AGROEKOLOGI
TIM PENGAJAR
AGROEKOLOGI
UNSYIAH PRESS
2011
AGROEKOLOGI
Kini sedang terjadi perubahan iklim yang ekstrim. Deretan
bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan gagal
panen telah menimbulkan dampak yang nyata terhadap
kehidupan manusia dan alam sekitar. Hal-hal tersebut dipicu
oleh proses kimiawi, diantaranya adalah pembakaran bahan
bakar fosil seperti bensin, solar, gas, minyak tanah, batu bara
dll. Disamping itu pembakaran/penggundulan hutan juga telah
menambah panjangnya kerusakan di atas muka
bumi. Penggundulan hutan seperti ini makin memperburuk
keadaan, di satu sisi terjadi peningkatan gas rumah kaca yang
semakin besar dan di sisi lainnya jumlah pepohonan semakin
berkurang.
Efek lainnya juga menyebabkan penipisan dan kerusakan
keanekaragaman hayati. Dalam buku ini kita tidak hanya
mencoba menyoroti keadaan agroekosistem Indonesia yang
semakin buruk, tapi juga mencoba mengemukakan
alternatif cara menanggulanginya. Reboisasi saja tidak cukup
untuk menyelamatkan hutan dari kehancuran, karena
penanaman kembali tidaklah mengembalikan unsur-unsur
hayati dan ekosistem asli hutan tersebut.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang ekologi atau
khususnya agroekologi sangat penting dipahami oleh setiap
orang, khususnya golongan pelajar dan mahasiswa, sehingga
kita dapat memiliki persepsi yang utuh tentang lingkungan dan
interaksi yang terjadi guna menciptakan keseimbangan alam
dan menjamin pertanian yang akan berkelanjutan.
PRAKATA
Penulisan buku ajar ini adalah untuk memenuhi kurikulum pendidikan
tinggi, sehingga diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi yang
baik dalam mengelola suatu agroekosistem. Dengan demikian, mampu
memahami dan menjelaskan tentang pengertian ekologi, agroekologi,
ruang lingkup agroekologi, konsep ekosistem, vegetasi, siklus
biogeobiokimia dan faktor pembatas. Mahasiswa juga dituntut untuk
mampu menganalisis interaksi tanaman dengan lingkungannya,
dampak pertanian pada lingkungan, restorasi agroekosistem,
perencanaan dan pengembangan agroekosistem, serta estetika
lingkungan dan ekowisata.
Buka ajar ini disusun untuk mendukung sistem pembejalaran
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu dengan menggunakan
sistem pembelajaran multimedia; bersifat interaktif, yaitu memiliki
hyperlink; disertai dengan tugas-tugas dan soal-soal latihan yang
terstruktur dan interaktif untuk melatih tercapainya kompetensi
mahasiswa; menyajikan banyak illustrasi, gambar, dan foto-foto yang
relevan atau kontekstual; disajikan dalam bentuk e-paper atau format
file pdf. Sehingga memungkinkan mahasiswa mengakses secara
interaktif dan lebih leluasa di website E-Learning, Universitas Syiah
Kuala (http://www.unsyiah.ac.id).
iii
KATA PENGANTAR
Kini telah dan sedang terjadi perubahan iklim yang ekstrim.
Deretan bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dan gagal
panen telah menimbulkan dampak yang nyata terhadap kehidupan
manusia dan alam sekitar. Hal-hal tersebut dipicu oleh proses
kimiawi, diantaranya adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti
bensin, solar, gas, minyak tanah, batu bara dll. Disamping itu
pembakaran/penggundulan hutan juga telah menambah panjangnya
kerusakan di atas muka bumi. Penggundulan hutan seperti ini makin
memperburuk keadaan, di satu sisi terjadi peningkatan gas hasil
pembakaran fosil yang semakin besar dan di sisi lainnya jumlah
pepohonan semakin berkurang.
Efek lainnya bukan hanya itu saja, tapi juga rusaknya
keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Dalam buku ini kita
bukan hanya menyoroti keadaan agroekosistem Indonesia yang
semakin parah, tapi juga mencoba mengemukakan alternatif cara
menanggulanginya. Jika selama ini pemerintah menggalakkan
reboisasi atau penanaman kembali lahan bekas tebangan pohon, tapi
menurut data dari Badan Konservasi Dunia bahwa reboisasi saja tidak
cukup untuk menyelamatkan hutan dari kehancuran, karena
penanaman kembali tidaklah mengembalikan unsur-unsur hayati dan
ekosistem asli hutan tersebut.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang ekologi atau khususnya
agroekologi sangat penting dipahami oleh setiap orang, khususnya
golongan pelajar dan mahasiswa, sehingga kita dapat memiliki
persepsi yang utuh tentang lingkungan dan interaksi yang terjadi guna
menciptakan keseimbangan alam dan menciptakan pertanian yang
berkelanjutan.
Tim Penyusun
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Tim Penyusun
v
DAFTAR ISI
PRAKATA ……………………………………………………… iii
KATA PENGANTAR ………………………………………….. iv
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………… v
DAFTAR ISI …………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Ekologi ……………………………………….… 1
1.2 Ekologi Sebagai Ilmu …………………………………….… 6
1.3 Ekologi Tanaman …………………………………………... 8
1.4 Tingkat Organisasi Makhluk Hidup .………………………. 10
1.5 Pembagian Ekologi ………………………………………... 12
1.6 Hubungan Ekologi dengan Ilmu Lainnya ………………….. 13
1.7 Rangkuman ………………………………………………... 14
1.8 Latihan …………………………………………………….. 15
1.9 Glossarium ............................................................................ 17
1.10 Daftar Pustaka ..................................................................... 18
BAB II KONSEP AGROEKOLOGI
2.1 Pengertian Agroekologi ......................................................... 19
2.2 Ruang Lingkup Agroekosistem ............................................. 21
2.3 Prinsip Dasar Pengelolaan Agroekosistem ............................ 23
2.4 Rangkuman ………………………………………………… 26
2.5 Latihan ……………………………………………………... 26
2.6 Glossarium …………………………………………………. 28
2.7 Daftar Pustaka ……………………………………………... 28
BAB III KONSEP EKOSISTEM
3.1 Pengertian Ekosistem ………………………………………. 30
3.2 Komponen Ekosistem ……………………………………… 34
3.3 Produksi dan Dekomposisi …………………………………. 38
3.4 Stok Karbon (Carbon Stock) ………………………………... 43
3.5 Produktivitas Ekosistem Tropika …………………………... 50
3.6 Aliran Energi ………………………………………………… 54
3.7 Ekosistem Pertanian ………………………………………… 59
3.8 Rangkuman ………………………………………………….. 76
3.9 Latihan ……………………………………………………… 80
vi
3.10 Glossarium ………………………………………………… 80
3.11 Daftar Pustaka …………………………………………….. 81
BAB IV VEGETASI
4.1 Jenis-jenis Vegetasi ……………………………………….. 85
4.2 Hutan Hujan Tropis (Tropical Rain Forest) ………………. 86
4.3 Hutan Gugur Tropis (Tropical Deciduous Forest) ………… 88
4.4 Hutan Montana (Montana Forest) ………………………… 90
4.5 Savana …………………………………………………….. 92
4.6 Gurun (Desert) …………………………………………….. 94
3.7 Vegetasi Rawa …………………………………………….. 95
4.8 Rangkuman ………………………………………………... 97
4.9 Latihan …………………………………………………….. 98
4.10 Glossarium ………………………………………………… 99
4.11 Daftar Pustaka ……………………………………………. 99
BAB V SIKLUS BIOGEOKIMIA DAN FAKTOR PEMBATAS
5.1 Pengertian dan Proses Biogeokimia ………………………... 102
5.2 Siklus O2 …………………………………………………… 103
5.3 Siklus CO2 ………………………………………………….. 105
5.4 Siklus N …………………………………………………….. 106
5.5 Siklus P ……………………………………………………... 108
5.6 Siklus K ……………………………………………………. 109
5.7 Siklus Hara …………………………………………………. 111
5.8 Siklus Hidrologi ……………………………………………. 111
5.9 Azas-azas Mengenai Faktor Pembatas ……………………... 112
5.10 Rangkuman ………………………………………………. 116
5.11 Latihan ……………………………………………………. 117
5.12 Glossarium ……………………………………………….. 118
4.13 Daftar Pustaka …………………………………………… 118
BAB VI INTERAKSI TANAMAN DENGAN LINGKUNGANNYA
6.1 Hubungan Antara Tanaman dan Tanah …………………… 120
6.2 Hubungan Tanaman dengan Air …………………………… 144
6.3 Hubungan Tanaman dengan Cahaya ……………………… 156
6.4 Hubungan Tanaman dengan Udara ……………………….. 174
6.5 Interaksi antar Tanaman …………………………………… 194
6.6 Hubungan Tanaman dengan Hewan ………………………. 210
6.7 Hubungan Tanaman dengan Manusia …………………….. 228
vii
6.8 Rangkuman ………………………………………………. 244
6.9 Latihan …………………………………………………… 246
6.10 Glossarium ……………………………………………….. 247
6.11 Daftar Pustaka ……………………………………………. 248
viii
BAB X ESTETIKA LINGKUNGAN DAN EKOWISATA
10.1 Estetika dan Keindahan ..…………………………………. 301
10.2 Manfaat Vegetasi pada Estetika Lingkungan ...................... 303
10.3 Perkembangan Ekowisata di Indonesia ............................... 313
10.4 Pariwisata Masal Versus Ekowisata .................................... 318
10.5 Rangkuman ........................................................................... 319
10.6 Latihan .................................................................................. 320
10.7 Glossarium ........................................................................... 321
10.8 Daftar Pustaka ..................................................................... 322
INDEKS ………………………………………………………... 325
BIOGRAFI PENULIS ………………......……………………… 327
ix
Agroekologi: Pendahuluan 1
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 1.3. Suatu organisme sebenarnya terdiri dari partikel sub-atom, atom,
molekul, dan protoplasma (protoplasm).Suatu populasi adalah kum-
pulan individu yang memiliki sel, jaringan, organ, dan sistem organ
yang sama. Komunitas adalah kumpulan populasi yang mendiami
suatu habitat tertentu. Kumpulan beberapa komunitas yang saling
pengaruh mempengaruhi disebut dengan ekosistem. Seluruh ekosis-
tem yang mendiami planet bumi disebut dengan biome (Gibson
dan Gibson, 2006).
Agroekologi: Pendahuluan 5
Gambar 1.4 Kelompok populasi tanaman padi nampak tumbuh serasi menyatu
dengan lingkungan alam sekitarnya (Lambeugak, Aceh Besar, 2008)
Agroekologi: Pendahuluan 6
Gambar 1.7 Padi merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan pokok sebagian besar penduduk bumi saat ini
(Foto: Global Marketing Partnership, 2006).
1.7 Rangkuman
1.8 Latihan
a. Sosiologi
b. Antrophologi
c. Filsafat/Agama
d. Semua benar
1.9 Glossarium
BAB II
KONSEP AGROEKOLOGI
Gambar 2.2 Suatu sistem usaha tani dipandang oleh para ahli agroekologis sebagai
suatu agroekosistem (Foto: Moriya, 2010).
Gambar 2.4 Suatu agroekosistem merupakan suatu lahan yang dipengaruhi oleh
lingkungan serta bergai aktivitas manusia dalam membudidayakan
suatu tanaman (Foto: University of Missouri College of Agriculture-
USA, 2010).
Gambar 2.5 Penanaman beberapa jenis tanaman dalam suatu lahan dapat memberi
Keuntungan/hasil yang lebih banyak (Foto: Permaculture Research
Institute of Australia, 2010).
2.4 Rangkuman
Agroekologi adalah ilmu pengetahuan yang diterapkan berdasarkan
prinsip-prinsip dan konsep-konsep ekologi untuk merancang,
mengembangkan, dan mengelola sistem pertanian berkelanjutan.
Perencanaan suatu agroekosistem didasarkan kepada penerapan
prinsip-prinsip siklus biomas, kondisi tanah, mengurangi kehilangan
hara,meningkatkan keanekaragaman spesies secara bertahap dan
meningkatkan keuntungan secara biologis, seperti rotasi tanaman,
polikultur, sistem agroforestri, cover crop, dan penggabungan ternak
ke dalam suatu agroekosistem.
Keanekaragaman ekosistem dapat ditingkatkan melalui
pemeliharaan vegetasi, tanpa olah tanah, pemakaian mulsa, penaman
tanaman penutup tanah, penyediaan bahan organik secara
berkelanjutan, peningkatan siklus hara melalui sistem peternakan yang
memanfaat legume, dan meningkatkan pengendalian hama penyakit
melalui peningkatan aktivitas agensia hayati.
2.5 Latihan
2.6. Glossarium
Agroforestri adalah teknik pertanaman yang memadukan tanaman
kayu yang berumur panjang dengan tanaman pertanian atau
palawija, peternakan atau perikanan di dalam maupun di luar
kawasan hutan.
Biomas merupakan kumpulan seluruh makhluk hidup di dalam suatu
lingkungan atau ekosistem tertentu yang diukur berdasarkan
berat per satuan luas
Cover crop merujuk kepada semua tanaman yang ditanaman untuk
menutupi permukaan tanah guna mencegah erosi atau
memperbaiki kesuburan tanah
Legume adalah kelompok tanaman yang berada dalam satu famili
dengan karakter utama berbunga kupu-kupu, berbuah polong,
dan umumnya bersimbiosis dengan rizobium
Predator merupakan binatang karnivora yang memburu, membunuh,
dan memakan binatang lain untuk mempertahankan hidupnya
Polikultur adalah sistem budidaya tanaman yang menanam berbagai
jenis tanaman pada suatu areal yang sama dan waktu yang sama
Revolusi hijau adalah introduksi teknik budidaya modern dengan
input yang tinggi, varietas yang unggul dengan usaha untuk
meningkatkan hasil yang tinggi
McNaughton, S.J. dan L.L. Wolf. 1992. Ekologi Umum (Ed. 2). Gajah
Mada University Press.Yogyakarta. 1140 hlm.
Moriya, K. 2010. Studies on the sustainable agricultural production
System in intermediate and mountainous area. Kyoto
University Global COE . Online, http://www.dl.kuis.kyoto-
u.ac.jp/gcoe/field/theme_eng.html, diakses 10 Desember 2010.
Permaculture Research Institute of Australia. 2010. The Edible Urban.
Online, http://permaculture.org.au/2010/04/01/the-edible-urban/,
Diakses 20 Desember 2010
Resoedarmo, R.S., K. Kartawinata dan A. Soegiarto. 1984. Pengantar
Ekologi. Remaja Rosdakarya, Bandung. 174 hlm.
The best baby diaper. 2010. Go Green. Online, 28 Oktober 2010.
http://thebestbabydiaper.com/go_green.html, diakses 15
Desember 2010
The Digger's Club Pty. Ltd. Australia. 2010. Organic food has 30%
higher antioxidants. Online, http://www.diggers.com.au/
articleOrganicFoodHigher AntiOxidants.shtml, diakses
12 Desember 2010.
University of Missouri College of Agriculture. 2010. Sustainable
Agriculture. Online, http://cafnr.missouri.edu/academics/
sustainable-ag.php, diakses 22 Desember 2010
Vickery, M. L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley & Sons,
New York. 178 p.
Agroekologi: Konsep Ekosistem 30
BAB III
KONSEP EKOSISTEM
Gambar 3.1 Di dalam ekosistem terjadi interaksi menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan yang saling mempengaruhi dan membentuk suatu siklus
yaitu rantai makanan (Illustrasi: Rohlen Science, 2011).
