Anda di halaman 1dari 8

1.

Definisi
Atrial flutter merupakan bentuk aritmia berupa denyut atrium yang terlalu cepat akibat
aktivitas listrik atrium yang berlebihan ditandai dengan denyut atrial rata-rata 250 hingga 350
kali per menit.

2. Insidensi
Insidensi atrial flutter mencapai 0.09%, dimana sebanyak 58% diantaranya juga pernah
memiliki riwayat atrial fibrilasi sebelumnya. Atrial flutter muncul sebanyak 0.1% kasus di
rumah sakit di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 67 tahun dan laki-laki lebih sering
mengalami kejadian ini dari pada wanita dengan rasio 2:1. Sumber lainnya menyebutkan
bahwa angka kejadian atrial flutter sekitar 2-5 kali lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita
dan meningkat secara dramatis bila dikaitkan dengan usia. Angka kejadian atrial flutter pada
mereka yang berusia kurang dari 50 tahun adalah sekitar 5/100.000 dan mengalami
peningkatan yang signifikan hingga mencapai 587/100.000 pada mereka yang berusia lebih
dari 80 tahun.
Atrial flutter lebih sering terjadi pada individu yang memiliki penyakit jantung seperti
gagal jantung kongestif, penyakit jantung rematik, gangguan katup jantung dan penyakit
jantung bawaan atau penyakit paru seperti emfisema atau hipertensi. Atrial flutter juga dapat
terjadi pada individu yang sama sekali tidak memiliki masalah jantung. Sebagai tambahan,
operasi atau tindakan invasif pada jantung merupakan penyebab meningkatnya resiko
kejadian atrial flutter karena perlukaan jantung dapat menjadi efek dari tindakan invasif
tersebut. Kejadian atrial flutter juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan terjadi
2-5 lebih banyak pada pria dibandingkan pada wanita. Saat atrial flutter terjadi pada individu
yang sehat, keadaan ini disebut dengan lone atrial flutter.

3. Etiologi
Atrial flutter mengenai 88 dari 10.000 pasien baru setiap tahunnya, menjadikannya
aritmia kedua terbanyak setelah atrial fibrilasi. Atrial flutter merupakan suatu bentuk aritmia
supraventrikular yang dapat dicetuskan oleh satu atau lebih faktor presipitasi seperti asupan
kafein yang berlebihan, konsumsi alkohol (konsumsi yang berlebihan atau konsumsi rutin),
nikotin, obat-obatan, hipertiroidisme, stress, menstruasi, gangguan elektrolit, hipovolemik,
demam, infeksi atau kurang tidur.
Umumnya, atrial fluter disebabkan oleh mekanisme reentri pada sebuah area anatomi
yang berada didekat annulus katup trikuspid, depolarisasi berulang akan meningkatkan
impuls di septum interatrial kemudian melewati atap dan dasar dinding atrium kanan dan
akhirnya melewati pintu atrium kanan diantara annulus katup trikuspid dan vena kava
inferior. Akibat terdapat sebuah area besar mengalami depolarisasi diluar fisiologis,
gelombang P akan tampak sebagai sinusoid atau gambar gigi gergaji.
Beberapa kondisi medis tertentu meningkatkan risiko terjadinya atrial flutter, di
antaranya:
 Gagal jantung kongestif
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit jantung structural
 Hipertensi
 Tindakan invasif (operasi) pada jantung
 Disfungsi tiroid
 Penyakit paru kronik
 Diabetes
 alkoholisme
 Penyakit akut serius lainnya

4. Patogenesis
Sistem elektrik jantung merupakan sumber utama untuk membuat jantung berdenyut.
Impuls listrik berjalan atau menjalar di jantung sesuai jalurnya sehingga menciptakan
denyutan yang beraturan pada atrium dan ventrikel sehingga secara bersama-sama mampu
memompa darah.
Denyut jantung normal berasal dari impuls elektrik tunggal yang dihasilkan oleh SA
node (sinoatrial node) yakni sebuah berkas jaringan berukuran kecil yang berada di atrium
kanan. Impuls listrik yang dihasilkan oleh SA node menyebabkan atrium berkontraksi
sehingga darah yang berada di atrium kanan dipompakan keluar menuju ventrikel kanan.
Impuls listrik yang berawal dari SA node kemudian menjalar memenuhi seluruh atrium dan
bergerak menuju ventrikel melalui AV node (atrioventrikular node). AV node merupakan
jembatan listrik yang menghubungkan impuls listrik antara atrium dan ventrikel. Setelah
seluruh atrium mendapatkan impuls listrik, impuls kemudian menjalar ke seluruh ventrikel
sehingga keadaan ini menciptakan suatu ritmik jantung yang teratur.

