Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ESTIMASI KETEBALAN ENDAPAN BATUBARA SEBAGAI


DASAR PENENTUAN BATAS TAMBANG MENGGUNAKAN
METODE FINITE ELEMENT METHOD DAN INVERSE
DISTANCE WEIGHTED

MATA KULIAH
SEMINAR (TOPIK KHUSUS)

Disusun Oleh
Nama: Desmawita
NIM: 03042621923001
DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Ir. H. M. Taufik Toha. DEA

BKU PENGELOLAAN SUMBERDAYA BUMI


PRODI MAGISTER TEKNIK PERTAMBANGAN
PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
T.A. 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT berkat
Rahmat dan karuniaNyalah makalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Makalah
ini ditulis dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Seminar (Topik Khusus).
Adapun judul makalah ini adalah: " Estimasi Ketebalan Endapan Batubara
Sebagai Dasar Penentuan Batas Tambang Menggunakan Metode Finite Element
Method Dan Inverse Distance Weighted". Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya,
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan sangat
mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini lebih sempurna serta sebagai
masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah di masa yang
akan datang.

Palembang, 05 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ . 1
1.2 Rumusan Pembahasan ............................................................................ . 1
1.3 Tujuan Pembahasan ................................................................................ . 2
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan .................................................................. . 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pertambangan .......................................................................................... 3
2.1.1. Pertambangan Berdasarkan Undang-undang ........................................... 3
2.1.2. Tahapan Kegiatan Pertambangan ............................................................. 3
2.1.3. Kegiatan Penambangan ............................................................................ 4
2.2 Batubara .................................................................................................. . 5
2.2.1 Ketebalan Lapisan Batubara (Seam Thickness) ..................................... . 8
2.1.2 Batas Penambangan (Pit Limit) .............................................................. . 9
2.3 Klasifikasi Berdasarkan Standar Nasional Indonesia ............................. 10
2.3.1 Sumberdaya dan Cadangan Batubara ..................................................... 10
2.3.2 Tipe Endapan Batubara Dan Kondisi Geologi ....................................... 13
2.4 Permodelan Endapan Batubara ............................................................... 16
2.4.1 Permodelan Endapan Batubara Dengan Metode Finite Element
Method .................................................................................................... 18
2.5.2 Permodelan Endapan Batubara Dengan Metode Inverse Distance
Weigthted ................................................................................................ 22
2.5 Mean Square Error (MSE) .................................................................... . 22

2.6 Kemutakhiran (State Of The Art) dan Posisi Penelitian ....................... . 23


BAB II PENUTUP
ii
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cadangan batubara (Coal Rsseserves) adalah bagian dari sumber daya
batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang
pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang. Klasifikasi
sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi
dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu
aspek geologi dan aspek ekonomi.
Evaluasi cadangan batubara merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan dari hasil
pemodelan sumberdaya batubara. Pada tahapan ini mulai diterapkan
(diidentifikasikan) batasan-batasan teknis maupun ekonomis yang dapat menjadi
pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah diterapkan (dimodelkan)
sebelumnya. Selain itu, pada tahapan ini diharapkan telah dapat dikuantifikasi
jumlah batubara yang realistis dan layak yang dapat diperoleh melalui
penambangan dengan metoda & sistem penambangan yang dipilih sesuai dengan
model sumberdaya yang telah diketahui. Secara umum, aspek-aspek penting
dalam perhitungan cadangan adalah penentuan & pemilihan pit potensial, Konsep
nisbah kupas (stripping ratio), faktor-faktor pembatas dan losses, metode-metode
perhitungan cadangan batubara, konsep optimasi jumlah cadangan tertambang.
Batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang tinggi,
maka untuk perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda perhitungan yang
tepat dengan tingkat ketelitian yang cukup baik, untuk mendapatkan hasil
perhitungan cadangan yang tepat maka penulis mengambil judul Estimasi
Ketebalan Endapan Batubara Sebagai Dasar Penentuan Batas Tambang
Menggunakan Metode Finite Element Method Dan Inverse Distance Weighted.