Agroekologi: Konsep Ekosistem 31
Gambar 3.2 Akuarium dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem yang kecil,
karena di dalam akuarium terjadi interaksi antara unsur-unsur biotik,
seperti ikan, rumput laut, planton; dengan unsur-unsur abiotik seperti
sinar, udara, air (Illustrasi: SpyderBlitz, 2011)
sub-ekosistem daratan,
sub-ekosistem danau, dan
sub-ekosistem sungai.
Sub-ekosistem daratan dapat pula dibagi dalam bagian-bagian sub-
ekosistem hutan, sub-ekosistem belukar, sub-ekosistem padang pasir.
Antara masing-masing sub-ekosistem itu pun terjadi interaksi. Di
antara sub-ekosistem itu terdapat pula arus materi, energi, dan
informasi. Pembagian-pembagian sub-ekosistem yang demikian itu
sangat berguna untuk mempelajari suatu ekosistem yang lebih besar.
Dengan konsep ekosistem itu, kita memandang unsur-unsur
dalam lingkungan hidup kita tidak secara tersendiri, melainkan secara
terintegrasi sebagai komponen yang berkaitan dalam suatu sistem.
Pendekatan ini disebut pendekatan ekosistem, atau pendekatan
holistik, yang berlawanan dengan pendekatan analitik yang parsial.
Hubungan fungsional antara komponen yang mengikat mereka dalam
suatu kesatuan yang teratur merupakan perhatian utama pendekatan
ekosistem.
Hubungan fungsional ekosistem, misalnya dapat dilihat pada
interaksi yang utuh antara tanaman dengan cahaya, udara, tanah, air,
hewan, mikroorganisme, manusia, mupun hubungan antara satu
tumbuhan dengan tumbuhan lainnya. Sistem ini dalam skala global
pada bumi dikenal dengan istilah “interdependent” atau saling
ketergantungan. Artinya, semua komponen yang ada di bumi adalah
selalu saling ketergantungan atau saling pengaruh-mempengaruhi.
Dalam hal ini, suatu komponen, baik hayati maupun non-hayati sangat
tergantung kepada komponen lainnya.
Istilah ekosistem pertama kali dipakai oleh Tansley dari Inggris
pada tahun 1935. Para ahli lain, seperti: Karl Mobius (Jerman)
menggunakan istilah bioceonocis. S.A Forts dari USA (1887) meng-
gunakan istilah mikrosom. Friederich (1930) menggunakan istilah
holocoen, Vernadsky (1994) memakai untuk bumi istilah bionert
body, dan Duhuchaev menggunakan istilah geobio-coenocis untuk
ekosistem.
Agroekologi: Konsep Ekosistem 33
Gambar 3.6 Jamur mempunyai peranan yang sangat penting di dalam suatu
ekosistem, karena jamur dapat berfungsi untuk mengurai daun (bahan
organik) menjadi kompos yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
tumbuhan. (Foto: Ocean-Leecher, 2010).
Agroekologi: Konsep Ekosistem 37
Gambar 3.7 Bakteri sangat berperan untuk menjaga keseimbangan di dalam suatu
ekosistem. Bakteri tersebut memiliki berbagai bentuk yang berbeda-
beda (Foto: Worpress, 2008).
Glukosa diurai
menjadi energi,
air, dan CO2
Gambar 3.9 Dalam proses respirasi terjadi oksidasi karbohidrat yang menghasilkan
energi, H2O, dan CO2 (Ilustrasi: Science Unleashed, 2011)
Agroekologi: Konsep Ekosistem 40
a b
Gambar 3.10 a. Coprophagus yaitu pemakan pelet kotoran setelah pelet diperkaya
oleh Mikroba (Foto: BrenNolasco, 2011).
b. Saprotroph memegang peranan dalam penghasil exocrine (Foto:
Mushroom Appreciation, 2011).
Gambar 3.11 Hutan merupakan penambat karbon terbesar dalam ekositem bumi,
Hal ini terutama terjadi pada hutan-hutan hujan tropis, seperti di
Brazil dan Indonesia (Foto: Mairi Jay, 2009).
Agroekologi: Konsep Ekosistem 44
Volume dari seluruh kayu yang hidup di suatu areal hutan atau lahan
berkayu yang memiliki diameter tertentu pada ketinggian sekitar 1 m
dari permukaan tanah merupakan sumber karbon yang besar. Jumlah
karbon yang ada umumnya diukur pada satuan meter kubik (m3).
Peningkatan stok karbon memberikan informasi terhadap sumberdaya
kayu yang ada, juga sebagai dasar pendugaan terhadap jumlah karbon
yang dikandungnya. Jumlah karbon pada areal hutan tersebar mulai
daerah tropis sampai ke daerah subtropis. Total stok karbon di dunia
diduga sekitar 434 miliar m3, dimana 30% diantaranya berada di
Amerika Selatan.
Agroekologi: Konsep Ekosistem 45
Gambar 3.12 Karbon organik di dalam mineral dan di dalam bahan organik tanah
Tampak hingga pada lapisan tertentu (Foto: Radio Nederland
Wereldomroep, 2009).
Gambar 3.13 Diagram dari siklus karbon yang menunjukkan jumlah karbon yang
dikandung di berbagai penampungan, karbon yang berpindah antara
penampungan pada setiap tahun, serta sedimen sebagai bentuk
karbonat dan kerogen (Illustrasi: Harrison, 2003).
Gambar 3.14 Kebakaran hutan akan melepaskan karbon kembali ke atmosfir dalam
jumlah besar (Foto: Al Feldstein, 2011)
Kecepatan Produksi
No Ekosistem
(gram/m2/hari)
1. Laut terbuka yang miskin (Laut Sargasso) 0,5
2 Perairan pantai dangkal (Long Island Sound) 3,2
3. Danau dalam dan bening „Oligotrofik” (Wisconsin) 0,7
4. Danau dangkal “Eutrofik” (Jepang) 2,1
5. Estuari (Texas) 4,4
6. Terumbu Karang (Pasifik) 2,1
Gambar 3.17 Aliran energi yang terjadi dari matahari sampai kepada konsumen dan
pengurai (Illustrasi : Britannica, 2006).
Gambar 3.18 Piramida energi yang mencerminkan aliran dan jumlah kehilangan
energi di dalam suatu ekosistem (Illustrasi: Anderson, 2011).
Perubahan yang paling sering terjadi dari hari ke hari adalah pada
lingkaran nutrien. Perubahan ini sulit dilihat secara visual, sehingga
sering dianggap bahwa kondisi ekosistem stabil. Padahal, perubahan
ekosistem seperti ini merupakan suatu dinamika alam, yang akhirnya
membentuk suatu kestabilan yang dinamis. Kestabilan yang nyata
diantara tanaman dan binatang serta lingkungannya disebut
keseimbangan alam. Kondisi keseimbangan alam yang baik sangat
penting untuk menunjang seluruh bentuk kehidupan di bumi. Apabila
keseimbangan terganggu, maka kehidupan di bumi juga tidak akan
stabil dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat
merugikan kita semua. Oleh karena itu, upaya menjaga keseimbangan
alam sangat penting dilakukan secara kontinyu dan konsekuen.
Gambar 3.20 Keanekaragaman yang dijumpai pada beras Brasmati India terjadi
akibat adanya keaneragaman gen yang tinggi (Foto: Tanna Group,
2011).
Gambar 3.20 Insekta merupakan organisme yang memiliki kergaman jenis yang
terbesar di bumi (Freewareme, 2011).
Gambar 3.21 Kondisi lahan setelah deforestasi, yang dulunya hutan kini berubah
menjadi calon padang pasir. Kejahatan penggundulan hutan itu
terutama dilakukan oleh kaum berkuasa dan kroni kroninya (Foto:
Green Peace, 2007).
Hal yang sama juga terjadi di lokasi padang rumput yang alami. Hasil
penelitian menunjukkan hilangnya jenis-jenis makhluk hidup
mengancam fungsi ekosistem dan kelestariannya.
Kita semua memiliki tanggungjawab terhadap kelestarian semua
unsur-unsur di dalam ekosistem bumi. Tidak seorang pun di antara
kita yang mempunyai keinginan untuk menceritakan pada anak-cucu
bahwa kita diam saja ketika ketidakpedulian dan keserakahan telah
mengakibatkan hilangnya kekayaan flora dan fauna dunia.
Gambar 3.22 Tanaman jagung yang ditambahi gen anti serangga dari bakteri
bacillus, ternyata dapat menurunkan daya hidup serangga di sekitar
kebun (Illustrasi: Hardy Hall, 2011).
yang harus dikaji, apakah perubahan itu aman atau tidak bagi manusia
dan lingkungan.
Para pencinta lingkungan mendesak agar ditetapkan moratorium
untuk menghentikan produksi bahan makanan yang berasal dari hasil
usaha rekayasa genetika, sampai semua negara menandatangani
Protokol Keamanan Hayati. Hal ini diperlukan karena belum adanya
informasi yang jelas mengenai dampak penggunaan atau
mengkonsumsi organisme hasil rekayasa genetika untuk jangka
panjang, baik ditinjau dari segi kesehatan maupun lingkungan.
Diperkirakan kurang lebih dua persen panenan kedelai AS dan empat
persen panenan kedelai Argentina adalah kedelai Mosanto. Indonesia
termasuk negara yang banyak mengimpor kedelai dari Amerika
Serikat. Tetapi tidak diketahui apakah kedelai yang diimpor ke
Indonesia juga termasuk kedelai hasil rekayasa genetika, karena
kedelai impor itu tidak diberi label. Sampai saat ini dampak negatif
tumbuhan hasil rekayasa genetik belum terungkap dengan jelas,
namun demikian diperlukan perhatian seksama untuk mempelajarinya
secara mendalam, khususnya dalam kaitan dengan kesehatan
konsumen.
Rekayasa genetika tanaman perlu diwaspadai berkaitan dengan
dampak sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungannya, terutama
pada tingkatan varietas (Variety level Genetic Use Restriction
Technologies, VGURT). Untuk mengantisipasinya, perlu dikaji resiko
pemanfaatannya, termasuk kena tidaknya petani kecil dan ada
tidaknya dampak pada penyusutan keanekaan hayati. Pertemuan
Subsidiary Body Scientific, Technological, and Technical Advice
(SBSTTA) di Montreal, 21-25 Juni 1999, adalah bagian dari Konvensi
Keanekaragam Hayati yang ditugasi mengkaji pelepasan produk
bioteknologi pertanian ke alam. Di negara maju dengan kepemilikan
lahan perorangan sangat luas, petani banyak menggunkan produk
bioteknologi yang dikenal sebagai benih transgenik. Benih ini berupa
bahan tanam yang disusupi gen-gen tahan hama dan penyakit. Namun,
banyak lembaga swadaya masyarakat tidak setuju, karena potensi
Agroekologi: Konsep Ekosistem 72
3.8 Rangkuman
Oleh karena itu, kita harus mengelola sumber daya alam ini
dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan keanekaragaman hayati tidak
cukup hanya mempertimbangkan keanekaragaman gen, spesies
maupun ekosistem, namun bentuk dan fungsi kebudayaan suatu
masyarakat juga sangat penting dilibatkan. Keanekaragaman
kebudayaan dicerminkan oleh bahasa, agama, kepercayaan, seni,
musik, praktek pengelolaan tanah, seleksi tanaman, makanan, struktur
sosial dan beberapa atribut sosial masyarakat.
Kini bumi sedang berada dalam krisis global. Dunia sekarang
sedang menghadapi kerusakan lingkungan yang parah dan kehilangan
sumber daya genetika tumbuhan secara besar-besaran dan terjadi erosi
keanekaan hayati yang sangat cepat. Akibat semua itu akan
mengancam kelangsungan pertanian dan ketersediaan pangan.
Degradasi dan kerusakan hutan tebal maupun hanya semak-semak,
penggembalaan ternak yang berlebihan, eksploitasi, peperangan, juga
disinggung sebagai faktor lain penyebab erosi genetik. Setiap tahun,
puluhan ribu jenis makhluk hidup musnah, dan para ilmuwan
menemukan bukti mengapa manusia harus lebih khawatir jika
semakin banyak makhluk hidup musnah akan menggangu ekosistem.
Di lain pihak kehadiran teknologi rekayasa genetika telah
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Rekayasa
genetika tanaman perlu diwaspadai berkaitan dengan dampak sosial,
ekonomi, kesehatan, dan lingkungannya, terutama pada tingkatan
varietas. Untuk mengantisipasinya, perlu dikaji resiko
pemanfaatannya, termasuk kena tidaknya petani kecil dan ada
tidaknya dampak pada penyusutan keanekaan hayati. Di negara maju
dengan kepemilikan lahan perorangan sangat luas, produk
bioteknologi dikenal sebagai benih transgenik berupa benih yang
disusupi gen-gen tahan hama dan penyakit telah banyak digunakan.
Namun, banyak Lembaga swadaya masyarakat tidak setuju, karena
potensi bahayanya pada lingkungan.
Agroekologi: Konsep Ekosistem 80
3. 9 Latihan
1) Uraikan pengertian atau pemahaman Anda tentang konsep
ekosistem.
2) Komponen ekosistem dapat dibedakan atas dasar fungsi dan
susunannya. Atas dasar fungsinya tersebut, maka ekosistem terdiri
atas dua komponen. Sebut dan jelaskan dengan rinci serta disertai
dengan contohnya masing-masing.
3) Buatlah analisis bagaimana perbedaan-perbedaan antara produksi
dan dekomposisi dalam suatu ekosistem tropis. Uraikan pula
melalui sebuah siklus produksi dengan dekomposisinya.
4) Karbon yang ditambat dengan berbagai proses biologi
menghasilkan berbagai sumber stok karbon di bumi. Uraikan
dimana saja sumber-sumber stok karbon beserta contohnya.
5) Jelaskan konsep perdagangan kabon, baik melalui mekanisme
Kyoto maupun non-Kyoto.
6) Produktivitas primer dapat dibagi dalam dua kategori yaitu
produktivitas primer kotor dan produktivitas bersih. Uraikan
perbedaan dan persamaan antara ke dua produktivitas tersebut.
7) Para ahli ekologi mengkategorikan elemen-elemen yang
membentuk sebuah ekosistem menjadi enam bagian utama
berdasarkan para aliran energi dan nutrien yang mengalir pada
sistem. Uraikan dengan jelas elemen-elemen tersebut.
8) Kelestarian dan keseimbangan alam terus terancam. Jelaskan
faktor-faktor yang mengancam kelestarian dan keseimbangan
alam, dan bagaimana pula solusi yang Anda tawarkan.
3. 10 Glossarium
energy-movement-in-ecosystems-trophic-energy-pyramid,
diakses 27 Januari 2011.
Aussieponics. 2010. What is a grow tent? How does it work? Online
http://www.aussieponics.com/img/455px-Autotrophic-
Metabolism.jpg, diakses 19 Desember 2010.
Bloger. 2010. Rantai makanan. Online, htt://www.pandinurdiansyah.
com/wp-content/uploads/2008/01/rantaian_makanan-punya-
andalasdejava.gif, diakses 24 November 2010.
Boer, R. 2001. Economic assessment of technology options for
enhancing and maintaining carbon sink capacity in Indonesia.
Accepted for publication at Mitigation and Adaptation Strategies
for Global Change 6:257-290.
Boer, R., Gintings, A.N. and Bey, A. 1999. Greenhouse gasses
inventory and abatement strategy for forestry and land use change
sector. Journal of Agrometeorology 13:26-26.
Britannica. 2006. Ecosystem: energy transfer through an ecosystem.
Online, http://www.britannica.com/EBchecked/topic-art/66191/
15/Transfer-of-energy-through-an-ecosystem, diakses 27 Januari
2011.
