manfaat dan kekurangannya
- kemungkinan alternatif
- kemungkinan keberhasilan
- kemungkinan timbulnya masalah selama masa pemulihan
- kemungkinan terjadi apabila tidak diobati

b. Hak pasien
- Memperoleh informasi tentang penyakitnya dan tindakan yang hendak
dilakukan.
- Memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut.
- Memilih alternatif yang lain jika ada.
- Menolak usul tindakan yang hendak dilakukan.
- Mengetahui siapa yang bertanggung jawab dan berhak untuk melaksanakan
tindakan tersebut.

d. Kewajiban pasien memberikan informasi yang jelas kepada dokter tentang


penyakitnya.
2. Tanggung jawab Rumah Sakit
Meliputi :
a. Ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pemberian persetujuan tindak medik
yang dilaksanakan di Rumah Sakit.
b. Pada prisipnya harus secara lisan diberikan kepada pasien itu sendiri,baik
diminta maupun tidak.
c. Yang memberikan informasi adalah dokter yang akan melakukan tindakan
medik.
d. Dalam hal tindakan bukan bedah atau bukan tindakan invasif, informasi
dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat atas petunjuk dokter yang
bertanggung jawab.
e. Bila pasien tidak sadar, informasi diberikan kepada anggota keluarga yang
terdekat, kecuali dalam keadaan darurat tidak diperlukan persetujuan, untuk
anak yang belum dewasa secara hukum informasi diberikan kepada orang
tuanya.

IV. TATA LAKSANA


Sebelum dilakukan suatu tindakan kedokteran terhadap seorang pasien maka harus
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Dokter memberikan penjelasan/informasi kepada pasien/keluarga pasien.
2. Pasien/ keluarga diberi kesempatan bertanya.
3. Pasien/ keluarga menandatangani Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran/Informed
Consent.
4. Dokter yang akan melakukan tindakan kedokteran menandatangani formulir
Informed Consent.
5. Diketahui dan ditandatangani oleh 2 orang saksi. Perawat bertindak sebagai salah
satu saksi dan keluarga pasien menjadi saksi lainnya.
6. Perawat tidak boleh memberikan informasi medik yang melampaui wewenangnya.
7. Bila dalam keadaan gawat darurat dan pasien tidak sadar, serta tidak ada
keluarga yang mendampingi maka Informed Consent ditandatangani oleh 2 orang
dokter dan diketahui serta ditandatangani oleh Direktur Rumah Sakit.
8. Perluasan tindakan operasi (extended operation) harus diminta persetujuan baru
berupa catatan atau adendum dari keluarga terdekat (stretching consent) setelah
diinformasikan secara jelas oleh operator di ruang konsultasi, kecuali pada waktu
dilakukan operasi ditemukan sesuatu yang tidak terduga sebelumnya dan
membahayakan jiwanya jika segera diambil tindakan medis, dan informasi tetap
harus diberikan sesudahnya.

V. DOKUMENTASI
1. Inform consent tindakan anastesi dan bedah
2. Inform consent tindakan medis.
Lampiran XII : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI

I. PENDAHULUAN
1. Resusitasi Jantung-Paru (RJP) didefinisikan sebagai suatu sarana dalam
memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang tidak sadar,
tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi.
a. RJP merupakan suatu prosedur emergensi dan di rumah sakit biasanya
telah dibentuk tim khusus yang terlatih dan berpengalaman dalam
melakukan RJP.
b. Menurut statistik, tindakan RJP dilakukan sebanyak 1/3 dari 2 miliar
kematian pasien yang terjadi di rumah sakit Amerika Serikat setiap
tahunnya. Proporsi dari tindakan RJP ini dianggap berhasil dalam
merestorasi fungsi kardiopulmoner pasien.
c. Dari pasien-pasien yang dilakukan RJP, sebanyak 1/3-nya berhasil, dan
1/3 dari pasien-pasien yang berhasil ini dapat bertahan hingga pulang
dari rumah sakit.
d. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada sifat dan derajat penyakit
pasien.
e. Pada suatu studi di Rumah Sakit Boston, pasien dengan kanker lanjut
yang telah bermetastasis tidak ada yang dapat bertahan hidup hingga
pulang dari rumah sakit. Diantara pasien gagal ginjal, hanya 2% yang
bertahan hidup sampai pulang dari rumah sakit.
f. Biasanya pada pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial tetapi
meninggal sebelum pulang dari rumah sakit, hampir selalu dirawat di
Ruang Rawat Intensif (Intensive Care Unit-ICU)
g. Pada suatu studi lainnya menyatakan bahwa sekitar 11% pasien yang
berhasil dilakukan RJP inisial akan mengalami RJP ulang minimal 1 kali
selama masa perawatan di rumah sakit.
h. Biasanya pasien RJP yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari
rumah sakit tidak mengalami gangguan / disfungsi yang berat.
i. Suatu studi menyatakan bahwa 93% dari pasien-pasien ini memiliki
orientasi yang baik saat dipulangkan dari rumah sakit.
j. Pada pasien-pasien yang berhasil dilakukan RJP; beberapa diantaranya
berhasil mengalami pemulihan sempurna, beberapa pulih tetapi
memiliki masalah kesehatan dan tidak pernah kembali ke level normal
sebelum terjadi henti jantung / napas, beberapa mengalami kerusakan /
cedera otak atau koma, dan beberapa lainnya jatuh kembali ke dalam
kondisi henti jantung / napas sehingga harus dilakukan RJP ulang.
k. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada:
i. Penyebab terjadinya henti jantung / napas pada pasien
ii. Penyakit / masalah medis yang mendasari
iii. Kondisi kesehatan pasien secara umum.
l. Seringnya, pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami
kondisi yang sakit dan membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan
biasanya dirawat di ICU.
2. Penting untuk mengidentifikasi pasien di mana terjadinya henti napas dan
jantung menandakan kondisi terminal penyakit pasien dan di mana usaha RJP
tidak akan membuahkan hasil (sia-sia).
3. Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk diketahui bahwa kebijakan
ini harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh tenaga kesehatan profesional di
tingkat primer, rumah sakit, dan petugas / tim transfer intra- dan antar-rumah
sakit.
4. Hak pasien untuk menolak RJP harus dihargai. Hal ini mungkin dikarenakan
pasien berpendapat bahwa dengan melakukan usaha RJP hanya akan
memperpanjang kualitas hidup yang buruk.
5. Kebijakan ini hanya berkaitan dengan usaha RJP, bukan dengan penundaan atau
pembatalan pemberian tatalaksana lainnya, seperti terapi antibiotic, nutrisi
parenteral, dan sebagainya.1
II. LATAR BELAKANG
1. Angka kelangsungan hidup pasien dewasa (survival rates) yang dilakukan RJP
dan pulang dari rumah sakit sekitar 5 – 20 %, dan telah terbukti bahwa usaha
RJP akan lebih baik jika:
a. Akses ke Tim Resusitasi / Unit Gawat Darurat dilakukan lebih awal
(segera)
b. Pemberian bantuan hidup dasar lebih awal
c. Pemberian bantuan hidup lanjut lebih awal
2. Beberapa pasien memiliki angka kelangsungan hidup yang sangat rendah (< 1-
2%), misalnya pada pasien dengan infeksi berat, tekanan darah rendah dalam
jangka waktu lama, gagal ginjal / jantung yang berat, atau keganasan dengan
penyebaran luas (metastasis).
3. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung / napas
di rumah sakit adalah rendah. Namun jika ditangani dengan tepat dan segera,
memiliki angka keberhasilan sebesar 70%.
4. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung / napas
di luar rumah sakit masih di bawah 10%. Pada umumnya, anak-anak yang
berhasil bertahan hidup dan pulang dari rumah sakit mengalami defisit
neurologi.
III. TUJUAN
1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan
Do Not Resuscitate (DNR) tidak disalah artikan / misinterpretasi.
2. Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan
terstandarisasi mengenai pengambilan keputusan DNR.
IV. DEFINISI
1. Henti jantung: adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
a. Hal ini dapat disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau pulseless
electrical activity (PEA).
b. Untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera
mungkin (< 3 menit setelah kejadian henti jantung).
c. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi, dan
pupil dilatasi maksimal; hal ini bukanlah kejadian henti jantung dan
tidak perlu dilakukan tindakan resusitasi.
2. Resusitasi Jantung-Paru (RJP): didefinisikan sebagai suatu sarana dalam
memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk: pasien yang tidak
sadar, tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda
sirkulasi; dan tidak tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.
3. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR): adalah suatu tindakan di mana jika
pasien mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil
dan tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
a. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen
segera untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien,
patensi jalan napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha
bantuan hidup dasar maupun lanjut.
b. DNR tidak berarti semua tatalaksana / penanganan aktif terhadap
kondisi pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien
(misalnya terapi intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada
pasien DNR.
c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
4. Fase / kondisi terminal penyakit: adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya
tidak dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat, dan di mana
pengaplikasian terapi untuk memperpanjang / mempertahankan hidup hanya
akan berefek dalam memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
5. Pelayanan paliatif: adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk
mengurangi nyeri / penderitaan pasien. Hal ini termasuk: pemberian nutrisi,
hidrasi, dan kenyamanan, kecuali terdapat instruksi spesifik untuk menunda
pemberian nutrisi / hidrasi.6
V. TANGGUNG JAWAB
1. Dewan Direksi: bertanggungjawab untuk memastikan implementasi Kebijakan
Do Not Resuscitate (DNR). Fungsi ini didelegasikan kepada Kasub Sie
Pelayanan Medis
2. Kasub Sie Pelayanan Medis: memastikan setiap staf / petugas mengetahui
dan mematuhi kebijakan ini, serta memastikan dilakukannya audit kebijakan
DNR.
3. Staf / Petugas Rumah Sakit: semua staf yang terlibat dalam pengambilan
keputusan tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan kebijakan
ini. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses ini berlangsung
harus dilaporkan pada berkas / formulir insidens sesuai dengan algoritma yang
berlaku.
VI. PRINSIP
1. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat
keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi (DNR).
2. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.
3. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
4. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti napas
/ jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan jika hal
ini terjadi.
5. Pasien harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi dan
penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi.
6. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada konsultan /
dokter umum yang bertanggungjawab atas pasien. Jika terdapat keraguan dalam
mengambil keputusan, dapat meminta saran dari dokter senior.
7. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi berikut ini:
a. RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan
pasien
b. Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas
untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP
c. Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP.
d. Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan
alasan kuat.
e. Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya /
sekarat, di mana tindakan RJP tidak dapat menunda fase terminal /
kodisi sekarat pasien dan tidak memberikan keuntungan terapetik (risiko
/ bahayanya melebihi keuntungannya)
i. Contoh: henti jantung / napas yang dialami pasien merupakan
kejadian alamiah akibat penyakit terminal yang diderita. Pada
kasus ini, RJP mungkin dapat mengembalikan fungsi jantung-
paru pasien secara sementara tetapi kondisi keseluruhan pasien
dapat memburuk dan henti jantung / napas akan terjadi kembali,
yang merupakan bagian dari proses alamiah dan tidak dapat
terhindarkan dari proses sekarat /kematian pasien.
ii. Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan /
merugikan pasien dan bertolak belakang dengan etika kedokteran
(prinsip ‘do no harm’).
8. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
9. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk pasien
dan harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak ada kewajiban secara
etika untuk mendiskusikan DNR dengan pasien-pasien yang menjalani
perawatan paliatif (di mana usaha RJP adalah sia-sia).
10. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan tergantung
dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi dapat dilakukan
oleh konsultan rumah sakit, dokter umum, atau perawat yang bertugas. Staf
harus memberitahukan hasil diskusi mereka dengan pasien kepada dokter
penanggungjawab pasien.
11. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan pasien
mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan pasien (yang
kompeten secara mental).
12. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekam medis
pasien.
13. Di rekam medis, harus tercantum:
a. tulisan ‘Pasien ini tidak dilakukan resusitasi
b. Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan
c. Indikasi / alasan tindakan DNR
d. Batas waktu berlakunya instruksi DNR
e. Nama dokter penanggungjawab pasien
f. Ditandatangani oleh dokter penanggungjawab pasien (yang
mengambil keputusan)
Contoh:

 Tanggal 18 Maret 2010


 Pukul 10.30 WIB
 Tidak dilakukan RJP
 Indikasi: syok kardiogenik
 Batas waktu: 24 jam
14. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan instruksi
DNR, misalnya: keganasan fase terminal.
15. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas di mana terdapat
kesulitan pemahaman bahasa, harus terdapat layanan penerjemah yang
kompeten.
16. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan tatalaksana
pasien lainnya tetap dilakukan dengan optimal.
17. Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian /
penderitaan yang dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi
keuntungan dilakukannya terapi.
b. Pasien, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
c. RJP bertentangan dengan keputusan dini /awal yang dibuat oleh pasien,
yang bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua tindakan
untuk mempertahankan hidup pasien.
VII. KEPUTUSAN DINI / AWAL (DAHULU DIKENAL DENGAN
ISTILAH SURAT WASIAT)
1. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit mengenai keputusan dini akan
penolakan tindakan penyelamatan hidup / nyawa oleh pasien.
2. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien (autonomi).
3. Pasien dengan keputusan dini ini tetap diberikan terapi / penanganan lainnya,
seperti pemberian obat-obatan, cairan infus, dan lain-lain.
4. Putuskanlah apakah diskusi mengenai keputusan DNR ini perlu dilakukan.
5. Berikut adalah beberapa kondisi di mana perlu dilakukan diskusi dengan
pasien:
a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka ingin
mendiskusikan tindakan DNR dengan dokternya.
b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi dapat
mengakibatkan kualitas hidup yang buruk bagi pasien.
c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya keuntungan
dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan untuk membuat pasien
menyadari, memahami, dan menerima kondisi penyakitnya serta
menerima hasil keputusan yang telah didiskusikan. Diskusi juga
membahas mengenai manajemen paliatif dan prognosis secara
keseluruhan.
6. Berikut adalah beberapa kondisi di mana tidak perlu dilakukan diskusi dengan
pasien:
a. Jika resusitasi dianggap tidak ada gunanya / sia-sia
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya pasien
menjadi depresi.
c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka tidak
ingin mendiskusikan hal tersebut
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam fase
sekarat / terminal dari penyakitnya.
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk mengambil
keputusan
7. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan penolakan tindakan
penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa persyaratan di bawah ini:
a. Usia pasien harus > 18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara mental
untuk mengambil keputusan
c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis oleh pasien
sendiri atau keluarga / kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus
dicatat di rekam medis.
d. Harus ditandatangani oleh 2 orang, yaitu:
i. penulis / pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama
pasien sambil diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu
menandatanganinya sendiri)
ii. 1 orang lain sebagai saksi
e. Harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan oleh
pembuat keputusan, dapat dituliskan di dokumen lain / terpisah, yang
menyatakan bahwa keputusan dini ini diaplikasikan untuk tindakan /
penanganan spesifik, bahkan jika terdapat risiko kematian.
f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus
ditandatangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien).
8. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini harus atas
izin pasien.
9. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan dengan
keluarga / wali sah pasien dengan mempertimbangkan kondisi dan keinginan
pasien. Jika tidak terdapat keluarga / wali yang sah, keputusan dapat diambil
oleh dokter penanggungjawab pasien.
10. Jika terdapat situasi di mana pasien kehilangan kompetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat ‘keputusan dini DNR’ sebelumnya
yang valid, keputusan ini haruslah tetap dihargai.
11. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh pasien,
jika terdapat hal-hal berikut ini:
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap keputusan
dini /awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas keputusan tersebut
(misalnya, pasien pindah agama)
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi tersebut
dapat mempengaruhi keputusan pasien (misalnya, perkembangan terkini
dalam tatalaksana pasien yang secara drastis mengubah prospek kondisi
tertentu pasien).
c. Situasi / kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi
d. Terdapat perdebatan / perselisihan mengenai validitas keputusan dini /
awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
12. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan / maksudkan,
paramedis harus bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang terbaik untuk
pasien. Dapat meminta saran dari dokter senior juga.
13. Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya kerena mencari ada tidaknya
instruksi DNR pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa instrusksi tersebut
ada.
14. Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikan.
15. Perawatan dasar ini didefinisikan sebagai pemberian tempat tidur yang nyaman
dan hangat, pengurang rasa sakit / analgesik, manajemen gejala-gejala yang
memicu stress fisik (seperti sesak napas, muntah, inkontinensia), dan
manajemen higene / kebersihan diri pasien.
16. Jika pasien tetap menolak perawatan dasar, dokter yang bertugas sebaiknya
meminta saran dari dokter senior, dan masalah ini dapat juga dibawa ke komisi
etik.
17. Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal mengambil
keputusan DNR.
VIII. PANDUAN DALAM MENDISKUSIKAN KEPUTUSAN DNR
DENGAN PASIEN
1. Pastikan tercipta suasana yang kondusif, tenang, privasi pasien terjaga.
2. Kehadiran yang lengkap dari orang-orang yang ingin dilibatkan oleh pasien
dalam mendiskusikan hal ini.
3. Komunikasi dan tatap mata sebaiknya sejajar dengan tinggi / posisi pasien.
4. Jika pasien tidak keberatan, ajaklah satu orang perawat untuk mendampingi
diskusi.
5. Perawat dapat membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien,
memberi dukungan dan penguatan kepada pasien setelah dokter meninggalkan
ruangan.
6. Mulailah dengan memberikan pertanyaan – pertanyaan umum seperti
bagaimanakah pandangan pasien terhadap penyakit dan tatalaksana yang
dijalaninya.
7. Mengangkat topik utama:
a. Mulai dengan menyatakan: “Saya ingin berdiskusi dengan Anda.”
b. “Apa yang Anda ingin kami (paramedis) lakukan jika suatu waktu Anda
menjadi terlalu sakit untuk dapat berbicara dengan kami?”
c. Salah satu hal penting adalah mengenai pertanyaan tindakan resusitasi.
d. “Meskipun hal ini jarang terjadi, saya perlu untuk mempertimbangkan
mengenai tindakan apa yang harus kami lakukan jika jantung Anda
berhenti.”
e. “Beberapa orang memiliki pandangan yang kuat terhadap seberapa
banyak penanganan yang ingin mereka terima jika mereka menjadi
sangat sakit. Saya ingin tahu apakah Anda pernah memikirkan hal ini.”
8. Pemilihan waktu untuk berdiskusi:
a. Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi segera setelah
diagnosis ditegakkan.
b. Waktu diskusi yang terbaik adalah saat diagnosis dan prognosis sudah
jelas dan saat pasien telah mengetahui dan menerima penyakitnya.
9. Berusahalah untuk membangun pemahaman pasien mengenai situasinya saat
ini, sifat dasar resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan resusitasi jika
dilakukan, serta harapan dan keinginan pasien. Pasien dan keluarganya sering
memiliki harapan / ekspektasi yang tidak realistis dari nilai resusitasi.
10. Berikan informasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana yang
dapat dimengerti oleh pasien.
11. Tingkat pemberian informasi harus dinilai dari respons dan pemahaman setiap
pasien.
12. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan pendapat dari sudut pandang dokter
(paramedis) mengenai kondisi pasien dan tindakan RJP. Dapat dengan
menyatakan: “Pendapat saya mungkin berbeda dengan apa yang Anda inginkan.
Karena alasan itulah saya ingin berdiskusi dengan Anda.”
13. Cobalah untuk mengerti:
a. Sudut pandang pasien
b. Nilai-nilai yang dianut oleh pasien
c. Ruang lingkup pengaplikasian (misalnya, penanganan apa saja yang
dijalani pasien)
14. Catat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan ruang
lingkup pengaplikasian di rekam medis.
15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai bagian dari
perawatan suportif. Banyak pasien yang merasa takut diabaikan / ditelantarkan
dan merasa nyeri, melebihi rasa takutnya akan kematian.
16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang akan tetap
diberikan, pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara teratur,
pengendalian nyeri, dan memberikan kenyamanan kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan / membedakan keputusan DNR dengan keputusan
mengenai manajemen pasien lainnya.
18. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi dengan
dokter, akan membuat pasien merasa dihargai dan menurunkan tingkat
kecemasan / stress pasien juga.
IX. KEPUTUSAN DNR PADA PASIEN DEWASA PERI-OPERATIF
1. Tindakan pembedahan dan anestesi turut berkontribusi dalam perubahan kondisi
medis pasien dengan keputusan DNR sebelumnya dikarenakan adanya
perubahan fisiologis yang dapat meningkatkan risiko pasien.
2. Tindakan anestesi sendiri (baik regional ataupun umum), akan menimbulkan
instabilitas kardiopulmoner yang akan membutuhkan dukungan / penanganan
medis.
3. Angka keberhasilan RJP di kamar operasi lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan di ruang rawat inap (di mana keputusan DNR ini ditetapkan).
Angka keberhasilan RJP di kamar operasi ini dapat mencapai 92%.
4. Menilik dari hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan prosedur anestesi dan pembedahan.

