&
PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DAN KELUARGA
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami telah
berhasil membuat Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga RSU Bhakti Rahayu Ambon
tahun 2019.
Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga RSU Bhakti Rahayu Ambon akan
digunakan sebagai acuan dalam menjalankan pelayanan Rumah Sakit.
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam memberikan
masukan dalam penyusunan Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga RSU Bhakti Rahayu
Ambon.
Ambon
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
NOMOR : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/XII/2019
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DEFINISI
1. Hak :
Kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum
untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
2. Kewajiban :
Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang atau suatu
badan hukum.
3. Pasien :
Penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu, baik
dalam keadaan sehat maupun sakit.
4. Dokter dan Dokter Gigi :
Tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum
Bhakti Rahayu, mencakup dokter, dokter spesialis dan dokter gigi.
5. General Consent atau Persetujuan Umum :
Pernyataan kesepakatan yang diberikan oleh pasien terhadap peraturan rumah sakit
yang bersifat umum.
6. Informed Consent :
Pernyataan setuju (consent) ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara
bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud.
7. Keluarga
Suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara
kandung atau pengampunya.
Ayah:
- Ayah kandung
- Termasuk ayah adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat
Ibu:
- Ibu kandung
- Termasuk ibu adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Suami:
- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Istri:
- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang lakilaki
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri perlindungan
hak keluarga dapat diberikan kepada salah satu dari istri
3. Kewajiban Pasien
a. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala aturan dan tata
tertib rumah sakit.
b. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat
dalam pengobatannya.
c. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
d. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua biaya
atas jasa pelayanan Rumah Sakit / dokter.
e. Pasien dan atau penanggung-jawabnya berkewajiban memenuhi hal – hal
yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
4. Hak Dokter
a. Dokter berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
b. Dokter berhak untuk bekerja menurut standar pelayanan serta berdasarkan
hak otonomi.
c. Dokter berhak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
peraturan perundang – undangan, profesi dan etika.
d. Dokter berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila
misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk sehingga
kerja sama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk pasien
gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien kepada orang lain.
e. Dokter berhak atas privacy.
f. Berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan
ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.
g. Dokter berhak mendapat informasi lengkap dari pasien yang dirawatnya atau
dari keluarganya.
h. Dokter berhak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam
menghadapai pasien yang tidak puas terhadap pelayanan.
i. Dokter berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh Rumah Sakit
maupun oleh pasien.
j. Dokter berhak untuk mendapat imbalan atas jasa profesi yang diberikannya
berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan/peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit.
5. Kewajiban Dokter
a. Dokter wajib mematuhi peraturan Rumah Sakit sesuai dengan hubungan
hukum antara dokter dengan Rumah Sakit.
b. Dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar
pelayanan kedokteran dan menghormati hak – hak pasien.
c. Dokter wajib merujuk pasien ke dokter lain/rumah sakit lain yang
mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
d. Dokter wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai
keyakinannya.
e. Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
penderita, bahkan juga setelah pendarita itu meninggal dunia.
f. Dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
prikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
g. Dokter wajib memberikan informasi yang akurat tentang perlunya tindakan
medik yang bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkannya.
h. Dokter wajib membuat rekam medis yang baik secara lengkap dan
berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
i. Dokter wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran/kedokteran gigi.
j. Dokter wajib memenuhi hal – hal yang telah disepakati/perjanjian yang
telah dibuatnya.
k. Dokter wajib bekerja sama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara
timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
l. Dokter wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak Rumah Sakit.
IV. DOKUMENTASI
1. Formulir hak pasien dan keluarga / Leaflet / Banner
2. Formulir general consent
3. Formulir permintaan rohaniawan
4. Formulir permintaan menyimpan harta benda
5. Formulir pelepasan informasi
6. Formulir permintaan privasi
7. Formulir persetujuan / menolak tindakan kedokteran
8. Formulir DPJP
V. DAFTAR PUSTAKA :
1. Akreditasi.web.id/akre2012/?page_id=23
2. Akreditasi.web.id/2012/?page_id=1270 - Salinan
3. Www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k - Similar
pages
4. Rspondokindah.co.id/.../patient-advocate-hak-a-kewajiban-pasien.html -
Salinan
5. Ml.scribd.com/doc/110162094/Telusur-HPK
6. Lamongankab.go.id/instansi/.../hak-pasien-dan-keluarga-hpk-patient
7. Ml.scribd.com/doc/141810683/HAK-PASIEN-docx
8. Togarsilaban.wordpress.com/.../15/apa-aja-sih-hak-pasien-dan-keluarga -
Salinan
9. Chevichenko.wordpress.com/2009/11/28/kewajiban-hak-tenaga-medis
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DEFINISI
Pelayanan Kerohanian adalah suatu usaha bimbingan oleh pihak Rumah Sakit
Umum Bhakti Rahayu Ambon yang bekerja sama dengan pihak luar dibidang
kerohanian, untuk mendampingi dan menemui pasien rawat inap, agar mampu
memahami arti dan makna hidup sesuai dengan keyakinan dan agama yang
dianut masing-masing pasien.
Tujuan :
Pelayanan ini sebagai upaya untuk meningkatkan rasa percaya diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang menentukan kehidupan manusia ,sehingga motivasi ini
dapat menjadi pendorong dalam proses penyembuhan.
V. DOKUMENTASI
Formulir permintaan di dampingi rohaniawan, formulir ini ditempatkan dalam
rekam medis pasien.
VI. DAFTARPUSTAKA
1. https://nursinginformatic.wordpress.com/2013/04/16/kebijakan-pelayanan-
kerohanianwan dirumah sakit
2. http://www.gbirayon9.com/tentang-kami/pelayanan
Lampiran III : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DEFINISI
Privacy pasien adalah perasaan rasa aman dan bebas dari pasien saat dilakukan
pemeriksaan kesehatan mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang sampai diagnose yang ditegakkan termasuk isi rekam medis pasien
tentang kesehatannya.
V. DARTAR PUSTAKA :
1. http://www.iupui.edu tentang privasi vasien cara kuno
2. http://badanmutu.or.id/index.php?id=172-tentang pelayanan pasien
3. http://nursinginformatic.wordpress.com/2012/10/20/hak-pasien-dalam-
akreditasi-kars-versi-2012
Lampiran IV : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DIFINISI
Kerahasiaan informasi pasien adalah kerahasiaan terhadap hasil wawancara,
pemeriksaan, perawatan, pengobatan terhadap pasien yang termuat dalam rekam
medis.
IV. DOKUMENTASI
- catatan peminjaman rekam medis
- catatan keluar rekam medis
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman penyelenggaraan dan prosedur rekam medis rumah sakit di Indonesia edisi
II tahun 2006
Lampiran V : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DEFINISI
Perlindungan hak milik adalah perlindungan yang diberikan oleh rumah sakit
terhadap hak milik pada pasien .
IV. DOKUMENTASI
Dibuat pencatatan dan serah terima barang milik pasien oleh petugas security
dan perawat.
V. DAFTAR PUSTAKA :
1. www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k - Similar
pages.
2. www.jurnalskripsi.net/pdf/perlindungan...terhadap-barang-barang-milik -
Salinan
3. www.rspondokindah.co.id/rspi/...a-kewajiban-pasien.html?format=html
4. www.akreditasi.web.id/2012/e-data/1/12-hpk/Telusur%20HPK%20... - Salinan
5. ml.scribd.com/doc/105569395/dokumetasi-psikiatrik - Salinan
6. www.jurnalskripsi.net/pdf/perlindungan...terhadap-barang-barang-milik -
Salinan
Lampiran VI : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DEFINISI
Perlindungan kekerasan fisik adalah terhindarnya pasien dari kemungkinan cedera
oleh kekerasan yang dilakukan orang lain.
2. Tata laksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran :
- Perawat poli umum, spesialis dan gigi wajib mendampingi pasien saat
dilakukan pemeriksaan sampai selesai.
- Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan.
- Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak
yang ditunjuk dan dipercaya.
V. DAFTAR PUSTAKA :
1. Christianto, Hwian (2011) Tinadakan Bagi Rumah Sakit Sebagai Upaya
Perlindungan Pasien
2. elearning.mmr.umy.ac.id/file.php/1/STANDAR_AKREDITASI_RS_
Edi - - Similar pages.
3. www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k-
- Similar pages.
4. https://www.facebook.com/akreditasirs/posts/522221271141478 - 55k
- Similar pages
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
Tanggal :1 Maret 2019
i. DEFINISI
A. LATAR BELAKANG
Begitu pula dengan pelayanan rumah sakit, keberhasilan misi sebuah rumah
sakit sangat ditentukan oleh keluwesan berkomunikasi setiap petugas, perawat dan
dokter. Pelayanan rumah sakit selalu berhubungan dengan berbagai karakter dan
perilaku pasien yang berkepentingan dengan jasa perawatan sehingga petugas,
perawat dan dokter harus memahami dan mengerti bagaimana cara komunikasi yang
bisa diterapkan di segala situasi.
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter dengan pasien merupakan salah
satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Di Indonesia,
sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-
bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter
bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis
dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya
pasien merasa berada dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter sehingga takut
bertanya dan bercerita atau mengungkapkan diri. Hasilnya, pasien menerima saja
apa yang dikatakan dokter. Paradigma inilah yang harus kita perbaiki. Pasien dan
dokter harus berada dalam kedudukan setara sehingga pasien tidak merasa rendah
diri dan malu untuk bisa menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur
dan jelas. Komunikasi yang efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam
pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya.
B. PENGERTIAN KOMUNIKASI
C. TUJUAN
D. KLASIFIKASI KOMUNIKASI
1. Komunikasi Intrapersonal
3. Komunikasi Kelompok
4. Komunikasi Publik
5. Komunikasi Organisasi
6. Komunikasi Massa.
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikan heterogen yang
tersebar di suatu wilayah geografis yang luas dan mempertimbangkan pada
pesan komunikasi yang sama.
E. JENIS KOMUNIKASI
1. Komunikasi Tertulis
Lengkap
Ringkas
Pertimbangan
Konkrit.
Jelas
Sopan
Benar
Dalam Rumah Sakit, Komunikasi tertulis dapat berupa catatan perkembangan pasien,
catatan medis, laporan perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai
berikut:
2. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal ini harus memperhatikan arti denotative dan konotatif, kosa
kata, tempo bicara, intonasi, kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian.