DNM Norway and MSE Indonesia. 1993. Climate change and forestry
Indonesia: Eco-strategies for terrestrial CO2-fixation. Directorate
for Nature and Management-Norway and Ministry of State for
Environment-Indonesia. 117p.
Encyclopedia of Earth. 2010. Photosynthesis. Online, http://www.
eoearth.org/article/Photosynthesis, diakses 10 Desember 2010
Freewareme. 2011. Insects PSD Template. Online, http://freewareme.
com/graphics/psd/page/10/, diakses 26 Januari 2011.
Fuad, E.D. 2000. Analisis potensi dan efektivitas biaya opsi mitigasi
gas rumah kaca pada sektor kehutanan Indonesia dengan
menggunakan model COMAP'. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Green Peace. 2007. Rekord Deforestasi. Online, http://archive.kaskus.
us/thread/2535746, diakses 26 Januari 2011.
Hardy Hall, 2011. Bt Corn: is it worth the risk? Online, http://www.
scq.ubc.ca/bt-corn-is-it-worth-the-risk, diakses 26 Januari 2011
Agroekologi: Konsep Ekosistem 83
Harrison, J.A. 2003. The Carbon Cycle: What Goes Around Comes
Around. Online, http://www.visionlearning.com/library/module_
viewer.php?mid=95, diakses 25 Januari 2011.
Heddy, S dan M. Kurniati. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Suatu
Bahasan Tentang Kaedah Ekologi dan Penerapannya. PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Irwan, Z. D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi. Ekosistem Komunitas dan
Lingkungan. Bumi Aksara, Jakarta.
Kompas Online. 1999. Waspadai Masuknya Hasil Transgenik. Online,
http://groups.yahoo.com/group/mmaipb/message/527, diakses 26
Januari 2011.
Mairi Jay. 2009. Using nature as a carbon sink. University of Waikato,
New Zerland. Online, http://www.waikato.ac.nz/wfass/e-
reflections/2009/09/using-nature-as-a-carbon-sink.shtml, diakses
25 Januari 2011.
MoE. 2003. Final Report: National Strategy Study on CDM in
Forestry Sector. Ministry of Environment. Jakarta.
Mushroom Appreciation. 2011. Facts About Oyster Mushrooms.
Online, http://www.mushroom-appreciation.com/oyster-
mushrooms.html, diakses 25 Januari 2010.
Science Unleashed. 2011. Biology: Plan respiration. Online,
http://www.scienceunleashed.ie/graphics.aspx, diakses pada 18
January 2011.
Soemarwoto, 0. 1991. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Penerbit Djambatan, Jakarta.
Spyder Blitz. 2011. Aquarium Fish Screensaver. Online, http://spyder-
blitz.blogspot.com/2010/03/free-aquarium-fish-screensaver-
20.html, diakses 25 Januari 2011.
Radio Nederland Wereldomroep. 2009. Teknologi Eropa Nggak
Cocok. Online, http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/
teknologi-eropa-nggak-cocok, diakses 25 Januari 2011.
Resoedarmo, R. S., K. Kartawinata dan A. Soegiarto. 1984. Pengantar
Ekologi. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Agroekologi: Konsep Ekosistem 84
BAB IV
VEGETASI
Gambar 4.2 Hutan hujan tropis memilki karakter yang padat dan bergam jenis
tumbuhan yang hidup di dalamnya. (Foto: De-fact-o, 2008)
Gambar 4.3 Populasi tumbuhan kayu meranti mendekati kepunahan. Meranti yang
merupakan spesies dari famili Dipterocarpaceae masuk dalam
penetapan spesies prioritas konservasi (Foto: Konservasi, 2010)
Gambar 4.5 Hutan Montana ditemukan pada daerah daerah dengan pegunungan
yang tinggi dengan temperatur yang rendah terdapat beberapa bagian
hutan (Foto: BloggersBase, 2011).
4.5. Savana
Istilah savana (Gambar 4.6) merupakan dipergunakan untuk
menjelaskan kisaran tipe-tipe vegetasi mulai dari hutan pendek yang
lembab sampai ke padang rumput yang kering (kira-kira 65% di
Afrika, 60% Australia, dan 45% di Amerika Selatan). Di Indonesia
savana yang terluas terdapat di NTT. Tipe-tipe savana yaitu:
(1) hutan pendek (woodland);
(2) padang rumput (grassland) ;
(3) semak (bush land).
(4) padang rumput yang tinggi terdapat di daerah yang lebih basah.
Gambar 4.6 Savana merupakan kisaran tipe-tipe vegetasi mulai hutan pendek yang
lembab sampai ke padang rumput yang kering (Foto: Wikimedia,
2010).
Gambar 4.7 Gurun di daerah tropik yang alami seperti Gurun Sahara mempunyai
curah hujan 250 mm/tahun, ada dan daerah atau bagian gurun yang
sama tidak mendapat hujan. (Foto: WallpaperBase, 2004).
Agroekologi: Vegetasi 95
Gambar 4.8 Vegetasi rawa adalah suatu vegetasi yang tumbuh di daerah yang
tergenang air, tidak dapat didrainasekan, bisa berada di daerah daratan
dan sampai ke garis pantai (Foto: Aprijal, 2010).
4.8 Rangkuman
Vegetasi merupakan sekumpulan tumbuhan yang hidup bersama pada
daerah tertentu dengan daya dukung alam seperti iklim, altitude dan
tanah. Beberapa jenis vegetasi di antaranaya adalah hutan hujan tropis,
hutan gugur tropis, hutan montana, savana, gurun, dan vegetasi rawa.
Hutan hujan tropis memiliki keragaman spesies yang tinggi. Berbagai
vegetasi yang tumbuh memperoleh air dan unsur hara secara cukup
dan berkesinambungan. Jumlah spesies-spesies pohonan yang
ditemukan di daerah HHT lebih besar dan bervariasi daripada tipe
vegetasi lainnya, dan tidak ada satupun spesies yang mendominasi.
Hutan Gugur Tropis terjadi di daerah yang memiliki mouson
(angin musim) seperti di India, Burma, Indochina, Afrika Timur, dan
Australia Utara. Karakteristik iklim dan hutan gugur tropis adalah
daerahnya lebih kering daripada daerah hutan hujan tropis, dengan
curah hujan sekitar 1.000 – 2.000 mm/tahun, dengan penyebaran di
atas 6-9 bulan. Pada daerah pegunungan yang tinggi dengan
temperatur yang rendah terdapat beberapa bagian hutan Montana yang
terdiri dari 2 tingkatan dan sedikitnya memiliki 3 spesies. Hutan
Montana ditemukan pada daerah berawan dengan temperatur rendah
dan cahaya rendah.
Hutan savana merupakan kisaran tipe-tipe vegetasi dari mulai
hutan pendek yang lembab sampai ke padang rumput yang kering.
Vegetasi savana sangat ditentukan oleh iklim, biasanya kering dan
Agroekologi: Vegetasi 98
curah hujan rendah sampai sedang, dan tanah biasanya lebih masam,
dengan kandungan Al yang tinggi. Vegetasi lainnya juga terdapat di
gurun. Gurun umumnya mempunyai curah hujan sekitar 250
mm/tahun. Beberapa daerah atau bagian gurun ada juga yang sama
sekali tidak mendapat hujan. Perubahan temperatur yang sangat tinggi
terjadi di daerah gurun antara siang dan malam, siangnya sangat panas
dan malamnya sangat dingin. Karena sifat iklim yang tidak stabil
mengakibatkan tanaman kurang dapat beradaptasi, kecuali hanya
beberapa spesies saja.
Vegetasi lainnya yang banyak ditemui di daerah tropis adalah
rawa, yaitu suatu vegetasi yang tumbuh di daerah yang tergenang air
atau sulit didrainasekan. Rawa dapat dijumpai di daerah daratan yang
datar sampai ke garis pantai. Vegetasi rawa biasanya di dominasi oleh
anggota dan famili Cyperaceae dan mangrove.
4.9. Latihan
4.10 Glossarium
BAB V
SIKLUS BIOGEOKIMIA DAN FAKTOR PEMBATAS
5.2 Siklus O2
Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam sistem tabel periodik
yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Oksigen merupakan
Agroekologi: Siklus Biogeokimia dan Faktor Pembatas 104
Gambar 5.1 Siklus karbon atau CO2 yang menggambar aliran karbon mulai dari
atmosfir menuju ke litosfir, dan kemudian kembali lagi ke atmosfir
(Illustrasi: The Globe Program, 2010).
Agroekologi: Siklus Biogeokimia dan Faktor Pembatas 106
5.4 Siklus N
Siklus Nitrogen (Gambar 5.2) tidak seluruhnya berasal dari proses
edafik di dalam tanah, tetapi sebagian besar berasal dari komponen
atmosfir yang memasuki tanah melalui proses fiksasi nitrogen dan
denitrifikasi.
Tanaman memperoleh sebagian besar N dari tanah sebagai ion
nitrat dan amonium. Penambatan N dari atmosfir dalam skala dunia
berjumlah sekitar 10 kg/ha/tahun. Jumlah N ini merupakan bagian
yang terfiksasi atau terserap oleh semua makhluk hidup di lapisan
biosfer. Di atas tanah lebih dari 60% penambatan dilakukan oleh
agroekosistem, dan sebesar 33% merupakan konstribusi hutan,
sedangkan sisanya 7% N disumbangkan oleh proses mineralisasi N
pada permukaan bumi atau teristerial (Burn dan Handy, 1975 dalam
Samingan 1995).
Secara keseluruhan penambatan N dari atmosfir berjumlah kira-
kira 2% dari jumlah asimilasi N, sedangkan sisanya berdaur dalam
bentuk gas. Penambatan N tersebut dilakukan oleh bakteri yang
bersimbiosis hidup dalam akar tumbuhan dan sebagian kecil oleh
bakteri tanah yang hidup bebas.
Agroekologi: Siklus Biogeokimia dan Faktor Pembatas 107
5.5 Siklus P
Siklus P (Gambar 5.3) lebih sederhana dibandingkan dengan siklus N.
Fosfor merupakan bagian protoplasma yang penting. Di dalam
tanaman cenderung beredar dalam bentuk senyawa-senyawa organik
sederhana dan akhirnya menghasilkan fosfat yang kembali tersedia
bagi tanaman. Cadangan yang besar dari fosfor bukanlah udara
melainkan batu-batu atau pengendapan-pengendapan lain yang telah
terbentuk pada abad-abad geologis masa lampau, melalui
pengendapan sedimen-sedimen dangkal dan sedimen dalam.
Gambar 5.3 Siklus fosfor lebih sederhana dibandingkan dengan siklus karbon atau
siklus nitrogen. Siklus fosfor tidak meliputi pergerakan melalui
atmosfer, karena tidak ada gas yang mengandung fosfor secara
signifikan (Wordpress, 2010).
Agroekologi: Siklus Biogeokimia dan Faktor Pembatas 109
5.6. Siklus K
Kalium adalah unsur kimia yang mempunyai simbol K (Bahasa Latin
"Kalium" berasal daripada bahasa Arab: "alqali") dengan nomor atom
19. Perkataan kalium berasal dari perkataan Arab yang berarti
pembakaran atau abu tumbuh-tumbuhan yang dibakar. Kalium adalah
logam alkali putih keperakan dan lembut yang wujudnya secara alami
terikat dengan unsur-unsur lain, seperti yang dijumpai dalam air laut
atau pada kebanyakan mineral. Kalium dapat teroksidasi cepat dalam
udara, sangat reaktif, terutama dalam air, dan menyerupai natrium
secara kimia.
Kalium memiliki berat jenis yang lebih rendah daripada air.
Kalium adalah logam kedua ringan setelah litium. Kalium berstruktur
lembut dan mudah dikerat dengan pisau dan mempunyai warna
keperakan pada permukaan yang baru dipotong. Kalium teroksidasi
dengan cepat dalam udara, sehingga harus disimpan dalam minyak
mineral atau kerosin untuk tujuan penyimpanan. Seperti juga logam-
Agroekologi: Siklus Biogeokimia dan Faktor Pembatas 110
Gambar 5.4 Siklus hidrologi merupakan gerakan air di dalam dan antara berbagai
ekosistem merupakan landasan dalam pemahaman siklus hara (Benhan,
2010).
5.10 Rangkuman
bagi suatu faktor dan kisaran yang sempit bagi faktor lain;
organisme-organisme dengan kisaran-kisaran yang luas untuk semua
faktor, maka akan memiliki penyebaran yang paling luas. Apabila
keadaan tidak optimum bagi suatu jenis faktor ekologi, batas-batas
toleransi terhadap faktor-faktor lainnya dapat berkurang. Organisme-
organisme di alam sebenarnya tidak hidup pada kisaran optimum
dalam hal faktor fisik tertentu. Periode reproduksi biasanya
merupakan periode-periode yang kritis apabila faktor-faktor
lingkungan bersifat membatasi.
5.11 Latihan
1) Proses biogeokimia terdiri dari tiga fase, yaitu siklus gas, siklus
hidrologi, siklus biologis (Biosfir), dan siklus geologis. Uraikan
dengan rinci dan jelaskan bagaimana semua proses itu terjadi.
2) Gerakan air di dalam dan antara berbagai ekosistem merupakan
landasan dalam pemahaman siklus hara. Mengapa?
3) Jelaskan faktor-faktor yang mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan organisme di alam.
4) Jelaskan beberapa azas tambahan terhadap Hukum Toleransi yang
telah dikemukan oleh beberapa ahli.
5) Sebut dan jelaskan faktor-faktor pembatas yang mengendalikan
organisme di alam.
6) Sangat penting untuk ahli ekologi baru untuk memahami dan
menyadari bahwa tujuan daripada analisis lingkungan adalah
sangat penting. Kemukakan tujuan-tujuan yang lebih nyata yang
harus dicapai.
7) Apabila keadaan tidak optimum bagi suatu jenis faktor ekologi,
batas-batas toleransi terhadap faktor-faktor lainnya dapat
berkurang. Uraikan bagaimana hubungan
Agroekologi: Siklus Biogeokimia dan Faktor Pembatas 118
5.12 Glossarium
Edafik adalah siklus hara mikro, seperti Cu, Fe, Co memiliki yang
bersumber dari tanah
Elektrolit merupakan sifat suatu larutan yang dapat menghantarkan
listrik
Geologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang struktur bumi
Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat, distribusi,
penggunaan, dan sirkulasi air pada bumi dan atmosfir
Mikroflora adalah tumbuhan yang berukuran sangat kecil dan hanya
bisa dilihat dengan bantuan mikroskop
Nutrient adalah zat-zat hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan baik
unsur hara makro maupun unsur hara mikro
BAB VI
INTERAKSI TANAMAN DENGAN LINGKUNGANNYA
Gambar 6.1 Campuran tanah terdiri dari udara, air, dan berbagai organisme hidup
seperti algae, bakteri, fungi, akar tumbuhan, hewan dan serangga
tanah. (Foto: Richardson, 2008).
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 121
Gambar 6.2. Tanah merupakan media tumbuh yang menyediakan air, unsur hara,
udara, dan berbagai organisme yang bersimbiosis dengan akar
tanaman (Foto: University of Kentucky, 2010).
sedikit sekali tanaman yang dapat tumbuh secara alami tanpa tanah.
Parasit memperoleh kebutuhannya dari tumbuhan-tumbuhan, dan
beberapa lichen (lumut) dapat tumbuh langsung pada batu-batuan,
akan tetapi kebanyakan tanaman memerlukan tanah untuk
pertumbuhannya hingga mencapai dewasa.