5. Rekomendasi:
a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur
pembedahan harus dikonsultasikan kepada tim bedah dan anestesiologis.
b. Lakukan peninjauan ulang keputusan DNR oleh anestesiologis dan
dokter bedah dengan pasien, wali, keluarga, atau dokter
penanggungjawab pasien (jika diindikasikan) sebelum melakukan
prosedur anestesi dan pembedahan.
c. Tujuan peninjauan ulang ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
mengenai penanganan apa saja yang akan boleh dilakukan selama
prosedur anestesi dan pembedahan.
d. Terdapat 3 pilihan dalam meninjau ulang keputusan DNR, yaitu:
i. Pilihan pertama: keputusan DNR dibatalkan selama menjalani
anestesi dan pembedahan, dan ditinjau ulang kembali saat pasien
keluar dari ruang pemulihan. Saat menjalani pembedahan dan
anestesi, lakukan RJP jika terdapat henti jantung / napas.

ii. Pilihan kedua: keputusan DNR dimodifikasi, dengan


mengizinkan pemberian obat-obatan dan teknik anestesi yang
sejalan / sesuai dengan pemberian anestesi.
Hal ini termasuk:
 Monitor EKG, tekanan darah, oksigenasi, dan monitor
intraoperatif lainnya.
 Manipulasi sementara dalam menjaga jalan napas dan
pernapasan dengan intubasi dan ventilasi, jika diperlukan;
dan dengan pemahaman bahwa pasien akan bernapas
secara spontan di akhir prosedur.
 Penggunaan vasopressor atau obat anti-aritmia untuk
mengkoreksi stabilitas kardiovaskular yang berhubungan
dengan pemberian anestesi dan pembedahan.
Penggunaan kardioversi atau defibrillator untuk mengkoreksi
aritmia harus didiskusikan sebelumnya dengan pasien / wali
sahnya. Lakukan juga diskusi mengenai pemberian kompresi
dada.

iii. Pilihan ketiga: keputusan DNR tetap berlaku (tidak ada


perubahan).
 Pada beberapa kasus, pilihan ini tidak sesuai dengan
pemberian anestesi umum dalam pembedahan.
 Pasien dapat menjalani prosedur pembedahan minor
dengan tetap mempertahankan keputusan DNR-nya.
 Anestesiologis harus berdiskusi dan membuat
kesepakatan dengan psien / wali sah mengenai intervensi
apa saja yang diperbolehkan, seperti: kanulasi intravena,
pemberian cairan intravena, sedasi, analgesik, monitor,
obat vasopressor, obat anti-aritmia, oksigenasi, atau
intervensi lainnya.

e. Pilihan yang telah disepakati harus dicatat di rekam medis pasien.


f. Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas medis
yang terlibat dalam perawatan pasien di dalam kamar operasi dan ruang
pemulihan.

g. Secara hukum, yang berwenang untuk membuat keputusan DNR ini


adalah:
i. Pasien dewasa yang kompeten secara mental
ii. Wali sah pasien (jika pasien tidak kompeten secara mental)
iii. Dokter penanggungjawab pasien, yang bertindak dengan
mempertimbangkan tindakan terbaik untuk pasien(jika belum
ada keputusan DNR dini / awal yang telah dibuat oleh pasien /
wali sahnya).
h. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kesepakatan mengenai pilihan
DNR mana yang akan digunakan, pemegang keputusan tetaplah
diberikan ke pasien/ wali sahnya.
i. Jika terdapat keraguan atau ketidakjelasan mengenai siapa yang
berwenang untuk membuat keputusan DNR, atau terdapat keraguan
mengenai validitas suatu keputusan DNR dini / awal, atau terdapat
keraguan mengenai tindakan apa yang terbaik untuk pasien; segeralah
mencari saran kepada komisi etik atau lembaga hukum setempat.
j. Dalam kondisi gawat darurat, dokter harus membuat keputusan yang
menurutnya terbaik untuk pasien dengan menggunakan semua informasi
yang tersedia.
k. Pilihan keputusan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada di
kamar operasi dan ruang pemulihan.
l. Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke ruang
rawat inap.

6. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk intervensi operatif


pada pasien dengan keputusan DNR adalah:
a. Alat bantu asupan nutrisi (misalnya: feeding tube)
b. Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak berhubungan dengan
penyakit kronis pasien (misalnya: apendisitis akut)
c. Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan edngan penyakit
kronis pasien tetapi tidak dianggap sebagai suatu bagian dari proses
terminal penyakitnya (misalnya: ileus obstruktif)
d. Prosedur untuk mengurangi nyeri (misalnya: operasi fraktur kolum
femur)
e. Prosedur untuk menyediakan akses vaskular.
7. Pada situasi emergensi:
a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang
mengenai keputusan DNR sebelum melakukan anestesi, pembedahan
atau resusitasi.
b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi adanya
keputusan DNR dini / awal yang telah dibuat sebelumnya (jika
memungkinkan).

8. Fase pre-operatif:
a. Lakukan diskusi antara pasien / wali sah, keluarga, anestesiologis,
dokter bedah, dokter penanggungjawab pasien, dan perawat.
b. Lakukan asesmen mengenai:
i. Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi
pasien
ii. Intervensi pembedahan yang diperlukan
iii. Riwayat keputusan DNR sebelumnya, termasuk:
 Durasi / batas waktu berlakunya keputusan tersebut
 Siapa yang bertanggungjawab menetapkan keputusan
tersebut
 Alasan keputusan tersebut dibuat
iv. Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien
ini perlu menjalani anestesi dan pembedahan (pertimbangkan
dari sudut pandang pasien, keluarga, dokter bedah, dan
anestesiologis).
v. Jika pembedahan dianggap perlu, tentukan batasan-batasan
tindakan resusitasi apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-
operatif , lakukan komunikasi yang efektif, detail, dan terbuka
dengan pasien, keluarga, dan atau wali sah pasien.
vi. Jika keputusan DNR telah dibuat dan disepakati, harus dicatat di
rekam medis pasien, ditandatangani oleh pihak-pihak yang
terlibat, dan cantumkan tanggal keputusan dibuat.
vii. Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan dibuat
dan kondisi medis pasien memungkinkan untuk menjalani
pembedahan.
9. Fase intra-operatif
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi.
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati untuk
menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum di-
transfer ke kamar operasi.
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui mengenai pilihan
keputusan DNR yang diambil.
d. Dokter bedah dan anestesiologis yang terlibat dalam konsultasi pre-
operatif harus hadir selama prosedur berlangsung.
10. Fase pasca-operatif
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada petugas di ruang
pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan / dipindahkan
dari ruang pemulihan.
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi alih rawat
pasien dari ruang pemulihan ke perawat di ruang rawat inap.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas waktunya
hingg pasien telah ditransfer ke ruang rawat inap pasca-operasi.
Misalnya: jika penggunaan infus epidural / alat analgesik akan tetap
dipakai oleh pasien pasca-operasi.
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan keputusan
DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi
X. KEPUTUSAN DNR PADA PEDIATRIK
1. Pada pasien anak (usia < 18 tahun), diskusikan dengan orang tua pasien.
2. Orang tua harus mendapat informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi
dan penyakit pasien, prosedur RJP, rekomendasi mengenai RJP dan DNR.
3. Pertimbangkanlah juga kondisi emosional dan tumbuh-kembang pasien anak.
4. Instruksi DNR harus diberitahukan kepada orang tua pasien, kecuali pada
kondisi berikut ini:
 Jika RJP dianggap membahayakan pasien atau bersifat non-terapeutik.
5. Di rekam medis, harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua pasien.
Keputusan harus ditandatangani oleh dokter, perawat yang terlibat, dan orang
tua pasien.
6. Pada kasus tertentu, di mana orang tua tetap meminta dilakukan RJP meskipun
tim medis telah memberitahukan bahwa tindakan RJP ini membahayakan pasien
/ bersifat non-terapeutik, orang tua diperbolehkan mencari pendapat ekspertise
lainnya (second opinion) atau (jika orang tua meminta) diperbolehkan
melakukan transfer pasien jika kondisi pasien memungkinkan untuk di-transfer.
7. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antara tim medis dengan orang tua
pasien, lakukanlah proses peninjauan ulang (review) oleh tim medis untuk
menentukan apakah DNR perlu dilakukan atau tidak, seperti tercantum di
bawah ini:
a. Tim medis harus mengkonfirmasi bahwa terdapat kesepakatan diantara
anggota timnya mengenai keputusan DNR pada pasien.
b. Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion)
mengenai apakah RJP pada pasien ini bersifat non-terapetik /
membahayakan.
c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah seorang
anggota tim medis harus menghubungi Komisi Etik untuk
menjadwalkan konsultasi etik.
d. Jika hasil dari konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim medis
harus memberitahukan / melaporkannya kepada Kepala Pelayanan
Medis dan Lembaga Hukum.
e. Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum menyatakan
bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan, orang tua harus
diberitahu bahwa keputusan DNR akan dituliskan di rekam medis
pasien.
f. Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNR ini, orang tua
sebaiknya diberikan kesempatan dan bantuan untuk mentransfer pasien
ke fasilitas lainnya yang bersedia untuk menerima pasien.
g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, instruksi DNR akan
dituliskan di rekam medis pasien.

8. Re-asesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani prosedur


anestesi dan pembedahan
a. Pasien dengan instruksi DNR biasanya sering menjalani prosedur
anestesi dan pembedahan, terutama prosedur dengan tujuan
memfasilitasi perawatan atau mengurangi nyeri.
b. Etiologi dan kejadian henti jantung selama anestesi berbeda secara
signifikan dengan situasi di luar ruang operasi sehingga perlu dilakukan
re-evaluasi mengenai instruksi DNR.
c. Faktanya, angka keberhasilan resusitasi lebih tinggi di dalam kamar
operasi / selama anestesi berlangsung.
d. Pada beberapa kasus, pasien atau orang tua menginginkan adanya
pembatasan usaha resusitasi yang digunakan sepanjang periode peri-
operatif.
e. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang dapat
dianggap sebagai salah satu bagian dari usaha resusitasi, misalnya
pemasangan kateter intravena, pemberian cairan dan obat-obatan
intravena, dan manajemen jalan napas dan ventilasi pasien.
f. Anestesiologis harus berdiskusi dengan pasien dan atau orang tua,
menilai ulang status DNR sebelum dilakukan prosedur pembedahan, dan
mengkomunikasikan hasil diskusi ini kepada seluruh petugas rumah
sakit yang terlibat dengan perawatan pasien selama periode intra-
operatif dan pasca-operatif.
g. Terdapat 3 pilihan instruksi DNR sebelum prosedur anestesi /
pembedahan:
i. Pilihan pertama: instruksi DNR dibatalkan untuk sementara
(jika terjadi henti napas / jantung, dilakukan usaha resusitasi
sepenuhnya).
ii. Pilihan kedua: resusitasi terbatas (spesifik terhadap
prosedur). Pasien dilakukan usaha resusitasi sepenuhnya kecuali
prosedur spesifik, yaitu: kompresi dada, kardioversi.
iii. Pilihan ketiga: resusitasi terbatas (spesifik terhadap tujuan).
Pasien dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek samping yang
terjadi dianggap bersifat sementara dan reversible, berdasarkan
pertimbangan dokter bedah dan anestesiologis.
h. Harus dicatat di rekam medis pasien.
i. Saat pasien keluar / dipindahkan dari ruang pemulihan, instruksi DNR
ini harus ditinjau ulang.
j. Jika pasien / orang tua memutuskan untuk tetap memberlakukan
instruksi DNR selama menjalani prosedur anestesi / pembedahan, dokter
boleh menolak untuk berpartisipasi dalam kasus ini. pasien / keluarga
harus mencari dokter lain yang bersedia untuk merawat pasien.

XI. DOKUMENTASI
1. Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis pasien dan
di formulir Do Not Resuscitate (DNR). Formulir DNR harus diisi dengan
lengkap dan disimpan di rekam medis pasien.
2. Alasan diputuskannya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir DNR.
Keputusan harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat dalam
aspek perawatan pasien, termasuk dokter gigi, podiatrist, dan sebagainya.
3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas / pengoperan
pasien ke petugas / unit lainnya.
4. Di rekam medis, harus dicatat juga mengenai hasil diskusi dengan pasien dan
keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa petugas /
unit lain mengetahui instruksi DNR ini (jika pasien ditransfer ke unit lain).
6. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui akan
instruksi DNR ini.