Pada atrial flutter, sinyal listrik seperti terperangkap di atrium kanan sehingga
menyebabkan impuls atau denyutan yang berulang-ulang di atrium sehingga denyut atrium
akan lebih banyak dibandingkan denyut ventrikel.
Atrial flutter adalah gangguan pada denyut jantung yang mirip dengan atrial fibrilasi.
Pada atrial fibrilasi, denyut jantung terjadi sangat cepat dan bersifat ireguler atau denyut yang
tidak beraturan. Sedangkan pada atrial flutter, denyut jantung terjadi sangat cepat tetapi
memiliki irama yang teratur. Pada gambaran elektrokardiografi, dijumpai gambaran sawtooth
atau gigi gergaji.

5. Klasifikasi
Secara klinis, atrial flutter diklasifikasikan menjadi first diagnosed, paroksismal,
persisten, long-standing persistent dan permanen4.
Atrial fluter khasnya terjadi secara paroksismal, biasanya dapat bertahan beberapa detik
hingga hitungan jam, dan pada beberapa keadaan dapat bertahan hingga lebih hitungan jam.
Dalam keadaan lebih berat, atrial flutter dapat terjadi persisten:

1. Typical atrial flutter


Atrial flutter dengan denyut atrial berkisar antara 240 hingga 350 kali per menit,
dijumpai gelombang P negatif di lead II, III dan aVF.

2. Reverse typical atrial flutter


Denyut atrial 240 hingga 350 kali per menit serta dijumpai gelombang P yang positif
maupun negatif di lead II, III dan aVF.

3. Incisional atrial re-entry


Jumlah denyutan bervariasi, morfologi gelombang flutter bervariasi menurut lokasi lesi.

4. Left atrial flutter


Jumlah denyutan dan morfologi gelombang P bervariasi.

5. Atypical atrial flutter


Jumlah denyutan bervariasi, morfologi gelombang P bervariasi menurut lokasi jalur
reentry.

6. Manifestasi Klinis
Sinyal atau impuls listrik yang timbul pada atrial flutter memiliki keteraturan dan dapat
diprediksi. Hal ini berarti pada individu dengan atrial flutter, denyutan muncul secara teratur
meskipun dalam jumlah denyutan yang lebih dari nilai normal. Individu dengan atrial flutter
bisa saja tidak mengalami keluhan, meskipun kebanyakan mengalami keluhan sebagai
berikut:
 Palpitasi (dirasakan sebagai rasa berdebar-debar)
 Denyut jantung terasa cepat namun teratur
 Nafas pendek
 Adanya keterbatasan aktifitas harian
 Nyeri, tertekan, kelehahan atau rasa tidak nyaman pada dada
 Pusing bahkan dapat pingsan

Atrial flutter biasanya terjadi secara paroksismal, berakhir dalam beberapa detik hingga
beberapa jam, jarang terjadi sebagai bentuk yang stabil atau persisten. Atrial flutter sering
berhubungan dengan atrial fibrilasi. Gambaran klinis yang paling sering terjadi pada atrial flutter
adalah palpitasi dan atau rasa tidak enak di dada. Gambaran klinis yang lebih berat dapat
dijumpai dalam bentuk dispnea, pre-sinkop dan lemah. Pasien yang mengalami baik atrial
flutter maupun atrial fibrilasi lebih simtomatik dibandingkan mereka yang hanya mengalami
atrial fibrilasi karena jantung berdenyut lebih cepat pada atrial flutter, dimana atrial fibrilasi
biasanya berhubungan dengan peningkatan penetrasi nodus AV dan respon ventricular yang
lambat.

7. Diagnosis
Pemeriksaan elektrokardiografi dengan menggunakan 12 sadapan dapat bermanfaat
dalam menegakkan diagnosis atrial flutter. Meskipun demikian, terkadang pemeriksaan
elektrokardiografi tidak dapat membedakan atrial flutter dengan jenis atrial takikardi lainnya
atau takikardi supraventrikular yang memiliki patogenesis dan tatalaksana yang berbeda.
Atrial flutter biasanya atrium berkontraksi sebanyak 300 kali per menit sedangkan
ventrikel berkontraksi sebanyak 150 kali per menit. Stimulasi vagal, adenosine atau beta
bloker dapat meningkatkan derajat A-V blok dan gelombang flutter klasikakan tampak pada
elektrokardiografi sebagai gelombang atrial yang positif di V1 dan gelombang negatif yang
mirip seperti gigi gergaji di lead III dan aVF.
Elektrokardiografi transesofageal dapat digunakan untuk merekam aktifitas atrium dan
membedakannya dari aritmia lainnya. Pemeriksaan elektrofisiologikal invasif (intracardiac
ECG) biasanya dapat dilakukan jika sedang dalam pengobatan.

