Refkas SGNN, Hiperbilirubin, BBLSR
Refkas SGNN, Hiperbilirubin, BBLSR
Disusun Oleh:
Desti Cahyanti
30101407161
Pembimbing:
dr. Ariawan S, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing,
A. IDENTITAS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : By. Ny. U F
b. Umur : 1 hari
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Tanggal dan Jam Masuk : 13 September 2018, 02.57 WIB
e. Ruang : Perinatologi
f. No. RM : KLJG01200xxxxxx
g. No. Reg : RG00xxxxxx
h. Status Pasien : BPJS
B. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 14
September 2018 jam 10.00 WIB yang dilakukan di ruang Bougenvile RSUD
Sunan Kalijaga Demak serta didukung catatan medik.
1. Keluhan Utama : Tidak menangis saat setelah lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan By. Ny. UF, 0 hari, dengan keluhan bayi kecil
dengan Asfiksia berat dan berat lahir sangat rendah yaitu 1300 gram dan
panjang badan 37 cm. Bayi lahir spontan dari ibu G2P1A0 Hamil 32
minggu dengan KPD, pada tanggal 13 September 2018 jam 02.57 WIB
di RSUD Sunan Kalijaga Demak. APGAR score 1-3-5, berat badan lahir
1300 gram, panjang badan 37 cm lingkar kepala 27 cm, dan lingkar dada
24 cm, Plasenta Lengkap, terdapat meconium, BAK (+). Tidak ada
kelainan bawaan dan anus (+). Riwayat ibu mempunyai penyakit berat
(DM, jantung, penyakit kuning, tekanan darah tinggi, kelainan darah)
tidak ada.
sebagai ibu rumah tangga. Ibu dan Pasien merupakan pasien BPJS.
dengan tinggi badan 152 cm. Kenaikan berat badan selama hamil 10
kg. Ibu makan dengan nasi, lauk dan pauk cukup, serta minum
9. Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B : Belum dilakukan
BCG : Belum dilakukan
Polio : Belum dilakukan
DPT : Belum dilakukan
Campak : Belum dilakukan
Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 13 September 2018 jam 09.00 WIB di ruang Perinatologi
Status Present
JenisKelamin : Perempuan
Usia : 0 hari
BeratBadan : 1300 gram
Panjang Badan : 37 cm
Lingkar kepala : 27 cm
Lingkar dada : 24 cm
o Tanda Vital
Nadi : 164 x/menit, irama regular, tegangan kuat
Suhu : 37,7ºC (aksilla)
Pernapasan : 44 x / menit, reguler, kedalaman cukup
Saturasi : 80-90% dengan CPAP Peep 7 FiO2 60%
o Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Gerakan kurang aktif, tangisan kurang aktif, warna tanpak sianosis,
bayi tampak kecil dan sesak nafas
Kepala
Sutura tidak lebar, ubun-ubun teraba, ukuran fontanela tidak lebar
dan datar, rambut hitam dan distribusi merata, caput (-), sefal hematoma (-
).
Wajah
Simetris, tampak kuning (-), penampakan sindrom down (-).
Mata
Jumlah 2 ditengah, strabismus (-/-), glaukoma kongenital (-/-) katarak
kongenital (-/-), koloboma (-/-), sekret (-/-), epichantus tidak melebar.
Telinga
Jumlah 2, bentuk normal, aurikel (-/-)
Hidung
Bentuk normal, pernafasan hidung (+), nafas cuping hidung (+), sekret (-/-
)
Mulut
Sianosis sentral (+), Simetris, ukuran normal, labiopalatoskisis (-), ranula
(-),
Leher
Simetris, gerakan tak terbatas, leher pendek (-), pembesaran kelenjar
tyroid dan vena jugularis (-)
Thorax
Simetris, retraksi suprasternal (+) intercostal (+) subcostal (+),
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (+) intercostal (+) subcostal
(+),
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara dasar : Bronkovesikuler (+), Suara tambahan
: wheezing (-), ronkhi(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, tidak kuat
angkat, tidak melebar.
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-),
bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar,simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, turgor kembali cepat, massa (-), hepar dan
lien tidak teraba.
Genitalia
Perempuan, labia mayor (+), labia minor (+), klitoris (+), ostium
vagina (+), OUE (+) labia mayor menutup klitoris dan labia minor.