XII. PENINJAUAN ULANG MENGENAI KEPUTUSAN DNR


1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan rutin,
terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan keinginan pasien.
2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus ditentukan oleh dokter senior yang saat itu
sedang bertugas atau oleh konsultan penanggungjawab pasien.
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi dapat juga
dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu.
4. Peninjauan ulang ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi perbaikan
kondisi, dan respons pasien terhadap terapi / pengobatan.

XIII. PEMBATALAN KEPUTUSAN DNR


1. Jika instruksi DNR tidak lagi berlaku, bagian pembatalandi formulir DNR
harus dilengkapi / diisi. Dituliskan tanggal dan ditandatangani oleh dokter
senior yang saat itu sedang bertugas atau oleh konsultan.
2. Pembatalan ini harus dengan jelas dicatat di dalam rekam medis pasien.

XIV. KEPUTUSAN DNR DAN TRANSFER PASIEN


1. Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNR, dokter senior
yang saat itu sedang bertugas atau konsultan harus bertanggungjawab untuk
melakukan asesmen ulang dan mengambil keputusan berdasarkan informasi
yang didapat saat itu mengenai: ‘Apakah instruksi DNR masih berlaku atau
tidak?’Sebelum asesmen ulang tersebut dilakukan, pasien masih dianggap
sebagai DNR.
2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi DNR, dokter
umum di layanan primer tersebut bertanggungjawab melakukan asesmen ulang
dan pengambilan keputusan harus dikomunikasikan dengan semua petugas yang
terlibat dalam perawatan pasien. Sebelum asesmen ulang tersebut dilakukan,
pasien masih dianggap sebagai DNR.
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap disertakan dalam
rekam medis pasien. Formulir DNR ini tidak boleh difotokopi.

XV. INSTRUKSI DNR PADA PASIEN DI LUAR RUMAH SAKIT


1. Pada situasi kasus emergensi yang terjadi di luar rumah sakit, usaha RJP
memiliki angka keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan usia sangat
lanjut atau memiliki penyakit berat / terminal.
2. Saat ini, banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk
meninggal dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang agresif,
seperti RJP. Banyak juga pasien yang memilih dirawat di rumah sampai akhir
usianya tiba.
3. Protokol Pelayanan Kegawatdaruratan Medis menyatakan bahwa inisiasi RJP
ditujukan kepada semua pasien yang mengalami henti jantung / napas, kecuali
pasien telah ditemukan meninggal sebelumnya dengan tanda-tanda kematian
yang jelas atau pasien memiliki instruksi tertulis DNR yang valid dan
ditandatangani oleh dokter.
4. Tujuan dibuat panduan ini:
a. Memfasilitasi pasien untuk memilih penanganan medis apa yang mereka
inginkan dari Tim Kegawatdaruratan Medis jika terjadi henti jantung /
napas di luar rumah sakit.
b. Tim kegawatdaruratan medis meliputi: pemberi pertolongan pertama
(polisi / pemadam kebakaran / lainnya yang mengikuti pelatihan RJP),
petugas ambulans, paramedis dan perawat di mobil rawat intensif
(mobile intensive care unit-MICU).
5. Definisi:
a. Formulir Instruksi DNR di Luar Rumah Sakit yang valid:formulir
tertulis yang dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh
pasien / wali sahnya dan dokter penanggungjawab pasien. Fotokopi
yang dilegalisir dianggap sah dan berlaku. (lihat lampiran 4)
b. Gelang DNR: adalah gelang pengenal yang berarti bahwa pemakainya
memiliki instruksi DNR yang valid. Gelang ini harus telah disetujui oleh
pemerintah setempat, resmi, mudah dikenali, dan khusus / khas; dipakai
di pergelangan tangan atau kaki. Gelang ini harus dikenali oleh Tim
Kegawatdaruratan Medis dan petugas kesehatan lainnya.
6. Panduan:
a. Tim Kegawatdaruratan Medis akan melakukan usaha RJP pada semua
pasien yang ditemukan henti napas/jantung kecuali jika pasien tersebut
memiliki instruksi DNR yang valid.
b. Jika pasien dengan henti jantung / napas memiliki instruksi DNR, tim
kegawatdaruratan medis harus:
i. Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernapasan dan atau
denyut jantung
ii. Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil rawat intensif
(MICU), ikuti protokol setempat
iii. Untuk petugas MICU, kontak / hubungi dokter
penanggungjawab pasien (yang menandatangani DNR) untuk
mengkonfirmasi validitas instruksi DNR-di luar rumah sakit,
beritahukan kondisi pasien.
c. Jika pasien dengan instruksi DNR yang valid tidak berada dalam
kondisi henti jantung / napas, tim kegawatdaruratan medis harus:
i. Melakukan asesmen pasien
ii. Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai
iii. Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan
iv. Menghargai dan mematuhi instruksi DNR jika terjadi henti napas
/ jantung pada pasien selama transfer.
v. Memberikan salinan instruksi DNR ke rumah sakit penerima,
jika tersedia.
d. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak boleh
mempengaruhi keinginan pasien / wali sahnya.
e. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan merusak /
menyobek formulir dan gelang DNR, atau dengan menyatakan secara
lisan.
f. Validitas instruksi DNR:
i. Hanya dokter penanggungjawab pasien yang boleh menulis
instruksi DNR untuk pasien yang dirawat di rumah.
ii. Hubungi dokter penanggungjawab pasien untuk mendiskusikan
pembuatan instruksi DNR.
iii. Pastikan formulir DNR telah diisi dengan lengkap oleh dokter,
termasuk tanda tangan dan alamat pasien / wali sah; nama,
alamat, nomor telepon, dan tanda tangan dokter; dan tanggal
pembuatannya.
iv. Gelang DNR dapat diperoleh dari dokter atau rumah sakit tempat
pasien berobat. (lihat lampiran 5 mengenai panduan gelang
DNR)
v. Simpan salinan instruksi DNR di rumah dan selalu dibawa oleh
pasien kemanapun dia pergi.
vi. Pastikan semua keluarga / wali pasien mengetahui instruksi DNR
ini.11
7. Pada pasien di panti jompo: perawat pasien diperbolehkan untuk menulis
instruksi DNR dan ‘penolakan untuk dirawat di rumah sakit’ (Do Not
Hospitalized), berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter.
a. Prosedur Dasar
i. Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed consent) dari
pasien / wali sahnya.
ii. Melengkapi ‘formulir instruksi DNR di luar rumah sakit’.
Berikan salinan di rekam medis pasien. Berikan bebrapa salinan
kepada pasien dan atau keluarga / pengasuh di luar rumah sakit /
panti jompo.
iii. Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai
penggunaan formulir DNR ini dan anjurkan agar formulir ini
diletakkan di tempat-tempat yang mudah terlihat di rumah
(misalnya: papan harian pasien, senderan ranjang, pintu kamar
tidur, atau kulkas).
iv. Pasien boleh menggunakan gelang DNR (tidak wajib). Gelang
ini harus dianggap valid dan mengindikasikan bahwa pasien
memiliki instruksi DNR di luar rumah sakit. Dokter harus
menginformasikan kepada pasien / wali sahnya mengenai
ketersediaan gelang DNR sebagai sarana tambahan untuk
memberitahu Tim Kegawatdaruratan Medis.
v. Lakukan peninjauan ulang terhadap status DNR secara periodikn
dengan pasien / wali sahnya, lakukan revisi terhadap rencana
penanganan pasien (jika diperlukan), dan catatlah di rekam
medis pasien. Jika instruksi DNR ini dibatalkan, berikan
instruksi untuk menghancurkan / menyobek formulir DNR dan
melepas gelang DNR.
b. Rekomendasi tambahan mengenai dokumentasi instruksi DNR
i. Dokter sebaiknya memberi catatan di kurva medis pasien
mengenai instruksi DNR, yang mencakup:
 Diagnosis
 Alasan dibuat instruksi DNR
 Kapasitas pasien dalam membuat keputusan
 Dokumentasi bahwa diskusi mengenai status DNR telah
dilakukan. tulis juga siapa saja yang mengahadiri diskusi
tersebut.

c. Pembatalan instruksi DNR


i. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan
cara menghancurkan / menyobek formulir dan gelang DNR, atau
dengan menyatakan secara lisan oleh pasien

8. Dokumentasi
a. Catat semua informasi pasien dan asesmen pasien
b. Catat instruksi DNR pasien yang telah divalidasi. Lampirkan salinan
formulir NDR di luar rumah sakit.
c. Ikuti protokol kegawatdaruratan medis setempat
XVI. PELATIHAN
1. Manajer Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi pelatihan-
pelatihan apa saja yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
2. Persyaratan pelatihan yang harus dimiliki oleh personel rumah sakit harus
didiskusikan sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Kerja
Rumah Sakit (Performance Development Review) dan keputusan mengenai
pelatihan-pelatihan yang diperlukan harus dituliskan dalam Rencana
Pengembangan Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (Personal
Development Plan).

XVII. PENINJAUAN ULANG DAN AUDIT


1. Audit akan dilakukan setiap tahunnya untuk memastikan bahwa semua
keputusan DNR didokumentasi sepenuhnya sesuai dengan kebijakan yang
berlaku.
2. Audit mengenai semua kejadian resusitasi harus dilakukan untuk memastikan
bahwa kejadian-kejadian tersebut telah sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
3. Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2 tahun setelah
tanggal kebijakan ini disetujui.
4. Peninjauan ulang dini dapat dilakukan jika terjadi salah satu atau lebih dari
kondisi-kondisi berikut ini:
a. Adanya perubahan atau perkembangan dalam regulasi / peraturan
perundang-undangan yang berlaku
b. Terjadinya insidens yang penting / krusial
c. Adanya alasan-alasan yang kuat / relevan lainnya.
XVIII. LAMPIRAN 1

KRITERIA PASIEN YANG TIDAK MEMILIKI KAPASITAS ADEKUAT DAN


TIDAK KOMPETEN DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN

1. Pasien memiliki gangguan fungsi kognitif / mental yang membuatnya tidak


dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri.
2. Pasien tidak dapat mengerti mengenai informasi yang relevan dengan
pengambilan keputusan, yang diberikan oleh dokter / petugas medis lainnya.
3. Pasien memiliki gangguan dalam hal mengingat informasi yang baru diberikan.
4. Pasien tidak dapat mengolah atau mempertimbangkan informasi tersebut
sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan.
5. Pasien tidak dapat mengkomunikasikan keputusannya, baik dengan berbicara,
bahasa tubuh, atau cara lainnya.
XIX. LAMPIRAN 2
KERANGKA KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DO NOT
RESUSCITATE (DNR)

tidak
Apakah pasien  Tidak perlu menginisiasi diskusi tentang RJP dengan pasien
kemungkinan akan atau keluarganya.
mengalami henti  Diskusi dilakukan jika pasien meminta / menginginkannya.
jantung / napas?

ya

 Jika telah diputuskan tindakan DNR secara medis,


tidak informasikanlah kepada pasien (jika memungkinkan).
Apakah ada  Pada pasien yang tidak kompeten secara mental;
kemungkinan secara beritahukanlah mengenai keputusan DNR ini berikut
realistis bahwa RJP alasannya kepada pengacara pribadi / wali yang telah
dapat berhasil? ditunjuk pasien.
 Dapat meminta pendapat dokter lain (second opinion), jika
ya diperlukan.

ya
Apakah pasien telah  Jika pasien telah membuat keputusan DNR dan kriteria
validitas telah terpenuhi, haruslah dihargai dan dipatuhi.
membuat keputusan
 Keputusan ini harus diberitahukan juga dengan pengacara /
dini / awal mengenai wali yang telah ditunjuk pasien.
tidak  Jika terdapat kemungkinan yang sangat kecil akan tingkat
keberhasilan RJP, dan terdapat pertanyaan apakah risikonya
Apakah potensi risiko dan ya lebih besar daripada keuntungan dilakukan RJP;
keterlibatan pasien atau walinya (jika pasien tidak
beban RJP dianggap lebih
kompeten) dalam membuat keputusan merupakan hal yang
besar daripada krusial .
 Keputusan tindakan
keuntungan yang RJP ini adalah hal yang sensitif dan kompleks, sehingga harus dilakukan oleh
didapat?
RJP harus
personel dilakukan
medis  Pada pasiendan
yang kompeten dan berpengalaman, anak / remaja, dokumentasi
dilakukan orang tua harus dilibatkan
dengan jelas dalam
dan
kecuali pasien (kompeten
lengkap. diskusi ini (jika memungkinkan).
harus ditinjau ulang secara teratur
tidak mental) menolak Padadanpasien dewasa setiap
yang 7kompeten
 secara
Keputusan rutin, minimal hari sekalisecara
dan tiapmental,
kali
terdapattindakan
perubahan pertimbangkanlah pendapat / pandangan pasien terhadap
RJPkondisi.
keputusan DNR ini.
XXIII. DAFTAR PUSTAKA :

1. Roberts S. Do not attempt resuscitation policy. NHS Northamptonshire; 2009.


2. Resuscitation Group. Do not resuscitate policy (DNR) (for adults only). NHS
Wirral; 2010.
3. Mental Capacity Act 2005. UK: The Stationery Office Limited; 2005.
4. American Medical Association. Guidelines for the appropriate use of Do-Not-
Resuscitate orders. JAMA. 1991;265:1868-71.
5. Ethics Department. Decisions about cardiopulmonary resuscitation: model
patient information leaflet. BMA; 2008.
6. Cabinet for Health and Family Services, Department for Community Based
Services, Division of Protection and Permanency. DNR request form guidelines;
2010.
7. Children’s Hospital, Ethics Advisory Committee. Guidelines for Do-Not-
Resuscitate orders; 2009.
8. The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. Do not attempt
resuscitation (DNAR) decisions in the perioperative period. AAGBI; 2009.
9. Medical Society of New Jersey. New Jersey do not resuscitate (DNR) orders
outside the hospital: guidelines for healthcare professionals, patients, and their
families. MSNJ; 2003.
10. Atlantic Health System Overlook Hospital. Do not resuscitate (DNR) orders:
guidelines for patients, families, and caregivers. AHS Bioethics Committee.
11. National Association of Emergency Medical Services Directors (NASEMSD),
National Association of Emergency Medical Services Physicians (NAEMSP).
National guidelines for statewide implementation of EMS “Do Not Resuscitate”
(DNR) programs. 1994.

Lampiran XIII : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/XII/2019
Tanggal : 1 Maret 2019

PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL

I. PENGERTIAN
Pasien Terminal adalah Pasien dengan penyakit progresif yang sulit disembuhkan,
seperti Kanker std.akhir, multiple organ failure dll. Penyakit terminal ini dapat
dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah
give up (menyerah)dan perjalanan penyakit menuju kematian.

Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian, berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Carpenito, 1995). Suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau penyakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian
dalam 6 bulan atau kurang.

Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan


darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan
terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.

Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis,


dan spiritual klien. Aspek spiritual sangat penting diperhatikan terutama untuk
pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul
maut , karena pasien terminal seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977)
“orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih
banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian
sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan
perhatian khusus”. Sehingga pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi
berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu,
peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat
meningkatkan semangat hidup klien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat
mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang tidak kekal.

II. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup panduan pelayanan pasien tahap terminal ini melingkupi
pembahasan asesmen kebutuhan dan masalah yang terjadi pada pasien tahap terminal ,
tahapan respon pasien terhadap kondisi terminal, tanda tanda klinis menjelang
kematian,dan penatalaksanaannya.

A. Tujuan Pelayanan Pasien Tahap Terminal antara lain :


1 Mempertahankan kenyamanan pasien terminal dan bebas dari nyeri.
2. Membuat hari-hari akhir pasien sebaik mungkin untuk pasien maupun keluarga
dengan sedikit mungkin penderitaan.
3. Membantu pasien meninggal dengan damai
4. Memberikan kenyamanan bagi keluarga.

B. Masalah yang berkaitan dengan pasien terminal

1. Problem fisik, berkaitan dengan kondisi /penyakit terminalnya : nyeri, perubahan


berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik
2. Problem psikologis, Ketidakberdayaan , kehilangan kontrol, ketergantungan,
kehilangan diri dan harapan.
3. Problem sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan
4. Problem spiritual, faith ,hope, fear of unknown
5. Ketidaksesuaian, antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat

C. Tahapan Respon Klien terhadap Dying Process/ Proses Terminal


( Kubler – Ross,1969 )
1. Denial – penolakan
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi/ sedang
terjadi. Yang bersangkutan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya.
Denial berfungsi sebagai buffer setelah mendengar sesuatu yang tidak diharapkan. Ini
memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri.