8. Tatalaksana
Berdasarkan keadaan klinisnya, ada empat pilihan terapi yang dapat dilakukan pada
kasus atrial flutter, yaitu 1). Electrical cardioversion dengan DC shocks, 2). Chemical
cardioversion dengan obat anti aritmia, 3). ) rapid atrial pacing for overdrive termination, 4).
Pemakaian obat yang bekerja memperlambat conduksi nodus AV dan respon ventrikel.

Pada keadaan hemodinamik tidak stabil atau terdapat gejala yang signifikan (misalnya
nyeri dada, congestive heart failure), DC cardioversion diindikasikan. Electrical
cardioversion terbukti aman dan mempunyai tingkat keberhasilan lebih dari 90%.
Pengembalian irama jantung kembali menjadi sinus ritem dapat dilakukan menggunakan DC
shocks dengan level energi yang rendah, biasanya kurang dari 50 Joules menggunakan
monophasic shocks. Tindakan kardioversi yang tidak berhasil biasanya berhubungan dengan
takikardi yang telah berlangsung dalam waktu lama (prolonged perod tachycardia) dan akibat
penggunaan energi yang terlalu tinggi, penurunan fungsi ventrikel kiri yang signifikan
ataupun karena peningkatan ukuran atrium kiri. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan
apabila kardioversi pertama gagal adalah menurunkan tingkat kebutuhan energi dengan cara
pemakaian agen antiaritmia sebelum tindakan kardioversi, dimana ibutilide adalah agen yang
paling efektif. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan morfologi
gelombang shock yang berbeda. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kardioversi dengan
bifasik shock mempunyai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan monofasik
shock. Pada umumnya electrical cardioversion membutuhkan anastesi, yang mungkin bukan
pilihan yang sesuai pada pasien-pasien dengan status respiratori yang buruk. Pada keadaan
seperti ini, pengembalian secara cepat ke irama sinus dapat dicapai dengan menggunakan
atrial overdrive pacing dengan elektroda atrial maupun esophagus. Metode jenis ini
mempunyai tingkat keberhasilan mencapai 80%. Premedikasi menggunakan agen antiaritmia
(misalnya ibutilide, procainamide, profpafenone) pada tindakan atrial pacing terbukti meningkatkan
tingkat kebehasilan.
Chemical cardioversion adalah cara lain yang dapat digunakan untuk mengakhiri atrial flutter
tanpa menggunakan anastesi. Metode ini menggunakan agen antiaritmia, dan tidak seperti kardioversi
elektrik, efek dari terapi jenis ini tidak terjadi secara instan melainkan tercapai dalam waktu satu jam
setelah obat dimasukkan. Obat-obat yang umum digunakan pada kardioversi farmakologi dijabarkan
pada table di bawah ini.

Pada beberapa pasien dengan atrial flutter, terapi awal yang dapat dilakukan
mencakup penggunaan agen yang dapat menghambat nodus AV (AV nodal blocking agents).
Agen-agen tersebut mencakup beta blockers, calcium channel blockers, digoksin dan
amiodaron.

9. Komplikasi
Atrial flutter pada dasarnya bukanlah keadaan yang mengancam nyawa (not-life
threatening). Namun jika tidak ditangani, efek samping atrial flutter dapat mengancam
nyawa. Atrial flutter mengakibatkan ketidakfektifan jantung memompa darah. Hal ini
mengakibatkan darah dipompa secara lemah sehingga mengalir lambat didalam pembuluh
darah dan memicu terjadinya pembekuan. Bekuan darah ini dapat berjalan di pembuluh darah
di berbagai organ dan dapat menyebabkan penyumbatan. Sumbatan pada pembuluh darah
otak dapat mengakibatkan terjadinya stroke dan sumbatan pada pembuluh darah koroner
dapat mengakibatkan serangan jantung.

10. Prognosis
Atrial flutter yang tidak tertangani akan menyebabkan takikardi dalam waktu lama.
Hal ini dapat menyebabkan keadaan kardiomiopati yaitu kelemahan pada otot jantung akibat
ventrikel berdenyut terlalu cepat dalam jangka waktu yang lama. Keadaan ini dapat memicu
terjadinya gagal jantung.
Atrial flutter juga dapat menyebabkan aritmia jenis lainnya seperti atrial fibrilasi jika
tidak ditangani. Atrial fibrilasi juga merupakan salah satu bentuk aritmia yang sering
dijumpai.

Anda mungkin juga menyukai