Anus (+)
Ekstremitas
Pemeriksaan Superior Inferior
Jari lengkap +/+ +/+
Kelainan kongenital -/- -/-
Akral Dingin -/- -/-
Capillary refill <2 <2
Sianosis -/- -/-
Lanugo Tipis Tipis
Ikterik -/- -/-
Reflek Primitif
Reflek moro : (+)
Tonic neck : (+)
Sucking reflek : (-)
Rooting reflek : (-)
Palmar reflek : (+)
Plantar reflek : (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu Tanggal 13 September 2018
Parameter Hasil Nilai normal
Gula Sewaktu Stik 275 mg/dl/dL 45-120 mg/dL
Kesan : Leukositosis
E. DIAGNOSA KERJA
o Diagnosis utama : Asfiksia Berat
o Diagnosis komorbid : Neonatus Preterm, BBLSR,
Neonatus Infeksi, Hiperbilirubinemia
o Diagnosis komplikasi : SGNN
o Diagnosis sosial ekonomi : Cukup
o Diagnosis Imunisasi : Imunisasi belum lengkap
o Diagnosis Pertumbuhan : Sesuai Masa Kehamilan
o Diagnosis Perkembangan : Sesuai Masa Kehamilan
F. TERAPI
- CPAP Peep 7 FiO2 60%
- Inf. D10% 6 tpm mikro
- Inj. Cefotaxim 2x60 mg iv
- Inj. Gentamicin 2x3 mg iv
- Inj. Ca Gluconas 1x1 cc iv
G. EDUKASI
Memberitahukan kepada ibu pasien bahwa pasien mengalami sesak
jadi perlu diberikan alat bantu.
Memberitahukan kepada ibu pasien bahwa pasien akan dilakukan
observasi untuk menilai sesak dan komplikasinya
Meminta kepada ibu pasien bahwa untuk sementara bayinya tidak
boleh disusui dahulu .
H. INITIAL PLAN
a. IP. Dx
IP. Dx. Objektif : Foto Rontgen Thorax AP dan Analisis Gas Darah
b. IP. Tx
O2 Headbox 7 lpm
Inf. D10% 8 tpm mikro
Inj. Cefotaxim 2 x 80 mg
Inj. Gentamicin 3 x 4 mg iv
Diit : OGT 8 x 2-5 cc
c. IP. Mx
Awasi KU, tanda vital, dan saturasi
Awasi tanda-tanda komplikasi
Jaga kehangatan
d. IP. EDUKASI
o Memberitahukan kepada ibu pasien bahwa pasien mengalami sesak jadi
perlu diberikan bantuan dengan menggunakan oksigen.
o Memberitahukan kepada ibu pasien bahwa pasien akan dilakukan
observasi untuk menilai sesak dan komplikasinya
o Meminta ibu pasien untuk cuci tangan sebelum dan setelah memegang
bayinya
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Nama : Usia Usia Usia Usia Usia
Perawatan H + Perawatan H Perawatan Perawatan Perawatan
P+ + P+ H + P+ H + P+ H + P+
I. Progres Note
Nama : Usia 0 Usia 1 hari Usia 2 hari Usia 3 hari Usia 4 hari Usia 5 hari
By. Ny. U Perawatan H + 1 Perawatan H Perawatan Perawatan Perawatan Perawatan
+2 H +3 H+ 4 H+ 5 H+ 6
Keluhan Sesak nafas (+) + + + + +
Kuning + Kuning + Kuning +
TTV
Nadi 157 x/menit 132 x/m 130 x/m 132 x/m 132 x/m 160 x/m
Suhu 37,3 C 38,5 C 36,9 C 37,3 C 36,9 C 36,8 C
RR 44 x/menit 52 x/m 58 x/m 48 x/m 40 x/m 40 x/m
Kesan Kurang aktif (+) + + Cukup Cukup Cukup
Umum Tangisan kurang Kuat (+) + + Cukup Cukup Cukup
Tampak kecil (+) + + + + +
Hidung Napas Cuping (+) + + + - -
Mulut Sianosis (+) + + + + +
Thorax Simetris + + + + +
Retraksi suprasternal (+) + + + + +
Retraksi intercostal (+) + + + + +
Retraksi subcostal (+) + + + + +
SDV (dbn) dbn dbn dbn dbn dbn
Cor dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Abdomen dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Skore Downe RR : 0 0 0 0 0 0
Retraksi : 1 1 1 1 1 1
Merintih : 2 2 1 0 0 0
Sianosis :1 1 1 1 1 1
Air entry : 1 1 1 1 0 0
Skore : 5 5 4 3 2 2
Laborat Hb : 15,5 GDS : 381 g/dl Bilirubin
Ht : 42,3 T : 22.15
Lk : 19.700 GDS : D : 0,49
Tr : 193.000 120 g/dl I : 21.66
GDS : 275
Skore RR : 0 0 0 0
Downe Retraksi : 1 1 0 0
Merintih : 0 0 0 0
Sianosis :0 0 0 0
Air entry : 0 0 0 0
Skore : 1 1 0 0
Laborat Hb : 16,2 Bilirubin
Ht : 42 T : 17,74
Lt : 10,4 D : 0,73
T : 176 I : 17,01
Diagnosis Asfiksia Berat, BBLSR, NI, Asfiksia Berat, BBLSR, Asfiksia Berat, BBLSR, Asfiksia Berat, BBLSR,
N.Preterm, NI, N.Preterm, NI, N.Preterm, NI, N.Preterm,
Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk
terjadinya usaha pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan
yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
dalam periode apneu.Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung
(bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid).Pada
asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukan upaya bernapas
secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya
tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan
berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis
metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel
otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele) (Depkes RI, 2005).
Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
c. Faktor bayi
Manifestasi klinik
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda
klinis pada janin atau bayi berikut ini :
1. DJJ lebih dari 160x/menit atau kurang dari 120x/menit tidak teratur
2. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
4. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
5. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak
6. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan
7. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau
nafas tidak teratur/megap-megap
8. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
9. Penurunan terhadap spinkters
10. Pucat
Klasifikasi asfiksia
Menurut Mochtar (2008) setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR, tabel
tersebut di atas dapat digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah
ringan, sedang, atau asfiksia berat dengan klasifikasi sebagai berikut:
o Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3): Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan
pemberian oksigen terkendali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas
tidak ada.
o Asfiksia sedang (nilai Apgar 4-6):
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen
sampai bayi dapat bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflexiritabilitas tidak ada.
o Asfiksia ringan (nilai Apgar 7-9): Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
Diagnosis
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk dapat menyelamatkaan dan dengan demikian
membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal.Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga
perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah, 2002).
Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa, walaupun
mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir
dalam apnu sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi
dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi memulai
pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Menganggap bahwa seorang bayi menderita apnu primer dan memberikan stimulasi
yang kurang efektif hanya akan memperlambat pemberian oksigen dan meningkatkan resiko
kerusakan otak. Sangat penting untuk disadari bahwa pada bayi yang mengalami apnu
sekunder, semakin lama kita menunda upaya pernapasan buatan, semakin lama bayi memulai
pernapasan spontan.Penundaan dalam melakukan upaya pernapasan buatan, walaupun
singkat, dapat berakibat keterlambatan pernapasan yang spontan dan teratur.Perhatikanlah
bahwa semakin lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan
terjadinya kerusakan otak.
Penyebab apa pun yang merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali
pusat dijepit, bayi yang mengalami depresi dan tidak mampu melalui pernapasan spontan
yang memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara progresif menjadi
asfiksia. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah asfiksia
progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat
vital lainnya (Saifuddin,2009).
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap kelahiran harus ada setidaknya satu orang
yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir.Orang tersebut harus mampu untuk memulai
resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau
orang lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonatus secara
komplit, termasuk melakukan intubasi endotrakheal dan memberikan obat-obatan. Bila
dengan mempertimbangkan faktor risiko, sebelum bayi lahir diidentifikasi bahwa akan
membutuhkan resusitasi maka diperlukan tenaga terampil tambahan dan persiapan alat
resusitasi. Bayi prematur (usia gestasi < 37 minggu) membutuhkan persiapan khusus. Bayi
prematur memiliki paru imatur yang kemungkinan lebih sulit diventilasi dan mudah
mengalami kerusakan karena ventilasi tekanan positif serta memiliki pembuluh darah imatur
dalam otak yang mudah mengalami perdarahan Selain itu, bayi prematur memiliki volume
darah sedikit yang meningkatkan risiko syok hipovolemik dan kulit tipis serta area permukaan
tubuh yang luas sehingga mempercepat kehilangan panas dan rentan terhadap infeksi. Apabila
diperkirakan bayi akan memerlukan tindakan resusitasi, sebaiknya sebelumnya dimintakan
informed consent. Definisi informed consent adalah persetujuan tertulis dari penderita atau
orangtua/wali nya tentang suatu tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan dari petugas
kesehatan yang berwenang. Tindakan resusitasi dasar pada bayi dengan depresi pernapasan
adalah tindakan gawat darurat. Dalam hal gawat darurat mungkin informed consent dapat
ditunda setelah tindakan. Setelah kondisi bayi stabil namun memerlukan perawatan lanjutan,
dokter perlu melakukan informed consent. Lebih baik lagi apabila informed consent
dimintakan sebelumnya apabila diperkirakan akan memerlukan tindakan.