1.2 Rumusan Pembahasan


Metode perhitungan cadangan sangat di butuhkan untuk menentukan batas
penambangan berdasarkan estimasi ketebalan endapan batubara, berdasarkan
estimasi tersebut maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas

1
2

1. Berapakah model batubara menggunakan metode finite element method dan


metode inverse distance weighted?
2. Tentukanlah metode terbaik yang dapat digunakan pada perhitungan
cadangan batubara?

1.3 Tujuan Pembahasan


Berdasarkan rumusan masalah di atas membahas penentuan batas
penambangan berdasarkan estimasi ketebalan endapan batubara maka tujuan
penelitian adalah:
1. Menghitung model batubara menggunakan metode finite element method
dan metode inverse distance weighted.
2. Menentukan metode terbaik yang dapat digunakan pada perhitungan
cadangan batubara.

1.4 Ruang Lingkup Pembahasan


Makalah ini hanya membahas tentang penentuan batas penambangan
dengan estimasi ketebalan endapan batubara menggunakan metode finite element
method dan metode inverse distance weighted.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertambangan
2.1.1. Pertambangan Berdasarkan Undang-undang
Pertambangan menurut Undang-undang No 4 Tahun 2009 ialah suatu
kegiatan sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengolahan,
pemurnian, pengangkutan, penjualan dan pasca tambang.
Bedasarkan undang-undang No. 04 Tahun 2009 pasal 34 ayat 1 usaha
pertambangan dibagi menjadi dua yaitu pertambangan mineral dan pertambangan
batubara. Pertambangan mineral dimaksud pada ayat 1 dibagi menjadi empat
golongan yaitu:
1. Pertambangan Batubara
2. Pertambangan mineral logam
3. Pertambangan mineral bukan logam
4. Pertambangan mineral radioaktif

2.1.2. Tahapan Kegiatan Pertambangan


Tahapan pertambangan berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang mineral
dan batubara tahapan-tahapan kegiatan pertambangan yaitu :
1. Penyelidikan Umum, tahap kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi
geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
2. Eksplorasi, tahap kegiatan pertambangan untuk memperoleh informasi secara
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan
sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan
sosial dan lingkungan hidup.
3. Studi Kelayakan, tahap kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh
informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan
kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis
mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang.

3
4

4. Perencanaan tambang, tahapan ini dilakukan apabila sudah ditemukan


cadangan bahan galian yang sudah layak ditambang dengan tingkat cadangan
terukur.
5. Konstruksi, kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan
seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak
lingkungan.
6. Penambangan, bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi
mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
7. Pengolahan dan Pemurnian, kegiatan usaha pertambangan untuk
meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan
memperoleh mineral ikutan.
8. Penjualan, kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertamabangan
mineral atau batubara.
9. Reklamasi, kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan
untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan
ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

2.1.3. Kegiatan Penambangan


Menurut Tenriajeng (2003) kegiatan aktivitas penambangan batubara
terbagi menjadi 7 (tujuh) yaitu :
1. Land Clearing (Pembersihan Lahan)
Suatu kegiatan pembersihan lahan dari semak belukar dan pepohonan yang
berukuran besar. Alat yang biasa digunakan untuk pembersihan lahan ini
adalah bulldozer, shinso dan excavator.
2. Top Soil (Pengupasan Tanah Lapisan Atas)
Suatu kegiatan pengupasan tanah pucuk untuk meneylamatkan tanah agar
tidak rusak dan dapat digunakan kembali untuk kegiatan reklamasi.
3. Stripping Overburden (Pengupasan Tanah Penutup)
Suatu kegiatan pengupasan tanah penutup untuk mempermudah dalam
pengambilan bahan galian, apabila material tanah penutupnya keras atau kuat
bisa dilakukan pengupasan dengan blasting (peledakan).
5