Jenis komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah Sakit dalam hal
pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi ini biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara langsung.
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama dengan kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam
suatu kata. Misalnya kata “kritis”. Secara denotatif, kritis berarti cerdas, tetapi perawat
menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan pasien, tenaga medis harus berhati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalah artikan terutama saat menjelaskan pasien mengenai
kondisi kesehatannya dan saat terapi.
3. Intonasi
Komunikasi yang dilakukan pada waktu yang tepat akan membawa hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya, bila pasien sedang mengalami kesakitan, bukan
waktunya untuk tenaga medis menjelaskan resiko operasi. Oleh karena itu petugas dan
tenaga medis harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Relevansi
atau kesesuaian materi komunikasi juga merupakan faktor penting untuk diperhatikan.
Komunikasi akan efektif apabila topik berkenaan dengan masalah yang dihadapi
komunikan. Komunikasi verbal akan lebih bermanfaat jika pesan yang disampaikan
berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
7. Humor
Fasilitas kesehatan, mis: spal, air bersih, pembuangan sampah, mck, makanan
bergizi, dsb. Termasuk juga tempat pelayanan kesehatan seperti RS, poliklinik,
puskesmas, rs, posyandu, polindes, bides, dokter, perawat.
3. Faktor penguat (reinforcing factors), mencakup:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Angket/quesioner
4. Dokumentasi
2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu dilibatkan
Aktualisasi diri
Harga diri
Kasih sayang
Aman / nyaman
Biologis / Fisiologi
gangguan
Komunikator Pesan Saluran Komunikan
d. Sifat Komunikasi
- Tepat waktu
- Akurat
- Lengkap
- Jelas
- Mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi
tingkat kesalahan (kesalah pahaman).
Dikonfirmasikan
g. Prinsip Komunikasi
Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat, nama
orang, dll. Untuk menverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan sebaiknya
mengeja huruf demi huruf menggunakan menggunakan alfabeth standart
internasional yaitu :
Sumber: Wikipedia
Prosesnya:
Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu
kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif. Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung)
dan menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak
mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi
pasien baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan
kembali eduksi yang telah diberikan.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada
hambatan emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan
tanyakan kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk
mengisi formulir edukasi dan informsi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara
dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa
pasien dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih
dari satu orang).
A. Ruang Lingkup
1) TBK dilakukan pada saat menerima perintah lisan atau via telepon,
dengan cara menulis dan mengulang kembali terapi medikasi yang
disampaikan oleh dokter yang memberikan instruksi.
2) Dalam melaporkan keadaan pasien menggunakan komunikasi efektif
dengan metode SBAR digunakan pada saat melapor pasien kritis via
telepon, hand over, dan operan pasien antar ruangan. (S:
SITUATION: situasi yang menggambarkan kondisi pasien terkini
baik keadaan umum, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, diagnosa medis dan lainnya yang perlu dilaporkan, B:
BACKGROUND: gambaran riwayat kesehatan dan atau tindakan yg
telah dilakukan pada pasien dan hal yang mendukung terjadinya
kondisi atau situasi pasien saat ini, A: ASSESSMENT: kesimpulan
berupa rumusan masalah klinis (Problem) yang didapat dari hasil
analisa terhadap gambaran situasi dan background, R:
RECOMENDATION: usulan pelapor kepada DPJP (Dokter
Penanggungjawab Pelayanan) tentang alternatif tindakan yang
sebaiknya dilakukan)
3) Pelapor memperkenalkan diri saat melaporkan keadaan pasien via
telepon.
4) Menyampaikan laporan situasi: nama pasien, diagnosa dan keadaan
pasien saat ini (S).
5) Menyampaikan data pendukung dan riwayat pendukung berkaitan
dengan kondisi pasien saat ini termasuk tindakan yang sudah
dilakukan (B).
6) Menyampaikan masalah atau resiko kemungkinan masalah yang
sedang dan akan terjadi pada pasien (A).
7) Mengusulkan alternatif tindakan yang mungkin dilakukan (contoh:
dokter segera datang untuk memeriksa kondisi pasien; usul agar
diberikan terapi medikasi tertentu, dll) (R).
8) Tulis dan lakukan “TBK” atau baca ulang kembali program yang
diinstruksikan.
9) Bila program dokter berupa pemberian medikasi, maka lakukanlah
TBK dan TEACH BACK dengan:Membaca ulang kembali nama
obat, dilanjutkan dengan mengeja nama obat tersebut huruf demi
huruf untuk obat-obatan yang ‘Sound Alike’ (nama hampir mirip
dengan obat lain)
10) Ulang kembali penyebutan dosis, cara pemberian dan waktu
pemberian.
11) Pastikan kembali pada dokter bahwa isi ‘TBK’ sudah benar.
12) Tutup pembicaraan dengan mengingatkan dokter segera datang
untuk menandatangani program yang sudah diberikan.
13) Cap “ TBK ” pada kolom instruksi dibawah instruksi dokter yang
telah dicatat pada kolom catatan perkembangan terintegrasi.
14) ‘KOLOM VERIFIKASI/TANDA TANGAN PEMBERI
INSTRUKSI, untuk mengingatkan bahwa dokter harus
menandatangani program via teleponnya.
15) Dalam waktu maksimal 24 jam setelah instruksi diberikan, dokter
yang memberikan instruksi harus menandatangani instruksi pada cap
KOLOM VERIFIKASI/TANDA TANGAN PEMBERI
INSTRUKSI.
c. Prosedur Komunikasi Terapeutik
DAFTAR PUSTAKA
Badudu, JS, 2003, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta
Carma, L. Bylund & Gregory Makoul, Patient Education & Counseling 48 (2002) 207-
216
Djauzi, S and Supartondo. 2004. “Komunikasi dan Empati Dalam Hubungan Dokter-
Pasien” Jakarta: Balai Penerbit FK-UI
Koontz & Weihrich (1988), Management, 9th ed, Mc Graw Hill Inc, Singapore, pp.461
- 465
Kurtz, S., Silverman, J. & Drapper, J. (1998). Teaching and Learning Communication
Skills in Medicine. Oxon: Radcliffe Medical Press.
Lestari, E.G dan Maliki, M.A. 2003. Komunikasi Efektif. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
Poernomo, Ieda SS. 2004. Pengertian KIE dan Konseling. Jakarta: Makalah Perinasia.
Poernomo, Ieda SS. 2005. Komunikasi Metode Kanguru. Jakarta: Makalah Perinasia.
Schermerhorn, Hunt & Osborn (1994), Managing Organizational Behavior, 5th ed,
John Wiley & Sons, Inc, Canada, pp 562 - 578
Silverman, J., Kurtz, S. & Drapper, J. 1998. Skills for Communicating with Patients.
Oxon: Radcliffe Medical Press.
Tim Redaksi KBBI. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
28
Van Thiel, J., Van Dalen, J. & Ram, P. 2000. MAAS-Global Manual. Maastricht:
Maastricht University.
I. DEFINISI
1. Hak pasien untuk memperoleh pendapat dari dokter lain di luar dokter yang
merawat pasien di dalam rumah sakit maupun di luar Rumah sakit.
2. second opinion adalah pandangan dokter lain terhadap masalah kesehatan yang
dihadapi pasien.
3. second opinion adalah proses mencari evaluasi oleh dokter atau ahli bedah lain
untuk mengkonfirmasi rencana diagnosis dan pengobatan dari dokter utama,
atau untuk menawarkan diagnosis alternatif dan atau pendekatan pengobatan.
II. RUANG LINGKUP
Second opinion adalah salah satu bentuk perlindungan pasien, pasien perlu
mendapatkan hak-haknya dan hal ini dilindungi dalam undang-undang.
Pasien harus ingat bahwa itu adalah hak mereka untuk mencari pendapat kedua
sebelum melakukan operasi atau rencana pengobatan lain. Malu atau takut
ketidaksetujuan dari dokter perawatan primer seharusnya tidak menjadi
penghalang untuk mendapatkan pendapat kedua.
IV. DOKUMENTASI
Formulir second opinion terlampir didalam Rekam Medis
V. DAFTAR PUSTAKA :
1. Hosted by. Dr. Peter Salgo. Real doctors, real cases, real issues.
2. www.secondopinionnewsletter.com
3. en.wikipedia.org/wiki/Second opinion
4. repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter% 20II.pdf
5. Pusat Medicare dan Medicaid Services (CMS).
6. American Board of Spesialisasi Medis (ABM)
7. American College of Surgeons (ACS).
Lampiran IX : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DIFINISI
Hak pasien dalam pelayanan adalah Kekuasaan / kewenangan yang dimiliki
oleh seseorang atau suatu badan hukum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk
berbuat sesuatu sehubungan dengan pelayanan yang diberikan sebagai pasien
IV. DOKUMENTASI
1. Materi penjelasan hak pasien
2. Formulir pemberian informasi/penjelasan
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Manual persetujuan tindakan kedokteran,KKI,2006
2. keputusan dirjen yanmed HK.00.06.3.5.1866 tentang pedoman persetujuan tindakan
medik
Lampiran X : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
( INFORMED CONSENT )
I. DEFINISI
Ayah :
Ayah Kandung
Termasuk "Ayah" adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Ibu :
Ibu Kandung
Termasuk "Ibu" adalah Ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukun adat.
Suami :
Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Istri :
Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari 1 (satu) istri persetujuan /
penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka.
8. Wali, adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum
dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum, atau orang yang
menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua.
9. Induk semang, adalah orang yang berkewajiban untuk mangawasi serta ikut
bertangung jawab terhadap pribadi orang lain, sererti pemimpin asrama dari anak
perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang
belum dewasa.
10. Gangguan Mental, adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang secara
klinis menimbulkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang,
mencakup Gangguan Mental Berat, Retardasi Mental Sedang, Retardasi Mental
Berat, Dementia Senilis.
11. Pasien Gawat Darurat, adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat
atau akan menjadi gawat dan terancarn nyawanya atau anggota badannya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
12. Kompeten adalah cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisinya
dan menggunakaannya dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi.
II. TUJUAN
3. Memberi perlindungan hukum kepada semua pihak yaitu pasien, dokter, dan
Rumah Sakit.