Biji-biji yang jatuh pada batu-batuan atau lingkungan yang tidak
ada tanah dapat berkecambah jika tersedia air, akan tetapi segera mati
bila tanaman mulai besar. Tanah menyediakan berbagai unsur hara
yang penting untuk pertumbuhan. Selain itu tanah juga menyimpan air
yang diperlukan untuk fotosintesis. Udara di dalam tanah diperlukan
oleh akar untuk respirasi. Disamping itu, tanah juga merupakan
medium yang diperlukan akar untuk memperkuat tanaman dan
meningkatkan suplai makanan yang tersedia. Tanaman yang tumbuh
pada tanah dapat mencegah penetrasi akar, pertumbuhan tanaman
menjadi sangat tertekan dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh
pada tanah-tanah yang akarnya dapat menyebar dengan mudah.
Apabila luas permukaan akar yang kontak dengan tanah lebih besar,
maka kemampuan akar untuk menyerap unsur hara dan air menjadi
lebih besar pula. Tidak hanya kondisi tanah yang mempengaruhi
tanaman, akan tetapi tanaman juga mempengaruhi tanah baik secara
fisik maupun kimiawi. Penetrasi akar dapat membantu pemecahan
partikel-partikel tanah yang besar, sedangkan sekresi CO2 dan bahan
lain oleh akar-akar akan membantu memecahkan mineral-mineral
menjadi lebih sederhana, sehingga lebih mudah diserap oleh akar
tanaman.
Oleh karena tanah merupakan bagian lingkungan tanaman yang
penting maka tanaman yang tumbuh secara alami dapat
dikelompokkan menurut jenis tanah seperti pada Tabel 6.1. Jenis-jenis
tanah ini memiliki ciri atau karakternya masing-masing. Tanah masam
banyak dijumpai di daerah tropis, terutama pada lahan gambut. Tanah
alkalin, salin, dan tanah berpasir banyak dijumpai di daerah yang
dekat dengan pantai. Sedangkan tanah batuan banyak dijumpai di
pegunungan atau kaki bukit.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 123
6.1.4.1 Latosol
Nama Latosol pertama sekali diajukan oleh Kellog (1949) bagi
golongan tanah yang meliputi semua tanah zonal di daerah tropika dan
khatulistiwa mempunyai sifat-sifat dominan (1) nilai SiO2/
sesquioksida fraksi lempung rendah; (2) kapasitas penukaran kation
rendah; (3) lempungnya kurang aktif; (4) kadar mineral rendah; (5)
kadar bahan larut rendah; (6) stabilitas agregat tinggi dan (7) berwarna
merah (Darmawijaya, 1997).
Konsep lainnya dari tanah Latosol adalah: terbentuk pada daerah
humid tropika (tropis lembab), bebas dari basa dan silika akibat
pencucian, mengandung Al dan Fe yang tinggi yang menyebabkan
warna merah atau merah muda, kandungan bahan organiknya rendah,
kedalaman regolotnya sampai > 50 m, berada pada elevasi di bawah
2000 m, kejenuhan basa rendah, tanahnya masam dan didominasi oleh
liat kaolinit, oksidanya disatukan oleh oksida ferrik, bila vegetasi di
atasnya dihilangkan terjadi erosi di permukaan tanah dan yang
tertinggal lapisan Al dan Fe.
Di Indonesia tanaman karet, kelapa sawit, nilam dapat tumbuh
baik di tanah Latosol. Menurut Darmawijaya (1997) di Indonesia
tanah Latosol umumnya berasal dari batuan induk vulkanik, baik tuff
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 132
maupun batuan beku, terdapat mulai dari tepi pantai sampai setinggi
900 m dpl dengan topografi miring, bergelombang, curah hujan
berkisar 2500-7000 mm/tahun.
Berdasarkan warnanya, tanah Latosol dapat dibedakan Latosol
Merah di Pekalongan, Latosol Merah Kekuningan di Cibinong,
Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat di Bogor, Latosol
Coklat Kekuningan di Sukabumi dan Latosol Merah Ungu di
Kalimantan dan Sumatera.
6.1.4.2 Vertisol/Grumosol
Soil Survei Staff USDA mengusulkan nama Verisol untuk jenis tanah
yang masih dikenal dengan nama Grumosol. Ciri-ciri tanah ini sebagai
berikut: tekstur liat dalam bentuk yang mencirikan, struktur lapisan
atas granuler dan sering berbentuk seperti bunga kubis dan lapisan
bawah gumpal, mengandung kapur, koefisien pemuaian dan kontraksi
(pengerutan) tinggi jika dirubah kadar airnya, konsistensinya luar
biasa liat, bahan induk berkapur dan berliat sehingga kedap air, dalam
solum 75 cm dan warna kelam (hitam).
Di Indonesia tanah ini terbentuk pada tempat yang tidak lebih
dari 300 m dpl dengan topografi bergelombang atau berbukit, suhu
rata-rata tahunan 25°C dengan curah hujan kurang lebih 2500 mm dan
pergantian musim kemarau dan musim hujan yang nyata.
Bahan induknya terdiri atas bahan-bahan yang sudah
mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff, endapan
aluvial dan abu vulkanik. Tanah ini didominasi oleh tipe
Montmorilonit, sehingga tanah mempunyai daya serap air tinggi.
Umumnya jenuh akan basa terutama Ca dan Mg dan pH berkisar 6,0 -
8,2 (makin dalam makin alkalis). Sifat lain dari tanah ini adalah kadar
asam fosfat yang rendah, grumusol muda mengandung abu vulkanik
atau sisa-sisa batuan yang kaya akan fosfat. Kekurangan bahan
organik yang dikandung juga mengakibatkan kurang N dalam tanah.
Walaupun ada beberapa kekurangan, tetapi dengan mengatur
drainase, irigasi dan pengolahan tanah disertai pemupukan bahan
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 133
6.1.4.5 Podzol
Tanah podzol, meluas di daerah hutan yang beriklim basah sedang,
terutama hemispir utara. Memiliki karakteristik dasar lapisan
berwarna abu-abu muda, bagian top soil bereaksi masam, dibentuk
dari bahan induk yang sangat berpasir, terbentuk jika Al dan Fe
tercuci, sehingga yang tertinggal hanya pasir kuarsa pada lapisan di
bawah top soil, akibat pencucian tinggi, maka Ca rendah dan tidak
subur.
Nama Podzol berasal dan bahasa Rusia yang artinya abu dan
kata zola, dan pod berarti pucat. Semua jenis tanah ini mengandung
abu-abu yang berwarna pucat. Menurut Mohr (1922) dalam
Darmawijaya (1997) iklim dan vegetasi di daerah tropika masih
memungkinkan timbulnya jenis tanah ini di pegunungan daerah tinggi,
seperti di daerah Dieng, meskipun dibantah oleh Senstius pada tahun
1930 dan disetujui pula oleh Mohr 1933. Tetapi dari beberapa
penyelidikan contoh-contoh tanah vulkan dari Jawa dan Philipina
dinyatakan bahwa proses podzolisasi terjadi di daerah iklim sedang,
meskipun profil tanahnya belum dapat dibandingkan.
Bahan induknya terdiri dan atas batu-lempung (shale) dan batu
pasir kuarsa bentukan zaman Jura, dan di sekitar telaga berubah akibat
proses peralihan menjadi batu lempung yang berbintik-bintik, schirt,
hornfels dan quarsir seperti terdapat di daerah Manokwari (Irian Jaya)
dengan tanaman pohon yang tinggi (13-16 m) seperti Podocarpus,
Dacrydium, Phyhloctadium spesies dengan tanaman bawah Sphagnum
dan macam-macam Musci.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 136
Tabel 6.3 Hara, Bentuknya dalam Tanah, Ion yang Diabsorbsi Tanaman dan Gejala
Kekurangan Hara
Bentuk dalam
Hara Ion diabsorbsi Gejala Kekurangan
Tanah
N Senyawa organic NO3 (Nitrat) Pertumbuhan biasanya terganggu,
daun kuning/ kemerahan
P Senyawa Organik H2PO4 dan Terlambat berbunga, pengurangan
dan P-in organic HPO4 pertumbuhan dan daun berwarna
gelap
K Mineral liat K+ Pucuk dan tepi daun klorosis,
menganggu keseimbangan air, akar-
akar busuk.
Sumber: Vickery (1984)
Tabel 6.4 Klasifikasi Tanah dan pH (H20) menurut Soil Survey Manual, USDA
(1985)
Tanah Nilai pH (H2O) Tanah Nilai pH (F120)
Asam luar biasa <4,5 Netral 6,6 - 7,3
Asam sangat kuat 4,5 - 5,0 Agak alkalin 7,4 - 7,8
Asam kuat 5,1- 5,5 Alkalin sedang 7,9 - 8,4
Asam sedang 5,6 - 6,0 Alkalin kuat 8,5 - 9,0
Agak asam 6,1 - 6,5 Alkalin sangat kuat >9 -
Sumber: United State Department of Agriculture (1985)
Gambar 6.3 Air sangat penting bagi tanaman, seperti halnya untuk semua makhluk
hidup lainnya (Foto: Dreamstime, 2011).
antara 5 - 10 % dari total air sel. Uap air di udara baik yang tampak
maupun yang tidak tampak sangat penting untuk tanaman.
Vickery (1984) mengajukan konsep tanaman dan air tidak
terlepas dari pengkajian pada berbagai aspek seperti siklus hidrologi,
gunanya uap air bagi tanaman, tanaman poikilohidrik dan
homolohidrik, kekuatan evaporasi udara, evapotranspirasi, neraca air,
layu sementara dan layu permanen, air tanah, dan klasifikasi tanaman
berdasarkan kebutuhan air.
6.2.2 Presipitasi
Uap air dapat berpresipitasi dalam berbagai cara yaitu hujan, salju,
hujan es batu (terjadi pada siang hari), embun dan tetesan kabut (mist
droplet). Salju dan hujan es batu terdapat pada daerah tropis yang
sangat tinggi altitudenya dan vegetasi yang terbentuk sedikit sekali.
Hujan pada tengah hari dapat membahayakan tanaman, terutama bila
bersamaan dengan guntur dan kilat. Oleh karena kejadiannya sangat
singkat, maka kontribusinya sangat sedikit untuk mengisi air tanah.
Hujan penting pengaruhnya terhadap tipe vegetasi yang ditemui di
daerah tropis. Curah hujan tahunan sangat bervariasi mulai dan < 100
mm pada daerah gurun sampai dengan lebih dan 10.000 mm pada
hutan hujan tropis. Daerah di ekuator tidak memiliki musim kering.
Pada 23,5 LS dan LU terdapat satu kali musim kering yang panjang
dan satu kali musim basah yang panjang.
Pengaruh hujan musiman dengan tipe vegetasi biasanya pada
daerah sub-tropis banyak terdapat hutan gugur daun/decidous, sedang
pada daerah tropis banyak terdapat hutan evergreen, tanaman rendah
tetap hijau karena kelembaban. Sebagian tanaman tumbuh di daerah
yang musim kering yang panjang. Rumput sangat adaptif terhadap
musim kering dan tumbuh subur pada saat air tersedia. Seterusnya
mati saat periode kering. Hanya akar-akar yang tetap tumbuh dan
dorman hingga hujan berikutnya. Ada juga pohon-pohon yang tidak
dapat menyerap air secara efisien. Pada pohon evergreen yang tumbuh
di habitat arid, air selalu tersedia bagi tanaman karena akarnya
berpenetrasi sangat dalam.
Secara umum vegetasi savana, curah hujan < 2000 mm/tahun, gurun <
250 mm/th. Curah hujan total kurang penting dibandingkan dengan
jumlah bulan kering dan tersedia bagi tanaman. Jumlah curah hujan
aktual yang tersedia bagi tanaman disebut curah hujan efektif. Atau
formulasinya : PE = R — Ea — Es — Ep — O — G, dimana PE =
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 148
6.2.2.2 Kelembaban
6.2.2.3 Keawanan
Awan merupakan kumpulan titik-titik air yang demikian banyak
jumlahnya dan terletak pada titik kondensasi serta melayang-layang
tinggi di udara. Uap air tampak dapat berbentuk awan, tetesan kabut,
embun yang terjadi pada temperatur di bawah titik beku. Awan
terletak jauh dari permukaan tanah. Kabut dan embun berada
dipermukaan bumi, yang sangat cepat bila matahari bersinar.
Berdasarkan kandungan air dalam sel, tanaman dibagi dua tipe yaitu:
(1) Poikilohidrik adalah tanaman yang mempunyai sel-sel kecil tanpa
vakuola tengah. Kandungan airnya tergantung pada kelembaban
lingkungan. Tanaman ini termasuk bakteri, algae biru hijau,
lichens dan jamur. Kelembaban yang dibutuhkan tergantung
spesies; 95% (bakteri tanah), 60% (fungi). Pada tumbuhan tinggi
terdapat pada serbuk sari dan embrio biji;
(2) Homoiohidrik yaitu tanaman yang merupakan sel-sel besar dan
memiliki vakuola besar untuk menyimpan air. Tanaman ini
mempunyai pelindung seperti kutikula untuk mengurangi air
hilang bila kelembaban rendah.
Jumlah air yang dapat diserap oleh udara disebut kekuatan evaporasi
udara. Kekuatan evaporasi udara ditentukan oleh temperatur, angin
dan kelembaban udara. Kekuatan evaporasi udara mempengaruhi
transpirasi dan air tanah. Saat sinar matahari cerah, air yang hilang
melalui evaporasi tanah basah lebih cepat dibandingkan dengan
permukaan air dibandingkan air, seperti danau. Oleh karena itu air
yang tidak meresap secara cepat ke dalam tanah hanya tersedia bagi
tanaman pada waktu yang sangat singkat.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 150
c. Transpirasi
Lebih dari 98% air yang diserap oleh tanaman hilang ke udara melalui
proses yang disebut transpirasi. Terjadi melalui stomata tempat keluar
masuknya O2 dan CO2 juga H2O. Keluarnya air yang terus menerus
melalui stomata tanaman disebut arus transpirasi, yang menyebabkan
mineral/hara dapat diangkut dari akar ke bagian atas tanaman. Daun-
daun yang terpapar langsung oleh matahari akan mati bila tidak
didinginkan. Oleh karena itu transpirasi merupakan mekanisme
pendinginan yang sangat penting.
Laju transpirasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
kekuatan evaporasi udara, perbedaan temperatur antara permukaan
daun dan udara, kandungan air jaringan daun, respon sel penjaga
terhadap cahaya, dan seringnya pembukaan stomata.
d. Evapotranspirasi
e. Neraca Air
yang dipegang sebagian bila di dalam pori-pori tanah dan tidak kontak
dengan permukaan air tanah. Bila air berada di bawah kapasitas
lapang, maka tidak ada lagi pergerakan air ke atas dari air kapiler, oleh
karena itu akar harus mencari air yang diperlukan dengan sistem
perakaran yang berbeda baik di tanah basah dan tanah kering.
Persentase layu permanen pada tanah liat lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah pasir. Sejumlah tanaman mampu
menyerap air dalam kondisi di bawah titik layu permanen karena
tingginya konsentrasi larutan dalam cairan selnya. Tanaman algae
tahan kering >50 tahun dan benih tanaman gurun dapat hidup
beberapa tahun.
Tipe air tanah ada tiga yaitu air gravitasi, air kapiler dan air
higroskopis.