4. Overburden Removal (Penimbunan Tanah Penutup)


Suatu kegiatan penimbunan tanah penutup pada tempat penibunan sementara
dan akan digunakan lagi untuk timbunan daerah reklamasi.
5. Coal Getting (Pengambilan Batubara)
Suatu kegiatan penambangan atau pengalian batubara dari batuan induknya.
6. Coal hauling (Pengangkutan Batubara)
Suatu kegiatan pengangkutan batubara dari pit ke stockpile atau ke unit
pengolahan.
7. Reclamation (Penghijauan Kembali)
Suatu kegiatan penghijauan kembali lahan bekas tambang dengan tanaman
yang sesuai atau hampirr sama seperti saat sebelum dibuka.
Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat di dalam
bumi Indonesia. Pelaksana kegiatan usaha pertambangan memiliki kewajiban
pengembangan masyarakat. Kewajiban pengem-bangan masyarakat bagi
pelaksana kegiatan usaha pertambangan umum tercantum dalam pasal 6-7
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas
Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum yang didalamnya antara lain
mengatur tentang pengembangan wilayah, pengembangan kemasyarakatan dan
kemitrausahaan. Program pengembangan masyarakat yang harus dilakukan
meliputi sumber daya manusia, kesehatan, pertumbuhan ekonomi, pengembangan
wilayah, dan kemitraan.

2.2 Batubara
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik (dengan komposisi utama karbon, hidrogen dan oksigen),
terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan selama periode waktu yang panjang (puluhan
sampai ratusan juta tahun) (DR. Andi Aladin MT,2011).
Terdapat dua model formasi pembentuk batubara (coal bearing formation),
yakni model formasi insitu dan model formasi endapan material tertransportasi
6

(teori drift). Berikut akan dijelaskan masing-masing model formasi pembentuk


batubara tersebut.
1. Model Formasi Insitu
Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon
atau tumbuhan kuno pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya
pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada daerah rawa atau
hutan basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan tumbangnya pohon-
pohon kuno tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor, seperti angin (badai),
dan peristiwa alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung
tenggelam ke dasar rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa
tanah atau batuan yang tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan
pohon-pohon tersebut tetap tenggelam dan tertimbun.
Demikianlah seterusnya, bahwa semakin lama semakin teballah tanah
penutup pohon-pohonan tersebut. Dalam hal ini pohon-pohon tersebut tidak
menjadi busuk atau tidak berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya
mengalami pengawetan alami. Dengan adanya rentang waktu yang lama,
puluhan atau bahkan ratusan juta tahun, ditambah dengan pengaruh tekanan
dan panas, pohon-pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara
bertahap, yakni mulai dari fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.
2. Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)
Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-
pohon kuno atau sisa-sisa tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari
tempat tumbuhnya. Dengan kata lain pohon-pohon pembentuk batubara itu
tumbang pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air sampai berkumpul
pada suatu cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke
dasar cekungan, lalu ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari lokasi
sekitar cekungan.
Seterusnya dengan perjalanan waktu yang panjang dan dipengaruhi
oleh tekanan dan panas, maka terjadi perubahan terhadap pohon-pohon atau
sisa tumbuhan itu mulai dari fase penggambutan sampai pada fase
pembatubaraan.
7

Terdapat perbedaan tipe endapan batubara dari kedua formasi pembentukan


tersebut. Batubara insitu biasanya lebih tebal, endapannya menerus, terdiri dari
sedikit lapisan, dan relatif tidak memiliki pengotor. Sedangkan batubara yang
terbentuk atau berasal dari transportasi material (berdasarkan teori drift) ini
biasanya terjadi pada delta-delta kuno dengan ciri-ciri: lapisannya tipis,
endapannya terputus-putus (splitting), banyak lapisan (multiple seam), banyak
pengotor, dan kandungan abunya biasanya tinggi.
Dari kedua teori tentang formasi pembentukan batubara tersebut di atas
dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan geologi yang dipersyaratkan untuk
dapat terjadinya batubara adalah: berbentuk cekungan berawa, berdekatan dengan
laut atau pada daerah yang mengalami penurunan (subsidence), karena hanya pada
lingkungan seperti itulah memungkinkan akumulasi tumbuhan kuno yang
tumbang itu dapat mengalami penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi.
Tanpa adanya penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi, maka proses
perubahan dari kayu menjadi gambut dan seterusnya menjadi batubara tidak akan
terjadi, malahan kayu itu akan menjadi lapuk dan berubah menjadi humus.
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan,
panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas:
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.
2. Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
4. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
8