Oleh karena itu untuk menentukan butuh resusitasi atau tidak, semua bayi perlu
penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap langkah dilakukan dengan benar dan efektif
sebelum ke langkah berikutnya.
Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti
algoritma resusitasi neonatal.
Berikut ini akan ditampilkan diagram alur untuk menentukan apakah terhadap bayi
yang lahir diperlukan resusitasi atau tidak.
Faktor risiko terjadinya persalinan preterm antara lain perawatan antenatal yang tidak baik,
status nutrisi ibu yang buruk, ibu muda ( umur kurang dari 18 tahun) dan penyalahgunaan
obat (Smith, 2005).
Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4 golongan yaitu
(Iams, 2003) :
1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2) Inflamasi/infeksi
3) Perdarahan plasenta
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa terjadi pada
primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya stres fisik maupun psikologi
menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan
menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya
insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun
janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone
(CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor
oksitosin, matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2,
dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal.
Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi bakteri yang
menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan penyebab potensial terjadinya
persalinan prematur. Infeksi intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti
pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan merangsang pelepasan
CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan menghasilkan kortisol dan DHEAS.
Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan
endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan
pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit
ketuban (Snegovskikh, 2006).
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta
dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan kontraksi
miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor
pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin
dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi miometrium.
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan
oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan
uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin,
dan COX-2.
Manajemen
Hal yang paling penting adalah mencegah persalinan preterm dengan upaya semaksimal atau
optimal mungkin dengan cara (Smith, 2005) :
• Melaksanakan pengawasan antenatal yang baik dan teratur
• Meningkatkan status gizi ibu
• Menganjurkan menikah pada usia matang (tidak terlalu muda)
• Mencegah dan mengobati secara tuntas infeksi intrauterin
Bila bayi sudah lahir atau hampir lahir, maka dilakukan manajemen sebagai berikut:
1. Manajemen intrapartum, dengan menerapkan prinsip Pelayanan Neonatal Esensial yaitu,
a. Pertolongan persalinan yang bersih dan aman, kemudian sesuai dengan berat badan
bayi dirawat di bangsal bayi risiko tinggi (BBRT).
b. Tindakan resusitasi dan stabilisasi : dilakukan resusitasi segera dengan baik dan benar.
Tindakan resusitasi sebaiknya dilakukan oleh tenaga yang mempunyai kualifikasi, di
tempat fasilitas yang memadai. Oksigen yang adekuat dan suhu yang stabil merupakan
salah satu tujuan perawatan pasca natal
2. Manajemen bayi baru lahir
a. Stabilisasi suhu
b. Terapi oksigen dan bantuan ventilasi mekanik
c. Bila terjadi patent ductus arteriosus,: diperlukan terapi konservatif yaitu,
• Oksigenasi yang cukup, restriksi cairan, diuresis intermitten.
• Pada kasus yang bergejala, pemberian obat antagonis prostaglandin seperti
indometasin mungkin diperlukan
• Pada beberapa kasus memerlukan terapi pembedahan berupa ligasi.
3. Terapi cairan dan elektrolit: harus diperhatikan kemungkinan terjadinya kehilangan
insensible water loss yang tinggi dan harus memperhatikan dengan benar hidrasi, kadar
glukosa darah, kadar elektrolit plasma.
4. Asupan gizi: pada BKB kemampuan menghisap dan menelan sangat terbatas, di samping
adanya intoleransi beberapa minuman, mungkin diperlukan pemberian minum melalui pipa
lambung atau bahkan pemberian nutrisi parenteral.
5. Hiperbilirubinemia: sangat sering terjadi pada bayi yang sangat kecil. Biasanya dapat
dikelola dengan efektip dengan cara memantau kadar bilirubin dan terapi sinar /fototerapi.