1. Air Gravitasi
2. Air Kapiler
3. Air Higrokopis
a. Hidropita
b. Helopita
Contoh dari helopita adalah padi (Oryza sativa) dan bakau/ mangrove
(Rhizopora dan Avicennia). Tanaman ini sangat adaptif pada kondisi
berkurangnya air pada saat-saat tertentu, seperti mendekati panen pada
padi dan terjadinya air surut pada rawa bakau.
c. Mesopita
Tanaman mesopita adalah tanaman yang hidup pada kondisi air yang
berkecukupan, mesopita sendiri berasal dari istilah ―mesophytes‖
artinya air tersedia dalam jumlah cukup atau dengan kata lain toleran
pada kondisi kurang air dan lebih air.
d. Xeropita
Kondisi air pada tanaman ini terbatas, harus memiliki periode kering,
selama periode tersebut daun-daunnya gugur dan dorman. Tanaman-
tanaman memiliki tuber, bulbs, corm, rhizoma dan lain-lain. Tidak
ada batasan yang jelas antara Mesopita dan Xeropita.
Terdapat tiga cara Xeropita menjaga keseimbangan air:
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 155
Ada tanaman yang dapat hidup pada musim basah dan ada tanaman
yang dapat hidup pada musim kering dan ada yang dapat hidup
dengan kondisi di antaranya. Seperti contoh tanaman jati (Tectonia
grandis) dan Terminaxa superla hidup pada musim basah, sedangkan
pada kondisi musim kering tanaman hidup dan cenderung
menggugurkan daunnya seperti pada Geopita (tumbuhan yang
memiliki bulbus, corm, atau tuber dalam tanah). Contoh lainya
tanaman kopi akan tiba-tiba berbunga 10 hari setelah hujan berat.
Mengingat pentingnya air bagi pertumbuhan tanaman maka
Muljanto (1997) membatasi kegunaan dan pentingnya air bagi
pertumbuhan tanaman adalah:
(1) Konstituen utama dan protoplasma (90 atau 95% dari berat
totalnya)
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 156
yang lebih pendek dari 400 m ialah sinar ultra ungu, sinar X, sinar
gamma dan sinar kosmis. Panjang gelombang yang lebih besar dan
760 m adalah sinar infra merah, gelombang radar dan televisi serta
gelombang radio.
Gambar 6.4 Semua kehidupan di muka bumi, terutama tanaman tergantung energi
yang bersumber dari cahaya atau radiasi matahari (Foto: Dreamstime,
2011).
a. Latitude
b. Kejernihan atmosfir
Atmosfir yang mengandung banyak debu uap air dan gas-gas tertentu
dan awan mengakibatkan energi matahari terhalang mencapai
permukaan bumi sehingga insolasi kecil. Daerah tropis lapisan
pemantul lebih tipis daripada daerah sedang, namun pengaruh ini
berfluktuasi sesuai musim dan panjang hari.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 160
a. Tempat Tumbuh
Tempat tanaman tumbuh yang dibagi atas:
(1) tempat yang ternaungi atau terlindung yaitu sedikit mengabsorbsi
cahaya
(2) tempat terbuka yaitu banyak mengabsorbsi cahaya. Pada tanaman
yang tumbuh di tempat terbuka, daunnya memiliki permukaan
yang dapat memantulkan cahaya sangat efektif. Sejumlah energi
cahaya yang diterima dikembalikan ke lingkungannya, daunnya
mengkilap dan memiliki bulu-bulu putih penutup yang banyak
atau rapat. Tanaman secara normal tumbuh pada tempat yang
mendapatkan cahaya langsung (direct sunlight) lebih banyak yang
pada umumnya memiliki daun yang dapat memantulkan cahaya
lebih tinggi, hingga dapat dipantulkan kembali ke lingkungan di
sekelilingnya.
c. Pigmentasi
lapisan aktif (active layer). Pada hutan tropis, lapisan aktif berada
pada puncak pohon sedangkan pada savana, lapisan tersebut berada
pada puncak rerumputan. Pada lapisan aktif dapat sangat berbeda
antara suhu daun dan suhu udara. Suhu daun lebih panas pada siang
hari dan lebih dingin pada malam hari.
6.3.8 Fotosintesis
Secara keseluruhan proses fotosintesis dapat dirumuskan dengan
persamaan berikut:
Reaksi gelap merubah CO2 menjadi energi yang kaya gula, proses ini
dikenal dengan fiksasi karbon. Energi yang dibutuhkan selama proses
ini berasal dari ATP yang dibentuk pada reaksi terang. Reaksi gelap
tidak memerlukan cahaya tetapi sangat tergantung pada suhu.
Karenanya pada fase gelap reaksi biokimia yang berlangsung sangat
ditentukan oleh kegiatan enzim. Prinsipnya adalah pemindahan
hydrogen dan air sebagai hasil peristiwa hidrolisis oleh pembawa
(akseptor) hydrogen (NADPH2) ke asam organik berenergi rendah
untuk membentuk karbohidrat yang berenergi tinggi. Reaksi reduksi
ini adalah penambahan elektron dari atom H2 ke CO2 yang berakhir
dengan terbentuknya unit gula.
Reaksinya sebagai berikut:
2H2 O 2 NADPH2 + O2 (reaksi Hill)
CO2 +2 NADPH2 + O2 2 NADP + H2 ± CO + O2
(reaksi gelap)
dan hanya sebagian kecil yang tersimpan dalam bentuk energi kimia
untuk digunakan oleh keseluruhan biomassa.
Energi matahari yang ditangkap oleh tanaman digunakan untuk
kegiatan fotosintesis, respirasi, transpirasi, translokasi unsur hara dan
assimilasi. Energi cahaya yang ditangkap dalam fotosintesis dirubah
menjadi energi potensial selanjutnya digunakan untuk:
(1) Mengabsorbsi unsur hara mineral dan air,
(2) Mensintesa bahan-bahan organik
(3) Mengkatalisasi bahan-bahan organik yang terbentuk melalui
proses respirasi dan transpirasi,
(4) Melaksanakan pertumbuhan dan melengkapi siklus perkembangan
Efisiensi fotosintesa adalah ratio antara energi yang tersimpan
oleh asimilasi CO2 dan energi matahari (cahaya) yang diserap oleh
sistem fotosintesa. Efisiensi fotosintesa dibatasi oleh sistem cahaya
(intensitas, kualitas dan lama penyinaran), golongan tanaman (C3, C4
dan CAM), suhu dan air. Faktor pembatas tersebut akan
mempengaruhi kegiatan respirasi, translokasi assimilat dan
sumbernya, yaitu jaringan yang mensuplai assimilat ke jaringan
penyimpanan yang menerima assimilat atau tidak melakukan
fotosintesa, seperti biji, umbi, buah.
Daerah tropis dengan intensitas cahaya dan suhu relatif tinggi
lebih cocok untuk tanaman dengan jalur fotosintesa C4 seperti jagung,
tebu, sorghum, dan padi. Konsep ini berdasarkan pada jalur
fotosintesa C4 yang dapat mengubah energi matahari secara lebih
besar menjadi energi kimia. Sehingga tanaman C4 sering
dikatergorikan sebagai tanaman yang rakus cahaya atau membutuhkan
cahaya penuh.
Pada tanaman, energi yang disimpan dalam ikatan kimia pada proses
fotosintesis dilepaskan dalam bentuk respirasi. Respirasi adalah proses
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 169
6.3.16 Fototropisme
Respon tanaman terhadap arah datangnya cahaya disebut dengan
fototropisme. Fenomena ini dipengaruhi oleh absorbsi cahaya biru dan
ultra violet oleh reseptor cahaya biru seperti carotenoid dan riboflavin.
Tanaman menunjukkan fototropisme dengan tumbuh mengikuti arah
datangnya cahaya yang tetap.
lapisan tersebut. Oleh karena CO2 dapat masuk ke dalam daun melalui
stomata maka tidak terjadi proses fotosintesis bilamana stomata dalam
keadaan tertutup, kecuali pada tumbuhan CAM.
CO2 yang dihasilkan pada saat respirasi dapat terdorong keluar
melalui kutikula akibat tekanannya yang tinggi, terutama terjadi pada
malam hari pada saat stomata berada dalam keadaan tertutup.
Walaupun fotosintesis dan respirasi berlangsung pada bagian sel yang
berbeda, akan tetapi CO2 yang dihasilkan tidak dapat digunakan
langsung sebagai bahan fotosintesa.
Laju gas-gas berdifusi ke dalam dan ke luar daun tergantung
pada luasnya stomata terbuka, dimana luas maksimum tersebut disebut
luasan pori (pore width). Luasan pori adalah besar pada pepohonan
hutan tropis dan kecil pada tanaman schlerophyllous. Akibat jumlah
stomata per unit luas juga tinggi pada pepohonan tropis maka luas
total yang dapat dilalui gas-gas berdifusi dapat mencapai 3% dari luas
permukaan daun. Akan tetapi luas pori kebanyakan tumbuhan hanya
sekitar 1% sedangkan pada tumbuhan sukulent yang memiliki jumlah
stomata sedikit, luas porinya hanya 0,5% atau lebih kecil.
Membuka dan menutupnya stomata tergantung pada dua proses
utama yaitu keseimbangan air tumbuhan dan tekanan parsial CO 2, di
dalam rongga interselluler. Pada siang hari kebanyakan tumbuhan
menggunakan CO2 sehingga tekanan parsial di dalam interseluler
menurun dan menyebabkan stomata terbuka. Pada malam hari, terjadi
kebalikannya sehingga stomata tertutup. Pada tumbuhan CAM, CO2
diikat pada malam hari sehingga stomata terbuka. Pada siang hari gas
tersebut dilepaskan dari asam-asam organik yang tersimpan,
menyebabkan tekanan parsial dalam rongga interseluler meningkat
dan stomata tertutup.
Namun di samping pengaturan oleh kekuatan CO2 pengaruh
yang paling penting terhadap membuka dan menutupnya stomata
adalah keseimbangan air dalam tumbuhan. Jika keseimbangan air
dalam tanaman adalah negatif, maka stomata tidak akan terbuka
walaupun adanya tekanan parsial CO2. Faktor-faktor lain yang juga
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 182
pori besar, difusinya berjalan lebih cepat daripada tanah yang berpori
kecil dan beragregat jelek. Lebih jauh, konsentrasi CO 2 dapat
mencapai pembatas pertumbuhan tumbuhan dan organisme tanah
aerobik. Walaupun tanah yang bertekstur baik memiliki rongga pori
lebih banyak daripada tanah-tanah koarsa, ukuran porinya yang lebih
kecil sangat memperlambat difusi. Rongga yang besar sangat cepat
meloloskan air, akan tetapi rongga kecil dapat memegang air pada
rongga kapiler untuk melawan kekuatan gravitasi. Tanah yang
memiliki jumlah pori yang banyak menyebabkan berkurangnya
kapasitas udara, oleh karena itu sangat ekstrim dalam hal aerasi tanah.
Dengan mengabaikan jumlah dan ukuran pori, suatu tanah akan jelek
aerasinya bila drainasenya tidak baik dan neraca airnya dekat dengan
permukaan.
Pada daerah tropis difusi gas terjadi sangat cepat pada tanah-
tanah berpasir dengan rongga pori yang besar sehingga konsentrasi
oksigennya dapat dipertahankan di atas kondisi tanah normal.
Keadaan tersebut menyebabkan penguraian bahan organik sangat
cepat sehingga tanah-tanah yang demikian bercirikan kandungan
humusnya rendah.
Bilamana air masuk ke dalam tanah, air tersebut mengisi pori-
pori menggantikan udara tanah. Jika air mengering dengan cepat,
udara luar dengan cepat masuk ke dalam tanah yang menyebabkan
naiknya kadar O2 udara tanah. Akan tetapi pada tanah-tanah berat,
pengeringan sedemikian lambatnya sehingga pori-pori yang terisi air
untuk beberapa lama akan mengurangi rongga yang tersedia bagi
udara tanah.
yang dangkal. Tetapi terdapat juga tumbuhan yang tidak dapat tumbuh
pada tanah-tanah yang memiliki tingkat air permukaan yang tinggi.
6.4.11 Angin
Terjadinya angin disebabkan oleh adanya perbedaan panas daratan
dan perairan dan juga perbedaan temperatur antara daerah ekuator
dengan kutub. Kecepatan angin tergantung pada banyak faktor
meliputi topografi, massa, vegetasi, posisi pantai laut, ketinggian di
atas permukaan laut dan jalur angin utama serta daerah tenang.
Angin merupakan faktor sangat penting dalam ekologi, terutama
pada daratan yang rata, sepanjang pantai lautan dan altitude yang
tinggi. Angin berpengaruh secara langsung pada tumbuhan melalui
pemanasan atau pendinginan daun-daun, meningkatkan atau
menurunkan respirasi, menyebabkan berbagai kerusakan, dan
menyebarkan dan menghamburkan serbuk sari, buah dan biji.
Pengaruh angin tidak langsung terhadap tumbuhan termasuk
perpindahan massa udara panas dan dingin, pembentukan awan, kabut
dan merubah temperatur.
c. Lodging/Rebah
Angin kuat dapat juga merusak tumbuhan yang pendek terutama yang
tergolong famili Graminae (yang sekarang disebut Poaceae).
Tumbuhan dapat rebah hingga rata dengan tanah yang dinamakan
mutewah (lodging). Jika batang belum begitu tua/matang, tumbuhan
yang rebah tersebut dapat tumbuh kembali pada buku-buku yang lebih
rendah. Akan tetapi kerusakan seperti ini dapat menurunkan hasil
terutama bagi tanaman pertanian seperti jagung, tebu dan padi.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 191
d. Abrasi
Angin yang membawa partikel-partikel pasir menyebabkan kerusakan
abrasi oleh pengikisan kulit dan kuncup pohon. Kejadian seperti ini
sangat kuat pada beberapa sentimeter di atas permukaan tanah, juga
tanaman yang tumbuh pada tanah berpasir di daerah berangin
merupakan tumbuhan yang sering mengalami kerusakan demikian.
Pakar ekologi percaya bahwa serbuk sari tanaman yang paling primitif
penyebarannya dari kepala sari ke kepala putik tergantung pada angin.
Banyak tumbuhan yang masih diserbuki oleh angin, terutama famili
Coniferae dan Graminae. Akan tetapi, walaupun arus udara hampir
selalu terdapat untuk menyebarkan serbuk sari sampai beberapa
kilometer, namun terdapat beberapa kerugian penyerbukan oleh angin.
Karena penyerbukan oleh angin maka peluang serbuk sari yang
hinggap pada kepala putik pada spesies yang sama adalah sangat
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 193
sedikit. Oleh karena itu serbuk sari harus diproduksi dalam jumlah
yang sangat besar untuk keberhasilan pembentukan biji yang sesuai.
Tumbuhan yang diserbuki oleh angin memiliki adaptasi
morfologis tertentu yang membantu mengatasi kerugian penyerbukan
oleh angin. Bunga-bunga memiliki benang sari yang panjang melewati
perianth (perhiasan bunga), sehingga serbuk sarinya dengan mudah
diterbangkan oleh hembusan angin. Bila dibandingkan dengan
tumbuhan yang penyerbukannya dibantu oleh serangga, maka bunga
yang diserbuki harus memiliki perhiasan bunga dengan warna-warna
tertentu yang menarik perhatian. Kepala putik terhampar dengan
sempurna dan sering berbulu (feathery) sehingga kepala putik dapat
menyaring udara untuk berbagai serbuk sari yang mungkin ada. Bunga
biasanya berbentuk uniseksual dan selalu terletak di posisi atas
sehingga bunga-bunga tidak terlindung dari angin oleh dedaunan.
Bunga uniseksual mencegah berlangsungnya pembuahan sendiri, yang
dapat terjadi pada bunga-bunga banci (hermaproditus) seperti yang
terdapat pada pohon kapok (Ceiba petandra).
Serbuk sari bunga-bunga yang diserbuki oleh angin sangat
ringan dan tidak lengket sebagaimana pada tumbuhan yang diserbuki
oleh serangga. Beberapa tumbuhan memiliki mekanisme yang
membantu penyebaran serbuk sarinya. Tangkai sari rerumputan,
sebagai contoh, biasanya selalu bergerak, sedangkan kepala sari
kebanyakan tumbuhan hanya terbuka bilamana cuaca hangat dan
kering, karena itu mencegah pencucian serbuk sari oleh adanya hujan.