2.2.1 Ketebalan Lapisan Batubara (Seam Thickness)


Ketebalan lapisan batubara adalah jarak terpendek antara atap dan lantai
lapisan batu bara yang diukur pada singkapan batubara (surface outcrop), lubang
bor (borehole), dan pengamatan pada tambang dalam aktif (working undergrond
mining). Lapisan batubara sering kali, meskipun tidak selalu terdiri atas sub-
lapisan atau lapisan majemuk yang dihasilkan oleh terbelahnya lapisan atau
penggabungan lapisan. Sub lapisan ini mempunyai karakteristik masing-masing
yang kadang-kadang dipisahkan oleh lapisan pengotor (rock/dirt partings)
dengan ketebalan yang bervariasi.
Kualitas batubara dibagi menjadi 2 (dua) tingkatan yaitu kualitas batubara
energi rendah (brown coal) dan batubara energi tinggi (Hard coal):
1. Batubara Energi Rendah (Brown Coal)
Batubara energi rendah adalah jenis batubara yang paling rendah
peringkatnya, bersifat lunak, mudah di remas, mengandung kadar air yang
tinggi (10-70%), terdiri atas batubara energi rendah lunak (soft brown coal)
dan batubara lignitik atau batu bara energi tinggi (lignitic atau hard brown
coal) yang memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya = 7000 kalori/gram
(dry ash free ASTM).
2. Batubara Energi Tinggi (Hard coal)
Batubara energi tinggi adalah semua jenis batubara yang peringkatnya
lebih tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas,
kompak, mengandung kadar air yang relatif rendah, umumnya struktur kayu
tidak tampak lagi, dan relatif tahan terhadap kerusakan fisik pada saat
penanganan (coal handling). Nilai kalorinya > 7000 kalori/gram (dry ash
free-ASTM)

Tabel 2.1 Persyaratan kuantitatif ketebalan lapisan batubara dan lapisan


pengotor

Peringkat Batubara
Ketebalan (m) Batubara coklat (brown coal) Batubara keras (hard coal)
Lapisan batubara minimal (m) ≥ 1,00 m ≥ 0,40 m
Lapisan batubara pengotor (m) ≤ 0,30 m ≤ 0,30 m
Sumber : Pedoman pelaporan, sumberdaya, dan cadangan batubara, SNI 2011
9

Pada tabel SNI 2011 di atas, kualitas batubara dibagi menjadi 2 (dua)
tingkatan, yaitu kualitas batubara energi rendah (brown coal : lignit dengan nilai
kalori 6.300 s/d 8.300 Btu/lb dan subbituminus dengan nilai kalori 9.500 s/d
11.500 Btu/lb ) dan kualitas batubara energi tinggi (hard coal : bituminous s/d
Antrasit

2.2.2 Batas Penambangan (Pit Limit)


Batas akhir atau paling luar dari suatu tambang terbuka yang masih
diperbolehkan dengan kemiringan lereng yang masih aman. (Encyclopedia).
Metode untuk merancang sebuah batas tambang terbuka (ultimate open pit)
dibedakan oleh ukuran deposit, kuantitas dan kualitas data, kemampuan analisis,
dan asumsi dari seorang engineer tersebut. Langkah pertama untuk perencanaan
jangka panjang atau pendek adalah menentukan batas dari tambang (baik terbuka
maupun bawah tanah). Batas ini menunjukkan jumlah batubara yang dapat
ditambang, dan jumlah material buangan (overburden) yang harus dipindahkan
selama operasi penambangan berlangsung. Ukuran, geometri, dan lokasi dari
tambang utama sangat penting dalam perencanaan tempat penimbunan tanah
penutup (overburden), jalan masuk, stockpile, dan semua fasilitas lain pada
tambang tersebut. Pengetahuan tambahan dari rancangan batas tambang juga
berguna dalam membantu pekerjaan eksplorasi mendatang (Sundek
Hariyadi,2017).
Proses penentuan batas pit dilakukan dengan beberapa ketentuan dan
tahapan, yaitu sebagai berikut (Heru Wahyu Prasakto,2017)
1. Topografi di daerah up dip dijadikan batas awal penambangan dan topografi
akhir di daerah down dip dijadikan batas akhir penambangan.
2. Batas-batas yang telah dibuat kemudian diproyeksikan ke atas sesuai dengan
geometri lereng yang ditentukan hingga batas kontur topografi.
3. Pada bagian atas pit dibuat garis batas atau boundaıy pit yang mana garis
boundaıy pit tersebut akan digunakan juga sebagai pit limit.
4. Setiap şeam batubara yang akan dihitung cadangannya, terlebih dahulu
dikurangi 10 cm dari tebalnya dan dianggap sebagai overburden. Masing-
masing 5 cm pada roof batubara dan 5 cm floor batubara. Hal tersebut
10