V. DOKUMENTASI
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
( INFORMED CONSENT )
I. DEFINISI
a. Informed consent berasal dari kata Informed yang berarti telah mandapat informasi
dan Consent berarti persetujuan (izin) yang dimaksud dengan Informed Consent dalam
profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau izin dari seseorang (pasien)
yang diberikan dengan bebas, rasional tanpa paksaan dari pihak manapun
b. Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab pasien itu
sendiri. Dengan demikian sepanjang keadaan kesehatan tersebut tidak sampai
mengganggu orang lain maka keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah
kesehatan yang dimaksud sepenuhnya terpulang dan menjadi tanggung jawab yang
bersangkutan.
c. Bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter untuk memulihkan kesehatan
seseorang (pasien) hanya merupakan suatu upaya yang tidak wajib diterima oleh
seseorang (pasien) yang bersangkutan karena sesungguhnya dalam pelayananan
kedokteran tidak seorangpun yang dapat memastikan hasil akhir daripada pelayanan
kedokteran tersebut.
d. Bahwa hasil akhir dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
apabila terjalin kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien karena dokter dan
pasien akan dapat saling mengisi dan melengkapi.
e. Bahwa untuk mengatur keserasian, keharmonisan dan ketertiban hubungan dokter dan
pasien melalui pemberian Informed Consent harus ada pedoman sebagai acuan
pelaksanaan.
II. TUJUAN
Pelaksanaan Informed Consent ini dibuat dengan tujuan :
1. Memberi izin kepada dokter untuk melaksanakan tindakan kedokteran.
2. Menghindari salah pengertian atas tindakan yang dilakukan.
3.Memberi perlindungan hukum kepada semua pihak yaitu pasien, dokter, dan Rumah
Sakit.
b. Hak pasien
- Memperoleh informasi tentang penyakitnya dan tindakan yang hendak
dilakukan.
- Memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut.
- Memilih alternatif yang lain jika ada.
- Menolak usul tindakan yang hendak dilakukan.
- Mengetahui siapa yang bertanggung jawab dan berhak untuk melaksanakan
tindakan tersebut.
V. DOKUMENTASI
1. Inform consent tindakan anastesi dan bedah
2. Inform consent tindakan medis.
Lampiran XII : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. PENDAHULUAN
1. Resusitasi Jantung-Paru (RJP) didefinisikan sebagai suatu sarana dalam
memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk pasien yang tidak sadar,
tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi.
a. RJP merupakan suatu prosedur emergensi dan di rumah sakit biasanya
telah dibentuk tim khusus yang terlatih dan berpengalaman dalam
melakukan RJP.
b. Menurut statistik, tindakan RJP dilakukan sebanyak 1/3 dari 2 miliar
kematian pasien yang terjadi di rumah sakit Amerika Serikat setiap
tahunnya. Proporsi dari tindakan RJP ini dianggap berhasil dalam
merestorasi fungsi kardiopulmoner pasien.
c. Dari pasien-pasien yang dilakukan RJP, sebanyak 1/3-nya berhasil, dan
1/3 dari pasien-pasien yang berhasil ini dapat bertahan hingga pulang
dari rumah sakit.
d. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada sifat dan derajat penyakit
pasien.
e. Pada suatu studi di Rumah Sakit Boston, pasien dengan kanker lanjut
yang telah bermetastasis tidak ada yang dapat bertahan hidup hingga
pulang dari rumah sakit. Diantara pasien gagal ginjal, hanya 2% yang
bertahan hidup sampai pulang dari rumah sakit.
f. Biasanya pada pasien yang berhasil dilakukan RJP inisial tetapi
meninggal sebelum pulang dari rumah sakit, hampir selalu dirawat di
Ruang Rawat Intensif (Intensive Care Unit-ICU)
g. Pada suatu studi lainnya menyatakan bahwa sekitar 11% pasien yang
berhasil dilakukan RJP inisial akan mengalami RJP ulang minimal 1 kali
selama masa perawatan di rumah sakit.
h. Biasanya pasien RJP yang berhasil bertahan hidup dan pulang dari
rumah sakit tidak mengalami gangguan / disfungsi yang berat.
i. Suatu studi menyatakan bahwa 93% dari pasien-pasien ini memiliki
orientasi yang baik saat dipulangkan dari rumah sakit.
j. Pada pasien-pasien yang berhasil dilakukan RJP; beberapa diantaranya
berhasil mengalami pemulihan sempurna, beberapa pulih tetapi
memiliki masalah kesehatan dan tidak pernah kembali ke level normal
sebelum terjadi henti jantung / napas, beberapa mengalami kerusakan /
cedera otak atau koma, dan beberapa lainnya jatuh kembali ke dalam
kondisi henti jantung / napas sehingga harus dilakukan RJP ulang.
k. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada:
i. Penyebab terjadinya henti jantung / napas pada pasien
ii. Penyakit / masalah medis yang mendasari
iii. Kondisi kesehatan pasien secara umum.
l. Seringnya, pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami
kondisi yang sakit dan membutuhkan penanganan lebih lanjut, dan
biasanya dirawat di ICU.
2. Penting untuk mengidentifikasi pasien di mana terjadinya henti napas dan
jantung menandakan kondisi terminal penyakit pasien dan di mana usaha RJP
tidak akan membuahkan hasil (sia-sia).
3. Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk diketahui bahwa kebijakan
ini harus dipatuhi dan diikuti oleh seluruh tenaga kesehatan profesional di
tingkat primer, rumah sakit, dan petugas / tim transfer intra- dan antar-rumah
sakit.
4. Hak pasien untuk menolak RJP harus dihargai. Hal ini mungkin dikarenakan
pasien berpendapat bahwa dengan melakukan usaha RJP hanya akan
memperpanjang kualitas hidup yang buruk.
5. Kebijakan ini hanya berkaitan dengan usaha RJP, bukan dengan penundaan atau
pembatalan pemberian tatalaksana lainnya, seperti terapi antibiotic, nutrisi
parenteral, dan sebagainya.1
II. LATAR BELAKANG
1. Angka kelangsungan hidup pasien dewasa (survival rates) yang dilakukan RJP
dan pulang dari rumah sakit sekitar 5 – 20 %, dan telah terbukti bahwa usaha
RJP akan lebih baik jika:
a. Akses ke Tim Resusitasi / Unit Gawat Darurat dilakukan lebih awal
(segera)
b. Pemberian bantuan hidup dasar lebih awal
c. Pemberian bantuan hidup lanjut lebih awal
2. Beberapa pasien memiliki angka kelangsungan hidup yang sangat rendah (< 1-
2%), misalnya pada pasien dengan infeksi berat, tekanan darah rendah dalam
jangka waktu lama, gagal ginjal / jantung yang berat, atau keganasan dengan
penyebaran luas (metastasis).
3. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung / napas
di rumah sakit adalah rendah. Namun jika ditangani dengan tepat dan segera,
memiliki angka keberhasilan sebesar 70%.
4. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung / napas
di luar rumah sakit masih di bawah 10%. Pada umumnya, anak-anak yang
berhasil bertahan hidup dan pulang dari rumah sakit mengalami defisit
neurologi.
III. TUJUAN
1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan
Do Not Resuscitate (DNR) tidak disalah artikan / misinterpretasi.
2. Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan
terstandarisasi mengenai pengambilan keputusan DNR.
IV. DEFINISI
1. Henti jantung: adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan jantung secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
a. Hal ini dapat disebabkan oleh fibrilasi ventrikel, asistol, atau pulseless
electrical activity (PEA).
b. Untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera
mungkin (< 3 menit setelah kejadian henti jantung).
c. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi, dan
pupil dilatasi maksimal; hal ini bukanlah kejadian henti jantung dan
tidak perlu dilakukan tindakan resusitasi.
2. Resusitasi Jantung-Paru (RJP): didefinisikan sebagai suatu sarana dalam
memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk: pasien yang tidak
sadar, tidak bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda
sirkulasi; dan tidak tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.
3. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR): adalah suatu tindakan di mana jika
pasien mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil
dan tidak akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
a. Jika pasien mengalami henti jantung dan atau napas, lakukan asesmen
segera untuk mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posisi pasien,
patensi jalan napas, dan sebagainya. Tidak perlu melakukan usaha
bantuan hidup dasar maupun lanjut.
b. DNR tidak berarti semua tatalaksana / penanganan aktif terhadap
kondisi pasien diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien
(misalnya terapi intravena, pemberian obat-obatan) tetap dilakukan pada
pasien DNR.
c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
4. Fase / kondisi terminal penyakit: adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya
tidak dapat disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat, dan di mana
pengaplikasian terapi untuk memperpanjang / mempertahankan hidup hanya
akan berefek dalam memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
5. Pelayanan paliatif: adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk
mengurangi nyeri / penderitaan pasien. Hal ini termasuk: pemberian nutrisi,
hidrasi, dan kenyamanan, kecuali terdapat instruksi spesifik untuk menunda
pemberian nutrisi / hidrasi.6
V. TANGGUNG JAWAB
1. Dewan Direksi: bertanggungjawab untuk memastikan implementasi Kebijakan
Do Not Resuscitate (DNR). Fungsi ini didelegasikan kepada Kasub Sie
Pelayanan Medis
2. Kasub Sie Pelayanan Medis: memastikan setiap staf / petugas mengetahui
dan mematuhi kebijakan ini, serta memastikan dilakukannya audit kebijakan
DNR.
3. Staf / Petugas Rumah Sakit: semua staf yang terlibat dalam pengambilan
keputusan tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan kebijakan
ini. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses ini berlangsung
harus dilaporkan pada berkas / formulir insidens sesuai dengan algoritma yang
berlaku.
VI. PRINSIP
1. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat
keputusan secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi (DNR).
2. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien.
3. Komunikasi yang baik sangatlah penting.
4. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang memiliki kemungkinan henti napas
/ jantung mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan jika hal
ini terjadi.
5. Pasien harus diberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi dan
penyakit pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi.
6. Tanggung jawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada konsultan /
dokter umum yang bertanggungjawab atas pasien. Jika terdapat keraguan dalam
mengambil keputusan, dapat meminta saran dari dokter senior.
7. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi berikut ini:
a. RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan
pasien
b. Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas
untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP
c. Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP.
d. Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan
alasan kuat.
e. Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya /
sekarat, di mana tindakan RJP tidak dapat menunda fase terminal /
kodisi sekarat pasien dan tidak memberikan keuntungan terapetik (risiko
/ bahayanya melebihi keuntungannya)
i. Contoh: henti jantung / napas yang dialami pasien merupakan
kejadian alamiah akibat penyakit terminal yang diderita. Pada
kasus ini, RJP mungkin dapat mengembalikan fungsi jantung-
paru pasien secara sementara tetapi kondisi keseluruhan pasien
dapat memburuk dan henti jantung / napas akan terjadi kembali,
yang merupakan bagian dari proses alamiah dan tidak dapat
terhindarkan dari proses sekarat /kematian pasien.
ii. Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan /
merugikan pasien dan bertolak belakang dengan etika kedokteran
(prinsip ‘do no harm’).
8. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
9. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk pasien
dan harus didiskusikan dengan pasien meskipun tidak ada kewajiban secara
etika untuk mendiskusikan DNR dengan pasien-pasien yang menjalani
perawatan paliatif (di mana usaha RJP adalah sia-sia).
10. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan tergantung
dengan kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi dapat dilakukan
oleh konsultan rumah sakit, dokter umum, atau perawat yang bertugas. Staf
harus memberitahukan hasil diskusi mereka dengan pasien kepada dokter
penanggungjawab pasien.
11. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan pasien
mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan pasien (yang
kompeten secara mental).
12. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekam medis
pasien.
13. Di rekam medis, harus tercantum:
a. tulisan ‘Pasien ini tidak dilakukan resusitasi
b. Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan
c. Indikasi / alasan tindakan DNR
d. Batas waktu berlakunya instruksi DNR
e. Nama dokter penanggungjawab pasien
f. Ditandatangani oleh dokter penanggungjawab pasien (yang
mengambil keputusan)
Contoh:
5. Rekomendasi:
a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur
pembedahan harus dikonsultasikan kepada tim bedah dan anestesiologis.
b. Lakukan peninjauan ulang keputusan DNR oleh anestesiologis dan
dokter bedah dengan pasien, wali, keluarga, atau dokter
penanggungjawab pasien (jika diindikasikan) sebelum melakukan
prosedur anestesi dan pembedahan.
c. Tujuan peninjauan ulang ini adalah untuk memperoleh kesepakatan
mengenai penanganan apa saja yang akan boleh dilakukan selama
prosedur anestesi dan pembedahan.
d. Terdapat 3 pilihan dalam meninjau ulang keputusan DNR, yaitu:
i. Pilihan pertama: keputusan DNR dibatalkan selama menjalani
anestesi dan pembedahan, dan ditinjau ulang kembali saat pasien
keluar dari ruang pemulihan. Saat menjalani pembedahan dan
anestesi, lakukan RJP jika terdapat henti jantung / napas.
8. Fase pre-operatif:
a. Lakukan diskusi antara pasien / wali sah, keluarga, anestesiologis,
dokter bedah, dokter penanggungjawab pasien, dan perawat.
b. Lakukan asesmen mengenai:
i. Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi
pasien
ii. Intervensi pembedahan yang diperlukan
iii. Riwayat keputusan DNR sebelumnya, termasuk:
Durasi / batas waktu berlakunya keputusan tersebut
Siapa yang bertanggungjawab menetapkan keputusan
tersebut
Alasan keputusan tersebut dibuat
iv. Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien
ini perlu menjalani anestesi dan pembedahan (pertimbangkan
dari sudut pandang pasien, keluarga, dokter bedah, dan
anestesiologis).
v. Jika pembedahan dianggap perlu, tentukan batasan-batasan
tindakan resusitasi apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-
operatif , lakukan komunikasi yang efektif, detail, dan terbuka
dengan pasien, keluarga, dan atau wali sah pasien.
vi. Jika keputusan DNR telah dibuat dan disepakati, harus dicatat di
rekam medis pasien, ditandatangani oleh pihak-pihak yang
terlibat, dan cantumkan tanggal keputusan dibuat.
vii. Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan dibuat
dan kondisi medis pasien memungkinkan untuk menjalani
pembedahan.
9. Fase intra-operatif
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi.
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati untuk
menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum di-
transfer ke kamar operasi.
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui mengenai pilihan
keputusan DNR yang diambil.
d. Dokter bedah dan anestesiologis yang terlibat dalam konsultasi pre-
operatif harus hadir selama prosedur berlangsung.
10. Fase pasca-operatif
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada petugas di ruang
pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan / dipindahkan
dari ruang pemulihan.
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi alih rawat
pasien dari ruang pemulihan ke perawat di ruang rawat inap.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas waktunya
hingg pasien telah ditransfer ke ruang rawat inap pasca-operasi.
Misalnya: jika penggunaan infus epidural / alat analgesik akan tetap
dipakai oleh pasien pasca-operasi.
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan keputusan
DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi
X. KEPUTUSAN DNR PADA PEDIATRIK
1. Pada pasien anak (usia < 18 tahun), diskusikan dengan orang tua pasien.
2. Orang tua harus mendapat informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi
dan penyakit pasien, prosedur RJP, rekomendasi mengenai RJP dan DNR.
3. Pertimbangkanlah juga kondisi emosional dan tumbuh-kembang pasien anak.
4. Instruksi DNR harus diberitahukan kepada orang tua pasien, kecuali pada
kondisi berikut ini:
Jika RJP dianggap membahayakan pasien atau bersifat non-terapeutik.
5. Di rekam medis, harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua pasien.
Keputusan harus ditandatangani oleh dokter, perawat yang terlibat, dan orang
tua pasien.
6. Pada kasus tertentu, di mana orang tua tetap meminta dilakukan RJP meskipun
tim medis telah memberitahukan bahwa tindakan RJP ini membahayakan pasien
/ bersifat non-terapeutik, orang tua diperbolehkan mencari pendapat ekspertise
lainnya (second opinion) atau (jika orang tua meminta) diperbolehkan
melakukan transfer pasien jika kondisi pasien memungkinkan untuk di-transfer.
7. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antara tim medis dengan orang tua
pasien, lakukanlah proses peninjauan ulang (review) oleh tim medis untuk
menentukan apakah DNR perlu dilakukan atau tidak, seperti tercantum di
bawah ini:
a. Tim medis harus mengkonfirmasi bahwa terdapat kesepakatan diantara
anggota timnya mengenai keputusan DNR pada pasien.
b. Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion)
mengenai apakah RJP pada pasien ini bersifat non-terapetik /
membahayakan.
c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah seorang
anggota tim medis harus menghubungi Komisi Etik untuk
menjadwalkan konsultasi etik.
d. Jika hasil dari konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim medis
harus memberitahukan / melaporkannya kepada Kepala Pelayanan
Medis dan Lembaga Hukum.
e. Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum menyatakan
bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan, orang tua harus
diberitahu bahwa keputusan DNR akan dituliskan di rekam medis
pasien.
f. Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNR ini, orang tua
sebaiknya diberikan kesempatan dan bantuan untuk mentransfer pasien
ke fasilitas lainnya yang bersedia untuk menerima pasien.
g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, instruksi DNR akan
dituliskan di rekam medis pasien.
XI. DOKUMENTASI
1. Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis pasien dan
di formulir Do Not Resuscitate (DNR). Formulir DNR harus diisi dengan
lengkap dan disimpan di rekam medis pasien.
2. Alasan diputuskannya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir DNR.
Keputusan harus dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat dalam
aspek perawatan pasien, termasuk dokter gigi, podiatrist, dan sebagainya.
3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas / pengoperan
pasien ke petugas / unit lainnya.
4. Di rekam medis, harus dicatat juga mengenai hasil diskusi dengan pasien dan
keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa petugas /
unit lain mengetahui instruksi DNR ini (jika pasien ditransfer ke unit lain).
6. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui akan
instruksi DNR ini.
8. Dokumentasi
a. Catat semua informasi pasien dan asesmen pasien
b. Catat instruksi DNR pasien yang telah divalidasi. Lampirkan salinan
formulir NDR di luar rumah sakit.
c. Ikuti protokol kegawatdaruratan medis setempat
XVI. PELATIHAN
1. Manajer Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi pelatihan-
pelatihan apa saja yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan ini.
2. Persyaratan pelatihan yang harus dimiliki oleh personel rumah sakit harus
didiskusikan sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Kerja
Rumah Sakit (Performance Development Review) dan keputusan mengenai
pelatihan-pelatihan yang diperlukan harus dituliskan dalam Rencana
Pengembangan Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (Personal
Development Plan).
tidak
Apakah pasien Tidak perlu menginisiasi diskusi tentang RJP dengan pasien
kemungkinan akan atau keluarganya.
mengalami henti Diskusi dilakukan jika pasien meminta / menginginkannya.
jantung / napas?
ya
ya
Apakah pasien telah Jika pasien telah membuat keputusan DNR dan kriteria
validitas telah terpenuhi, haruslah dihargai dan dipatuhi.
membuat keputusan
Keputusan ini harus diberitahukan juga dengan pengacara /
dini / awal mengenai wali yang telah ditunjuk pasien.
tidak Jika terdapat kemungkinan yang sangat kecil akan tingkat
keberhasilan RJP, dan terdapat pertanyaan apakah risikonya
Apakah potensi risiko dan ya lebih besar daripada keuntungan dilakukan RJP;
keterlibatan pasien atau walinya (jika pasien tidak
beban RJP dianggap lebih
kompeten) dalam membuat keputusan merupakan hal yang
besar daripada krusial .
Keputusan tindakan
keuntungan yang RJP ini adalah hal yang sensitif dan kompleks, sehingga harus dilakukan oleh
didapat?
RJP harus
personel dilakukan
medis Pada pasiendan
yang kompeten dan berpengalaman, anak / remaja, dokumentasi
dilakukan orang tua harus dilibatkan
dengan jelas dalam
dan
kecuali pasien (kompeten
lengkap. diskusi ini (jika memungkinkan).
harus ditinjau ulang secara teratur
tidak mental) menolak Padadanpasien dewasa setiap
yang 7kompeten
secara
Keputusan rutin, minimal hari sekalisecara
dan tiapmental,
kali
terdapattindakan
perubahan pertimbangkanlah pendapat / pandangan pasien terhadap
RJPkondisi.
keputusan DNR ini.