Kepala sari tumbuhan jarak (Ricinus communis) dapat meletus untuk
melepaskan serbuk sari ke udara.
Penyerbukan oleh angin tidak penting bagi sebagian
Gymnospermae dan Graminae di antara tumbuhan tropis. Pada hutan
hujan tropis terdapat sedikit angin, sehingga penyerbukan lebih
banyak dibantu oleh hewan. Jenis tumbuhan temperate (sub tropis)
seperti Quercus dan Castanea diserbuki oleh angin, sebagaimana
spesies tropis diserbuki oleh serangga.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 194
Seandainya kondisi tanah tidak gersang atau subur, tentu saja area
tersebut akan dipenuhi oleh suatu komunitas tanaman. Setiap spesies
mengisi niche yang berbeda. Akan tetapi, selama pembentukan
komunitas tersebut terjadi persaingan antara tumbuhan pada
lingkungan niche yang sama. Oleh sebab itu, kesesuaian fisik suatu
area tertentu untuk spesies tertentu tidak menjamin bahwa spesies
tersebut akan ditemui tumbuh pada daerah itu. Hal ini tergantung pada
sifat spesies lain yang mencoba untuk menutupi suatu area tersebut.
Ada dua bentuk kompetisi (persaingan) yang terjadi antar
tanaman yaitu persaingan intraspesifik dan persaingan interspesifik.
Persaingan intraspesifik adalah persaingan yang terjadi antar tanaman
dalam spesies yang sama, sedangkan persaingan interspesifik adalah
persaingan antara tanaman yang berbeda spesiesnya pada niche yang
sama. Persaingan intraspesifik menyebabkan hanya anggota-anggota
yang paling kuat yang dapat bertahan hidup. Banyak faktor yang
berperan dalam persaingan intraspesifik, akibatnya dapat
menyebabkan punahnya seluruh spesies lemah atau dipaksa merubah
niche.
Faktor-faktor yang dikompetisikan/diperebutkan oleh tanaman
meliputi cahaya, air, oksigen, tanah, hara dan CO 2. Faktor luar seperti
penyerbuk, penyebar biji, kondisi tanah, kelembaban, angin, gangguan
lingkungan oleh manusia juga mempengaruhi peluang hidup spesies-
spesies tertentu pada wilayah tertentu. Akan tetapi, bila areal tersebut
bukan habitat yang baik, mungkin saja parameter fisiknya dirubah
oleh adanya koloni tumbuh-tumbuhan dan hewan sehingga habitat
tersebut menjadi sesuai.
Adanya pengaruh modifikasi oleh komunitas tumbuhan dan
hewan terhadap angin, cahaya, temperatur, dan kelembaban akan
tercipta iklim mikro yang lebih sesuai bagi spesies lain. Dalam proses
yang sama, tanaman merubah karakteristik tanah dengan
mempengaruhi air dan hara tanah serta penambahan humus. Pengaruh
total dari aktivitas koloni itu sendiri menciptakan lingkungan baru
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 197
yang mereka sendiri tidak dapat bersaing lagi dengan spesies lain.
Bahkan koloni-koloni primer tereliminasi dari area tersebut yang
menghasilkan suksesi tumbuhan. Oleh karena itu koloni suatu area
tidak pernah tetap akan tetapi secara bertahap mengalami perubahan
komposisi spesies hingga mencapai klimaks.
Oleh karena habitat mengandung sumber daya yang terbatas
untuk mendukung kehidupan spesies yang terdapat di dalamnya, maka
kompetisi tidak dapat dihindari. Keberhasilan suatu spesies tergantung
pada kemampuannya bersaing dalam hal ruang, cahaya, air dan hara
tanah. Pada tempat-tempat yang kondisinya gersang seperti
lingkungan gurun dan pegunungan, tumbuh-tumbuhan biasanya
tumbuh berjauhan sehingga persaingan menjadi kecil. Akan tetapi
pada kondisi yang ideal seperti pada hutan hujan tropis, kompetisi
terjadi sangat intensif karenanya tanaman harus beradaptasi dengan
berbagai relung yang beragam untuk mempertahankan kehidupannya.
Laju perkecambahan dan pertumbuhan bibit yang kuat dapat
menjadi faktor penentu kemampuan spesies tertentu untuk melakukan
kompetisi. Contoh yang terjadi pada daerah tropis dimana
Andropogon menggantikan lalang (Imperata cylindrica). Oleh karena
pertumbuhan dan penyebarannya yang cepat, sehingga memperoleh
bagian cahaya, air dan hara yang lebih besar.
Ruang merupakan hal penting pada tahap tanaman yang masih
muda. Kompetisi paling kuat terjadi di antara tanaman yang sama
spesiesnya. Dengan demikian hamparan tegakan spesies tunggal yang
luas sangat jarang ditemui di alam. Jarak tanam sangat penting
diperhitungkan untuk mencapai jumlah maksimum tanaman per unit
area sehingga kompetisi terjadi sekecil mungkin. Hanya dengan cara
demikian hasil maksimum akan dapat dicapai. Kalau tidak,
produksinya akan menurun secara nyata, akibat energi habis terpakai
untuk kompetisi.
Pada hutan hujan tropis ditemukan bahwa tanaman dewasa
menekan perkembangan tanaman muda yang sama spesiesnya, akan
tetapi tanaman muda spesies berbeda dapat tumbuh secara berdekatan.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 198
a. Simbiosis
b. Komensalisme
(1) Leaner (bebas) yaitu tanaman yang tidak memiliki alat tertentu
untuk berpegang pada penopang. Contoh Plumbago capenis
(2) Liana berduri yaitu tanaman yang menghasilkan daun atau
pencakar (prickles), walaupun tidak khusus diproduksi untuk
tujuan tersebut akan tetapi dapat membantu liana mencari
dukungan/penopang. Contoh : Bougainvillea sp
(3) Twiner (penjalar) yaitu tanaman dimana seluruh batangnya
melingkari sekeliling penopang/pendukung. Umumnya adalah
herba. Contoh: Ipomoea spp
(4) Liana sulur yaitu tanaman yang menghasilkan organ khusus
berupa sulur khusus untuk membantu liana memanjat inangnya.
Contoh: Famili Cucurbitaceae dan Leguminosae.
c. Mutualisme
Mutualisme terjadi bilamana dua tumbuhan tumbuh secara bersamaan
dan keduanya mendapat keuntungan. Lichens merupakan contoh
mutualisme yang telah berkembang dengan baik dimana pasangannya
dapat tumbuh secara terpisah. Setiap spesies Lichens terdiri dari
komponen fungi dan algae dimana sel algae terperangkap di dalam
micellium jamur. Reproduksi berlangsung di dalam soredia yaitu
berupa sepotong jaringan jamur yang di dalamnya terdapat beberapa
sel algae. Komponen algae hijau dan algae biru-hijau menghasilkan
karbohidrat melalui proses fotosintesis, sedangkan komponen jamur
berperan mendekomposisikan serasah untuk menghasilkan hara
mineral bagi kebutuhan lichens. Komponen ganggang hijau-biru pada
beberapa Lichens juga dapat mengikat nitrogen bebas dari udara.
Pasangan antara fungi dan algae pada lichens sangat berhasil
sehingga tumbuhan tersebut dapat tumbuh pada daerah dimana
kondisinya sangat gersang untuk pertumbuhan tumbuhan lain. Lichens
dapat bertahan hidup lama dan dapat bertahan pada temperatur dan
persediaan air ekstrim serta dapat hidup pada kondisi ketersediaan
hara yang sangat rendah. Produk fotosintesis disimpan dalam bentuk
gula alkohol di dalam tubuh jamur sehingga dengan demikian lichens
dapat tetap hidup selama periode kekeringan yang lama, sementara
pada musim basah dengan cepat akan segera memulai proses
fotosintesis serta penyerapan hara.
Bakteri yang hidup pada nodul daun-daun dari spesies Ardesia
dan Psychotria merupakan contoh mutualisme yang lain. Bakteri
memberikan keuntungan pada tumbuhan inangnya barangkali melalui
produksi hormon pertumbuhan.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 205
d. Mycotrophy
Salah satu contoh mutualisme adalah micotropi yaitu asosiasi jamur
dengan akar tumbuhan tingkat tinggi Jamur bertindak sebagai
penyerap hara perantara oleh akar tumbuhan. Miselia jamur bergabung
dengan akar membentuk suatu struktur yang dinamakan mikoriza. Ada
dua tipe utama mikoriza yaitu mikoriza ektotropik dan mikoriza
endotropik. Mikoriza ektotropik adalah mikoriza yang membentuk
mantel tebal pada seluruh permukaan akar dimana kebanyakan
hifanya menjulur ke dalam tanah dan sebagian melakukan penetrasi ke
dalam perakaran tanaman. Akan tetapi kebanyakan mikoriza adalah
bertipe endotropik yaitu sejumlah hifa hidup di dalam protoplas
jaringan perakaran sedangkan sebagian lagi menjulur ke dalam tanah,
tanpa membentuk mantel pada permukaan akar. Anggota tumbuhan
Pinaceae memiliki mikoriza ektotropik, sedangkan famili tumbuhan
Orchids dan Compositae memiliki mikoriza endotropik.
Biji Orchids sangat kecil hanya mengandung embrio rudimenter
dengan sejumlah kecil cadangan makanan berupa lemak. Biji tersebut
tidak berkecambah secara normal bila tidak berasosiasi dengan miselia
jamur seperti Rhizoctonia. Akan tetapi diketahui bahwa tanaman
anggrek dapat tumbuh dari biji tanpa bersimbiosis asalkan disuplai
gula dan pH media diatur pada skala 5 atau lebih rendah.
Kebanyakan perakaran pohon hutan hujan tropis tidak banyak
memiliki rambut akar dan perakaran yang demikian tergantung pada
fungi yang khusus mengumpulkan mineral-mineral. Jamur
memperoleh hara dari pelapukan litter dan humus. Sebagai pertukaran,
pohon menyediakan karbohidrat bagi fungi dengan mengabsorbsinya
melalui hifa yang berpenetrasi di dalam perakaran. Fungi tidak dapat
melakukan fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat karena tidak
memiliki klorofil.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 206
Aktivitas bakteri dan algae pengikat N, baik yang hidup dalam tanah
maupun pada permukaan atau di dalam tanaman inang, merupakan hal
yang sangat penting dalam memelihara/mempertahankan daur
nitrogen. Substrat untuk organisme tersebut adalah gas Nitrogen yang
ada di udara. Gas Nitrogen di udara merupakan substansi yang tidak
reaktif dan tidak dapat dipakai jika tidak bereduksi oleh
mikroorganisme menjadi ammonium (NH4) atau nitrat (NO3).
Organisme pengikat N biasanya tumbuh berasosiasi dengan tumbuhan
sehingga ammonium secara cepat dapat diabsorpsi oleh tanaman.
Nitrogen di dalam tubuh tanaman dikonversi menjadi asam-asam
amino kemudian disintesis ke dalam berbagai bentuk senyawa organik
yang mengandung nitrogen, yang paling penting adalah protein.
Enzim nitrogenase yang mengkatalisis reduksi nitrogen menjadi
ammonium adalah sangat sensitif terhadap oksigen. Itulah sebabnya
mikroorganisme tetap menjaga N dalam kondisi anaerob. Fiksasi N
hanya berlangsung pada kondisi tanah kekurangan N, sehingga sangat
menguntungkan tanaman oleh adanya asosiasi dengan mikroorganis-
me pengikat N. Bila tumbuh pada lingkungan tanah yang mengandung
konsentrasi N yang rendah, tanaman sangat beruntung akibat asosiasi
dengan mikroorganisme tersebut. Tanaman yang berasosiasi tumbuh
lebih cepat dan oleh karena itu lebih mampu bersaing dibandingkan
tanaman yang tidak berasosiasi semacam itu.
Walaupun terdapat sejumlah mikroorganisme pengikat N yang
bebas di dalam tanah, namun kontribusinya terhadap N tanah sangat
sedikit. Bilamana mikroorganisme pengikat N tersebut berasosiasi
dengan tanaman maka kontribusinya terhadap ketersediaan nitrogen
menjadi penting.
Perakaran leguminosae banyak memiliki nodul berupa habitat
bakteri (Rhizobium spp) yang mengikat N atmosfir pada tanah-tanah
kekurangan N. Nitrogen menguntungkan tanaman sedangkan bakteri
memperoleh karbohidrat dan air dari tanaman sebagai inangnya. Ko-
eksistensi antara tanaman dan bakteri merupakan contoh mutualisme.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 207
6.5.3 Parasit
Tumbuhan parasit memperoleh seluruh atau sebagian hara dan air dari
tanaman lain. Untuk dapat melakukan hal yang demikian, tumbuhan
parasit mempunyai akar khusus dan organ lain yang dinamakan
sebagai haustoria. Fungi dan bakteri patogenik merupakan parasit
yang membahayakan tanaman inangnya dengan mengkonsumsi
jaringan dan melepaskan racun. Akan tetapi secara umum
keseimbangan antara parasit dan inangnya tetap terpelihara, sehingga
terjamin meskipun inangnya lemah, parasit tetap hidup dan tidak
musnah. Inang yang telah mati tidak digunakan oleh parasit. Jika
keseimbangan antara parasit dan inang tidak terjaga, maka dapat
menyebabkan kematian inang dan juga kematian bagi parasit.
Introduksi parasitik fungi, bakteri dan tumbuhan tingkat tinggi oleh
manusia pada inang baru yang tidak memiliki ketahanan terhadap
parasit tersebut telah banyak menyebabkan kegagalan budidaya
tanaman pangan secara luas yang dapat mengakibatkan kelaparan.
Kebanyakan tumbuhan tingkat tinggi hanya bersifat semi-
parasitik, karena tumbuhan hanya memperoleh air dan hara dari
inangnya. Disamping itu, tumbuhan juga mengandung klorofil
melakukan fotosintesis guna menghasilkan karbohidrat. Contoh famili
Loranthae yang dikenal sebagai mistletoes, yaitu spesies yang dapat
ditemui di mana-mana di muka bumi ini. Mistletoes tersebar luas di
daerah tropis, bersifat semi parasit pada pohon termasuk pada kakao.
Secara umum parasit tersebut hanya sedikit merusak pohon inangnya,
apabila kehadirannya tidak terlalu banyak. Walaupun pohon-pohon
kecil dapat mati, akan tetapi ditemukan bahwa kakao dengan sejumlah
parasit mistletoes lebih tahan kekeringan dibandingkan dengan kakao
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 209
yang tidak dijumpai parasit mistletoes. Oleh karena itu pada kasus ini
terjadi sedikit mutualisme atas parasit dan inangnya.
Striga adalah suatu spesies herba parasit pada akar rerumputan.
Walaupun striga menghasilkan beberapa daun yang mampu
berfotosintesis, akan tetapi secara umum kehadirannya menurunkan
hasil ekonomi rumput tropis seperti sorghum. Biji striga akan terpacu
perkecambahannya dengan cara mengontakkan dirinya pada akar
spesies tanaman inangnya. Dengan demikian rotasi tanaman akan
membantu mencegah parasit striga tersebut.
Anggota famili Orobanchaceae yang dikenal sebagai herba
yang tersebar dimana-mana, merupakan parasit terhadap perakaran
tumbuhan tingkat tinggi. Perakaran broom rapes berhubungan dengan
akar tanaman inangnya dan pada beberapa kasus bijinya tidak
berkecambah jika tidak kontak dengan akar inang yang sesuai.