2. Anger – marah
Fase marah terjadi saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini
sering sulit dipahami oleh keluarga/orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-
hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi
karena rasa tidak berdaya ,bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya
terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan

3. Bargaining – tawar menawar


Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan Tuhan agar terhindar dari
kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara
terbuka.Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau
dosa masa lalu

4. Depression – kesedihan mendalam


Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan ( past loss & impending loss
), ekspresi kesedihan ini – verbal/non verbal merupakan persiapan terhadap
kehilangan/perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.

5. Acceptance – menerima
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya, yang
bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan
kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat,
menulis surat wasiat.
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis
maupun sosio-spiritual, antara lain:
1. Problem oksigenasi
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental : agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler
2. Problem eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilisasi memperlambat peristaltic, kurang diit
serat dan asuhpan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal
bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (missal Ca Colon),
retensi urin, inkomtinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit missal trauma medulla spinalis, oligouri terjadi seiring penurunan
intake cairan atau kondisi penyakit missal gagal ginjal
3. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah – pecah, lidah kering dan membengkak,
mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
4. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
5. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea. Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun. Penglihatan kabur, pendengaran berkurang,
sensasi menurun

6. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan
7. Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering
8. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaan marah dan putus asa

D. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian


Kehilangan Tonus Otot, ditandai:

a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.


b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dsb
d. Penurunan kontrol spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.

Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:


a. Kemunduran dalam sensasi.
b. ,Cyanosis pada daerah ekstremitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.

Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :


a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, dangkal dan tidak teratur.
Gangguan Sensoria:
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal


1) Pupil mata melebar.
2) Tidak mampu untuk bergerak.
3) Kehilangan reflek.
4) Nadi cepat dan kecil.
5) Pernafasan cheyne-stoke dan ngorok.
6) Tekanan darah sangat rendah.
7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

E. Tanda-tanda Meninggal secara klinis


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.

F. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya


Terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
a. Closed Awareness/Kesadaran Tertutup/Tidak Mengerti
Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu
mengapa sakit dan percaya akan sembuh.
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat
hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada
pasien dan keluarganya. Perawat sering kalut dihadapkan dengan pertanyaan-
pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dsb.

b. Mutual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.


Dalam hal ini klien,keluarga,team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi
merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi
klien. Ini berat bagi klien karena tdk dapat mengekspresikan ketakutannya
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala
sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa ia berada diambang
kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini klien
dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan .
Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal
yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.
Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal
tersebut.

G. Hak-Hak Pasien Terminal


Dalam memberikan pelayanan kita harus memperhatikan hak-hak pasien a,l :
a. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal tiba.
b. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan yang terjadi.
c. Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya, apapun
yang terjadi.
d. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian
yang sedang dihadapinya.
e. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan perawatan.
f. Hak memperoleh perhatian dalam{ pengobatan dan perawatan secara
berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi
tujuan memberikan rasa nyaman.
g. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian
h. Hak untuk bebas dari rasa sakit
i. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur
j. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang
ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya
k. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat
l. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan
yang bertentangan dengan kepercayaan yang dianut
m. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya
bagi orang lain
n. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah
yang bersangkutan meninggal
o. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat
mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi kematian

H. Asasmen dan Intervensi Keperawatan dan Medis


1. Aspek Keperawatan
1.1 Asesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan
mengintervensi dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut:
a. Asesmen tingkat pemahaman pasien dan keluarga
1) Clesed awareness : Pasien dan atau keluarga percaya
bahwa pasien akan segera sembuh
2) Mutual Pretense: keluarga mengetahui kondisi terminal
pasien dan tidak membicarakannya lagi. Kadang –
kadang keluarga menghindari percakapan tentang
kematian demi menghindari percakapan tentang
kematian demi menghindari dari tekanan
3) Open awareness: keluarga telah mmengetahui tentang
proses kematian dan tidak merasa keberatan untuk
memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan
kesempatan untuk menyelesaikan masalah – masalah,
bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan
pemakaman.
b. Asesmen faktor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan
pada berbagai masalah, menurunnya fisik, perawat harus mampu
mengenali perubahan fisik yang terjadi pada pasien terminal,
meliputi:
1) Pernafasan (breath)
- apakah teratur atau tidak teratur
- apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi,
wheezing, stridor, crakles, dll
- apakah terjadi sesak nafas
- apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
- apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna,
baud an jenisnya
- apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau
tidak
2) Kardiovaskuler (blood)
- Bagaimana irama jantung, apakah regular atau
ireguler
- Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah,
dingin, basah dan pucat
- Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba,
lemah teraba, hilang timbul atau tidak teraba
- Apakah ada perdarahan atau tidak, bila ada dimana
lokasinya
- Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg
3) Persyarafan (brain)
- Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal
motoric dan kesadaran pasien
- Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau
muntah proyektil
- Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau
kemerahan
- Lain – lain bila ada
4) Perkemihan (bladder)
- Bagaimana areal genital, apakah bersih atau kotor
- Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari
- Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau
dengan bantuan dower kateter
- Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc/jam,
bagaimana warnanya, bagaimana baunya
5) Pencernaan (bowel)
- Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun
- Bagaimana porsi makan, habis atua tidak
- Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa
- Apakah mulut bersih, kotor dan berbau
- Apakah ada mual atau muntah
- Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur
atau tidak, bagaimana konsistensi, warna dan bau
dari feses
6) Musculoskeletal/intergumen
- Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas atau
terbatas
- Bagaimana warna kulit, apakah icterus, sianotik,
kemerahan, pucat atau hiperpigmentasi
- Apakah ada oedema atau tidak, bila ada, dimana
lokasinya
- Apakah ada decubitus atau tidak, bila ada dimana
lokasinya
- Apakah ada luka atau tidak, bila ada dimana
lokasinya dan apa jenis lukanya
- Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana
lokasinya
- Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana
lokasinya dan apa jenis frakturnya
- Apakah ada jalur infus atau tidak, bila ada dimana
lokasinya
c. Asesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmen rasa nyeri pasien. Bila sangant mengganggu,
maka segera lakukan majemen nyeri yang memadai
d. Asesmen faktor kultur psikososial
1) Tahap Denial.
Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien dan
penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan
hasilnya.
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi
protektif dan memberi waktu bagi klien untuk melihat
kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan
konfirmasi kondisi antara lain melalui second opinion

2) Tahap Anger.
Pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak
terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri
sendiri
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah
respon normal akan kehilangan dan ketidakberdayaan,
siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa
aman
3) Tahap Bargaining.
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini
dilakukan secara diam-diam. Bargaining sering
dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan
terhadap bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar
klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan
apabila perlu refer ke pemuka agama untuk
pendampingan
4) Tahap Depresi.
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan
untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat hadir
sebagai pendamping dan pendengar
5) Tahap Menerima.
Klien merasa damai dan tenang dampingi klien untuk
mempertahankan rasa berguna (self worth) berdayakan
pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih
mampu dilakukan dengan pendampingan fasilitasi untuk
menyiapkan perpisahan abadi

e. Asesmen faktor spiritual


Sesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang
yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada
saat pasien sedang berada pada tahapan bargaining.
1.2 Intervensi Keperawatan
a. Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien
b. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
c. Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan
nafas
d. Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat
e. Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/infeksi
kornea
f. Lakukan oral hygiene
g. Lakikan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase
pada daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak
kayu putih untuk mencegah decubitus
h. Lakukan manajemen nyeri yang memadai
i. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien
berdoa
j. Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada
keluarga yang berduka
k. Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan terhadap asuhan pasien, seperti penghentian bantuan
hidup, atau penundaan bantuan hidup.

2. Aspek Medis
2.1 Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
a. Tindakan resusitasi jantung paru
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti nafas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk
pasien yang tidak bernafas dan tidak menunjukkan tanda – tanda
sirkulasi
b. Pemberian nutrisi
1) NGT, seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan
makanan lewat mulut langsung sehingga perlu dilakukan
pemasangan NGT untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut
2) Parenteral nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi
secacra langsung kedalam pembuluh darah, yang berguna untuk
menjaga kebutuhan nutrisi pasien
c. Pemberian antibiotic
Pasien terminal, memiliki resiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan
pada saluran pernafasan, saluran kemih, peredaran darah atau daerah
trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas
dan mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya
perawatan.

I. Penanganan nyeri pasien terminal


Pada pasien yang berada pada tahap akhir penyakit, penting untuk mengingat bahwa
salah satu tujuan utama perawatan adalah menghilangkan atau meredakan penderitaan.
Pedoman berikut akan membantu :
1) Selalu percaya apa yang pasien katakan tentang nyeri mereka. Jangan pernah
membuat keputusan anda sendiri tentang seberapa nyeri yang mereka rasakan
2) Banyak pasien takut bahwa mereka akan meninggal dalam penderitaan yang
dalam. Bersikap baik ketika orang mengekspresikan atau menunjukkan rasa
takut. Tenangkan mereka dan beritahu mereka bahwa anda dapat merawat nyeri
tersebut dan bahwa mereka tidak perlu merasa takut.
3) Berikan dosis medikasi nyeri yang memberikan pengendalian nyeri paling
besar dengan efek samping paling kecil
4) Berikan pereda obat nyeri sepanjang siang dan malam hari (dua puluh empat
jam) untuk meyakinkan bahwa pasien mendapatkan peredaan nyeri yang
cukup.
5) Obat nyeri paling baik untuk pasien menjelang ajal adalah morfin. Dosis
morfin dapat ditingkatkan sesuai dengan meningkatnya toleransi pasien dan
menurunnya efektivitas obat.
6) Memberikan beberapa obat secara bersamaan (dalam kombinasi) akan
meningkatkan efektifitas obat. misalnya obat anti-inflamasi non-steroid
meningkatkan keefektifan opioid seperti morfin.
7) Gunakan rute paling sederhana untuk memberikan obat, berikan peroral selama
pasien dapat menelan. Jika pasien tidak dapat menelan, bolus opioid berulang
dapat diberikan di bawah kulit (rute subkutan).
8) Gunakan cara lain untuk mengendalikan nyeri, termasuk masase, musik, dan
memposisikan pasien dengan nyaman. Kadang bantalan panas atau botol air
panas berguna untuk mengatasi nyeri
9) Prediksi terhadap medikasi tidak pernah menjadi masalah penting untuk
pasien menjelang ajal.
10) Penurunan pernapasan (depresi pernapasan) tidak penting untuk pasien
menjelang ajal.

J. Pertahankan Kenyamanan Pasien


1) Pasien mungkin menderita ketidaknyamanan lain, sebagian karena medikasi
nyeri
2) Bila pasien konstipasi, Laksatif mungkin membantu. Juga dorong pasien untuk
meminum jus buah.
3) Sebanyak mungkin, beri pasien diet tinggi kalori dan tinggi vitamin. Jangan
paksa pasien untuk makan. Pasien harus makan hanya makanan yang dia ingin
makan.
4) Dorong pasien untuk minum cairan.
5) Pertahankan pasien bersih; mandikan dengan sering, beri perawatan mulut bila
mulut kering, dan bersihkan kelopak mata bila ada sekresi.
6) Bantu pasien turun dari tempat tidur dan duduk di kursi bila Ia mampu. Jika
tidak, ganti posisi setiap dua jam dan coba untuk mempertahankan pasien dalam
posisi apapun yang paling nyaman.
7) Jika pasien mengalami kesulitan bernapas, Bantu ia duduk.
8) Jika jalan napas tersumbat, Anda mungkin perlu melakukan penghisapan pada
tenggorokan pasien.
9) Jika pasien merasakan napas pendek atau kekurangan udara, berikan oksigen.
10) Bahkan ketika pasien hampir meninggal, mereka dapat mendengar, sehingga
jangan berbicara dengan berbisik, tapi bicaralah dengan jelas. Pasien juga masih
merasakan sentuhan anda.

K. Membantu Pasien Meninggal Dengan Damai


Penting untuk menanyakan kepada pasien dan keluarga apakah pasien ingin tinggal di
rumah sakit atau pulang untuk hari terakhirnya. Kadang keluarga tidak dapat merawat
pasien di rumah, tetapi itu merupakan pilihan. Bila pasien ingin pulang, ajarkan
keluarga bagaimana merawat pasien. Terutama, tunjukkan pada keluarga cara
memberikan obat untuk nyeri. Yakinkan bahwa mereka memahami bahwa sangat
penting memberikan obat dalam dosis dan waktu yang tepat. Juga jelaskan pada mereka
bagaimana membuat pasien nyaman, seperti disebutkan di atas.
1) Bila pasien tinggal di rumah sakit, cobalah sebanyak mungkin untuk melakukan
apa yang diinginkan pasien dan keluarga. Penting untuk memberikan
kenyamanan fisik. Juga penting untuk membuat pasien merasa aman sampai
tenang terhadap rasa takut, dan memberi pasien harapan.
2) Buat pasien merasa aman dan terlindungi dengan menunjukkan bahwa ia akan
dirawat, dan tidak akan ditinggalkan sendiri.
3) Tenangkan rasa takut dengan meyakinkan pasien bahwa ia akan dirawat, dan
tidak akan ditinggalkan sendiri.
4) Berikan harapan, jangan memberikan keyakinan palsu. Berikan target yang
lebih kecil. Bicara tentang kebaikan di masa yang akan datang, atau
mengingatkan bahwa anak-anaknya akan segera berkunjung.
5) Bila pasien memiliki urusan yang belum selesai, berikan bantuan apa yang ia
lakukan. Pasien mungkin perlu bantuan dalam mengatur anak-anak atau
rumahnya.
6) Berikan perawatan spiritual bila pasien menginginkan, atau berbicara kepada
keluarga untuk memanggil rohaniawan berkunjung.
7) Lebih dari semua itu, hargai keputusan pasien. Terima perasaan pasien, bila ia
tidak ingin makan, atau turun dari tempat tidur, atau membalikkan badan di
tempat tidur, terima hal ini. Dengarkan dan biarkan pasien bicara tentang
bagaimana perasaannya. Bila pasien atau keluarga marah, coba untuk
menerimanya.
8) Permudah bagi keluarga untuk tinggal dengan pasien sebanyak mungkin yang
mereka inginkan. Tunjukkan pada mereka bagaimana merawat pasien dan
mempertahankan pasien tetap nyaman dan bersih.
9) Pertahankan keluarga untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana
perasaan pasien. Ketika kematian mendekat, biarkan mereka mengetahui,
sehingga mereka dapat bersama pasien pada saat kematian bila mereka
menginginkan.
10) Tempatkan keluarga dan pasien menjelang kematian di kamar tersendiri (1
orang ) dengan persetujuan keluarga agar keluarga bisa bersama pasien
selama mungkin dan pasien bisa meninggal dengan tenang dan damai.

L. Pencegahan Kesepian dan Isolasi


Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori, perawat mengintervensi untuk
meningkatkan kualitas lingkungan. Klien menjelang ajal tidak harus secara rutin
ditempatkan dalam ruang tersendiri di lokasi yang sangat jauh. Klien merasakan
keterlibatan ketika dirawat bersama dan memperhatikan aktivitas perawat. Klien
menjelang ajal dapat merasa sangat kesepian terutama pada malam hari dan mungkin
merasa lebih aman jika seseorang tetap menemaninya di samping tempat tidur. Perawat
harus mengetahui cara menghubungi anggota keluarga jika kunjungan diperlukan atau
kondisi klien memburuk. Klien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi kematian.
Perawat tidak boleh merasa bersalah jika tidak dapat selalu memberikan dukungan ini.
Perawat harus mencoba untuk berada bersama klien menjelang kematian ketika
diperlukan dan memperlihatkan perhatian dan keharuan.

M. Peningkatan Ketenangan Spiritual.


Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjungan
rohaniawan. Perawat dapat memberi dukungan kepada klien dalam mengekspresikan
filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan
menganalisis nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat
dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk
mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan. Perawat dan keluarga dapat memberikan
ketenangan spiritual dengan menggunakan ketrampilan komunikasi, mengekspresikan
simpati, berdoa dengan klien, membaca literatur yang memberi inspirasi, dan
memainkan musik.
N. Dukungan untuk Keluarga yang Berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian dari
orang yang mereka cintai dan, waktu yang bersamaan, siap sedia untuk memberikan
dukungan. Perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan
membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.

O. Perawatan Setelah Kematian.


1) Bila keluarga ada pada saat kematian, biarkan mereka tinggal bersama pasien
setelah kematian untuk mengucapkan perpisahan.
2) Jika keluarga tidak ada, tetapi ingin melihat jenazah setelah kematian, buat
jenazah terlihat sealamiah mungkin. Buat lingkungan bersih. Penting untuk
melakukan ini dengan segera, karena mayat akan mulai kaku (rigor mortis) kira-
kira dua sampai empat jam setelah kematian.
3) Tempatkan jenazah dalam posisi datar, lengan pada sisi tubuh. Tempatkan bantal
atau gulungan handuk di bawah kepala sehingga darah tidak mengubah warna
wajah. Tutup kelopak mata selama beberapa detik sehingga mata tetap menutup.
Tutup mulut. Bersihkan daerah yang kotor. Singkirkan semua peralatan dan bahan
yang dipakai dari tempat tidur.
4) Tenangkan keluarga dan biarkan mereka berduka.