XXIII. DAFTAR PUSTAKA :
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/XII/2019
Tanggal : 1 Maret 2019
I. PENGERTIAN
Pasien Terminal adalah Pasien dengan penyakit progresif yang sulit disembuhkan,
seperti Kanker std.akhir, multiple organ failure dll. Penyakit terminal ini dapat
dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah
give up (menyerah)dan perjalanan penyakit menuju kematian.
Kondisi Terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian, berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Carpenito, 1995). Suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau penyakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian
dalam 6 bulan atau kurang.
2. Anger – marah
Fase marah terjadi saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini
sering sulit dipahami oleh keluarga/orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-
hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi
karena rasa tidak berdaya ,bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya
terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan
5. Acceptance – menerima
Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya, yang
bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan
kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai
perjalanan panjang.
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat,
menulis surat wasiat.
Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis
maupun sosio-spiritual, antara lain:
1. Problem oksigenasi
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental : agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler
2. Problem eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilisasi memperlambat peristaltic, kurang diit
serat dan asuhpan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal
bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (missal Ca Colon),
retensi urin, inkomtinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit missal trauma medulla spinalis, oligouri terjadi seiring penurunan
intake cairan atau kondisi penyakit missal gagal ginjal
3. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah – pecah, lidah kering dan membengkak,
mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
4. Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
5. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea. Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun. Penglihatan kabur, pendengaran berkurang,
sensasi menurun
6. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan
7. Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering
8. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaan marah dan putus asa
2) Tahap Anger.
Pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak
terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri
sendiri
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah
respon normal akan kehilangan dan ketidakberdayaan,
siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa
aman
3) Tahap Bargaining.
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini
dilakukan secara diam-diam. Bargaining sering
dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan
terhadap bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar
klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan
apabila perlu refer ke pemuka agama untuk
pendampingan
4) Tahap Depresi.
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan
untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat hadir
sebagai pendamping dan pendengar
5) Tahap Menerima.
Klien merasa damai dan tenang dampingi klien untuk
mempertahankan rasa berguna (self worth) berdayakan
pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih
mampu dilakukan dengan pendampingan fasilitasi untuk
menyiapkan perpisahan abadi
2. Aspek Medis
2.1 Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
a. Tindakan resusitasi jantung paru
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti nafas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk
pasien yang tidak bernafas dan tidak menunjukkan tanda – tanda
sirkulasi
b. Pemberian nutrisi
1) NGT, seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan
makanan lewat mulut langsung sehingga perlu dilakukan
pemasangan NGT untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut
2) Parenteral nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi
secacra langsung kedalam pembuluh darah, yang berguna untuk
menjaga kebutuhan nutrisi pasien
c. Pemberian antibiotic
Pasien terminal, memiliki resiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan
pada saluran pernafasan, saluran kemih, peredaran darah atau daerah
trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas
dan mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya
perawatan.
IV. DOKUMENTASI
Pemberian informasi dan edukasi oleh DPJP dan perawat tentang penyakit tahap
terminal dicatat dalam form Pemberian Informasi dan Edukasi. Asesmen kebutuhan
pasien terminal dicatat dalam form.asesmen pasien terminal. Pelayanan pasien tahap
terminal oleh dokter dan perawat dicatat dalam form catatan terintegrasi.
Lampiran XIV: Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DEFINISI
Keluhan atau komplin adalah bentuk ketidakpuasan pasien dan keluarga pasien
oleh karena pelayanan yang diharapkan tidak sesuai dengan apa yang diterima.
Keluhan pasien adalah suatu reaksi ketidakpuasan pasien atas kejadian atau
masalah yang pernah atau sedang dialami pasien dan diajukan ke rumah sakit
atau orang lain atau istansi lain ,baik secara tertulis maupun lisan untuk
mendapatkan tanggapan atau penyelesaian.
Komplain adalah suatu ketidakcocokan atas nilai – nilai dan tujuan – tujuan
yang diharapkan pasien/ karyawan terhadap pihak rumah sakit. Hal ini dapat
mengganggu bahkan membuat emosi atau stres yang dapat mempengaruhi
efisiensi dan produktivitas kerja. Mengingat hal tersebut diatas perlu dibuat
panduan menangani/ mengatasi komplain tersebut. Pasien/ karyawan yang
merasa tidak puas akan mengambil sikap untuk komplain terhadap pihak rumah
sakit atas keluhannya dan sudah menjadi kewajiban pihak rumah sakit untuk
menjawab dan menjelaskan komplain dari pihak pasien/ karyawan.
Dalam setiap komplain yang diberikan oleh pasien/ karyawan terhadap Rumah
Sakit harus selalu ditanggapi dengan baik dan diselesaikan dengan cepat. Hal
ini memang dilakukan agar tidak sampai terjadi konflik yang serius terhadap
pasien/ karyawan. Setiap permasalahan yang terjadi selalu diusahakan untuk
diselesaikan dengan mengacu pada panduan ini.
Ruang lingkup untuk komplain ini adalah Lingkungan RSU Bhakti Rahayu
Ambon. Dalam hal pelayanan terhadap pasien maupun keluhan karyawan pada :
- Menderita kerugian materi atau non materi akibat pelayanan yang diberikan
pasien.
Tingkat kepentingan pasien terhadap jasa atau biaya atau tarif rumah sakit
Terdapat pelayanan atau kualitas pelayanan yang berbeda dari harapan pasien,
semakin tinggi ketidakpuasan semakin tinggi kemungkinan pasien
menyampaikan komplain atau keluhan. Rendahnya kualitas pelayanan menjadi
penyebab utama untuk keluhan jenis ini.
Ada pelanggan atau pasien yang ingin menyampaikan keluhan dengan harapan
akan ada perbaikan terhadap kinerja karyawan maupun kualitas produk yang
dihasilkan.
Dampak keluhan pasien terhadap kinerja rumah sakit dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu rumah sakit harus mempunyai kemampuan
mendeteksi keluhan pasien. Menanggapi keluhan pasien merupakan salah satu
prinsip pelayanan yang baik karena keluhan yang tidak segera teratasi akan
berdampak burujk terhadap citra rumah sakit dan rumah sakitakan kehilangan
pelanggan pasien. Pada dasarnya pelanggan atau pasien hanya ingin rumah
sakit cepat tanggap serta menunjukkan perhatiannya terhadap
ketidakpuasannya. Beberpa penelitian menunjukkan keluhan berdampak
strategic terhadap rumah sakit atau perusahaan , diantaranya :
Hal yang penting bila pelanggan saat pelanggan menyampaikan keluhan adalah
apapun alasan pasien komplain dan bagaimanapun cara penyampaian masih
lebih baik dari pada pasien tidak berkata apapun tetapi langsung beralih ke
rumah sakit lain.
- Penyelesaian keluhan
- Ucapkan terimakasih
- Sampaikan maaf
Keluhan pelanggan merupakan masukan atau feed back yang penting untuk
melaksanakan perbaikan proses dan system pelayanan kepada pasien.
Mengembangkan organisasi yang berorientasi kepuasan pasien perlu mempunyai
kemampuan menangani keluhan.
Untuk menangani keluhan dan memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
setiap unit kerja di RSU Bhakti Rahayu bekerjasama dan berkoordinasi dengan unit
lain sesuai dengan pokok masalah keluhan atau permintaan informasi yang
disampaikan pasien. Beberapa hal yang terkait dengan proses penangan keluhan adalah:
- Sumber Daya Manusia (SDM)
- Sarana
Sarana yang dipakai sebagai penunjang penaganan keluhan dan pemberian informasi
terdiri dari
- Telepon regular
Telepon reguler adalah telepon yang ada di ruang informasi dan terhubung dengan
unit kerja untuk keperluan dinas.
- Hand phone
Sarana komunikasi berupa hand phone yang dapat memberikan kemudahan kepada
pasien untuk menyampaikan keluhan atau informasi pada jam kerja atau di luar jam
kerja.
Kotak saran adalah suatu sarana penunjang Yang dapat digunakan oleh pasien dan
keluarga untuk menyampaikan pengaduan atau saran atas pelayanan rumah sakit.
- Komplain langsung
Petugas Ruangan :
Kepala Unit :
Menerima, Mempelajari, Menentukan tindak lanjut dan menindaklanjuti
laporan komplain.
Customer Care
Rumuskan akar masalah dan lakukan tindak lanjut , dokumentasi dan tindak
lanjut
~ Bila komplain mengenai sarana rumah sakit maka komplain diselesaikan oleh
Ka.Sub.Bag Umum
~ Jika complain bersifat komplek maka diselesaikan oleh Kasie Pelayanan &
SDM, Kabag Umum & Humas, Kabag Keuangan & Akutansi dengan Direktur
Rumah Sakit.
Minta bantuan kepada atasan/ kepala ruangan apabila pasien tidak puas dengan
jawaban petugas pada hari itu juga.
Minta bantuan kepada Bagian Humas hubungi kepala sub bag atau kepala bagian
sebagai atasan langsung di atasnya, apabila pasien tidak puas dengan jawaban
atasan/ kepala unit/instalasi, kepala sub sie/kasub bag pada hari itu juga.
~ Komplain yang bersifat medis akan disampaikan kepada Kasie Pelayanan &
SDM dimana akan dirapatkan di Komite Medik (jika perlu) untuk memberikan
jawaban dan penjelasannya berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti
Rahayu. Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi oleh Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu paling
lambat 2 X 24 Jam.
Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Kasubag Humas akan
melaporkan ke Direktur untuk mengatasi permasalahannya.
Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan Humas kepada manajemen.
Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari sisi
SDM maupun system
Humas akan meminta waktu kepada pasien untuk konfirmasi ke unit terkait saat
itu juga.
Humas akan menyampaikan klarifikasi kepada pasien sesuai klarifikasi dari unit
terkait. Jika komplain menyangkut medis maka Humas akan ditemani oleh Case
Manager.
Jika pasien tidak puas dengan jawaban yang diberikan dari unit terkait, maka
Humas akan meminta waktu kepada pasien untuk disampaikan kepada pihak
manajemen.
Komplain yang bersifat medis akan disampaikan kepada Direktur Medik yang
dimana akan dirapatkan di Komite Medik (Jika perlu) untuk memberikan jawaban
dan penjelasannya berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu
Ambon.