Tumbuhan bagian atas mengandung sedikit klorofil dan malainya
lebih berwarna kecoklatan. Famili ini sangat dekat dengan
Scrophulariaceae yang terdiri dari striga dan banyak parasit akar
lainnya.
Raflesia suatu genus tanaman yang berasal dan Malaysia,
berperan sebagai parasit terhadap akar Vitis. Parasit tersebut sangat
ekstrim melakukan degenerasi sehingga dapat menyerupai jamur,
bagian vegetatifnya sama dengan miselia dan seluruhnya terbungkus
di dalam tanaman inangnya. Raflesia arnoldi (Gambar 6.7) merupakan
satu spesies yang terkenal karena memiliki bunga terbesar dalam
kelompok tumbuhan, diameternya sekitar 1 meter dan memiliki bau
busuk (evil odour). Rafflesia ini merupakan salah jenis tanaman
langka yang hanya tumbuh di kawasan Sumatra bagian selatan,
terutama di Provinsi Bengkulu. Tanaman ini pertama kali ditemukan
di Bengkulu pada tahun 1818, oleh seorang letnan dari Inggris. yang
pada saat itu tengah menjabat sebagai Gubernur Bengkulu, Thomas
Stamford Raffles dan Dr. Arnoldy, seorang ahli botani.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 210
Gambar 6.7. Tanaman Rafflesia meiliki ukuran bunga terbesar dan berbau busuk
(Foto: Ramasari, 2008).
dialami di daerah tropis dan masuk ke tanaman lain dengan cara larut
di dalam kutikula daun. Pertumbuhan tanaman di sekitarnya dapat
terpengaruh sampai sejauh 10 meter.
Banyak tanaman mengandung glikosida yang kurang berbahaya.
Apabila glikosida tercuci dari dedaunan lalu masuk ke dalam tanah
maka akan terhirolisa menjadi allelopati yang berbahaya. Walaupun
substansi tersebut segera diuraikan oleh mikroorganisme tanah akan
tetapi dapat memiliki pengaruh merusak terhadap tanaman lain,
misalnya memperlambat pertumbuhan tanaman.
Gambar 6.8 Aphids dan hama-hama lain menusuk/menembus permukaan daun dan
memakan secara langsung cairan isinya (Foto: Bazan, and Slawecki,
2011).
silang, maka sedikit sekali bunga yang membuka pada suatu tanaman
pada satu waktu. Kalong mencari nektar setiap malam dalam jarak
yang jauh.
Tanaman yang diserbuki serangga memiliki warna bunga yang
beraneka ragam, warna biru biasanya diserbuki oleh lebah dan warna
putih oleh ngengat. Tawon tidak dapat melihat warna merah tetapi
dapat melihat cahaya ultra violet yang tidak dapat dilihat manusia.
Banyak bunga-bunga yang diserbuki oleh tawon memiliki warna yang
berpadu dengan senyawa kimia yang dapat menyerap cahaya ultra
violet. Walaupun tak tampak oleh kita, madu bunga-bunga tersebut
membimbing mengarahkan tawon ke arah nektar dan menjamin
bahwa tawon mencapai posisi yang tepat untuk mendepositkan tepung
sari dan bunga lain pada stigma serta mengumpulkan serbuk sari dari
anther bunga yang dihinggapi.
Banyak bunga yang telah mengembangkan mekanisme yang
berbelit-belit untuk mencegah peyerbukan sendiri, yang paling umum
adalah pengaturan saat masak stigma dan stamen. Spesies Catalpa dan
Teoma tropis memiliki stigma yang tertutup setelah kontak dengan
serangga. Keadaan seperti ini membantu berlangsungnya pembuahan
dan mencegah penyerbukan sendiri. Pada tanaman anggrek
Cypridium, serangga pengunjung masuk bibir yang ada melalui suatu
lubang di atasnya tetapi meninggalkan bunga tersebut melalui corolla
yang terbuka di belakangnya. Keadaan ini menjamin bahwa kontak
pertama serangga adalah dengan stigma dan hanya setelah itu terjadi,
lalu serangga mengumpulkan serbuk sari ke anther bunga yang
bersangkutan.
Suatu hal yang sulit dimengerti bahwa tanaman harus
melampaui masa ko-evolusinya dengan serangga dan hewan
penyerbuk lainnya yang dapat menjamin bahwa vektor mengunjungi
hanya satu atau beberapa spesies saja pada suatu waktu tertentu. Jika
tidak maka peluang perpindahan serbuk sari yang masih hidup dari
satu tanaman ke tanaman lainnya pada spesies yang sama adalah kecil.
Oleh karena itu warna bunga, bentuk, bau dan kualitas nutrisi nektar
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 226
dan serbuk sari harus ditujukan pada satu jenis penyerbuk. Sebagai
contoh bunga-bunga yang diserbuki tawon adalah memiliki batang
rendah, corollanya lebar, sedangkan bunga-bunga yang diserbuki
burung-burung berdengung memiliki batang panjang.
Tanaman anggrek yang diserbuki oleh tawon harus memiliki
bunga yang menarik untuk menjamin hadirnya serangga jantan.
Bentuk dan warna bunganya harus menyerupai bentuk dan warna yang
dimiliki tawon betina, karena umumnya bau bunga tanaman anggrek
menyerupai bau hormon seksual tawon. Dengan demikian tawon
jantan sangat tertarik dan berusaha mengkopulasi bunga-bunga
tersebut. Pada keadaan tersebut tawon jantan menempelkan serbuk
sari dari bunga lain pada stigma dari bunga yang didatanginya.
Banyak bunga-bunga tanaman yang memiliki bau yang serupa
dengan pheromones serangga, sedangkan sejumlah serangga dapat
menggunakan senyawa-senyawa yang terkandung dalam bunga-bunga
yang mengandung minyak mudah menguap untuk menghasilkan
pheromones-nya. Sejumlah tanaman menghasilkan bau yang paling
tidak disukai oleh manusia. Bau tersebut memiliki rasa amis atau
mengandung amina yang menarik serangga-serangga yang
memakannya atau meletakkan telurnya pada bunga tersebut.
Walaupun semua tanaman dan penyerbuknya saling tergantung
satu sama lain pada beberapa kejadian, banyak juga yang tingkat
ketergantungannya sangat ekstrim. Kenyataan ini terjadi pada
tanaman-tanaman anggrek, atau terdapat juga pada tanaman lain.
Sebagai contoh : hampir setiap spesies ara (Ficus) berasosiasi dengan
spesies tawon (penyengat) tertentu. Pohon ara memerlukan tawon
untuk penyerbukan bunganya, sedangkan tawon memerlukan ara
untuk perlindungan larvanya.
Pada genus Yucca yaitu penyerbuk sole (tapak kaki), lebah
(Tegeticula) betina membawa tepung serbuk sari dari satu bunga ke
bunga lain. Pada keadaan demikian, lebah betina tersebut mendorong
ke bawah stigma yang berbentuk pipa dan kemudian meletakkan telur
di antara ovul sehingga lebah tersebut telah membantu pembuahan.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 227
seperti tebu, karet, teh dan kopi juga banyak mengakibatkan kerusakan
ekosistem alamiah. Masalah penggunaan lahan di daerah tropis harus
dipertimbangkan secara matang dan harus dicari pemecahannya agar
tidak terjadi kerusakan lahan-lahan yang semakin sangat luas.
Gambar 6.9 Manusia banyak merusak tanaman atau hutan dengan membakar hutan
atau vegetasi (Foto: Future Timeline, 2011).
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 232
a. Peladangan Berpindah-pindah
6.7.3 Perkayuan
6.7.4 Erosi
Laju erosi yang cepat yang sedang terjadi di daerah-daerah tropis
merupakan akibat langsung dari peningkatan jumlah penduduk.
Walaupun aktivitas sejumlah hewan besar terutama gajah
menyebabkan erosi yang bersifat lokal terjadi pada masa lalu, namun
tidak sehebat penghancuran/perusakan yang disebabkan oleh pengaruh
manusia selama satu abad yang lalu.
Kegiatan bercocok tanaman pangan untuk keperluan manusia
yang sedang meningkat jumlahnya menyebabkan berkurangnya waktu
istirahat tanah. Hutan sekunder tidak dapat terbentuk karena lahan
tersebut dibersihkan kembali untuk pertanaman. Keadaan ini
menyebabkan berkurangnya vegetasi penutup tanah sehingga
memudahkan lapisan tanah atas (top soil) tererosi oleh angin dan
hujan. Di Australia beribu ton lapisan tanah atas tercuci ke lautan yang
disebabkan oleh penebangan vegetasi penutup tanah.
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 241
6.7.6 Pencemaran
Masalah pencemaran di daerah tropis belum seserius yang terjadi di
beberapa daerah beriklim sedang, walaupun pada daerah yang padat
penduduk sangat cepat terjadi pencemaran. Barangkali yang paling
menjadi masalah pencemaran di negara-negara tropis adalah
pembuangan sampah oleh manusia ke dalam sungai-sungai. Hal
tersebut tidak hanya merubah ekologi sungai akibat berubahnya
komposisi tumbuhan dan hewan, akan tetapi juga menyebabkan
epidemik kolera dan tipus terhadap masyarakat yang menggunakan air
yang tidak diolah untuk diminum. Kandungan N air yang mengandung
limbah manusia adalah sangat meningkat, yang mengakibatkan
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 244
6.8. Rangkuman
Tanaman selalu tergantung dan berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya, seperti tanah, udara, air, cahaya, hewan, mikroorganisme,
maupun dengan manusia. Tanah merupakan bagian lingkungan
tanaman yang penting, tanaman yang tumbuh secara alami dapat
dikelompokkan menurut jenis tanah. Jumlah hara dalam tanah dan
kemampuannya menyimpan udara dan air sangat bervariasi. Hutan
hujan tropis yang kaya dengan vegetasi, biasanya tanahnya
mengandung sedikit unsur hara. Tanah-tanah yang mengalami proses
pelapukan sangat cepat akan menyebabkan hara-hara tidak sempat
diserap oleh tanaman dengan baik karena tercuci oleh oleh curah
hujan. Tanah-tanah yang terbentuk di daerah tropis mencakup:
latosol, vertisol, podzol, hidromorfik, kahsiomorfik, halomorfik,
tanah-tanah azonal.
Air sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Air merupakan salah satu bahan baku fotosintesis, dan juga
sebagai medium hara yang diserap tanaman. Air berperan sebagai
pelarut universal dan akan melarutkan semua senyawa yang
diperlukan tanaman, sehingga tanaman dapat menyerap hara melalui
akarnya dan dapat ditransportasikan di dalam tubuh tanaman. Air juga
berperan sebagai media tempat berlangsungnya reaksi kimia, terutama
dalam tanaman. Konsep tanaman dan air tidak terlepas dari pengkajian
pada berbagai aspek seperti siklus hidrologi, gunanya uap air bagi
tanaman, tanaman poikilohidrik dan homolohidrik, kekuatan evaporasi
udara, evapotranspirasi, neraca air, layu sementara dan layu permanen,
air tanah, serta klasifikasi tanaman berdasarkan kebutuhan air.
Kehidupan di muka bumi sangat tergantung kepada energi yang
bersumber dari cahaya atau radiasi matahari. Tanaman memperoleh
energi secara langsung, tetapi kebutuhan energi untuk hewan sangat
tergantung kepada energi kimiawi sebagai hasil sintesa karbohidrat
Agroekologi: Interaksi Tanaman dengan Lingkungannya 246
6.9 Latihan
6.10 Glossarium
BAB VII
DAMPAK PERTANIANTERHADAP
LINGKUNGAN
a b
c d
Gambar 7.1 Pembersihan lahan dan penanaman dilakukan secara cepat dengan
menggunakan mesin. Pemberian pupuk dan pestisida kimia dilakukan
secara intensif tanpa mempertimbangkan masalah yang akan terjadi.
(Foto: a. Morowali Jaya Sakti, 2010, b. Deere Photo Library, 2005,
c. AntaraFoto, 2011, d. Wiedemann, 2005).
Gambar 7.2 Perubahan temperatur global makin meningkat dengan tajam sejak
tahun 1980-an (Yulianto, 2009).
Gambar 7.3 Mengkomsumsi produk alami yang dihasilkan dari pertanian organik
merupakan salah satu cara efektif mengurangi pemanasan global
(Foto: Arizana Gallery, 2010).
racun karbon dioksida, 65% nitro oksida, dan 37% gas metana yang
dihasilkan karena ulah manusia. Gas metana menghasilkan gas rumah
kaca 20 kali lebih besar dan nitro oksida 296 kali lebih banyak jauh di
atas karbon dioksida. Peternakan juga menimbulkan 64% amonia yang
dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan
hujan asam (Kasep, 2009).
Gambar 7.3 Industri peternakan merupakan salah satu penyebab terbesar pemanasan
global saat ini (Foto: Global Warming Truth, 2011).
2 Ayam 3.500
3 Kedelai 2.000
4 Beras 1.912
5 Gandum 900
6 Kentang 500
a b
Gambar 7.4 Pemanasan global telah menyebabkan meningkatkan terjadinya banjir
di satu tempat (a), tetapi terjadi kekeringan di tempat yang lain (b)
(Foto: a. Ogiyoga, 2010, b. Britannica, 2011).
Gambar 7.5 Perkebunan kelapa sawit yang ditanam secara monokultur dapat
menyebabkan peningkatan erosi dan menurunnya jumlah air tanah
(Foto: Wordpress. 2008).
Gambar 7.6 Pembakaran jerami setelah panen telah menjadi kebiasan buruk para
Petani yang tidak mengerti kerusakannya di berbagai wilayah Indonesia
(Foto: National Institute of Occupational Savety and Health, 2011)
7.5 Rangkuman
7.6 Latihan
7.7 Glossarium
Ammonia, adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas
(disebut bau amonia)
Emisi, adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar atau hasil proses
penguraian bahan-bahan di alam.
Gas metana, adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas
dengan rumus kimia CH4, metana murni tidak berbau.
Herbisida, adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan
pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang
menyebabkan penurunan hasil
Nitro oksida, merupakan salah satu gas rumah kaca yang dihasilkan
oeh jasad renik di lahan sawah yang dapat menyebabkan
pemanasan global dan penipisan ozon.
Residu adalah sisa pestisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan
dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya
peristiwa-peristiwa khemis dan fisis mulai bekerja.
Resistensi, adalah menunjukan pada posisi organisme untuk
berperilaku bertahan, atau berusaha melawan suatu perlakuan
atau kondisi tertentu.
Agroekologi: Dampak Pertanian Terhadap Lingkungan 263
BAB VIII
RESTORASI AGROEKOSISTEM
Gambar 8.2 Potret-potret kekabakaran hutan dan kondisi ekosistem yang telah rusak
parah akibat perbuatan manusia yang tidak bertanggung-jawab (Foto:
Yayasan Rotan Indonesia, 2010).
restorasi di masa lalu yang masih digunakan hingga saat ini, sudah
tidak sesuai lagi untuk menjawab tantangan di masa depan.
Gambar 8.3 Kondisi ekosistem yang baik dan dapat menjadi contoh restorasi
ekosistem (Foto: Picasa, 2010).
ha. Hal ini menunjukkan bahwa hutan tersebut yang tersisa adalah
hanya 4%.
Kondisi ini tak lepas dari pola pembangunan berorientasi
produktivitas, yang dilakukan untuk menggenjot pemasukan uang
negara. Hutan alam tropis Sumatera itu pun beralih fungsi menjadi
hutan produksi. Pepohonan ditebang untuk diolah menjadi kayu bahan
mebel. Ribuan hektar lahan bekas tebangan diratakan, disulap jadi
hutan tanaman industri atau perkebunan kelapa sawit. Alhasil, hutan
tropis dataran rendah Sumatera yang kaya keragaman hayati tak ada
lagi. Yang tersisa hanyalah hutan atau kebun sawit yang gundul
meranggas.