III. TATA LAKSANA


1. Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang kondisi terminal penyakit
pasien.(kolaborasi dengan dokter)
2. Berikan ketenangan dan dengarkan dengan sabar dan terima semua keluhan dan
perasaan pasien.
3. Lakukan asesmen sesering mungkin sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.Berikan
penanganan lebih lanjut sesuai hasil asesmen.
4. Berikan kenyamanan pada pasien.Bila pasien sesak beri oksigen.
5. Atasi keluhan nyeri pasien ( kolaborasi dengan dokter ).
6. Berikan perawatan spiritual bila pasien menginginkan, atau berbicara kepada
keluarga untuk memanggil rohaniawan berkunjung.Ajak keluarga untuk berdoa
bersama pasien.
7. Permudah bagi keluarga untuk tinggal dengan pasien sesering mungkin yang
mereka inginkan. Tunjukkan pada mereka bagaimana merawat pasien dan
mempertahankan pasien tetap nyaman dan bersih.
8. Tahu cara menghubungi anggota keluarga bila kondisi pasien memburuk.
9. Libatkan pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan terhadap
pemberian asuhan.
10. Temani pasien saat menjelang kematian.Beri perhatian dan ikut berempati pada
keluarga pasien bila pasien meninggal. Panggil dokter jaga ruangan untuk
memastikan kematian pasien.

IV. DOKUMENTASI
Pemberian informasi dan edukasi oleh DPJP dan perawat tentang penyakit tahap
terminal dicatat dalam form Pemberian Informasi dan Edukasi. Asesmen kebutuhan
pasien terminal dicatat dalam form.asesmen pasien terminal. Pelayanan pasien tahap
terminal oleh dokter dan perawat dicatat dalam form catatan terintegrasi.
Lampiran XIV: Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN PENYELESAIAN KOMPLAIN KELUHAN, KONFLIK ATAU


PERBEDAAN PENDAPAT PASIEN DAN KELUARGA

I. DEFINISI

Keluhan atau komplin adalah bentuk ketidakpuasan pasien dan keluarga pasien
oleh karena pelayanan yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang diterima.

Keluhan pasien adalah suatu reaksi ketidakpuasan pasien atas kejadian atau
masalah yang pernah atau sedang dialami pasien dan diajukan ke rumah sakit
atau orang lain atau istansi lain ,baik secara tertulis maupun lisan untuk
mendapatkan tanggapan atau penyelesaian.

Keluhan merupakan ungkapan kekecewaan atau ketidakpuasan pasien atas


pelayanan RSU Bhakti Rahayu yang sedang/telah dialami pada waktu ,lokasi
kejadian dan petugas untuk ditelusuri dalam upaya tindak lanjut. Ungkapan
kekecewaan ini biasanya diikuti dengan harapan adanya suatu
penyelesaian/saran-saran atau tindakan konkrit.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tidak terlepas dari


adanya komplain yang terjadi antara pasien dan rumah sakit. Komplain
merupakan akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau
berlawanan antara pasien dengan pihak rumah sakit, sehingga keduanya saling
terganggu. Untuk itu, komplain tersebut perlu diselesaikan dengan baik
sehingga tidak melebar terlalu jauh dari pokok pemasalahannya.

Komplain adalah suatu ketidakcocokan atas nilai – nilai dan tujuan – tujuan
yang diharapkan pasien/ karyawan terhadap pihak rumah sakit. Hal ini dapat
mengganggu bahkan membuat emosi atau stres yang dapat mempengaruhi
efisiensi dan produktivitas kerja. Mengingat hal tersebut diatas perlu dibuat
panduan menangani/ mengatasi komplain tersebut. Pasien/ karyawan yang
merasa tidak puas akan mengambil sikap untuk komplain terhadap pihak rumah
sakit atas keluhannya dan sudah menjadi kewajiban pihak rumah sakit untuk
menjawab dan menjelaskan komplain dari pihak pasien/ karyawan.

Dalam setiap komplain yang diberikan oleh pasien/ karyawan terhadap Rumah
Sakit harus selalu ditanggapi dengan baik dan diselesaikan dengan cepat. Hal
ini memang dilakukan agar tidak sampai terjadi konflik yang serius terhadap
pasien/ karyawan. Setiap permasalahan yang terjadi selalu diusahakan untuk
diselesaikan dengan mengacu pada panduan ini.

II. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup untuk komplain ini adalah Lingkungan RSU Bhakti Rahayu
Ambon. Dalam hal pelayanan terhadap pasien maupun keluhan karyawan pada :

- Unit Rawat Jalan


- Unit Rawat Inap
- Instalasi Farmasi
- Unit Laboratorium
- Unit Radiologi
- Unit Bedah Sentral
- Unit Gizi
- Unit Rumah tangga
- Pelayanan Ambulance
- Unit Rekam Medis
- Parkir
Faktor prnyebab timbulnya keluhan pasien
Beberapa factor yangmempengaruhi pasien mengeluh atau tidak di RSU Bhakti
Rahayu yaitu :

- Mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan.

- Tidak mendapatkan penyelesaian akan masalah kesehatannya.

- Menderita kerugian materi atau non materi akibat pelayanan yang diberikan
pasien.

- Tidak mendapatkan hak sesuai dengan harapannya.

- Keluhan yang terungkap biasanya berdasarkan :

Tingkat kepentingan pasien terhadap jasa atau biaya atau tarif rumah sakit

Pasien yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi terhadap suatu


pelayanan atau jasa biasanya akan lebih mudah untuk menhyampaikan
komplain jika tidak puas.pelayanan yang sama akan terasa berbeda
kepentingan penggunaannya jika digunakan oleh pasien atau pelanggan yang
berbeda pada waktu yang berbeda.

Perasaan sangat tidak puas

Terdapat pelayanan atau kualitas pelayanan yang berbeda dari harapan pasien,
semakin tinggi ketidakpuasan semakin tinggi kemungkinan pasien
menyampaikan komplain atau keluhan. Rendahnya kualitas pelayanan menjadi
penyebab utama untuk keluhan jenis ini.

Pasien mengharapkan adanya perbaikan pelayanan

Ada pelanggan atau pasien yang ingin menyampaikan keluhan dengan harapan
akan ada perbaikan terhadap kinerja karyawan maupun kualitas produk yang
dihasilkan.

Jenis Komplin atau Keluhan yaitu :

- komplain atas pelayanan medis dan keperawatan.


- komplain dari pasien atau keluarga terhadap pelayanan dokter atau
keperawatan.

- komplain terhadap sarana . merupakan komplain disebabkan oleh sarana


perawatan yang ada meliputi Kurangnya Peralatan Medis, kebersihan ruangan
dan kenyamanan pasien dan keluarga

- komplain terhadap pembayaran . komplain karena ketidak puasan terhadap


jumlah biaya perawatan pasien

Dampak keluhan dari pasien atau pelanggan

Dampak keluhan pasien terhadap kinerja rumah sakit dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu rumah sakit harus mempunyai kemampuan
mendeteksi keluhan pasien. Menanggapi keluhan pasien merupakan salah satu
prinsip pelayanan yang baik karena keluhan yang tidak segera teratasi akan
berdampak burujk terhadap citra rumah sakit dan rumah sakitakan kehilangan
pelanggan pasien. Pada dasarnya pelanggan atau pasien hanya ingin rumah
sakit cepat tanggap serta menunjukkan perhatiannya terhadap
ketidakpuasannya. Beberpa penelitian menunjukkan keluhan berdampak
strategic terhadap rumah sakit atau perusahaan , diantaranya :

Setiap pasien yang tidak puas rata-rata menyampaikan masalah keluhan


tersebut kepada 8 orang sampai 10 orang lainnya.

Dibutuhkan 12 insiden layanan positif untuk memperbaiki satu insiden layanan


negative

7 dari 10 pelanggan yang melakukan keluhan akan dating kembali ke tempat


yang sama jikamasalah keluhannya telah teratasi dengan baik.

Rata-rata setiap pelanggan yang keluhannya terselesaikan dengan baik akan


menceritakan pengalaman tersebut kepada 5 orang lain.

Hal yang penting bila pelanggan saat pelanggan menyampaikan keluhan adalah
apapun alasan pasien komplain dan bagaimanapun cara penyampaian masih
lebih baik dari pada pasien tidak berkata apapun tetapi langsung beralih ke
rumah sakit lain.

Penangan keluhan yang efektif

Kepuasan pasien ditentukan oleh harapannya terhadap rumah sakit.harapan


pasien terus berkembang sehingga diperlukan upaya-upaya untuk memenuhi
harapan pasien. Apabila harapan itu tidak terpenuhi akan menimbulkan
komplain/keluhan. Agar tidak menjadi ancaman rumah sakit maka keluhan itu
harus ditangani secara optimal sesuai dengan standar prosedur .

Ada 2 untuk menanangi keluhan pasien adalah :

- Kecepatan penanganan keluhan

- Penyelesaian keluhan

Dalam menangani keluhan pelanggan terdapat langkah-langkah efektif dalam


menangani keluhan yaitu:

- Ucapkan terimakasih

- Sampaikan maaf

- Cari tahu informasi keluhan yang dihadapi pasien

- Berjanji hal tersebut tidak akan terulang

- Langkah-langkah konkrit secepatnya untuk mengani keluhan

Keluhan pelanggan merupakan masukan atau feed back yang penting untuk
melaksanakan perbaikan proses dan system pelayanan kepada pasien.
Mengembangkan organisasi yang berorientasi kepuasan pasien perlu mempunyai
kemampuan menangani keluhan.

Untuk menangani keluhan dan memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
setiap unit kerja di RSU Bhakti Rahayu bekerjasama dan berkoordinasi dengan unit
lain sesuai dengan pokok masalah keluhan atau permintaan informasi yang
disampaikan pasien. Beberapa hal yang terkait dengan proses penangan keluhan adalah:
- Sumber Daya Manusia (SDM)

Pelaksana kegiatan penanganan keluhan adalah seluruh karyawan RSU Bhakti


Rahayu, terutama kepala unit dan kepala bagian.

- Sarana

Sarana yang dipakai sebagai penunjang penaganan keluhan dan pemberian informasi
terdiri dari

- Telepon regular

Telepon reguler adalah telepon yang ada di ruang informasi dan terhubung dengan
unit kerja untuk keperluan dinas.

- Hand phone

Sarana komunikasi berupa hand phone yang dapat memberikan kemudahan kepada
pasien untuk menyampaikan keluhan atau informasi pada jam kerja atau di luar jam
kerja.

- Kotak pengaduan atau kotak saran

Kotak saran adalah suatu sarana penunjang Yang dapat digunakan oleh pasien dan
keluarga untuk menyampaikan pengaduan atau saran atas pelayanan rumah sakit.

- Komplain langsung

Komplain yang langsung disampaikan ke bagian informasi terhadap pelayanan yang


diberikan.

Proses penanganan keluhan

Proses penanganan keluhan dapat melalui beberapa cara yaitu :

Petugas Ruangan :

Menerima, Mengklarifikasi, Mengoreksi komplain atau keluhan dari pasien


atau keluarga pasien dan mendokumentasikan

Kepala Unit :
Menerima, Mempelajari, Menentukan tindak lanjut dan menindaklanjuti
laporan komplain.

Customer Care

Rumuskan akar masalah dan lakukan tindak lanjut , dokumentasi dan tindak
lanjut

III. TATA LAKSANA

Tata laksana komplain pasien dan keluarga

Keluarga pasien / pasien melaporkan ke bagian Customer Care atau


keperawatan.

Informasi komplain diterima dan dicatat.

Pasien atau keluarga disuruh menunggu sebentar dan komplain di pilah


berdasarkan jenisnya.

~ Bila komplain mengenai pelayanan maka komplain diselesaikan oleh kanit,


kasub sie keperawatan dan kemudian ke kepala seksi pelayanan dan SDM.

~ Bila komplain mengenai sarana rumah sakit maka komplain diselesaikan oleh
Ka.Sub.Bag Umum

~ Bila komplain mengenai biaya perawatan maka diselesaikan oleh Kasir


kemudian kepala bagian keuangan.

~ Jika complain bersifat komplek maka diselesaikan oleh Kasie Pelayanan &
SDM, Kabag Umum & Humas, Kabag Keuangan & Akutansi dengan Direktur
Rumah Sakit.

Pasien komplain melalui Instalasi/Unit terkait

~ Petugas di lapangan ( instalasi/ unit/ bagian/ ruangan ) menerima komplain dari


pasien

~ Petugas mencatat keluhan, memberi jawaban sesuai dengan kewenangannya


Apabila pasien tidak puas dengan jawaban petugas, maka petugas menghubungi
atasan/ kepala unit/instalasi.

Minta bantuan kepada atasan/ kepala ruangan apabila pasien tidak puas dengan
jawaban petugas pada hari itu juga.

Minta bantuan kepada Bagian Humas hubungi kepala sub bag atau kepala bagian
sebagai atasan langsung di atasnya, apabila pasien tidak puas dengan jawaban
atasan/ kepala unit/instalasi, kepala sub sie/kasub bag pada hari itu juga.

Humas/ kepala bidang meminta pasien untuk menulis kronologi komplain


tersebut.

Humas/ kepala bidang akan menyampaikan kepada manajemen/ Direktur RS dan


pihak yang terkait atas komplain tersebut dan meminta jawabannya pada hari itu
juga.

~ Komplain yang bersifat medis akan disampaikan kepada Kasie Pelayanan &
SDM dimana akan dirapatkan di Komite Medik (jika perlu) untuk memberikan
jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti
Rahayu. Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi oleh Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu paling
lambat 2 X 24 Jam.

Jika jawaban sudah diterima oleh Humas, Humas akan menyampaikan


jawabannya kepada pasien secara langsung (yang sifatnya non medis), dan
ditemani oleh Case Manager (yang sifatnya medis) sebagai jawaban resmi dari
pihak manajemen. Dalam menyampaikan jawaban, Kasubag Humas mengundang
pasien/keluarga pasien secara kekeluargaan yang bertempat di ruang tamu
Humas.

Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Kasubag Humas akan
melaporkan ke Direktur untuk mengatasi permasalahannya.

Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan Humas kepada manajemen.
Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari sisi
SDM maupun system

Pasien Komplain Langsung ke Humas :

Humas menerima komplain dari pasien dan mencatat komplain tersebut.

Humas akan meminta waktu kepada pasien untuk konfirmasi ke unit terkait saat
itu juga.

Humas akan menyampaikan klarifikasi kepada pasien sesuai klarifikasi dari unit
terkait. Jika komplain menyangkut medis maka Humas akan ditemani oleh Case
Manager.

Jika pasien tidak puas dengan jawaban yang diberikan dari unit terkait, maka
Humas akan meminta waktu kepada pasien untuk disampaikan kepada pihak
manajemen.

Humas membuat laporan tertulis dengan lengkap untuk disampaikan ke


manajemen.

Pihak manajemen akan memberikan jawaban kepada Humas untuk disampaikan


kepada pasien sebagai jawaban resmi dari manajemen.

Komplain yang bersifat medis akan disampaikan kepada Direktur Medik yang
dimana akan dirapatkan di Komite Medik (Jika perlu) untuk memberikan jawaban
dan penjelasannya berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu
Ambon.

Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi oleh kasubag Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu
Ambon 2 x 24 Jam.

Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Kasubag Humas akan
melaporkan ke Direktur untuk mengatasi permasalahannya.

Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan Humas kepada manajemen.
Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari sisi
SDM maupun sistem

Pasien Komplain Melalui Media :

Komplain datang melalui media cetak, elektronik, surat, survei kepuasan pasien.

Humas mengkonfirmasi dan berkoordinasi dengan instalasi/unit terkait dan juga


Case Manager.

Hasilnya dilaporkan ke Direksi.

Humas mengkomunikasikan hasil jawaban kepada pasien melalui telepon,


pasien / keluarga datang ke ruang Humas atau melalui media yang digunakan
pasien / keluarga.