Komplain yang tidak bersifat medis, akan diatasi oleh kasubag Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standar Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu
Ambon 2 x 24 Jam.
Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen, Kasubag Humas akan
melaporkan ke Direktur untuk mengatasi permasalahannya.
Semua komplain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan Humas kepada manajemen.
Setiap komplain yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik dari sisi
SDM maupun sistem
Komplain datang melalui media cetak, elektronik, surat, survei kepuasan pasien.
IV. DOKUMENTASI
1. Modul pelatihan jaminan kesehatan bagi petugas rumah sakit tahun 2012
2. Studentpreneur.co/penanganan-keluhan-pelanggan
ALUR PENYELESAIAN MASALAH
(KELUHAN PUBLIK EKSTERNAL)
PASIEN KOMPLAIN
UNIT TERKAIT
Menerima Keluhan
Menerima Keluhan
- Langsung
- Per Telepon
TERSELESAIKAN
KELUHAN
KARYAWAN BAGIAN/RUANGAN/INSTALA
KANIT/KA INSATALASI/KASUB
SIE/KASUB BAG
KONSULTASI PRIBADI/KELOMPOK
KASIE/KABAG
FEEDBACK KE KARYAWAN/INSTALASI
TERKAIT
KONFIRMASI KE:
* KASIE/KABAG
LAPORAN KE UNIT TERKAIT DAN * DIREKTUR
KASIE YAN & SDM/KABAG UMUM &
MARKETING
LAPORAN/PENYELESAI
AN SEGERA BERSAMA
DIREKTUR
V. DAFTAR PUSTAKA
1. Modul pelatihan jaminan kesehatan bagi petugas rumah sakit tahun 2012
2. Studentpreneur.co/penanganan-keluhan-pelanggan
Lampiran XV : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 002/RSBR.AMB.SK/VI/2015
PANDUAN
DIFINISI
RUANG LINGKUP
Nilai-nilai dan kepercayaan termasuk pasien itu beragama atau tidak. Nilai-nilai dan
kepercayaan yang dimaksud pada panduan adalah agama pasien,atau aliran
kepercayaan pasien bila tidak beragama. Atau pasien tidak mempunyai agama atau
aliran kepercayaan
Agama yang dimaksud adalah agama yang diakui resmi oleh pemerintah yang
meliputi,
Islam
Kristen Katholik
Kristen Protestan
Hindu
Buddha
Kong Hu Cu
Tujuan mengetahui nilai-nila dan kepercayaan pasien adalah agar pasien bila keadaan
tertentuingin mencari pembimbiing lebih mudah. Penyembuhan pasien juga
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kepercayaan yang diyakini kebenarannya oleh pasien
sendiri. Dengan mengetahui nilai-nila dan kepercayaan yang diyakini oleh pasien akan
mempermudah untuk memberikan pelayanan yang boleh atau tidak sehingga tidak
mengganggu hak pasien
Dapat mendidik jiwa manusia menjadi tenteram, sabar, tawakkal dan sebagainya.
Lebih-lebih ketika dia ditimpa kesusahan dan kesulitan
Dapat memberi modal kepada manusia untuk menjadi manusia yang berjiwa besar,kuat
dan tidak mudah ditundukkan oleh siapapun
Dapat memberi sugesti kepada manusia agar dalam jiwa mereka tumbuh sifat-sifat
utama seperti rendah hati, sopan santun, hormat-menghormati dan sebagainya. Agama
melarang orang untuk bersifat sombong, dengki, riya dan sebagainya.
Agar karakter dan mental manusia itu baik pahamilah agama secara baik. Agama
adalah pilihan hidup, prinsip, dan keyakinan mendasar manusia selama hidup. Agar
tidak terjadi seperti di Jepang atau Korea, statistik bunuh diri di sana sangat tinggi, hal
itu dikarenakan mereka kurang memahami arti dan fungsi hidup secara benar.
Fungsi kreatif, mendorong manusia untuk bekerja, beramal, dan kerja kreatif
Norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku
agar sejalan degan keyakinan agama yang dianutnya
Agama memberikan kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi, rasa sukses dan
rasa puas
Agama dapat mendorong individu melakukan sesuatu aktivitas, karena perbuatan yang
dilatar belakangi keyakinan agama dinilai memiliki unsur kesucian dan ketaatan
Agama memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah satu sumber hukum atau
dijadikan sebagai norma.
Agama mengatur bagaimana gambaran kehidupan sosial yang ideal, yang sesuai
dengan fitrah manusia.
Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan
kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan
pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang
akan datang.
Fungsi Edukatif; ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus
dipatuhi; ajaran agama berfungsi menyuruh dan melarang. Dan karena unsur suruhan
dan larangan ini telah membimbing pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa
dengan baik menurut ajaran agama masing-masing;
Fungsi Penyelamat; keselamatan yang diberikan mencakup dua alam, yakni dunia dan
akhirat.
Fungsi Pendamaian; melalui tuntunan agama orang yang bersalah atau berdosa dapat
mencapai kedamaian batin, misalnya dengan cara bertobat, pencucian atau penebusan
dosa;
Fungsi Social Control; ajaran agama yang berfungsi sebagai norma dapat menjadi
pengawasan sosial secara individu maupun kelompok;
Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas; secara psikologis penganut agama yang sama akan
merasa memiliki kesamaan dan satu kesatuan; hal ini akan membina rasa solidaritas
yang bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan;
Fungsi Sublimatif; ajaran agama mengkusudkan segala usaha manusia, selama tidak
bertentangan dgn norma agama, bila dilakukan dengan tulis lillahi ta’ala maka
termasuk ibadahan
Nilai spiritual yang tetap menjaga agar masyarakat tetap konsisten dalam menjaga
stabilitas lingkungan
Nilai kemanusiaan yang mengajarkan manusia agar dapat saling mengerti satu sama
lain, dan dapat saling bertenggang rasa.
Secara filosofis, kebenaran yang sebenarnya adalah satu, tunggal, dan tidak majemuk.
Yaitu sesuai dengan realitas. Dalam konteks agama, semua agama ingin mencapai
realitas tertinggi (the ultimate reality). Islam dan Kristen menerjemahkan realitas
tertinggi itu sebagai Allah (dengan pengucapan sedikit berbeda), Yahudi menyebutnya
Yehova, ini berarti bahwa yang dikejar sebagai realitas tertinggi itu adalah satu. Prithjof
Schoun mengatakan, bahwa semua agama itu sama pada alam transendental. Pada alam
ini semua agama mengejar realitas tertinggi.
Identifikasi nilai-nilai kepercayaan pasien dimulai sejak pasien mendaftar untuk rawat
jalan atau rawat inap. Di ruang rawat inap hal yang sama dikonfirmasi lagi mengenai
nilai-nilai dan kepercayaan pasien.
TATALAKSANA
Bagian pendaftaran
Ucapkan salam
Ucapakan salam
DOKUMENTASI
Rekam medis
DAFTAR PUSTAKA :
1. Akreditasi.web.id/akre2012/?page_id=23
2. Akreditasi.web.id/2012/?page_id=1270 - Salinan
3. Www.jurnalkesmas.org/berita-189-perlindungan-hak-pasien-di-r - 16k - Similar
pages
4. Rspondokindah.co.id/.../patient-advocate-hak-a-kewajiban-pasien.html -
Salinan
5. Ml.scribd.com/doc/110162094/Telusur-HPK
6. Lamongankab.go.id/instansi/.../hak-pasien-dan-keluarga-hpk-patient
7. Ml.scribd.com/doc/141810683/HAK-PASIEN-docx
8. Togarsilaban.wordpress.com/.../15/apa-aja-sih-hak-pasien-dan-keluarga -
Salinan
9. Chevichenko.wordpress.com/2009/11/28/kewajiban-hak-tenaga-medis
Lampiran XVI : Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
PANDUAN PEMBERIAN
DIFINISI
1. Bagian pendaftaran
2. Petugas IGD
Perawat IGD memberikan kembali informasi kepada pasien termasuk
mengenai hak pasien secara lisan dan kemudian dilanjutkan secara tertulis
Kemudian keluarga/pasien menandatangani formulir informasi hak pasien
Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di Rumah Sakit.
Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi.
Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai sengan standar
profesi dan standar prosedur operasional.
Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi.
Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain
yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit.
Pasien berhak mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data –
data medisnya.
Pasien berhak mendapat informasi menegenai yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan kompliksi yang
mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan. Termasuk memperoleh informasi mengenai hasil dari rencana pelayanan
dan pengobatan.
Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit.
Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku Rumah Sakit terhadap
dirinya.
Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama
dan kepercayaan yang dianutnya.
Pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengabn standar baik secara perdata maupun
pidana.
Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan pertauran
perundang – undangan.
III. TATALAKSANA
a. Tata laksana pemberian informasi hak dan tanggungjawab pasien dan keluarga
Menjelaskan dan menginformasikan hak dan kewajiban pasien di Rumah Sakit Umum
Bhakti Rahayu
Lakukan verifikasi untuk mengetahui bahwa pasien dan atau keluarga faham atas
informasi tersebut.
Berikan lembar hak pasien keluarga tersebut kepada keluarga atau pasien.
Menjelaskan dan menginformasikan hasil pelayanan dan pengobatan serta hasil yang
tidak diharapkan selama perawatan
Lakukan komunikasi 2 arah dengan pasien /keluarga untuk mengetahui bahwa pasien
dan atau keluarga faham atas informasi tersebut.
IV. DOKUMENTASI
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
A. DEFINISI
Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan di
rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
• Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP
sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi.
Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola oleh
lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis
Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
B. RUANG LINGKUP
Bagian yang terkait dengan pemberian informasi adalah:
• Rekam medik
• Komite Medik/SMF
• UBS
C. TATA LAKSANA
Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) harus aktif dan intensif dalam pemberian
edukasi/informasi kepada pasien karena merupakan elemen yang penting dalam
konteks Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga merupakan
kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar Kompetensi Dokter Indonesia,
KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006)).
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) pada waktu visite pertama kali
memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya tentang hak dan kewajiban
sebagai pasien, antara lain tentang :
• Berikan informasi secara jelas dan benar mengenai kondisi pasien dengan
bahasa yang mudah di mengerti pasien.
• Diagnosis,
• Alternatif tindakan,
• Berikan kesempatan kepada pasien untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas
(lakukan kroscek)
• Pastikan bahwa informasi yang diberikan telah dipahami oleh pasien maupun
keluarga pasien.