dilakukan sebagai nilai kehilangan (losess) dari ketebalan batubara yang akan
ditambang sebagai proses kegiatan coal cleaning.
Parameter-perameter yang mempengaruhi batas penambangan untuk
menghitung cadangan tertambang (meneable) sadalah SR (Stripping Ratio),
Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus
dipindahkan untuk mendapati perunit batubara sesuai dengan metode
penambangan merupakan konsep dasar dari nisbah kupas. Faktor rank, kualitas,
nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilai
stripping rasio. Faktor utama menentukan nilai ekonomis stripping rasio adalah
jumlah cadangan batubara, volume tanah penutup serta umur tambang.
Cadangan tertambang tidak akan mungkin diperoleh 100% dari cadangan
insitu, dimana akan terjadi dilusion sepanjang tahap penambangan. Sebelum
menghitung suatu nilai cadangan tertambang maka ada 2 faktor utama yang harus
dikuantifikasi yaitu:
1. Faktor pembatas cadangan (dalam penerapannya akan menjadi faktor
pembatas pit limit dalam penambangan).
2. Faktor losses (faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan
geologi maupun akibat teknis penambangan). Perhitungan lapisan batubara
yang ditinggalkan yaitu 10 cm pada roof dan 10 cm pada floor. Hal ini
dilakukan pada interval lapisan batubara karena terkontaminasi dengan
lapisan pengotor (Asan Pasintik,2015).

2.3 Klasifikasi Berdasarkan Standar Nasional Indonesia


2.3.1 Sumberdaya dan Cadangan Batubara
Ada dua istilah utama yang digunakan dalam pengklasifikasian endapan,
yaitu sumberdaya (resources) dan cadangan (reserve). Sumberdaya adalah bagian
dari endapan batubara dalam bentuk dan kuantitas tertentu serta mempunyai
prospek beralasan yang memungkinkan untuk ditambang secara ekonomis.
Lokasi, kualitas, kuantitas, karakteristik geologi dan kemenerusan dari lapisan
batubara yang telah diketahui, diperkirakan atau diinterpretasikan dari bukti
geologi tertentu. Sumberdaya batubara dibagi sesuai dengan tingkat kepercayaan
geologi ke dalam kategori tereka. tertunjuk, dan terukur. Sedangkan cadangan
11