IV. DOKUMENTASI

Semua proses komplain atau keluhan pasien maupun keluarga pasien


dibuat dalam buku komplain pasien
V. DAFTAR PUSTAKA

1. Modul pelatihan jaminan kesehatan bagi petugas rumah sakit tahun 2012

2. Studentpreneur.co/penanganan-keluhan-pelanggan
ALUR PENYELESAIAN MASALAH
(KELUHAN PUBLIK EKSTERNAL)

PASIEN KOMPLAIN

Angket Kepuasan Pasien Kotak Saran Keluhan Langsung Media Massa

UNIT TERKAIT

Menerima Keluhan

HUMAS/ CUSTOMER CARE

Menerima Keluhan

KOORDINASI DENGAN UNIT TERKAIT

PENYELESAIAN SEGERA MAKS 2 X 24 JAM :

- Langsung
- Per Telepon

TERSELESAIKAN

LAPORAN PER BULAN (RANGKUMAN) DISAMPAIKAN KEPADA DIREKSI


ALUR PENYELESAIAN MASALAH
(KELUHAN PUBLIK INTERNAL)

KELUHAN

KARYAWAN BAGIAN/RUANGAN/INSTALA

KANIT/KA INSATALASI/KASUB
SIE/KASUB BAG

KONSULTASI PRIBADI/KELOMPOK

KASIE/KABAG

FEEDBACK KE KARYAWAN/INSTALASI
TERKAIT

MASALAH MASALAH BELUM SELESAI


SELESAI
KONFIRMASI KEATASAN LANGSUNG

MASALAH SELESAI MASALAH BELUM

KONFIRMASI KE:
* KASIE/KABAG
LAPORAN KE UNIT TERKAIT DAN * DIREKTUR
KASIE YAN & SDM/KABAG UMUM &
MARKETING
LAPORAN/PENYELESAI
AN SEGERA BERSAMA
DIREKTUR
V. DAFTAR PUSTAKA

1. Modul pelatihan jaminan kesehatan bagi petugas rumah sakit tahun 2012

2. Studentpreneur.co/penanganan-keluhan-pelanggan
Lampiran XV : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 002/RSBR.AMB.SK/VI/2015

Tanggal : 1 Juni 2015

PANDUAN

IDENTIFIKASI NILAI-NILAI DAN KEPERCAYAAN PASIEN

DIFINISI

Mengidentifiankasi nilai-nilai dan kepercayaan pasien adalah upaya untuk mengetahui


kepercayaan pasien .

RUANG LINGKUP

Nilai-nilai dan kepercayaan termasuk pasien itu beragama atau tidak. Nilai-nilai dan
kepercayaan yang dimaksud pada panduan adalah agama pasien,atau aliran
kepercayaan pasien bila tidak beragama. Atau pasien tidak mempunyai agama atau
aliran kepercayaan

Agama yang dimaksud adalah agama yang diakui resmi oleh pemerintah yang
meliputi,

Di Indonesia ada 6 agama yang dilindungi oleh pemerintah, yaitu:

Islam

Kristen Katholik

Kristen Protestan

Hindu

Buddha
Kong Hu Cu

Menurut UUD 1945 dinyatakan “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk


memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan menjamin semuanya akan
kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”.

Tujuan mengetahui nilai-nila dan kepercayaan pasien adalah agar pasien bila keadaan
tertentuingin mencari pembimbiing lebih mudah. Penyembuhan pasien juga
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kepercayaan yang diyakini kebenarannya oleh pasien
sendiri. Dengan mengetahui nilai-nila dan kepercayaan yang diyakini oleh pasien akan
mempermudah untuk memberikan pelayanan yang boleh atau tidak sehingga tidak
mengganggu hak pasien

Mengidentifikasi nilai-nilai dan kepercayaan pasien dimulai saat pasien mulai


mendaftar.Di bagian pendaftaran pasien atau keluarga sudah ditanyakan nilai-nilai dan
kepercayaan pasien/agama pasien. Dan nilai-nilai kepercayaan /agama pasien di catat
di rekam medis.

Pentingnya Agama/Kepercayaan Tersebut

Ada beberapa manfaat memeluk agama (menurut kepercayaan masing-masing), yaitu:

Dapat mendidik jiwa manusia menjadi tenteram, sabar, tawakkal dan sebagainya.
Lebih-lebih ketika dia ditimpa kesusahan dan kesulitan

Dapat memberi modal kepada manusia untuk menjadi manusia yang berjiwa besar,kuat
dan tidak mudah ditundukkan oleh siapapun

Dapat mendidik manusia berani menegakkan kebenaran dan takut untuk


melakukankesalahan.

Dapat memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwa mereka tumbuh sifat-sifat
utama seperti rendah hati, sopan santun, hormat-menghormati dan sebagainya. Agama
melarang orang untuk bersifat sombong, dengki, riya dan sebagainya.

Agar karakter dan mental manusia itu baik pahamilah agama secara baik. Agama
adalah pilihan hidup, prinsip, dan keyakinan mendasar manusia selama hidup. Agar
tidak terjadi seperti di Jepang atau Korea, statistik bunuh diri di sana sangat tinggi, hal
itu dikarenakan mereka kurang memahami arti dan fungsi hidup secara benar.

Peran, Fungsi, dan Nilai Agama Dalam Kehidupan

Peran agama bagi individu

Menjawab pertanyaan yang tak mampu dijawab oleh logika manusia

Memberi paradigma kepada manusia tentang Allah sebagai Tuhan

Membedakan antara yang hak dan yang batil

Fungsi kreatif, mendorong manusia untuk bekerja, beramal, dan kerja kreatif

Pedoman penyempurnaan akhlak

Fitrah manusia yang membutuhkan agama, adanya kekuatan adikodrati di luar


kemampuan manusia

Membangun dan membimbing dalam pembentukan ilmu pengetahuan dan teknologi

Fungsi agama bagi individu

Sebagai sistem nilai yang membuat norma-norma tertentu

Norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku
agar sejalan degan keyakinan agama yang dianutnya

Agama memberikan kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi, rasa sukses dan
rasa puas

Agama dapat mendorong individu melakukan sesuatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilatar belakangi keyakinan agama dinilai memiliki unsur kesucian dan ketaatan

Peran agama bagi masyarakat

Agama memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah satu sumber hukum atau
dijadikan sebagai norma.
Agama mengatur bagaimana gambaran kehidupan sosial yang ideal, yang sesuai
dengan fitrah manusia.

Agama memberikan contoh yang konkret mengenai kisah-kisah kehidupan sosio-


kultural manusia pada masa silam, yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi
kehidupan bermasyarakat di masa sekarang.

Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan
kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan
pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang
akan datang.

Fungsi agama bagi masyarakat

Fungsi Edukatif; ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus
dipatuhi; ajaran agama berfungsi menyuruh dan melarang. Dan karena unsur suruhan
dan larangan ini telah membimbing pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa
dengan baik menurut ajaran agama masing-masing;

Fungsi Penyelamat; keselamatan yang diberikan mencakup dua alam, yakni dunia dan
akhirat.

Fungsi Pendamaian; melalui tuntunan agama orang yang bersalah atau berdosa dapat
mencapai kedamaian batin, misalnya dengan cara bertobat, pencucian atau penebusan
dosa;

Fungsi Social Control; ajaran agama yang berfungsi sebagai norma dapat menjadi
pengawasan sosial secara individu maupun kelompok;

Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas; secara psikologis penganut agama yang sama akan
merasa memiliki kesamaan dan satu kesatuan; hal ini akan membina rasa solidaritas
yang bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan;

Fungsi Transformatif, ajaran agama dapat merubah seseorang/kelompok menjadi


kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya;
Fungsi Kreatif; ajaran agama mendorong seseorang/kelompok untuk bekerja produktif
bukan saja untuk kepentingan pribadi maupun orang lain, melakukan inovasi dan
penemuan baru;

Fungsi Sublimatif; ajaran agama mengkusudkan segala usaha manusia, selama tidak
bertentangan dgn norma agama, bila dilakukan dengan tulis lillahi ta’ala maka
termasuk ibadahan

Nilai dalam agama

Nilai spiritual yang tetap menjaga agar masyarakat tetap konsisten dalam menjaga
stabilitas lingkungan

Nilai kemanusiaan yang mengajarkan manusia agar dapat saling mengerti satu sama
lain, dan dapat saling bertenggang rasa.

Nilai kebenaran agama

Secara filosofis, kebenaran yang sebenarnya adalah satu, tunggal, dan tidak majemuk.
Yaitu sesuai dengan realitas. Dalam konteks agama, semua agama ingin mencapai
realitas tertinggi (the ultimate reality). Islam dan Kristen menerjemahkan realitas
tertinggi itu sebagai Allah (dengan pengucapan sedikit berbeda), Yahudi menyebutnya
Yehova, ini berarti bahwa yang dikejar sebagai realitas tertinggi itu adalah satu. Prithjof
Schoun mengatakan, bahwa semua agama itu sama pada alam transendental. Pada alam
ini semua agama mengejar realitas tertinggi.

Secara Sosiologi, menjadikan proses pencapaian dan penerjemahan Realitas Tertinggi,


menjadikan klaim agama berbeda. Islam memandang bahwa agamanyalah yang paling
benar, begitu juga dengan agama lainnya.

Nilai-nilai kepercayaan pasien juga sangat berpengaruh terhadap kesembuhan pasien


sehingga perlu untuk mengetahui nilai-nilai /kepercayaan yang dianut pasien

Identifikasi nilai-nilai kepercayaan pasien dimulai sejak pasien mendaftar untuk rawat
jalan atau rawat inap. Di ruang rawat inap hal yang sama dikonfirmasi lagi mengenai
nilai-nilai dan kepercayaan pasien.
TATALAKSANA

Bagian pendaftaran

Gunakan bahasa yang dimengerti pasien

Ucapkan salam

Tanyakan kepercayaan atau agama yang dianut pasien

Isi dikolom agam jenis agama yang dianut pasien

Bila tidak punya diisi tanda – (tidak mempunyai agama)

Petugas ruang rawat inap

Gunakan bahasa yang dimengerti pasien

Ucapakan salam

Konfirmasi mengenai agama atau keyakinan yang ditulis di rekam medis

DOKUMENTASI

Rekam medis
DAFTAR PUSTAKA :

1. Akreditasi.web.id/akre2012/?page_id=23
2. Akreditasi.web.id/2012/?page_id=1270 - Salinan
3. Www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k - Similar
pages
4. Rspondokindah.co.id/.../patient-advocate-hak-a-kewajiban-pasien.html -
Salinan
5. Ml.scribd.com/doc/110162094/Telusur-HPK
6. Lamongankab.go.id/instansi/.../hak-pasien-dan-keluarga-hpk-patient
7. Ml.scribd.com/doc/141810683/HAK-PASIEN-docx
8. Togarsilaban.wordpress.com/.../15/apa-aja-sih-hak-pasien-dan-keluarga -
Salinan
9. Chevichenko.wordpress.com/2009/11/28/kewajiban-hak-tenaga-medis
Lampiran XVI : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal : 1 Maret 2019

PANDUAN PEMBERIAN

INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN

DIFINISI

Hak pasien dalam pelayanan adalah Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki


oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk
berbuat sesuatu sehubungan dengan pelayanan yang diberikan sebagai pasien

II. RUANG LINGKUP

A. Pemberi Penjelasan hak pasien

1. Bagian pendaftaran

Pada awal pendaftran diberikan informasi oleh petugas mengenai


pelayanan di RSU Bhakti Rahayu Ambon termasuk hak pasien dan keluarga
secara lisan. Setelah informasi hak pasien dimengerti ,keluarga/pasien diminta
tandatangan pada formulir informasi. Dan pasien diberikan salinan hak pasien.

2. Petugas IGD
Perawat IGD memberikan kembali informasi kepada pasien termasuk
mengenai hak pasien secara lisan dan kemudian dilanjutkan secara tertulis
Kemudian keluarga/pasien menandatangani formulir informasi hak pasien

3. Petugas rawat inap

Perawat rawat inap menegaskan kembali informasi pelayanan di RSU


Bhakti Rahayu termasuk mengenai hak pasien secara lisan dan kemudian
dilanjutkan secara tertulis . Kemudian keluarga/pasien menandatangani formulir
informasi hak pasien

4. Dokter DPJP/dokter jaga

Dokter menjelaskan hasil dari rencana pelayanan dan pengobatan


termasuk kejadian yang tidak diharapkan dari pelayanan dan pengobatan.
Dokter menjelaskan setiap ada perubahan perkembangan hasil pelayanan dan
pengobatan pasien.

B. Cara memberi penjelasan

Pemberian penjelasan hak pasien dilakukan secara lisan dan diberikan


lembaran hak pasien untuk dibawa dan dibaca oleh pasien. Bahasa yang
digunakan untuk memberikan penjelasan adalah bahasa yang mudah dimengerti
oleh pasien atau keluarga

C. Materi penjelasan hak pasien

Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di Rumah Sakit.

Pasien berhak informasi tentang hak dan kewajiban pasien.

Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi.

Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai sengan standar
profesi dan standar prosedur operasional.
Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi.

Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan.

Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.

Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.

Pasien berhak mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data –
data medisnya.

Pasien berhak mendapat informasi menegenai yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan kompliksi yang
mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan. Termasuk memperoleh informasi mengenai hasil dari rencana pelayanan
dan pengobatan.

Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.

Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.

Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama


hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.

Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit.

Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku Rumah Sakit terhadap
dirinya.

Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya.
Pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengabn standar baik secara perdata maupun
pidana.

Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan pertauran
perundang – undangan.

III. TATALAKSANA

a. Tata laksana pemberian informasi hak dan tanggungjawab pasien dan keluarga

Siapkan foto copyan tentang hak pasien dan keluarga

Gunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien

Ucapkan salam “ Selamat pagi/siang/sore/malam, Bapak/Ibu”.

Jelaskan Maksud dan tujuan .

“ Bapak/Ibu, sesuai kebijakan pimpinan, saya akan menjelaskan hak


pasien dan keluarga yang di rawat di rumah sakit ini. Tujuannya adalah
agar bapak dapat mengerti hak sebagai pasien dan keluarga. Kalau ada
yang tidak mengerti bisa ditanyakan kepada perawat atau staf di sini “.

Menjelaskan dan menginformasikan hak dan kewajiban pasien di Rumah Sakit Umum
Bhakti Rahayu

Lakukan verifikasi untuk mengetahui bahwa pasien dan atau keluarga faham atas
informasi tersebut.

Berikan lembar hak pasien keluarga tersebut kepada keluarga atau pasien.

Ucapkan terimkasih dan sampaikan “ Terimakasih atas pengertian dan kerjasamanya


”.

b. Tata laksana penjelasan hasil pelayanan dan pengobatan

Siapkan rekam medis pasien


Gunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien

Ucapkan salam “ Selamat pagi/siang/sore/malam, Bapak/Ibu”.

Jelaskan Maksud dan tujuan pemanggilan pasien/keluarga

Menjelaskan dan menginformasikan hasil pelayanan dan pengobatan serta hasil yang
tidak diharapkan selama perawatan

Lakukan komunikasi 2 arah dengan pasien /keluarga untuk mengetahui bahwa pasien
dan atau keluarga faham atas informasi tersebut.

Ucapkan terimkasih dan sampaikan “ Terimakasih atas pengertian dan kerjasamanya ”.

IV. DOKUMENTASI

1. Materi penjelasan hak pasien

2. Formulir pemberian informasi/penjelasan


V. DAFTAR PUSTAKA

1. Manual persetujuan tindakan kedokteran,KKI,2006

2. keputusan dirjen yanmed HK.00.06.3.5.1866 tentang pedoman persetujuan


tindakan medik
Lampiran XVII : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal : 1 Maret 2019

PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI TERMASUK RENCANA


PENGOBATAN

A. DEFINISI
Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan di
rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.

Pada penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan


kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut
dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Yang
dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya
kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan
teknologi kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian asuhan medis kepada pasien
diberikan oleh dokter spesialis.

• DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter,


sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan
asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi /
penyakit, dari awal sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada
pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya
melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi rencana serta tindak
lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
• Pemberian informasi kepada pasien atau keluarganya tentang diagnosis,
tata cara tindakan medis (termasuk rencana pengobatan), tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis penyakit terhadap tindakan yang dilakukan merupakan kewajiban
dari Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)

• Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP
sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi.
Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola oleh
lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis
Mata dan Dokter Spesialis Saraf.

• Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya memberikan


uraian / data tentang hasil laboratorium atau radiologi, tidak dipakai istilah
DPJP, karena tidak memberikan asuhan

B. RUANG LINGKUP
Bagian yang terkait dengan pemberian informasi adalah:

• Rekam medik

• Komite Medik/SMF

• Sub Sie Keperawatan

• Unit rawat Jalan

• Instalasi Gawat darurat

• Unit Rawat Inap

• UBS

C. TATA LAKSANA
Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) harus aktif dan intensif dalam pemberian
edukasi/informasi kepada pasien karena merupakan elemen yang penting dalam
konteks Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan
kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia,
KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006)).

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) pada waktu visite pertama kali
memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya tentang hak dan kewajiban
sebagai pasien, antara lain tentang :

• Berikan informasi secara jelas dan benar mengenai kondisi pasien dengan
bahasa yang mudah di mengerti pasien.