D. DOKUMENTASI
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dalam memberikan Informasi kepada
pasien dilakukan secara lisan kemudian didokumentasikan secara tertulis pada
formulir pemberian informasi didalam rekam medis pasien yang sudah disediakan.
Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan
nama dan paraf / tandatangan.
Lampiran XVIII: Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 002/RSBR.AMB.SK/III/2019
I. DEFINISI
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter yang bertanggung
jawab terhadap pelayanan dan pengelolaan asuhan medis seorang pasien,sesuai dengan
Undang-Undang RI nomor 39 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang RI
nomor 44 tentang Rumah Sakit. Pelayanan medis merupakan inti kinerja berdasarkan
evidence base medicine (Kedokteran berbasis bukti).Dalam proses ini, DPJP
melakukan pelayanan sesuai dengan keahliannya, bila kasus kebidanan maka DPJP
yang kompeten untuk kasus kebidanan adalah dokter kebidanan begitu juga dengan
spesialis lainnya.
Dalam era saat ini, pelayanan medis harus sesuai dengan kompetensinya. Berkaitan
dengan hal tersebut diatas, maka masing – masing SMF menetapkan dan mengatur
DPJP nya ,bila melakukan rawat bersama maka ditetapkan salah seorang dokter sebagai
Ketua Tim yang mengkoordinasikan kegiatan, sekaligus menjamin komunikasi dan
kesepakatan antar professional yang menjamin keselamatan pasien. Dokter Spesialis
wajib bertanggungjawab pada pelayanan dan pengelolaan asuhan medis seorang pasien
yang dirawatnya.
Kewajiban DPJP :
1. Membuat rencana pelayanan pasien dalam berkas rekam medis yang memuat
segala aspek asuhan medis yang akan dilakukan, termasuk konsultasi,
rehabilitasi dll.
2. Memberikan penjelasan secara rinci kepada pasien dan keluarga tentang
rencana dan hasil pelayanan baik tentang pengobatan, prosedur maupun
kemungkinan hasil yang tidak diharapkan.
3. Memberikan pendidikan/edukasi kepada pasien tentang kewajibannya
terhadap dokter dan rumah sakit, yang dicatat dalam berkas rekam medis.
4. DPJP berkewajiban memberikan kesempatan kepada pasien atau keluarganya
untuk bertanya atas hal-hal yang tidak/belum dimengerti.
C. Penentuan DPJP ;
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) adalah dokter yang
bertanggung jawab sepenuhnya atas pengelolaan asuhan medis seorang
pasien apabila pasien hanya perlu asuhan medis dari 1 orang dokter
2. DPJP Utama adalah dokter koordinator yang memimpin proses pengelolaan
asuhan medis bagi pasien yang harus dirawat bersama oleh lebih dari 1
orang dokter.
3. DPJP Tambahan : adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada
seorang pasien yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan
perawatan bersama oleh lebih dari 1 orang dokter.
Panduan ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : IGD, Rawat
Jalan, Ruang perawatan, Ruang tindakan (OK dan VK) dan sarana penunjang medis.
Dokter penanggung jawab palayanan (DPJP) bertanggung jawab untuk koordinasi
selama pasien dirawat diketahui dan tersedia dalam seluruh fase asuhan rawat.
A. DASAR
Yang menjadi dasar dalam penetapan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
adalah :
1. UU no 44 tahun 2009 tentang RumahSakit pasal 5 :Rumah sakit mempunyai
fungsi : huruf b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
2. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal
RumahSakit (hospital by laws).
3. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 3 pengaturan praktik
kedokteran bertujuan untuk :
a. Memberikan perlindungan kepadapasien,
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan
c. Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
4. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan Rumah Sakit
wajib menerapkan sasaran keselamatan pasien.
5. Permenkes 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien Rumah Sakit
6. Pasal 7 Permenkes 1691 tahun 2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
:
1) Hak Pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukane valuasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5) Mendidik staf tentang keselamatan pasien dan
6) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
7) Pada lampiran Permenkes 1691 tahun 2011 pengaturan tentang
standar I. Hak pasien, adalah sebagai berikut.
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
a) Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c) Dokter penanggungjawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinant erjadinya
insiden.
B. Penentuan DPJP
Penentuan DPJP harus dilakukan sejak pertama pasien masuk rumah sakit (baik
rawat jalan, IGD maupun rawat inap)
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) adalah dokter yang bertanggung
jawab sepenuhnya atas pengelolaan asuhan medis seorang pasien apabila pasien
hanya perlu asuhan medis dari 1 orang dokter
2. DPJP Utama adalah dokter koordinator yang memimpin proses pengelolaan
asuhan medis bagi pasien yang harus dirawat bersama oleh lebih dari 1 orang
dokter.
3. DPJP Tambahan : adalah dokter yang ikut memberikan asuhan medis pada
seorang pasien yang oleh karena kompleksitas penyakitnya memerlukan
perawatan bersama oleh lebih dari 1 orang dokter.
D. Rawat Bersama
1. Seorang DPJP hanya memberikan pelayanan sesuai bidang /disiplin dan
kompetensinya saja. Bila ditemukan penyakit yang memerlukan penanganan
multi disiplin, maka perlu dilakukan rawat bersama.
2. DPJP awal akan melakukan konsultasi kepada dokter pada disiplin lain sesuai
kebutuhan.
3. Segera ditentukan siapa yang menjadi DPJP Utama dengan beberapa cara antara
lain penyakit yang terberat atau penyakit yang memerlukan tindakan segera
atau dokter yang pertama mengelola pasien.
4. Bila ada pengobatan dan saran dari DPJP tambahan, maka akan
dikomunikasikan dan dikoordinasikan terlebih dahulu kepada DPJP utama
E. Perubahan DPJP Utama
1. Untuk mencapai efektifitas dan efisiensi pelayanan, DPJP utama dapat saja
beralih dengan pertimbangan seperti diatas, atau atas keinginan pasien/keluarga
atau keputusan Komite medis.
2. Perubahan DPJP Utama ini harus dicatat dalam berkas rekam medis dan
ditentukan sejak kapan berlakunya.
F. DPJP Utama di OK
Adalah dokter operator yang melakukan operasi dan bertanggung jawab atas
seluruh kegiatan pembedahan, sedangkan dokter anestesi sebagai DPJP
tambahan. Dalam melaksanakan tugas mengikuti SOP masing-masing, akan
tetapi semua harus mengikuti prosedur Save Surgery checklist (sign in, time out
dan sign out) serta dicatat dalam berkas rekam medis.
H. VISITE DPJP
1. Setiap dokter wajib mengunjungi (visite) setiap hari sesuai ketentuan jam
2. Apabila dokter belum visite pada waktu yang telah ditetapkan, perawat
ruangan wajib mengingatkan dokter untuk visite melaui alat komunikasi
yang tersedia.
3. Bila dalam keadaan emergency dokter belum bisa dihubungi maka
penanganan pasien bisa dilimpahkan ke dokter jaga IGD
4. Bila dokter behalangan untuk visite maka wajib mendelegasikan
kewajibannya pada dokter pengganti
5. Dokter wajib menulis tanggal dan jam viste pada lembar catatan
perkembangan terintegrasi
Bila seorang DPJP menemukan masalah lain dari pasien yang dirawat olehnya dan
bukan bagian dari kewenangan klinisnya, maka DPJP melakukan
konsul/rawatbersama/alihrawat kepada dokter spesialis lain yang mempunyai
kewenangan klinis terhadap masalah pasien tersebut. Pendokumentasian hal ini dengan
menggunakan formulir Permohonan Konsultasi.
Bila DPJP cuti atau berhalangan hadir, DPJP dapat melimpahkan ke dokter spesialis
lain yang mempunyai kewenangan klinis untuk menangani pasien tersebut. Dalam hal
ini DPJP tersebut disebut sebagai DPJP pengganti. Informasi cuti di isi melalui fornulir
cuti dokter da nmenunjuk dokter pengganti untuk pelayanan di rawat jalan dan rawat
inap.
Lampiran XIX: Surat Keputusan Direktur RSU Bhakti Rahayu Ambon
Nomor : 033/RSBR.AMB.SK/III/2019
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Pelayanan medis modern memberikan kesempatan melalui persetujuan umum
sebagai prinsip-prinsip dasar yang benar kepada pasien untuk menerima atau menolak
bermacam tindakan medis tertentu. Para profesional dalam pelayanan kesehatan
meningkatkan perhatian tentang pentingnya informasi yang cukup sebagai isi
pernyataan general consent dari pasien yang meliputi prioritas prosedur treatment atau
clinical trial. Dengan sederhana General consent disifikasi lebih rinci atau dikhususkan
sebagai aturan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk
regulasi/memberikan kesempatan peran aktif pasien dalam pengambilan keputusan
medis.
Pendekatan dalam pelaksanaan General consent yang legal dan benar itu sendiri
tidak hanya berisi keputusan medis. Legalitasnya sangat dibutuhkan, hal ini bukan
hanya dianggap sebagai kewajiban melainkan sebagai dasar dalam komunikasi antara
tenaga kesehatan dan pasien. Jika dilaksanakan ketika pasien tidak tahu atau
memahami, maka mereka dianggap sudah paham padahal tidak. Secara empiris
penelitian menghasilkan kesimpulan dari berbagai kasus, pasien cenderung merasa
harus melakukan apa saja yang disampaikan oleh dokter, menjadi kurang agresif untuk
mencari alternatif dan menjadi lemah tidak mempunyai kekuatan dari berbagai macam
informasi yang disampaikan. Komunikasi yang efektif bukan berarti informasi yang
terlalu banyak, penelitian menunjukkan bahwa informasi yang berlebihan dari
pernyataan-pernyataan memungkinkan diterlupakan oleh si sakit, menjadi cemas dan
kadang-kadang bertentangan oleh pasien.
b. Definisi
3. Barang – barang milik pasien adalah barang – barang yang dibawa ke rumah
sakit menjadi tanggung jawab pasien atau keluarga, rumah sakit tidak
bertanggung jawab atas kehilangan barang – barang tersebut.
4. Hak dan tanggung jawab adalah pasien memiliki hak tentang pengambilan
keputusan dalam hal perawatan medis dan rencana pengobatan.