Pada beberapa kasus mungkin diperlukan transfusi tukar.
6. Infeksi dan sepsis: BKB sangat rentan untuk terjadinya infeksi dan sepsis. Pada BKB
dengan BBLR yang dicurigai mengalami sepsis perlu diberikan antibiotik dengan spektrum
yang luas. Bagi bayi yang sering mengalami beberapa prosedur klinik, cara asepsis perlu
ditingkatkan.
7. Manajemen mencegah gejala sisa
A. Pengelolaan yang utama adalah pencegahan.
Tujuan utama adalah mengidentifikasi janin yang mudah atau cenderung mengalami
iskemik-hipoksik oleh karena proses persalinan dan kelahiran.
B. Resusitasi segera. Semua bayi baru lahir yang mengalami apne saat lahir harus
diresusitasi segera karena tidak dapat ditentukan apakah bayi mengalami apne primer
atau sekunder.
Komplikasi
Bayi kurang bulan sangat rentan untuk terjadi beberapa jenis kesakitan. Meskipun
beberapa gangguan pada suatu populasi terhitung kecil, akan tetapi prevalensinya belum
jelas. Beberapa penelitian multisenter yang komprehensip menyajikan beberapa data
sebagai berikut (Snyder, 1998),
Gangguan perkembangan
o cacat mayor: palsi serebral, retardasi mental
o gangguan sensori: gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan
o disfungsi otak minimal: gangguan bahasa, gangguan kemampuan belajar,
hiperaktivitas, kurangnya perhatian, gangguan perilaku.
Retinopathy of prematurity
Penyakit paru kronik
Gangguan pertumbuhan
Frekuensi hospitalisasi dan kesakitan pascanatal meningkat
Frekuensi anomali kongenital meningkat
Risiko anak terlantar dan ruda paksa pada anak meningkat
Faktor Penyebab
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Proverawati dan Ismawati,
2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum,
preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi, HIV/AIDS,
TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan
keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali,
rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom
tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena
radiasi, serta terpapar zat beracun.
Tata Laksana
Pemberian vitamin K1
Injeksi 1 mg IM sekali pemberian ; atau
Per oral 2 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari dan umur 4-6 minggu).
Mempertahankan suhu tubuh normal
Gunakan salahs atu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti
kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan
hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk
Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
Ukur suhu tubuh sesuai jadwal
Pemberian minum
Asi merupakan pilihan utama
Apabila bayimendapat asi, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun, perhatikan cara pemberian asi dan nilai kemampuan bayi menghisap paling
kurang sehari sekali
Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20g/hari selama 3
hari berturut turut, timbang bayi 2 kali seminggu
Pemberian minum minimal 8x/hari. Apabila bayi masih menginginkan dapat diberikan
lagi (ad libitum)
Indikasi nutrisi parenteral yaitu status kardiovaskular dan respirasi yang tidak stabil,
fungsi usus belum berfungsi/terdapat anomali mayor saluran cerna. NEC, IUGR berat,
dan berat lahir <1000g.
Pada bayi sakit, pemberian minum tidak perlu dengan segera ditingkatkan selama tidak
ditemukan tanda dehidrasi dan kadar natrium serta glukosa normal.
PENGERTIAN
Sindrom gawat nafas ( respiratory distress syndroma, RDS ) adalah:
Kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernafasan
besar 60 x/i, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium,
suprosternal, interkostal pada saat inspirasi. ( Ngatisyah.2005 hal 23 )
Kumpulan gejala yang terdiri dari frekuensi nafas bayi lebih dari 60x/menit atau
kurang dari 30x/menit dan mungkin menunjukan satu atau lebih dari gejala tambahan
gangguan nafas sebagai berikut:
1. Bayi dengan sianosis sentral ( biru pada lidah dan bibir )
2. Ada tarikan dinding dada
3. Merintih
4. Apnea ( nafas berhenti lebih dari 20 detik ) ( PONED,2004 )
Istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. ( Surasmi,
asrining,dkk. 2003 hal 70 )
Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan perkembangan maturitas
paru ( Whalley dan wong, 1995 )
ETIOLOGI
Kelainan paru: pneumonia
Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium
Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Asfiksia, perdarahan otak
Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik
Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia diafragmatika
Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin
Bila menurut masa gestasi penyebab gangguan nafas adalah :
- Pada bayi kurang bulan
1. penyakit membran hialin
2. pneumonia
3. asfiksia
4. kelainan atau malformasi kongenital
- Pada bayi cukup bulan
1. Sindrom Aspirasi Mekonium
2. pneumonia
3. asidosis
4. kelainan atau malformasi kongenital
Gangguan traktus respiratorius:
Hyaline Membrane Disease(HMD),
Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi ( bayi prematur )
Transient Tachypnoe of the Newborn(TTN),
Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi caesar karena dadanya tidak mengalami
kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.
