Anda di halaman 1dari 2

Relevansi Piagam Madinah dengan Pancasila

Piagam Madinah memuat ide-ide humanis dalam berbangsa dan bernegara yang
mempunyai relevansi dengan perkembangan dan keinginan masyarakat dunia, bahkan kini telah
menjadi pandangan hidup modern. Kesamaan Ide dalam Konstitusi Piagam Madinah juga ada
dalam pikiran para tokoh pendiri bangsa Indonesia, yang terlihat dalam Piagam Jakarta yang
kemudian muncullah Pancasila. Muatan Piagam Madinah dan Pancasila memiliki kesamaan
sebagai kalimah SAW atau Perjanjian Luhur bagi masyarakat yang berperikemanusiaan
(Humanis). Pancasila merupakan perjanjian luhur seluruh elemen bangsa untuk membangun,
mencintai dan mempertahankan Indonesia. Sedangkan Piagam Madinah merupakan perjanjian
luhur untuk mempertahankan negara Madinah. Keduanya sama-sama memuat asas dan prinsip
antara lain: kearifan, persaudaraan, persamaaan, toleransi, musyawarah, tolong menolong, dan
keadilan.

Lalu apa relevansinya Piagam Madinah dengan Pancasila ? jika membahas relevansi,
setidaknya ada kemiripan (jika tidak mau dikatakan sama) kondisi antara masyarakat Madinah
pada waktu itu dengan bangsa Indonesia pascakemerdekaan. Komitmen masyarakat Madinah
yang berusaha hidup bersama dalam kemajemukan hampir sama dengan kondisi bangsa
Indonesia pada waktu itu. Sama pula belum memiliki landasan konstitusional tertulis. Jika kita
buka kembali isi dari Piagam Madinah, terdapat point-point yang menghendaki sebuah
kerukunan, keadilan, egalitarianism, persamaan hak dan kewajiban.

Secara teks, Piagam Madinah memang berbeda dengan Pancasila. Namun secara
substansi terdapat banyak kemiripan atau bahkan kesamaan. Sebagai sebuah ikatan perjanjian
politis antar umat beragama, Piagam Madinah memiliki beberapa kesamaan substansi dengan
Pancasila.

Pertama, Piagam Madinah dan Pancasila dibangun berdasarkan kesatuan masyarakat,


yang menghuni suatu tempat tertentu. Kesatuan didasari oleh kesamaan senasib-sepenanggungan
untuk membela tanah air. Itulah satu umat, satu kesatuan masyarakat yang saling
mempertahankan dan melindungi bila ada musuh yang datang menyerang. Perjanjian dalam
piagam itu dapat berjalan beberapa waktu sampai kelompok Yahudi berkhianat, justru di saat
genting ketika Muslimin akan menghadapi serbuan Quraisy. Pasca dibukanya jalan demokrasi,
muncul beberapa kalangan yang menolak Pancasila karena Pancasila lahir dan tinggal di
Indonesia.

Kedua, Piagam Madinah dan Pancasila sama-sama memberi hak sepenuhnya kepada tiap
umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing. Konsep "lakum
dinukum waliyadin" menjadi dasar yang utama terciptanya toleransi dalam beragama. Dan
perihal ini sudah diatur bahkan tertuang secara tertulis di dalam Piagam Madinah dan Pancasila.
Begitupun di dalam Undang-Undang Dasar 1945 kita sudah tegas mengatur kebabasan setiap
agama untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing.

Ketiga, Piagam Madinah dan Pancasila dibangun dengan prinsip Demokrasi, tanpa
mendahulukan atau mengutamakan satu kelompok di atas kelompok yang lain. Setiap kelompok
memiliki hak dan kewajiban yang sama di atas hukum yang dibangun secara bersama-sama.
Prinsip demokrasi yang dimaksudkan di sini adalah prinsip "Syura", musyawarah untuk mufakat
yang tentunya dipimpin oleh Rasulullah sendiri selaku kepala "Negara". Yang terpenting,
Piagam Madinah mengakomodir semua golongan, justru dengan tanpa mencantumkan secara
eksplisit "syariat Islam" ke dalam body-text-nya. Spirit yang diperoleh dari piagam ini adalah,
bahwa tidak ada golongan yang mendapakan hak lebih sebagai warga negara dibanding golongan
yang lain. Kesamaan derajat di hadapan konstitusi inilah yang kemudian mendasari kelahiran
Pancasila.

Keempat, perlindungan diberikan kepada mereka yang tidak berbuat zalim (la 'udwana
illa 'ala azh-zhalimin). Zalim adalah lawan dari adil, siapa yang tidak melakukan kewajibannya
dan melanggar hak orang lain. Maka dia akan diberi sanksi sesuai kezalimannya, tanpa
memandang pada etnis atau latar belakang agamanya.

Terakhir poin yang dapat kita petik, adalah dengan menghayati Piagam Madinah dan
Pancasila dengan baik kita bisa mencapai persatuan dan kesatuan secara hakiki, tanpa ada
perpecahan. Meskipun diantara kedunya terdapat perbedaan secara substansi terminologi dan
histori territorial, saatnya kita menggeneralisir perbedaan menjadi sebuah wacana persatuan
tanpa meninggalkan spirit iman, bukan tidak mungkin konflik horizontal dan vertical hanyalah
menjadi sebuah cerita kelam bersama penjajahan kompeni dan Nippon yang akan terkubur di
lubang bernama sejarah.

Anda mungkin juga menyukai