Dosen Pembimbing:
Ratih Novitasari, SST, MPH
Semester VII
Disusun Oleh :
1. Dewi Rahmawati (1602460003)
2. Yola Fadelia (1602460007)
3. Seftiana Rizqy N (1602460012)
4. Savira Iluk Adkha (1602460016)
5. Priska Agustri (1602460021)
6. Adelia Laksmita D S (1602460025)
7. Rustika Lestyaning T (1602460029)
8. Ekaristi Hendra N (1602460033)
9. Regyna Istnaini B (1602460037)
10. Berty Pritasari (1602460041)
11. Diana Lestari (1602460045)
2. Tujuan Etika
Tujuan etika dalam profesi yaitu
a. Untuk mengatur dalam menjalankan tugas sesuai profesi
b. Menjadi alat self-control dari tindakan yang menyimpang
c. Meningkatkan pengabdian kepada masyarakat
d. Menjaga dan memelihara kesejahteraan pelayanan kebidanan
e. Meningkatkan kualitas pelayanan
3. Pembagian Etika
a. Etika Deskriptif
Melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan, anggapan
tentang baik buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif
tidak memberi penilaian tetapi menggambarkan moralitas pada individu tertentu,
kebudayaan atau subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.
b. Etika normatif
Terjadi penilaian perilaku manusia, penilaian ini terbentuk atas dasar norma. Etika
normatif bersifat preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan
menentukan benar atau tidaknya tingkah laku. Etika normatif menampilkan
argumentasi atau alasan atas dasar norma dan prinsip atas apa yang dapat
dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam praktik.
c. Metaetika
Meta berasal dari bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui. Metaetika
mempelajari logika khusus dari ucapan – ucapan etis. Pada metaetika mempersoalkan
bahasa normatif apakah dapat diturunkan menjadi ucapan kenyataan, Metaetika
mengarahkan pada arti khusus dari bahasa etika.
Disela-sela acara Adat jelang pengebumian korban di rumah duka, Jalan AMD Kelurahan
Naga Pita, Siantar Martoba, Ando tampak shok seraya memandangi wajah istrinya yang
terbaring kaku didalam peti. Ketika ditemui, mengaku harus meminta pertanggungjawaban R
Manurung, selaku bidan yang menangani persalinan istrinya. "Kesal kali aku lae, bisanya dia
selamat kalau saja bidan itu tidak menyerahkan penanganan kepada anak dan anggotanya,"
ujarnya seraya mengarahkan konfirmasi lanjut kepada kakak iparnya, Rina br Turnip (44).
Dikatakan Rina, saat itu persinya Minggu (18/12) sekira pukul 10.00 WIB, adiknya mengaku
sudah merasakan sakit pada bagian perut hingga berpikir sudah saat nya untuk melahirkan
sang bayi. Sesuai rencana, korban langsung dibawa ke rumah R Manurung di Jalan Medan,
Kelurahan Naga Pita, Siantar Martoba atau 2 KM dari rumah orangtuanya (rumah duka, red).
Saat itu, Rina ditemani suami korban serta adik kandungnya, Saut Maruli Turnip (26) ke
kerumah bidan tersebut.
Setelah ditangani, sang bidan berprediksi kalau kelahiran ditaksi sekitar pukul 16.00 WIB.
Sehingga menyarankan korban termasuk suaminya untuk berjalan-jalan disekitar rumah yang
sekaligus tempat ruang praktik persalinan. Belum merasa ada kekhawatiran saat itu, namun
sekitar pukul 14.00 WIB, korban merasakan sakit lagi dibagian kemaluannya. Namun sang
bidan malah keluar pamitan untuk menghadiri undangan pesta pernikahan.
Tanpa ada komando, Delvi br Sitorus (28) yang mengaku anak dari R Br Manurung bersama
seorang perawat, langsung menangani korban. Baru hitungan detik memeriksa, Delvi
memberitahu bahwa saatnya Ranimawarni melahirkan. Hal itu diketahuinya karena titik
bukaan sudah tujuh. Selanjutnya meminta kepada Rani maupun suami korban untuk memberi
ruang kepada kedua wanita tersebut menangani proses persalinan.
Hasilnya, masih hitungan sekali "Ngeden" sang jabang bayi berjenis klamin laki-laki itu,
berhasil keluar dari rahim korban. Bahkan berat badan bayi mencapai 4 Kg dengan panjang
45 Cm. Rani dan suami yang sejak tadi memberi semangat pada korban, sempat
mengingatkan kalau darah masih tetap keluar dari kemaluan korban. Tapi kedua gadis
tersebut mengatakan kalau hal itu sudah biasa.
Meski begitu, Delvi memerintahkan perawat tadi untuk mengeluarkan ari-ari korban. Namun
lebih dari setengah jam, ari-ari tersebut tak kunjung keluar meski perawat yang identitasnya
sengaja dirahasiakan keluarga R Manurung itu sudah menekan perut korban berulang-ulang.
Bukannya ari-ari, tapi darah tetap saja mengalir. "Biasanya itu kak, tadi dia (Ranimawarni,
red) saat melahirkan buang air seni jadi deras dia keluarnya," ujar Rina menirukan perkataan
Delvi saat itu.
Begitu sudah keluar, Delvi kembali memerintahkan perawat tadi untuk menjahit kemaluan
korban. Bahkan proses itu, Delvi masih tetap mengarahkan. Sehingga menurut Rina dan
Ando, korban dijadikan objek praktek. Sebab selama menjahit itu, perawat tadi masih meraba
dan tampak jelas masih sangat ragu-ragu.