Infeksi(Pneumonia),
Sindroma Aspirasi,
Hipoplasia Paru,
Hipertensi pulmonal,
Kelainan kongenital(Choanal Atresia, Hernia Diafragmatika, Pierre- robin syndrome),
Pleural Effusion,
Kelumpuhan saraf frenikus,
Luar traktus respiratoris:
kelainan jantung kongenital, kelainan metabolik, darah dan SSP
PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan
seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal
menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam
satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada
36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur
dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis
sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
MANIFESTASI KLINIS
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis
yang ditujukan.
Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Takhipneu (> 60 kali/menit)
2. Pernafasan dangkal
3. Mendengkur
4. Sianosis
5. Pucat
6. Kelelahan
7. Apneu dan pernafasan tidak teratur
8. Penurunan suhu tubuh
9. Retraksi suprasternal dan substernal
10. Pernafasan cuping hidung
KLASIFIKASI
Secara klinis gangguan nafas dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Gangguan nafas berat
2. Gangguan nafas sedang
3. Gangguan nafas ringan
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan mendengkur,
retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin
normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan
dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian
fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain
berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat,
dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi
pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan
klinik.
2. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada,
yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke
atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
3. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan
dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi:
4. Frekuensi jantung dan tekanan darah
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,
hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
5. Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi
perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya
aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang
memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada
pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
1. Nail Bed Pressure( tekan pada kuku)
2. Blancing Skin Test,caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5
detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
3. Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada
iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot,
kejang dan dilatasi pupil.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah ( untuk
mengetahui hipoglikemia ). Kalsim serum ( untuk menentukan hipokalsemia ), analisis gas
darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg, peningkatan
kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukkan adanya atelektasis,
lesitin/spingomielin rasio 2 :1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur, pemeriksaan
dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamilan 33 minggu.
PENATALAKSANAAN
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
2.5 HIPERBILIRUBINEMIA
Definisi
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
tidak dikendalikan (Mansjoer, 2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan
terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological
Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological
Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut
Normogram Bhutani (Etika et al, 2006).
Gambar 1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani
Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolysis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar).
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam
uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (Hassan et al.2005)
Metabolisme bilirubin pada neonatus
Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
1. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena
ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-
tandanya sebagai berikut :
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5%
pada neonatus kurang bulan.
c. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Arief ZR, 2009. hlm. 29)
Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek
pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan atau
kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
1. Tampak pada hari 3,4
2. Bayi tampak sehat (normal)
3. Kadar bilirubin total <12mg%
4. Menghilang paling lambat 10-14 hari
5. Tak ada faktor resiko
6. Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
1. Timbul pada umur <36 jam
2. Cepat berkembang
3. Bisa disertai anemia
4. Menghilang lebih dari 2 minggu
5. Ada faktor resiko
6. Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)
Diagnosis
Anamnesis
a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c. Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d. Riwayat inkompatibilitas darah
e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa (Etika et
al, 2006).
Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian
ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika
et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer et al, 2007).
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-
bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap
dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan
serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya
kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar atau transfusi tukar (Etika et al, 2006).
Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi
tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus
otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
Etiologi
a. Infeksi bakterial
Banyak bakteri dapat menyebabkan infeksi sistemik dengan infeksi dapat bersifat kongenital
maupun didapat seperti : Lysteria spp, Mycobacterium tuberkulosis, E coli, pneumokokus,
salmonela, enterokokus, streptokokus (sering Group β-Streptococcus/ GBS ) dan stafilokokus,
Pseudomonas spp dan Klebsiella. Selain menyebabkan infeksi sistemik, infeksipun dapat
bersifat lokal seperti terjadinya infeksi kulit, pneumoni, osteomielitis, artritis, otitis media,
infeksi pada saluran pencernaan dan urogenital.
b. Infeksi virus
Yang sering menyebabkan infeksi kongenital/transplasenta antara lain CMV/Cytomegalo
virus, Rubella, Parvo virus, HIV. Sedangkan yang sering menyebabkan infeksi yang didapat
antara lain Herpes simplex virus, Varicella-zoster virus, hepatitis, RSV/Respiratory syncial
virus.
c. Infeksi parasit / jamur
Sering disebabkan oleh kandida yang dapat bersifat infeksi lokal maupun sistemik, infeksi
biasanya adalah infeksi yang didapat. Infeksi kongenital yang sering ditemukan adalah
toxoplasma dan syphilis, keduanya sering menimbulkan kelainan/cacat kongenital.