Padahal, hutan dataran rendah Sumatera yang rusak ini adalah
rumah bagi 626 jenis burung yang 20 jenis di antaranya adalah jenis
burung khas (endemis) Sumatera. Hutan itu juga sebagai rumah
harimau sumatera (Panthera tigris sumatraensis), gajah sumatera
(Elephas maximus sumatraensis), badak sumatera (Dicerorhinus
sumatraensis), tapir (Tapirus indicus), dan beruang madu (Helarctos
malayanus). Populasi harimau liar yang hidup di belantara Sumatera
diduga hanya tinggal 400-500 ekor.
Apakah deforestasi hutan hujan tropis di dataran rendah
Sumatera turut memengaruhi perubahan iklim dan pemanasan bumi?
Pasti! Penebangan pohon telah menghilangkan fungsi hutan sebagai
tandon penyimpan air dan penyerap sekaligus penghasil gas CO2.
Kondisi ini makin diperparah oleh pembukaan lahan untuk
perkebunan kelapa sawit, yang dilakukan dengan membakar padang
rumput, ilalang, serta pohon-pohon sisa tebangan.
Asap hasil pembakaran besar-besaran itu tentu menghasilkan
sekaligus menambah bobot gas CO2 yang dengan mudah tersebar ke
wilayah lain melalui embusan angin. Artinya, penyebaran gas CO 2
akan memengaruhi iklim di luar Sumatera, atau daerah mana saja
sepanjang angin dapat membawanya. Sudah sangat sering terjadi dan
dibahas dalam pertemuan internasional bahwa asap hasil pembakaran
hutan Sumatera ini begitu cepat membentuk kabut asap yang
Agroekologi: Restorasi Ekosistem 274
8.6 Rangkuman
8.7 Latihan
8.8 Glossarium
Trexler, M. C., Kosloff, LH., and Gibbon, R. 2000. Forestry after the
Kyoto Protocol: A review of key questions and issues. In Luis
Gomez-Echeverri (ed.). Climate Change and Development,
UNDP. p131-152.
Vickery, M. L. 1984. Ecology of Tropical Plants. John Wiley & Sons,
New York.
Yayasan Rotan Indonesia. 2010. Report clears SMART of
deforestation. Online, http://www.rotanindonesia.org/index.
php?option=com_content&view=article&id=1059:report-
clears-smart-of-eforestation&catid=45:kehutanan&Itemid=60,
diakses 3 Februari 2011.
Agroekologi: Perencanaan dan Pengembangan Agroekosistem 283
BAB IX
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN
AGROEKOSISTEM
Nilai tambah dapat diciptakan pada suatu proses usaha tani melalui
hal-hal sebagai berikut:
(1) Manajemen usaha tani secara holistik
(2) Evaluasi terhadap berbagai usaha pedesaan
(3) Mengerakkan sistem pembayaran di luar panen
(4) Meningkatkan nilai estetika usaha tani dan agrowisata
(Gambar 9.2).
(5) Menciptakan percontohan agribisnis
(6) Mengutamakan penanaman modal pada sistem pertanian
organik
(7) Mempersiapkan langkah-langkah sertifikasi produk organik
(8) Memasarkan produk langsung ke konsumen
(9) Menciptakan pasar petani
(10) Mendorong terwujudnya pertanian berbasis komunitas/
masyarakat
(11) Membawa makanan lokal ke berbagai lembaga lokal
(12) Menjual produk ke restoran-restoran
Agroekologi: Perencanaan dan Pengembangan Agroekosistem 287
Gambar 9.2 Salah satu strategi untuk mengembangkan meningkatkan nilai estetika
usaha tani dan agrowisata (Foto: ErniTour. 2009)
Air yang diberikan kepada tanaman atau ternak harus sesuai dan
terjamin kualitasnya. Adapun beberapa strategi yang dapat ditempuh
untuk menjaga kualitas air adalah:
(1) Menggunakan praktek-praktek pengairan lahan yang dapat
meningkatkan bahan organik tanah serta mendukung
peningkatan humus secara biologi.
(2) Menerapkan praktek-praktek pengawetan lahan yang dapat
mengurangi aliran permukaan dan erosi (Gambar 9.3).
(3) Menanami tanaman tahunan yang dapat digunakan sebagai
makanan ternak sekaligus dapat mencegah kerusakan kualitas
air.
Agroekologi: Perencanaan dan Pengembangan Agroekosistem 289
b. pH Tanah
Kondisi pH tanah dapat memberi petunjuk kepada kita bagaimana
kondisi keasaman atau basa tanah. Umumnya semua tanaman
memiliki tingkat pH tertentu yang cocok untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Pengujian pH tanah sederhana dapat
memungkinkan kita untuk menentukan tanaman apa yang cocok
dengan pH berapa, atau pun membantu kita untuk menentukan
perlakuan apa yang dapat dilakukan, sehingga tanaman yang kita
inginkan mendapatkan kondisi yang optimum untuk berproduksi.
Kegagalan untuk mengerjakan yang demikian, kita dapat
kehilangan sesuatu yang berharga atau dapat menurunkan hasil
secara nyata. Keadaan pH tanah penting juga dilakukan pengujian
secara berulang-ulang minimal setahun atau dua tahun sekali,
Agroekologi: Perencanaan dan Pengembangan Agroekosistem 293
c. Elektokonduktivitas Tanah
Sebuah alat EC meter dapat digunakan untuk mengukur daya
elekrokonduktivitas sampel tanah. Nilai elektokonduktivitas yang
tinggi menunjukkan bahwa elektron atau ion-ion mengalir secara
cepat melalui tanah. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin lebih
banyak unsur hara yang dapat tersedia bagi tanaman. Sebaliknya,
nilai elektrokonduktivitas yang rendah menunjukkan bahwa tanah
tersebut tidak subur. Namun demikian, tingkat elektrokonduktivitas
yang terlalu tinggi, seperti pada tanah salin menunjukkan bahwa
tanaman yang ditanam pada lahan tersebut dapat mengalami
keracunan akibat salinitas yang tinggi.
d. Temperatur Tanah
Suhu tanah dapat diukur dengan menggunakan termometer
portable pada kedalaman 10-15 cm. Informasi ini dapat membantu
petani untuk menentukan kapan benih paling cocok mulai disemai
menurut suhu yang dibutuhkan untuk perkecambahan. Pengukuran
tidaklah cukup dilakukan pada satu tempat saja. Dianjurkan untuk
mengulang beberapa kali pada tempat yang berbeda pada suatu
lahan, karena suhu tanah dapat berbeda-beda dari suatu tempat ke
tempat lainnya.
e. Kondisi Air
Kualitas dan kuantitas air yang tersedia akan menentukan apakah
tanaman atau hewan dibudidayakan dengan baik. Beberap sistem
Agroekologi: Perencanaan dan Pengembangan Agroekosistem 294
usaha tani menggunakan air secara lebih efesien dari pada sistem
usaha tani lainnya. Contohnya adalah sistem hidroponik yang
menggunakan air secara lebih efisien, tetapi kualitas air yang
digunakan harus setinggi mungkin.
g. Karakteristik Elektromagnetik
Karakteristik elektromagnetik dari suatu tempat dapat
menunjukkan hal-hal tertentu tentang kemampuan produksi
tanaman atau ternak, seperti:
(1) Sumber daya air di bawah permukaan tanah
(2) Penyinaran matahari yang dapat mempengaruhi laju
pertumbuhan tanaman
(3) Karakteristik tanah di bawah top soail, seperti adanya
cadangan mineral tertentu.
Kelas
Deskripsi
Lahan
I Lahan cocok untuk semua tipe pertanian secara permanen
II Lahan cocok untuk sebagian besar tipe pertanian secara
permanen dengan perencanaan yang hati-hati dan modifikasi-
modifikasi yang sederhana
III Lahan yang cocok untuk ditanami dengan pembatasan untuk
sebagian besar tipe pertanian dengan perencanaan yang hati-
hati dan manajemen yang intensif
IV Lahan dengan tingkat pembatasan yang tinggi yang
memerlukan tingkat keahlian manajemen yang tinggi pula,
kalau tidak maka produktivitasnya akan sangat rendah
V Sangat dibatasi, produktivitas rendah, dan memerlukan
manajemen yang tinggi
VI Kelerengan lahan sangat terjal atau sangat berbatu sehingga
tidak dapat dikelola dengan peralatan standar.
VII Pembatasan lahan sangat ekstrim dan sangat memerlukan
perlindungan, produktivitas bukanlah sasaran utama.
VIII Lahan yang sama sekali tidak produktif atau lahan yang sangat
memerlukan usaha konservasi.
9.4 Rangkuman
9.5 Latihan
9.6 Glossarium
BAB X
ESTETIKA LINGKUNGAN DAN EKOWISATA
a) Fungsi ekologis
Fungsi ekologis tumbuhan, meliputi :
a) Mereduksi polutan dan memproduksi oksigen
Struktur batang, cabang, ranting, dan daun tumbuhan dapat
mereduksi kebisingan, debu, dan pandangan (view) yang
mengganggu. Melalui proses-proses fisiologis, tumbuhan
melakukan evapotranspirasi dan fotosintesis. Proses ini dapat
menetralisir karbondioksida (CO2), memproduksi oksigen (O2),
Agroekologi: Estetika Lingkungan dan Ekowisata 304
siang hari yang panas, rumput bisa mereduksi 5.5 – 7,8oC lebih dingin
dari tanah terbuka.
Gambar 10.1 Vegetasi dapat mereduksi radiasi sinar matahari yang diterima
permukaan tanah (Lokasi: Treptower Park, Jerman)
Gambar 10.2 Perpaduan antara taman dan bangunan (Lokasi: Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh)
Agroekologi: Estetika Lingkungan dan Ekowisata 306
c) Fungsi Ekonomi
Keberadaan vegetasi dapat membantu dan meningkatkan aktivitas
perekonomian masyarakat. Vegetasi juga memberikan
kenyamanan dan keteduhan, terutaman pada siang hari, kepada
masyarakat yang memanfaatkan vegetasi untuk menunjang
aktivitas perekonomian mereka (Gambar 10.3).
d) Fungsi Sosial
Berbagai ruang terbuka hijau (RTH) yang bernilai sejarah bila
dilestarikan dapat meningkatkan potensi turisme dan ekonomi
(Gambar 10.4).
2)
Pepohonan yang berkanopi, pohon besar dan kecil bisa jadi tabir
angin, dan bisa mengurangi velositas angin, tapi pohon juga bisa
digunakan sebagai lorong angin untuk meningkatkan ventilasi di area
tertentu. Semak terdiri dari semak rendah ( <1,2 m), medium (1,2 –2,4
m) dan semak tinggi (> 2,4 m). Semak dapat mengatur kecepatan
angin dan pengarah aliran angin (Gambar 10.5).
Agroekologi: Estetika Lingkungan dan Ekowisata 308
Gambar 10.5 Pemanfaatan semak dan pepohonan sebagai pengarah aliran angin
(Lokasi : Großbeeren, Jerman)
Gambar 10.8 Ruang terbuka hijau dapat dijadikan sebagai sarana rekreasi
(Lokasi: Potsdam, Jerman)
Gambar 10.9 Areal hijau umum yang digunakan untuk kegiatan bermain atau olah
raga (Lokasi: Berlin, Jerman)
9.5 Rangkuman
10.6 Latihan
Tugas presentasi dan diskusi tentang Fungsi Vegetasi dan Ekowisata
1. Bentuk tugas : 1. Penulisan Paper
2. Presentasi Paper di Depan Kelas
2. Tujuan Tugas : Agar mahasiswa dapat memahami dan
Mengkomunikasikan pemahamannya tentang
fungsi vegetasi dan ekowisata
3. Uraian Tugas :
a Obyek garapan : 1.Mendeskripsikan fungsi vegetasi dan
. ekowisata
2. Mengemukan masalah dan solusi-
solusi ekowisata
b Yang harus : 1. Mahasiswa wajib mempelajari
. dikerjakan dan modul kuliah
batasan-batasan 2. Mencari referensi tambahan di
perpustakaan
3. atau internet bersama kelompok
4. Menyusun paper bersama
kelompok
5. Mempresentasikan paper di kelas
6. Merespon pertanyaan/ tanggapan
dalam kelas
7. Menyimpulkan diskusi
Agroekologi: Estetika Lingkungan dan Ekowisata 321
4. Kriteria Penilaian:
a. Kecermatan dalam mengamati dan ketajaman masalah yang
dibahas
b. Kejelasan dalam penyampaian masalah
c. Kekompakan bekerja dalam kelompok dan kerapian
d. Kemampuan berdiskusi/merespon pertanyaan yang
berkembang
e. Kemampuan menyimpulkan hasil diskusi
10.7 Glossarium
Absorbsi adalah proses penyerapan air oleh suatu material atau zat
padat
Arsitektural menunjukkan kepada seni dan ilmu bagaimana
membangun sesuatu khususnya bangunan
Cooling adalah proses pendinginan udara yang terjadi pada sekitar
kanopi daun akibat proses transpirasi
Estetika adalah cabang dari filosofi yang berkaitan dengan analisis
konsep dan penyelesaian masalah yang timbul ketika seseorang
memikirkan objek estetika
Konstan adalah suatu keadaan yang tetap atau tidak terjadinya
perubahan-perubahan
Groundcover merupakan penutup tanah yang berfungsi untuk
menurunkan suhu tanah, mencegah erosi, dan debu
Agroekologi: Estetika Lingkungan dan Ekowisata 322
INDEKS
Abiotik 2, 8, 31, 37, 54, 271
Abrasi 14, 125, 190
Absorbsi 140, 142, 157
Adaptabilitas 263
Afforestasi 49, 69, 80
Agregat 183
Agroekologi 13, 19, 20
Agroekosistem 19, 20, 21
Agroforestri 24, 27
Aksessibilitas 280, 283
Alkalin 122, 143
Alluvial 14, 134
Altitude 85, 97
Anaerob 40, 177
Biomas 24, 26
Cooling 295
Decidous 88, 182
Deforestasi 251, 254, 257
Degredasi 66, 79
Difusi 41, 81
Edafik 106, 111
Ekploitasi 62, 81
Elektrolit 108, 118
Emisi 47,48, 67
Epifit 213
Erosi 28, 79
Estetika 287, 296
Evaporasi 191, 247
Evapotranspirasi 150 247
Geologi 45
Geosfir 45, 81
Habitat 2, 15, 17
Herbivora 3, 56, 163
Hidrologi 102, 118
326
Hidroponik 247
Hidrosfir 17, 45
Higrofites 92
Hortikultura 133, 285
Humic 81
Infiltrasi 129, 247
Kanopi 87, 99
Karnivora 7, 17
Kation 131, 247
Konservasi 49, 59
Legume 24, 28
Magrove 97, 98
Mikroflora 107
Mineralisasi 41, 81
Mouson 88, 99
Nutrient 111, 118
Ozon 104
Perkolasi 113
Poikilohidrik 146, 248
Polikultur 24, 28
Porositas 127, 248
Predator 210, 216
Presipitasi 146, 247
Reboisasi 259, 265
Reforestasi 49, 81
Reservoir 43, 81
Resilien 256, 265
Sedimentasi 103, 116
Selulosa 207
Shading 294, 308
Suksesi 58, 266
Topografi 52, 78
Transgenik 69, 81
Transpirasi 148, 149, 150, 152
Vulkanik 14, 131, 133
327
BIOGRAFI PENULIS