adalah bagian dari sumberdaya batubara tertunjuk dan terukur yang dapat
ditambang secara ekonomis. Estimasi cadangan batubara harus memasukkan
perhitungan dilution dan losses yang muncul pada saat batubara ditambang.
Penentuan cadangan secara tepat telah dilaksanakan yang mungkin termasuk
studi kelayakan. Penentuan tersebut harus telah mempertimbangkan semua faktor-
faktor yang berkaitan seperti metode penambangan, ekonomi, pemasaran,
legal, lingkungan, sosial dan peraturan pemerintah. Penentuan ini harus dapat
memperlihatkan bahwa pada saat laporan dibuat, penambangan ekonomis dapat
ditentukan secara memungkinkan (SNI 5015: 2011). Cadangan batubara dibagi
sesuai dengan tingkat kepercayaannya ke dalam cadangan batubara terkira dan
cadangan batubara terbukti (lihat Gambar 2.8).
Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara menurut Standar Nasional
Indosia (SNI) 5015:2011, adalah sebagai berikut :
1. Sumberdaya Batubara Tereka (inferred coal resource)
Bagian dari total estimasi sumberdaya batubara yang kualitas dan
kuantitasnya hanya dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang
rendah. Titik lnformasi yang mungkin didukung oleh data pendukung tidak
cukup untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan/atau
kualitasnya. Estimasi dari kategori kepercayaan ini dapat berubah secara
berarti dengan eksplorasi lanjut.
2. Sumberdaya Batubara Tertunjuk (indicated coal resource)
Bagian dari total sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya
dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan yang masuk akal, didasarkan
pada informasi yang didapatkan dari titik-titik pengamatan yang mungkin
didukung oleh data pendukung. Titik lnformasi yang ada cukup untuk
menginterpretasikan kemenerusan lapisan batubara, tetapi tidak cukup untuk
membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan/atau kualitasnya.
3. Sumberdaya Batubara Terukur (measured coal resource)
Bagian dari total sumberdaya batubara yang kualitas dan kuantitasnya
dapat diperkirakan dengan tingkat kepercayaan tinggi, didasarkan pada
informasi yang didapat dari titik-titik pengamatan yang diperkuat dengan
12

data-data pendukung. Titik-titik pengamatan jaraknya cukup berdekatan


untuk membuktikan kemenerusan lapisan batubara dan/atau kualitasnya.
4. Cadangan Batubara Terkira (probable coal reserve)
Bagian dari sumberdaya batubara tertunjuk yang dapai ditambang
secara ekonomis setelah faktor-faktor penyesuai terkait diterapkan, dapat
juga sebagai bagian dari sumberdaya batubara terukur yang dapat ditambang
secara ekonomis, tetapi ada ketidakpastian pada salah satu atau semua faktor
penyesuai yang terkait diterapkan.
5. Cadangan Batubara Terbukti (proved coal reserve)
Bagian yang dapat ditambang secara ekonomis dari sumberdaya
batubara terukur setelah faktor-faktor penyesuai yang terkait diterapkan..

HUBUNGAN ANTARA SUMBERDAYA DENGAN CADANGAN


BATUBARA

SUMBERDAY CADANGAN
A

TEREKA

Peningkatan TERUNJUK TERKIRA


tingakat
kepercayaan dan
pengetahuan
TERUKUR TERBUKTI
geologi

Mempertimbangkan faktor-faktor penambangan,


ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial dan
peraturan pemerintah

Gambar 2.1 Hubungan antara Sumberdaya Dan Cadangan Batubara


(SNI 5015: 2011)
13

2.3.2 Tipe Endapan Batubara Dan Kondisi Geologi


Secara umum endapan batubara utama di indonesia terdapat dalam tipe
endapan batubara ombilin, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Bengkulu.
Tipe endapan batubara tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri
yang mencerminkan sejarah sedimentasinya. Selain itu, proses pasca pengendapan
seperti tektonik, metamorfosis, vulkanik dan proses sedimentasi lainnya turut
mempengaruhi kondisi geologi atau tingkat kompleksitas pada saat pembentukan
batubara (SNI 5015: 2011).
1. Kondisi Geologi/ Kompleksitas
Berdasarkan proses sedimentasi dan pengaruh tektonik, karakteristik
geologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama :
Kelompok geologi sederhana, kelompok geologi moderat, dan kelompok
geologi kompleks.
a. Kelompok Geologi Sederhana
Endapan batubara dalam kelompok ini umumnya tidak dipengaruhi
oleh aktivitas tektonik, seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan
batubara pada umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan
meter, dan hampir tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan
batubara secara lateral dan kualitasnya tidak memperlihatkan variasi
yang berarti. Contoh jenis kelompok ini antara lain, di lapangan Bangko
Selatan dan Muara Tiga Besar (Sumatera Selatan), Senakin Barat
(Kalimantan Selatan), dan Cerenti (Riau).
b. Kelompok Geologi Moderat
Batubara dalam kelompok ini diendapkan dalam kondisi
sedimentasi yang lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah
mengalami perubahan pasca pengendapan dan tektonik. Sesar dan lipatan
tidak banyak, begitu pula pergeseran dan perlipatan yang diakibatkannya
relatif sedang. Kelompok ini dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan
variasi ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya percabangan
lapisan batubara, namun sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan
meter. Kualitas batubara secara langsung berkaitan dengan tingkat
perubahan yang terjadi baik pada saat proses sedimentasi berlangsung
14