Epidemiologi
Infeksi neonatus memiliki beragam insiden menurut definisinya, dari 1-4/1000 kelahiran
hidup di negara maju dengan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan tempat geografis.
Keragaman insidens dari rumah sakit ke rumah sakit lainnya dapat dihubungkan dengan
angka prematuritas, perawatan prenatal, pelakanaan persalinan dan kondisi lingkungan di
ruang perawatan. Angka kejadian infeksi neonatus meningkat secara bermakna pada bayi
dengan berat badan lahir rendah dan bila ada faktor resiko ibu atau tanda-tanda seperti
ketuban pecah lama (>18 jam), demam intrapartum ibu (>37,5oC), leukosit ibu (>18.000),
pelunakan uterus dan takikardia janin (>180 kali/menit).
Infeksi neonatus memiliki beragam faktor resiko diantaranya adalah faktor resiko dari host
meliputi jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau kongenital, galaktosemia, pemberian
zat besi intramuskuler, anomali kongenital, omfalitis dan kembar. Prematuritas merupakan
faktor resiko baik pada infeksi mulai-awal maupun mulai-akhir.
Patogenesis
Infeksi neonatus dapat terjadi segera atau lambat, kejadiannya sangat dipengaruhi oleh
paparan organisme pada saat lahir, walaupun dapat juga disebabkan oleh kualitas perawatan
bayi baru lahir atau keadaan lingkungan rumah. Onset infeksi neonatus sering dimulai dari
uterus dan biasanya disebabkan karena adanya infeksi bakteri pada traktus urogenitalia ibu.
Infeksi neonatus dapat terjadi akibat infeksi di daerah vagina. Demikian pula jika ibu
mengalami infeksi segera setelah melahirkan dengan suhu > 37,8 oC, maka sekitar 9,2 –
38,2% di antara bayi yang dilahirkan akan menderita infeksi neonatus.Bayi yang terinfeksi
akan menunjukkan gejala-gejala kardiorespirasi, seperti “ grunting “, takipneu dan sianosis
saat kelahiran.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari infeksi neonatus di mulai tanpa gejala, tanda-tanda ringan, menggigit,
iritabel, letargi, gelisah, dan keinginan menyusu yang kurang dapat menjadi tanda-tanda
utama.Temperatur yang tidak stabil dapat meninggi atau kurang dari normal (biasanya
hipotermia terjadi pada bayi BBLR). Perubahan warna kulit, lambatnya waktu pengisian
kapiler, perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, berat badan tiba-tiba turun, pergerakan
kurang, muntah dan diare menjadi nyata pada keadaan penyakit yang progresif. Selain itu,
dapat terjadi edema, salerema purpura atau perdarahan, ikterus, hepatosplenomegali, dan
kejang. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu “not doing well” kemungkinan besar ia
menderita infeksi.
Manifestasi lainnya adalah data laboratorium yang tidak stabil (khususnya hipoglikemia) dan
neptropenia. Diagnosis dapat dikonfirmasikasikan dengan kultur darah yang positif. Kultur ini
dapat memakan waktu 48 jam. Sedangkan perjalanan infeksi dapat mengakibatkan kematian
dalam beberapa jam.Oleh karena itu, kita harus memulai terapi antibiotik
secepatnya.Antibiotik dapat tidak dilanjutkan kultur darah negatif dan bayi tidak
menunjukkan gejala infeksi.
Neonatus terutama BBLR yang dapat tetap hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut
menunjukkan gejala penyakit atau menderita penyakit kongenital tertentu. Namun tingkah
lakunya berubah dapat dicurigai terjadi infeksi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk infeksi neonatus :
a. Pungsi lumbal
b. Preparat darah hapus, kultul darah, darah rutin, laju endap darah
c. Pemeriksaan sinar X