5. Informasi rawat inap adalah informasi tentang perhitungan kamar rawat inap,
jam berkunjung, dan tentang tata tertib rumah sakit
6. Privasi adalah persetujuan pasien untuk siapa saja yang boleh tahu tentang
penyakitnya selama dirawat.
8. Perhitungan hari rawat menjelaskan tentang perhitungan jam masuk rawat inap
dimulai dari jam 00.00 wib.
9. Jam besuk menjelaskan tentang peraturan jam besuk pasien yang mana untuk
pagi adalah jam 11.00 – 13.00 dan yang siang adalah jam 17.00 – 19.00 wib.
10. Pasien menyetujui segala ketentuan yang berlaku di rumah sakit dan
menandatanganinya.
c. Tujuan
Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang General consent
dan kaitannya dengan tindakan yang dilakukan.
Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan dalam menyusun dan memberikan
General consent agar hukum perikatan ini tidak cacat hukum, diantaranya adalah:
1. Tidak bersifat memperdaya (Fraud).
2. Tidak berupaya menekan (Force).
3. Tidak menciptakan ketakutan (Fear).
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan persetujuan umum ini berlaku di admisi, kasir, ruang rawat inap, kebidanan
& perinatologi, UPI, UBS di RSU Bhakti Rahayu Ambon
BAB III
TATA LAKSANA
1. Pasien datang ke admission dengan membawa surat pengantar rawat inap dari
poli/IGD yang merujuk rawat inap.
2. Pasien diminta untuk mengisi form PERSETUJUAN UMUM / GENERAL
CONSENT dan petugas menjelaskan masing-masing poin kepada pasien/keluarga
isi dari persetujuan umum tersebut
a. Mengisi identitas pasien yang dirawat
b. Jika diisi oleh keluarga, maka data keluarga juga diisi.
c. Persetujuan untuk perawatan dan pengobatan menjelaskan tentang persetujuan
pemeriksaan penunjang selama rawat inap.
d. Persetujuan pelepasan informasi menjelaskan tentang ijin memberikan
informasi diagnosa pasien kepada asuransi, dan pasien menuliskan 3 orang
nama yang diijin untuk boleh mengetahui diagnosa pasien tersebut.
e. Barang-barang milik pasien menjelaskan tentang rumah sakit tidak bertanggung
jawab atas barang berharga milik pasien selama dirawat di rumah sakit
f. Hak dan tanggung jawab pasien menjelaskan tentang pasien memiliki hak dalam
keputusan mengenai pengobatan selama rawat inap di rumah sakit.
g. Informasi rawat inap menjelaskan tentang peraturan rumah sakit selama dirawat
inap, termasuk perhitungan jam masuk rawat inap, informasi jam berkunjung,
keluarga atau penunggu pasien menggunakan tanda pengenal seperti kalung
penunggu pasien dan jika kalung penunggu pasien hilang maka pasien/keluarga
akan dibebankan biaya pengganti kalung sebesar Rp. 50.000,-
h. Privasi menjelaskan tentang privasi pasien jika ada pasien yang tidak berkenan
untuk dibesuk oleh keluarga atau siapapun maka pasien mengisi nama dan
hubungannya.
i. Informasi biaya menjelaskan tentang pembiayaan selama rawat inap. Jika pasien
tersebut menggunakan pembayaran pibadi atau cash maka pasien diminta untuk
deposit selambat-lambatnya 1x24 jam. Jika pasien menggunakan asuransi atau
jaminan maka petugas meminta kartu asuransi atau surat jaminan yang asli
kepada pasien/keluarga. Pasien/keluarga akan diminta untuk paraf pada poin ke
3 yang menjelaskan jika asuransi atau jaminan tidak menjamin rawat inapnya
maka pasien/keluarga bersedia menjadi pasien umum dan membayar semua
perawatan selama dirawat di rumah sakit.
3. Apabila sudah dimengerti pasien/keluarga, petugas dan saksi menanda tangani surat
persetujuan tersebut.
4. Apabila pasien tidak menggunakan asuransi atau sama dengan pasien umum, maka
petugas akan membuat form deposit sebagai pengantar pasien/keluarga ke kasir
BAB IV
DOKUMENTASI
Nomor :-
Lampiran :-
Perihal : Pembahasan Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) & Panduan HPK
Kepada Yth.
Undangan (terlampir)
Dengan hormat
Bersama ini kami mengundang Bpak / Ibu pada petemuan yang akan dilaksanakn pada :
Hari / tanggal : Selasa 5 Pebruari 2019
Pukul : 10.00 s.d 12.00 WITA
Acara : Pembahasan Kebijakan Hak Pasien dan Keluarga (HPK) & Panduan HPK
Mengingat pertemuan ini sangat penting, kami mengharapkan kehadiran teman-teman pada
waktu yang telah ditentukan. Atas kehadirannya kami ucapkan terimakasih
Hormat Kami
Notulen Rapat :
A. Rumah Sakit Bhakti Rahayu Ambon menetapkan kebijakan Hak pasien dan
keluarga beserta Panduan yang mendukung didalam pelayanan Hak Pasien dan
Keluarga diantaranya :
1. Rumah Sakit bertanggung jawab untuk memberikan proses yang mendukung
hak pasien dan keluarganya selama dalam pelayanan.
2. Rumah Sakit menjamin pelayanan dilaksanakan dengan penuh perhatian dan
menghormati nilai-nilai pribadi dan kepercayaan pasien.
2. Rumah Sakit mempunyai proses untuk berespon terhadap permintaan pasien dan
keluarganya untuk pelayanan rohaniawan atau sejenisnya berkenaan dengan
agama dan kepercayaan pasien.
3. Rumah Sakit menjamin proses pelayanan menghormati kebutuhan privasi
pasien.
4. Rumah Sakit mengambil langkah untuk melindungi barang milik pasien dari
pencurian atau kehilangan.
5. Rumah Sakit menjamin bahwa pasien dilindungi dari kekerasan fisik.
6. Rumah Sakit menjamin bahwa anak-anak, individu yang cacat, manula dan
lainnya yang berisiko mendapatkan perlindungan yang layak.
7. Rumah Sakit menetapkan bahwa informasi tentang pasien adalah rahasia.
8. Rumah Sakit mendukung hak pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses
pelayanan.
9. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarga, dengan cara dan bahasa yang
dapat dimengerti tentang proses bagaimana mereka akan diberitahu tentang
kondisi medis dan diagnosis pasti, bagaimana mereka akan dijelaskan tentang
rencana pelayanan dan pengobatan dan bagaimana mereka dapat berpartisipasi
dalam keputusan pelayanan, bila mereka memintanya.
10. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang bagaimana mereka
akan dijelaskan tentang hasil pelayanan dan pengobatan, termasuk hasil yang
tidak diharapkan dan siapa yang akan memberitahukan.
11. Selama dalam proses pelayanan, pasien, bila perlu keluarganya, mempunyai hak
untuk diberitahu mengenai hasil dari rencana pelayanan dan pengobatan. Juga
penting bahwa mereka diberitahu tentang kejadian tidak diharapkan dari
pelayanan dan pengobatan, seperti kejadian tidak terantisipasi pada operasi atau
obat yang diresepkan atau pengobatan lain. Harus jelas kepada pasien bagaimana
mereka akan diberitahu dan siapa yang akan memberitahu tentang hasil yang
diharapkan dan yang tidak diharapkan.
12. Rumah Sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang hak dan tanggung
jawab mereka yang berhubungan dengan penolakan atau tidak melanjutkan
pengobatan.
13. Rumah Sakit menghormati keinginan dan pilihan pasien menolak pelayanan
resusitasi atau menolak atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar.
14. Rumah Sakit mendukung hak pasien terhadap asesmen yang sesuai manajemen
nyeri yang tepat.
15. Rumah Sakit mendukung hak pasien untuk mendapat pelayanan yang
menghargai dan penuh kasih sayang pada akhir kehidupannya.
16. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keuarganya mengenai
proses menerima dan bertindak terhadap keluhan, konflik dan perbedaan
pendapat tentang pelayanan pasien dan hak pasien untuk berpartisipasi dalam
proses ini.
17. Staf Rumah Sakit dididik tentang peran mereka dalam mengidentifikasi nilai-
nilai dan kepercayaan pasien dan melindungi hak pasien.
18. Setiap pasien dijelaskan mengenai hak mereka dengan cara dan bahasa yang
dapat mereka pahami.
19. Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu
proses yang ditetapkan Rumah Sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih,
dalam bahasa yang dipahami pasien, selanjutnya akan diuraikan lebih lanjut
pada pedoman pelayanan.
20. Rumah Sakit menjamin pasien dan keluarganya menerima penjelasan yang
memadai tentang penyakit, saran pengobatan, dan para pemberi pelayanan,
sehingga mereka dapat membuat keputusan tentang pelayanan.
21. Rumah Sakit menetapkan suatu proses, dalam konteks undang-undang dan
budaya yang ada, tentang orang lain yang dapat memberikan persetujuan.
22. Persetujuan umum untuk pengobatan, bila didapat pada waktu pasien masuk
sebagai pasien rawat inap atau didaftar pertama kali sebagai pasien rawat jalan,
harus jelas dalam cakupan dan batas-batasnya.
23. Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau
produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
24. Rumah Sakit membuat daftar semua kategori dan jenis pengobatan dan prosedur
yang memerlukan informed consent yang khusus.
25. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang
bagaimana cara mendapatkan akses ke penelitian klinik, pemeriksaan/investigasi
atau clinical trial yang melibatkan manusia sebagai subjek.
26. Rumah Sakit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang
bagaimana pasien yang berpartisipasi dalam penelitian klinis, pemeriksaan klinis
atau percobaan klinis mendapatkan perlindungan.
27. Informed Consent diperoleh sebelum pasien berpartisipasi dalam penelitian
klinis, pemeriksaan/investigasi klinis, dan percobaan klinis.
28. Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon menyatakan dengan sebuah
kebijakan tertulis bahwa tidak melakukan penelitian yang melibatkan manusia
sebagai subjeknya dan tidak memberikan pelayanan Donasi organ serta jaringan
tubuh lainnya
29. Pelaksanaan Hak Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit lebih lanjut akan
dijabarkan di dalam Pedoman Pelayanan dan Pedoman Pengorganisasi di
Instalasi atau Unit yang ada di Rumah Sakit Umum Bhakti Rahayu Ambon.