• Informasi yang diberikan meliputi

• Diagnosis,

• Tata cara tindakan medis (termasuk rencana pengobatan),

• Tujuan tindakan medis,

• Alternatif tindakan,

• Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,

• Prognosis penyakit terhadap tindakan yang dilakukan.

• Berikan kesempatan kepada pasien untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas
(lakukan kroscek)

• Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dalam memberikan Informasi


kepada pasien dilakukan secara lisan kemudian didokumentasikan secara tertulis
pada formulir pemberian informasi didalam rekam medis pasien yang sudah
disediakan.

• Pastikan bahwa informasi yang diberikan telah dipahami oleh pasien maupun
keluarga pasien.

• Setelah memahami informasi, pasien atau keluarganya di mintai tandatangan


bahwa telah menerima informasi dari DPJP.

D. DOKUMENTASI
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dalam memberikan Informasi kepada
pasien dilakukan secara lisan kemudian didokumentasikan secara tertulis pada
formulir pemberian informasi didalam rekam medis pasien yang sudah disediakan.
Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan
nama dan paraf / tandatangan.
Lampiran XVIII: Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 002/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN DOKTER PENANGGUNG JAWAB PELAYANAN (DPJP)

I. DEFINISI

Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter yang bertanggung
jawab terhadap pelayanan dan pengelolaan asuhan medis seorang pasien,sesuai dengan
Undang-Undang RI nomor 39 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang RI
nomor 44 tentang Rumah Sakit. Pelayanan medis merupakan inti kinerja berdasarkan
evidence base medicine (Kedokteran berbasis bukti).Dalam proses ini, DPJP
melakukan pelayanan sesuai dengan keahliannya, bila kasus kebidanan maka DPJP
yang kompeten untuk kasus kebidanan adalah dokter kebidanan begitu juga dengan
spesialis lainnya.

Dalam era saat ini, pelayanan medis harus sesuai dengan kompetensinya. Berkaitan
dengan hal tersebut diatas, maka masing – masing SMF menetapkan dan mengatur
DPJP nya ,bila melakukan rawat bersama maka ditetapkan salah seorang dokter sebagai
Ketua Tim yang mengkoordinasikan kegiatan, sekaligus menjamin komunikasi dan
kesepakatan antar professional yang menjamin keselamatan pasien. Dokter Spesialis
wajib bertanggungjawab pada pelayanan dan pengelolaan asuhan medis seorang pasien
yang dirawatnya.

A. Hak dan Kewajiban DPJP :


Hak DPJP :
1. Mengelola asuhan medis seorang pasien secara mandiri dan otonom, yang
mengacu pada standar pelayanan medis rumah sakit, secara komprehensif
mulai dari diagnosa, terapi, tindak lanjut sampai rehabilitasi.
2. Melakukan konsultasi dengan disiplin lain yang dianggap perlu untuk
meminta pendapat atau perawatan bersama ,demi kesembuhan pasien.

Kewajiban DPJP :
1. Membuat rencana pelayanan pasien dalam berkas rekam medis yang memuat
segala aspek asuhan medis yang akan dilakukan, termasuk konsultasi,
rehabilitasi dll.
2. Memberikan penjelasan secara rinci kepada pasien dan keluarga tentang
rencana dan hasil pelayanan baik tentang pengobatan, prosedur maupun
kemungkinan hasil yang tidak diharapkan.
3. Memberikan pendidikan/edukasi kepada pasien tentang kewajibannya
terhadap dokter dan rumah sakit, yang dicatat dalam berkas rekam medis.
4. DPJP berkewajiban memberikan kesempatan kepada pasien atau keluarganya
untuk bertanya atas hal-hal yang tidak/belum dimengerti.

Hak dan Kewajiban DPJP Utama :


Hak DPJP Utama :
1. Melakukan koordinasi proses asuhan medis pasien oleh DPJP yang terlibat
2. Menyeleksi dan mengefisienkan pemeriksaan yang akan dilakukan terhadap
pasien
3. Menyeleksi dan mengefisienkan pengobatan yang akan diberikan kepada
pasien
4. Menghentikan keterlibatan DPJP lain dalam perawatan bersama apabila
dianggap perannya tidak dibutuhkan lagi.

Kewajiban DPJP Utama :


1. Memberikan penjelasan medis kepada keluarga atas kemajuan atau kondisi
pasien
2. Mengisi resume rekam medis pasien
3. Menjawab pertanyaan keluarga atas kondisi pasien.
B. Pola Operasional DPJP
Kebijakan :
1. Setiap pasien yang berobat di rumah sakit Bhakti rahayu harus memiliki
DPJP.
2. Apabila pasien berobat di unit rawat jalan maka DPJP nya adalah dokter
klinik terkait.
3. Apabila pasien berobat di IGD dan tidak dirawat inap, maka DPJP nya
adalah dokter jaga IGD
4. Apabila pasien dirawat inap maka DPJP nya adalah dokter spesialis disiplin
yang sesuai.
5. Apabila pasien dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang dokter spesialis ,
maka harus ditunjuk seorang sebagai DPJP utama dan yang lain sebagai
DPJP tambahan.

C. Penentuan DPJP ;
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) adalah dokter yang
bertanggung jawab sepenuhnya atas pengelolaan asuhan medis seorang
pasien apabila pasien hanya perlu asuhan medis dari 1 orang dokter
2. DPJP Utama adalah dokter koordinator yang memimpin proses pengelolaan
asuhan medis bagi pasien yang harus dirawat bersama oleh lebih dari 1
orang dokter.
3. DPJP Tambahan : adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada
seorang pasien yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan
perawatan bersama oleh lebih dari 1 orang dokter.

D. Penunjukan DPJP dan Pengelompokan DPJP


1. Regulasi tentang penunjukan seorang DPJP untuk mengelola seorang pasien,
pergantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medisnya telah tuntas,
ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat
berdasarkan permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan
langsung. Pergantian DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung
jawabnya. Tidak dibenarkan pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A
ditangani setiap minggu dengan pola hari Senin DrSp PD X, hari Rabu DrSp
PD Y, hari Sabtu DrSp PD Y.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan
penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan Direktur /
Kepala Rumah Sakit.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan
sebagai berikut :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien
pada awal perawatan
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan
penyakit dalam kondisi (relatif) terparah
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
4. Pengaturan tentang pengelompokan DPJP ditetapkan oleh Direktur sesuai
kebutuhan. Pengelompokan dapat dilakukan per disiplin (Kelompok Staf
Medis Bedah, Mata dsb), kategori penyakit (Pokja/Tim Kanker Payudara,
Kanker Cerviks, dsb), kategori organ (Pokja/Tim Cerebrovasculer, Hati, dsb).

II. RUANG LINGKUP

Panduan ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : IGD, Rawat
Jalan, Ruang perawatan, Ruang tindakan (OK dan VK) dan sarana penunjang medis.
Dokter penanggung jawab palayanan (DPJP) bertanggung jawab untuk koordinasi
selama pasien dirawat diketahui dan tersedia dalam seluruh fase asuhan rawat.

A. DASAR
Yang menjadi dasar dalam penetapan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
adalah :
1. UU no 44 tahun 2009 tentang RumahSakit pasal 5 :Rumah sakit mempunyai
fungsi : huruf b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
2. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal
RumahSakit (hospital by laws).
3. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 3 pengaturan praktik
kedokteran bertujuan untuk :
a. Memberikan perlindungan kepadapasien,
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan
c. Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
4. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan Rumah Sakit
wajib menerapkan sasaran keselamatan pasien.
5. Permenkes 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien Rumah Sakit
6. Pasal 7 Permenkes 1691 tahun 2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
:
1) Hak Pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukane valuasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5) Mendidik staf tentang keselamatan pasien dan
6) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
7) Pada lampiran Permenkes 1691 tahun 2011 pengaturan tentang
standar I. Hak pasien, adalah sebagai berikut.
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
a) Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c) Dokter penanggungjawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinant erjadinya
insiden.

7. Permenkes 755 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik Rumah


Sakit.
8. Permenkes 1438 tahun 2010 tentang standar pelayanan kedokteran.
9. Kode etik kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012.
10. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013 tentang Penerapan Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
11. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang
Pengesahan Standar Kompetensi Dokter dan Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia no 23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi
Dokter Gigi.
12. Peraturan konsil kedokteran Indonesia no 11 yahun 2012 tentang standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
13. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 48/KKI/PER/XII/2010 tentang
Kewenangan Dokter Indonesia.
14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
15. Keputuran Konsil Kedokteran Indonesia no 19/KKI/KEP/IX/2006 tentang
Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien.
16. Keputusan KOnsil Kedoktearn Indonesia no 18/KKI/KEP/IX/2006 tentang
Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia.
17. Konsil Kedokteran Indonesia :Komunikasi Efektif Dokter – Pasien, 2006.
III. TATA LAKSANA

A. Pola Operasional DPJP


1. Setiap pasien yang berobat di Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon harus
memiliki Dokter Penanggung Jawab Pelayanan.
2. Apabila pasien berobat di unit rawat jalan spesialis maka Dokter Penanggung
Jawab Pelayanannya adalah dokter poliklinik terkait.
3. Apabila pasien berobat di Poli umum/ IGD dan tidak dirawat inap, maka
Dokter Penanggung Jawab Pelayanannya adalah dokter Poli umum / IGD.
4. Apabila pasien dirawat inap maka Dokter Penanggung Jawab Pelayanannya
adalah dokter spesialis disiplin yang sesuai.
5. Apabila pasien dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang dokter spesialis , maka
harus ditunjuk seorang sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan utama
berdasarkan keluhan utama pasien dan yang lain sebagai Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan tambahan sesuai diagnosis pasien

B. Penentuan DPJP
Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit (baik
rawat jalan, IGD maupun rawat inap)
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) adalah dokter yang bertanggung
jawab sepenuhnya atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien apabila pasien
hanya perlu asuhan medis dari 1 orang dokter
2. DPJP Utama adalah dokter koordinator yang memimpin proses pengelolaan
asuhan medis bagi pasien yang harus dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang
dokter.
3. DPJP Tambahan : adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada
seorang pasien yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan
perawatan bersama oleh lebih dari 1 orang dokter.

Klarifikasi DPJP di Ruang Rawat


Apabila dari IGD maupun rawat jalan poli umum DPJP belum ditentukan, maka
dokter poli umum / IGD wajib segera melakukan klarifikasi tentang siapa DPJP
pasien tersebut. Apabila pasien dirawat bersama dokter poli umum / IGD
maupun petugas ruangan juga wajib melakukan klarifikasi siapa DPJP Utama
dan siapa DPJP Tambahannya.

C. Penentuan DPJP bagi pasien baru


Pengaturan penetapan DPJP dapat berdasarkan
1. Jadwal konsulen jaga di IGD atau Ruangan
Konsulen jaga hari itu menjadi DPJP dari semua pasien masuk pada hari
tersebut (pukul 07.00- 07.00)
2. Membuat surat konsulan langsung kepada konsulen, maka dokter spesialis yang
dituju otomatis menjadi DPJP pasien tersebut, kecuali dokter yang dituju
berhalangan, maka beralih ke konsulen jaga hari itu
3. Atas permintaan keluarga dan pasien berhak meminta salah seorang dokter
spesialis untuk menjadi DPJP nya sepanjang sesuai dengan disiplinnya. Apabila
penyakit yang dider
4. Jika pasien tidak sesuai dengan disiplin dokter dimaksud, maka diberi
penjelasan kepada pasien atau keluarga, dan bila pasien atau keluarga tetap pada
pendiriannya maka dokter spesialis yang dituju yang akan mengkonsulkan
kepada disiplin yang sesuai.

D. Rawat Bersama
1. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang /disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan penanganan
multi disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
2. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain sesuai
kebutuhan.
3. Segera ditentukan siapa yang menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara antara
lain penyakit yang terberat atau penyakit yang memerlukan tindakan segera
atau dokter yang pertama mengelola pasien.
4. Bila ada pengobatan dan saran dari DPJP tambahan, maka akan
dikomunikasikan dan dikoordinasikan terlebih dahulu kepada DPJP utama
E. Perubahan DPJP Utama
1. Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pelayanan, DPJP utama dapat saja
beralih dengan pertimbangan seperti diatas, atau atas keinginan pasien/keluarga
atau keputusan Komite medis.
2. Perubahan DPJP Utama ini harus dicatat dalam berkas rekam medis dan
ditentukan sejak kapan berlakunya.

F. DPJP Utama di OK
Adalah dokter operator yang melakukan operasi dan bertanggung jawab atas
seluruh kegiatan pembedahan, sedangkan dokter anestesi sebagai DPJP
tambahan. Dalam melaksanakan tugas mengikuti SOP masing-masing, akan
tetapi semua harus mengikuti prosedur Save Surgery checklist (sign in, time out
dan sign out) serta dicatat dalam berkas rekam medis.

G. Pengalihan DPJP di IGD


Pada pelayanan di IGD, dalam memenuhi respone time yang adekuat dan demi
keselamatan pasien , maka apabila konsulen jaga tidak dapat dihubungi dapat
dilakukan pengalihan DPJP kepada konsulen lain yang dapat segera dihubungi
sesuai urutan jaga konsulen.
Koordinasi dan Transfer Informasi antar DPJP
1. Koordinasi antar DPJP tentang rencana dan pengelolaan pasien harus
dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan efektif serta selalu
berpedoman pada SPM dan Standar Keselamatan pasien.
2. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP harus dilaksanakan secara
tertulis.
3. Apabila secara tertulis dirasa belum optimal maka harus dilakukan koordinasi
langsung, dengan komunikasi pribadi atau pertemuan/rapat formal
4. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dalam Departemen/kelompok
SMF yang sama dapat ditulis dalam berkas rekam medis,tetapi antar
departemen/kelompok SMF harus menggunakan formulir khusus /lembar
Konsultasi
5. Konsultasi bisa biasa, atau segera/cito
6. Dalam keadaan tertentu seperti konsul diatas meja operasi, lembar konsul bisa
menyusul , sebelumnya melalui telepon
7. Konsultasi dari dokter jaga IGD kepada konsulen jaga bisa lisan pertelepon
yang kemudian ditulis dalam berkas rekam medis oleh dokter jaga.

H. VISITE DPJP
1. Setiap dokter wajib mengunjungi (visite) setiap hari sesuai ketentuan jam
2. Apabila dokter belum visite pada waktu yang telah ditetapkan, perawat
ruangan wajib mengingatkan dokter untuk visite melaui alat komunikasi
yang tersedia.
3. Bila dalam keadaan emergency dokter belum bisa dihubungi maka
penanganan pasien bisa dilimpahkan ke dokter jaga IGD
4. Bila dokter behalangan untuk visite maka wajib mendelegasikan
kewajibannya pada dokter pengganti
5. Dokter wajib menulis tanggal dan jam viste pada lembar catatan
perkembangan terintegrasi

I. PENDELEGASIAN VISITE DPJP


1. Pada kasus rawat tunggal/bersama, apabila salah satu atau lebih DPJP
berhalangan hadir dalam perawatan kasus dimana kasus yang ditangainya
belum terselesaikan wajib mendelegasikan tugasnya kepda DPJP dnegan
kewenangan klinis yang sama.
2. Pendelegasian wajib dijelaskan kepada pasien damn atau keluarga
3. Setelah mendapat persetujuan pasien dan atau keluarga dokter dibantu
petugas rumah sakit akan menghubungi DPJP pengganti visite
4. Pendelgasian berlaku selama DPJP berhalngan dan dapat diambil alih
kembali dan wajibn bagi DPJP pengganti untuk menyerahkan perawatan
kecuali bila pasien dan atau keluarga tetap ingin melanjutkan perawatan
oleh DPJP pengganti visite.
5. Pendelegasin wajib disertai formulir pendelegasian visite DPJP
IV. DOKUMENTASI

Semua kegiatan penetapan DPJP di dokumentasikan di berkas rekam medis pasien.


Regulasi yang adekuat tentang DPJP dalam pelaksanaan asuhan medis, dan panduan ini
merupakan acuan utama bagi rumah sakit. Regulasi mencerminkan pengelolaan risiko
klinis dan pelayanan berfokus kepada pasien (patient centered care). Regulasi tersebut
diatas agar dapat diterapkan oleh para pemberi asuhan, termasuk DPJP, sehingga
terwujud asuhan pasien yang bermutu dan aman.

Di Rumah Sakit umum Bhakti Rahayu Ambon pendokumentasian dalam menetapkan


dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah dengan menggunakan formulir
surat pengantar rawat inap. Bagi pasien dari Unit Gawat Darurat (UGD) penetapan
DPJP mengacu kepada jadwal jaga yang ditetapkan oleh General Manager Medis.