Masih keterangan Rina, satu jam setelah persalinan dianggap selesai, korban tiba-tiba saja
mengeluhkan rasa sakit dan perih pada bagian rahim dan kemaluannya. Bahkan beberapa kali
terucap, kalau korban lebih baik mati daripada menahan sakit itu. Jeritan itu membuat
suaminya, dan Rina bingung apalagi, R br Manurung masih belum saja kembali. Walaupun
mereka meminta Delvi untuk menghubungi ibunya, justru kembali beralasan, rasa perih itu
masih biasa kepada orang yang baru melahirkan.
Bingung bercampur takut karena jeritan korban tidak henti-hentinya, Rina lantas menawarkan
agar adiknya itu dibawa ke rumahsakit. Tapi Delvi menjawab dingin seolah keberatan dibawa
kerumahsakit. Sebelum dibawa, R br Manurung akhirnya tiba dirumah. Namun tidak banyak
berbuat dan hanya memeriksa kembali keadaan Ranimawarni serta bayinya.
Karena jeritan kesakitan tetap saja keluar dari mulut korban, membuat Saut Maruli Tua
Turnip (26) iba dan langsung berinisiatif membawa kakaknya ke rumahsakit dengan
menumpang angkot. Begitupun, bidan tersebut enggan memberi ijin karena tetap ngotot kalau
kondisi korban tidak apa-apa. Tapi naas, sekitar pukul 17.45 WIB sebelum tiba di rumahsakit
Horas Insani Pematangsiantar, korban meninggal dalam perjalanan. Hal itu diketahui setelah
dokter rumahsakit memvonis, kalau korban sudah tidak bernyawa. Alangkah terkejutnya
Rina, Ando dan Saut, sebab korban masih sempat bercerita didalam angkot. Diiringi
kepedihan mendalam, korban dibawa pulang kerumah orang tua Ando di Jalan AMD tadi.
Sedangkan bayi tersebut masih berada dirumah bidan R br Manurung.
Keluarga yang menyesalkan kejadian itu, mengarahkan kesalahan pada R br Manurung yang
membiarkan Delvi dan perawat itu menangani persalinan. Anggapan Rina, Ando dan Saut
kalau kedua wanita itu masih meraba. Apalagi diketahui kalai Delvi bukan berlatar
pendidikan kesehatan maupu kebidanan. Sedangkan perwat tadi masih berstatus sekolah.
Hasil perembukan keluarga, persoalan itupun dibawa ke pihak yang berwajib.
Oleh Polre Pematangsiantar unit Reskrim dan UPPA setelah menerima laproan Ando, Selasa
(20/12) sekitar pukul 11.00 WIB langsung mendatangi rumah R br Manurung. Sayangnya
petugas tidak mengijinkan peliputan dirumah tersebut. Vahkan R Br Manurung enggan
menemui wartawan dan memilih diam dikamar.
Kasubag Humas Polres Pematangsiantar, AKP Altur Pasaribu menanggapi kalau pihaknya
masih tahap penyelidikan dan membantah kalau kedatangan personilnya ke rumah R br
Manurung bukan untuk mengamankan namun untuk mengorek keterangan. Pihaknya juga
sudah melempar beberapa pertanyaan kepada Delvi dan perawat yang menangani persalinan
korban. "Hasilnya kita tunggu saj," ujarnya seraya mengatakan, kalau R br Manurung dalam
laporan itu masih diduga melakukan malpraktek
HASIL KAJIAN KASUS (TENTANG HUKUM)
Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati
atau luka-luka berat.
Berdasarkan kasus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kasus terjadi karena standar
pelayanan bidan yang kurang bertanggungjawab. Bidan merupakan sebuah profesi.
Sebagai seorang profesional dibidang pelayanan asuhan kebidanan, tindakan bidan harus
didasarkan atas ketelitian dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, karena
kecerobohan dalam bertindak yang berakibat terancamnya jiwa pasien, dapat
mengakibatkan bidan terkena tuntutan pidana. Asas ini tersirat dalam ketentuan pasal 22-
24 UU RI nomor 36 tahun 2009, Tentang kesehatan, yang mengharuskan:
Kemudian didalam kasus pasien tidak ditangani oleh tenaga yang tidak sesuai
dimana bukan lulusan pendidikan dari bidan akibat bidan yang ceroboh melimpahkan
wewenang terhadap tenaga yang belum lulus sesuai standar profesi menjalankan praktek.
Asas kehatian‐hatian dalam profesi bidan sudah melekat dikarenakan merupakan lulusan
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU RI No 36/2009 dan UU RI No
29/2004 serta Permenkes No 149/2010, Permenkes RI No 369/2007) dan mempunyai
kode etik profesi, standar pelayanan dan adanya pembinaa dan pengawasan dari
pemerintah dan organisasi profesi. Sehingga menimbulkan keselamatan pasien
yang berakibat menurunnya Angka Kematian Ibu.
Yang dimaksut dalam Pelayanan asuhan kebidanan yang tidak sesuai meliputi:
a. Pelayanan asuhan kebidanan tidak sesuai standar pelayanan.
b. Pelayanan asuhan kebidanan tidak sesuai operasional prosedure.
c. Melakukan pelayanan asuhan kebidanan diluar kewenangannya, yang menimbulkan
ketidak puasan pasien/keluarganya, maka hal tersebut menimbulkan tanggung jawab
hukum bidan. Dalam kaitannya pada kasus Angka Kematian Ibu diluar persalinan
normal, karena tidak dipatuhinya azas kehati‐hatian yang ditangani oleh bidan dapat
menimbulkan tanggung jawab
hukum,baik berupa pidana,perdata maupun administratif.
DAFTAR PUSTAKA