Bila seorang DPJP menemukan masalah lain dari pasien yang dirawat olehnya dan
bukan bagian dari kewenangan klinisnya, maka DPJP melakukan
konsul/rawatbersama/alihrawat kepada dokter spesialis lain yang mempunyai
kewenangan klinis terhadap masalah pasien tersebut. Pendokumentasian hal ini dengan
menggunakan formulir Permohonan Konsultasi.

Bila DPJP cuti atau berhalangan hadir, DPJP dapat melimpahkan ke dokter spesialis
lain yang mempunyai kewenangan klinis untuk menangani pasien tersebut. Dalam hal
ini DPJP tersebut disebut sebagai DPJP pengganti. Informasi cuti di isi melalui fornulir
cuti dokter da nmenunjuk dokter pengganti untuk pelayanan di rawat jalan dan rawat
inap.
Lampiran XIX: Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon

Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019

Tanggal :1 Maret 2019

PANDUAN PERSETUJUAN UMUM / GENERAL CONSENT

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar belakang
Pelayanan medis modern memberikan kesempatan melalui persetujuan umum
sebagai prinsip-prinsip dasar yang benar kepada pasien untuk menerima atau menolak
bermacam tindakan medis tertentu. Para profesional dalam pelayanan kesehatan
meningkatkan perhatian tentang pentingnya informasi yang cukup sebagai isi
pernyataan general consent dari pasien yang meliputi prioritas prosedur treatment atau
clinical trial. Dengan sederhana General consent disifikasi lebih rinci atau dikhususkan
sebagai aturan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk
regulasi/memberikan kesempatan peran aktif pasien dalam pengambilan keputusan
medis.
Pendekatan dalam pelaksanaan General consent yang legal dan benar itu sendiri
tidak hanya berisi keputusan medis. Legalitasnya sangat dibutuhkan, hal ini bukan
hanya dianggap sebagai kewajiban melainkan sebagai dasar dalam komunikasi antara
tenaga kesehatan dan pasien. Jika dilaksanakan ketika pasien tidak tahu atau
memahami, maka mereka dianggap sudah paham padahal tidak. Secara empiris
penelitian menghasilkan kesimpulan dari berbagai kasus, pasien cenderung merasa
harus melakukan apa saja yang disampaikan oleh dokter, menjadi kurang agresif untuk
mencari alternatif dan menjadi lemah tidak mempunyai kekuatan dari berbagai macam
informasi yang disampaikan. Komunikasi yang efektif bukan berarti informasi yang
terlalu banyak, penelitian menunjukkan bahwa informasi yang berlebihan dari
pernyataan-pernyataan memungkinkan diterlupakan oleh si sakit, menjadi cemas dan
kadang-kadang bertentangan oleh pasien.
b. Definisi

1. Persetujuan untuk perawatan dan pengobatan adalah persetujuan pemeriksaan


dan tindakan medis yang meliputi pemeriksaan radiologi, laboratorium,
pemasangan infus, pemberian dan penyuntikan obat farmasi, pemasangan selang
makan, skin test, kecuali yang membutuhkan persetujuan khusus.

2. Persetujuan pelepasan informasi adalah pasien mengijinkan untuk memberikan


informasi tentang diagnosanya kepada rumah sakit untuk kepentingan asuransi,
dan pasien juga mengijinkan kepada 3 orang keluarga untuk mengetahui
diagnosanya, dan pasien menulis data atau nama keluarganya.

3. Barang – barang milik pasien adalah barang – barang yang dibawa ke rumah
sakit menjadi tanggung jawab pasien atau keluarga, rumah sakit tidak
bertanggung jawab atas kehilangan barang – barang tersebut.

4. Hak dan tanggung jawab adalah pasien memiliki hak tentang pengambilan
keputusan dalam hal perawatan medis dan rencana pengobatan.

5. Informasi rawat inap adalah informasi tentang perhitungan kamar rawat inap,
jam berkunjung, dan tentang tata tertib rumah sakit

6. Privasi adalah persetujuan pasien untuk siapa saja yang boleh tahu tentang
penyakitnya selama dirawat.

7. Informasi biaya adalah informasi tentang cara pembayaran selama dirawat di


rumah sakit, baik sebagai pasien umum maupun sebagai pasien asuransi atau
jaminan perusahaan.

8. Perhitungan hari rawat menjelaskan tentang perhitungan jam masuk rawat inap
dimulai dari jam 00.00 wib.

9. Jam besuk menjelaskan tentang peraturan jam besuk pasien yang mana untuk
pagi adalah jam 11.00 – 13.00 dan yang siang adalah jam 17.00 – 19.00 wib.

10. Pasien menyetujui segala ketentuan yang berlaku di rumah sakit dan
menandatanganinya.
c. Tujuan
Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang General consent
dan kaitannya dengan tindakan yang dilakukan.

Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun dan memberikan
General consent agar hukum perikatan ini tidak cacat hukum, diantaranya adalah:
1. Tidak bersifat memperdaya (Fraud).
2. Tidak berupaya menekan (Force).
3. Tidak menciptakan ketakutan (Fear).

BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan persetujuan umum ini berlaku di admisi, kasir, ruang rawat inap, kebidanan
& perinatologi, UPI, UBS di RSU Bhakti Rahayu Ambon

BAB III
TATA LAKSANA
1. Pasien datang ke admission dengan membawa surat pengantar rawat inap dari
poli/IGD yang merujuk rawat inap.
2. Pasien diminta untuk mengisi form PERSETUJUAN UMUM / GENERAL
CONSENT dan petugas menjelaskan masing-masing poin kepada pasien/keluarga
isi dari persetujuan umum tersebut
a. Mengisi identitas pasien yang dirawat
b. Jika diisi oleh keluarga, maka data keluarga juga diisi.
c. Persetujuan untuk perawatan dan pengobatan menjelaskan tentang persetujuan
pemeriksaan penunjang selama rawat inap.
d. Persetujuan pelepasan informasi menjelaskan tentang ijin memberikan
informasi diagnosa pasien kepada asuransi, dan pasien menuliskan 3 orang
nama yang diijin untuk boleh mengetahui diagnosa pasien tersebut.
e. Barang-barang milik pasien menjelaskan tentang rumah sakit tidak bertanggung
jawab atas barang berharga milik pasien selama dirawat di rumah sakit
f. Hak dan tanggung jawab pasien menjelaskan tentang pasien memiliki hak dalam
keputusan mengenai pengobatan selama rawat inap di rumah sakit.
g. Informasi rawat inap menjelaskan tentang peraturan rumah sakit selama dirawat
inap, termasuk perhitungan jam masuk rawat inap, informasi jam berkunjung,
keluarga atau penunggu pasien menggunakan tanda pengenal seperti kalung
penunggu pasien dan jika kalung penunggu pasien hilang maka pasien/keluarga
akan dibebankan biaya pengganti kalung sebesar Rp. 50.000,-
h. Privasi menjelaskan tentang privasi pasien jika ada pasien yang tidak berkenan
untuk dibesuk oleh keluarga atau siapapun maka pasien mengisi nama dan
hubungannya.
i. Informasi biaya menjelaskan tentang pembiayaan selama rawat inap. Jika pasien
tersebut menggunakan pembayaran pibadi atau cash maka pasien diminta untuk
deposit selambat-lambatnya 1x24 jam. Jika pasien menggunakan asuransi atau
jaminan maka petugas meminta kartu asuransi atau surat jaminan yang asli
kepada pasien/keluarga. Pasien/keluarga akan diminta untuk paraf pada poin ke
3 yang menjelaskan jika asuransi atau jaminan tidak menjamin rawat inapnya
maka pasien/keluarga bersedia menjadi pasien umum dan membayar semua
perawatan selama dirawat di rumah sakit.
3. Apabila sudah dimengerti pasien/keluarga, petugas dan saksi menanda tangani surat
persetujuan tersebut.
4. Apabila pasien tidak menggunakan asuransi atau sama dengan pasien umum, maka
petugas akan membuat form deposit sebagai pengantar pasien/keluarga ke kasir

BAB IV

DOKUMENTASI

Persetujuan umum ini didokumentasikan di dalam rekam medik pasien.


RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI RAHAYU
Jl. Ahmad Yani (Belakang RRI) Ambon
Telp. (0911) 342746 fax (0911) 311741

Ambon, 2 Pebruari 2019

Nomor :-
Lampiran :-
Perihal : Pembahasan Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) & Panduan HPK

Kepada Yth.
Undangan (terlampir)

Dengan hormat
Bersama ini kami mengundang Bpak / Ibu pada petemuan yang akan dilaksanakn pada :
Hari / tanggal : Selasa 5 Pebruari 2019
Pukul : 10.00 s.d 12.00 WITA

Tempat: Ruang Pertemuan Graha Kanuruhan

Acara : Pembahasan Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) & Panduan HPK

Mengingat pertemuan ini sangat penting, kami mengharapkan kehadiran teman-teman pada
waktu yang telah ditentukan. Atas kehadirannya kami ucapkan terimakasih

Ambon,1 Maret 2019

Hormat Kami

Josephina Proprey Amd.Kep


Person in Charge Pokja HPK
RUMAH SAKIT UMUM
BHAKTI RAHAYU AMBON

NOTULEN PEMBAHASAN KEBIJAKAN & PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN


PASIEN DAN KELUARGA RSU BHAKTI RAHAYU AMBON

Tempat : Ruang Pertemuan Aula RS Bhakti Rahayu Ambon


Tanggal : 1 Maret 2019
Waktu : Pukul10.00
s.d 12.00 WIT
Peserta : Terlampir

Notulen Rapat :
A. Rumah Sakit Bhakti Rahayu Ambon menetapkan kebijakan Hak pasien dan
keluarga beserta Panduan yang mendukung didalam pelayanan Hak Pasien dan
Keluarga diantaranya :
1. Rumah Sakit bertanggung jawab untuk memberikan proses yang mendukung
hak pasien dan keluarganya selama dalam pelayanan.
2. Rumah Sakit menjamin pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan
menghormati nilai-nilai pribadi dan kepercayaan pasien.
2. Rumah Sakit mempunyai proses untuk berespon terhadap permintaan pasien dan
keluarganya untuk pelayanan rohaniawan atau sejenisnya berkenaan dengan
agama dan kepercayaan pasien.
3. Rumah Sakit menjamin proses pelayanan menghormati kebutuhan privasi
pasien.
4. Rumah Sakit mengambil langkah untuk melindungi barang milik pasien dari
pencurian atau kehilangan.
5. Rumah Sakit menjamin bahwa pasien dilindungi dari kekerasan fisik.
6. Rumah Sakit menjamin bahwa anak-anak, individu yang cacat, manula dan
lainnya yang berisiko mendapatkan perlindungan yang layak.
7. Rumah Sakit menetapkan bahwa informasi tentang pasien adalah rahasia.
8. Rumah Sakit mendukung hak pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses
pelayanan.
9. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarga, dengan cara dan bahasa yang
dapat dimengerti tentang proses bagaimana mereka akan diberitahu tentang
kondisi medis dan diagnosis pasti, bagaimana mereka akan dijelaskan tentang
rencana pelayanan dan pengobatan dan bagaimana mereka dapat berpartisipasi
dalam keputusan pelayanan, bila mereka memintanya.
10. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang bagaimana mereka
akan dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan, termasuk hasil yang
tidak diharapkan dan siapa yang akan memberitahukan.
11. Selama dalam proses pelayanan, pasien, bila perlu keluarganya, mempunyai hak
untuk diberitahu mengenai hasil dari rencana pelayanan dan pengobatan. Juga
penting bahwa mereka diberitahu tentang kejadian tidak diharapkan dari
pelayanan dan pengobatan, seperti kejadian tidak terantisipasi pada operasi atau
obat yang diresepkan atau pengobatan lain. Harus jelas kepada pasien bagaimana
mereka akan diberitahu dan siapa yang akan memberitahu tentang hasil yang
diharapkan dan yang tidak diharapkan.
12. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang hak dan tanggung
jawab mereka yang berhubungan dengan penolakan atau tidak melanjutkan
pengobatan.
13. Rumah Sakit menghormati keinginan dan pilihan pasien menolak pelayanan
resusitasi atau menolak atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar.
14. Rumah Sakit mendukung hak pasien terhadap asesmen yang sesuai manajemen
nyeri yang tepat.
15. Rumah Sakit mendukung hak pasien untuk mendapat pelayanan yang
menghargai dan penuh kasih sayang pada akhir kehidupannya.
16. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keuarganya mengenai
proses menerima dan bertindak terhadap keluhan, konflik dan perbedaan
pendapat tentang pelayanan pasien dan hak pasien untuk berpartisipasi dalam
proses ini.
17. Staf Rumah Sakit dididik tentang peran mereka dalam mengidentifikasi nilai-
nilai dan kepercayaan pasien dan melindungi hak pasien.
18. Setiap pasien dijelaskan mengenai hak mereka dengan cara dan bahasa yang
dapat mereka pahami.
19. Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu
proses yang ditetapkan Rumah Sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih,
dalam bahasa yang dipahami pasien, selanjutnya akan diuraikan lebih lanjut
pada pedoman pelayanan.
20. Rumah Sakit menjamin pasien dan keluarganya menerima penjelasan yang
memadai tentang penyakit, saran pengobatan, dan para pemberi pelayanan,
sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang pelayanan.
21. Rumah Sakit menetapkan suatu proses, dalam konteks undang-undang dan
budaya yang ada, tentang orang lain yang dapat memberikan persetujuan.
22. Persetujuan umum untuk pengobatan, bila didapat pada waktu pasien masuk
sebagai pasien rawat inap atau didaftar pertama kali sebagai pasien rawat jalan,
harus jelas dalam cakupan dan batas-batasnya.
23. Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau
produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
24. Rumah Sakit membuat daftar semua kategori dan jenis pengobatan dan prosedur
yang memerlukan informed consent yang khusus.
25. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang
bagaimana cara mendapatkan akses ke penelitian klinik, pemeriksaan/investigasi
atau clinical trial yang melibatkan manusia sebagai subjek.
26. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang
bagaimana pasien yang berpartisipasi dalam penelitian klinis, pemeriksaan klinis
atau percobaan klinis mendapatkan perlindungan.
27. Informed Consent diperoleh sebelum pasien berpartisipasi dalam penelitian
klinis, pemeriksaan/investigasi klinis, dan percobaan klinis.
28. Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon menyatakan dengan sebuah
kebijakan tertulis bahwa tidak melakukan penelitian yang melibatkan manusia
sebagai subjeknya dan tidak memberikan pelayanan Donasi organ serta jaringan
tubuh lainnya
29. Pelaksanaan Hak Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit lebih lanjut akan
dijabarkan di dalam Pedoman Pelayanan dan Pedoman Pengorganisasi di
Instalasi atau Unit yang ada di Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon.

B. Panduan Hak Pasien Dan Keluarga akan dilampirkan sebagai pendukung


pelayanan terhadap Hak Pasien dan Keluarga diantaranya :

Lampiran I Panduan Hak dan Keluarga


Lampiran II Panduan Pelayanan Kerohanian
Lampiran III Panduan Pelayanan Privacy Pasien
Lampiran IV Perlindungan Terhadap Kerahasiaan Informasi Pasien
Lampiran V Panduan Perlindungan Terhadap Barang Milik Pasien
Lampiran VI Panduan Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik
Lampiran VII Panduan Komunikasi Pemberian Informasi dan Edukasi yang Efektif
Lampiran VIII Panduan Memperoleh Second Opinion
Lampiran IX Panduan Penjelasan/Informasi Hak Pasien Dalam Pelayanan
Lampiran X Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)
Lampiran XI Panduan Penolakan Resusitasi
Lampiran XII Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal
Lampiran XIII Panduan Penyelesaian Komplain Keluhan, Konflik atau Perbedaan Pendapat
Pasien dan Keluarga
Lampiran XIV Panduan Identifikasi Nilai-nilai dan Kepercayaan Pasien
Lampiran XV Panduan Pemberian Informasi Hak dan Tanggung Jawab Pasien
Lampiran XVI Panduan Pemberian Informasi Termasuk Rencana Pengobatan
Lampiran XVII Panduan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
Lampiran XVIII Panduan Persetujuan Umum / General Concsent
C. Pelayanan Nyeri akan dijelaskan diPedoman Nyeri oleh Tim Manajemen Nyeri
Rumah Sakit Bhakti Rahayu Ambon secara terpisah.
D. Kebijakan dilakukan acuan dalam melakukan pelayanan Hak Pasien dan Keluarga
di RSU Bhakti Rahayu Ambon.

Ambon, 5 Pebruari 2019


RSU Bhakti Rahayu Ambon
Josephina Proprey Amd.Kep
Person in Charge Pokja HPK

Anda mungkin juga menyukai