maupun pada pasca pengendapan. Pada beberapa tempat intrusi batuan


beku mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batubaranya. Endapan
batubara kelompok ini terdapat antara lain di daerah Senakin, Formasi
Tanjung (Kalimantan Selatan), Loa Janan-Loa Kulu, Petanggis
(Kalimantan Timur), Suban dan Air Laya (Sumatera Selatan), seta
Gunung Batu Besar (Kalimantan Selatan).
c. Kelompok Geologi Kompleks
Batubara pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam sistim
sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang
ekstensif yang mengakibatkan terbentuknya lapisan batubara dengan
ketebalan yang beragam. Kualitas batubaranya banyak dipengaruhi oleh
perubahanperubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi
berlangsung atau pada pasca pengendapan seperti pembelahan atau
kerusakan lapisan (wash out). Pergeseran, perlipatan dan pembalikan
(overturned) yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik, umum dijumpai
dan sifatnya rapat sehingga menjadikan lapisan batubara sukar
dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan
lapisan yang terjal. Secara lateral, sebaran lapisan batubaranya terbatas
dan hanya dapat diikuti sampai puluhan meter. Endapan batubara dari
kelompok ini, antara lain, diketemukan di Ambakiang, Formasi warukin,
Ninian,Belahing dan Upau (Kalimantan selatan), Sawahluhung
(Sawahlunto, Sumatera Barat), daerah Air Kotok (Bengkulu),
Bojongmanik (Jawa Barat), serta daerah batubara yang mengalami
ubahan intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumatera selatan)

Tabel 2.2 Jarak Titik Informasi Menurut Kondisi Geologi (SNI 5015: 2011)
Kondisi Sumberdaya
Kriteria
Geologi Tereka Terunjuk Terukur
Sederhana Jarak Titik Informasi (m) 1000 < x ≤1500 500 < x ≤1000 x ≤ 500

Moderat Jarak Titik Informasi (m) 500 < x ≤1000 250 < x ≤ 500 x ≤ 250
Komplek Jarak Titik Informasi (m) 200 < x ≤400 100 < x ≤ 200 x ≤ 100
15

Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara menurut Standar Nasional


Indonesia (SNI 5015: 2011) didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian
kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi
dan aspek ekonomi.
1. Aspek Geologi
Berdasarkan tingkat keyakinan geologi, sumberdaya terukur harus
mempunyai tingkat keyakinan yang lebih besar dibandingkan dengan
sumberdaya tertunjuk, begitu pula sumberdaya terunjuk harus mempunyai
tingkat keyakinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumberdaya tereka,
serta sumber tereka harus memiliki tingkat keyakinan yang lebih besar dari
sumberdaya hipotetik. Sumberdaya terukur dan tertunjuk dapat ditingkatkan
menjadi cadangan terkira dan terbukti apabila telah memenuhi kriteria layak.
Tingkat keyakinan geologi tersebut secara kuantitatif dicerminkan oleh jarak
titik informasi (singkapan, lubang bor).
Adapun persyaratan yang berhubungan dengan aspek geologi
berdasarkan Persyaratan jarak titik informasi untuk setiap kondisi geologi dan
kelas sumberdayanya adalah Jarak pengaruh / jarak dimana kemenerusan
dimensi dan kualitas batubara masih dapat terjadi dengan tingkat keyakinan
tertentu yang disesuaikan dengan kondisi geologi daerah penyelidikan, Titik
informasi dapat berupa singkapan, parit uji, sumur uji, dan titik pengeboran
dangkal atau pun pengeboran dalam, Penentuan titik-titik informasi
disesuaikan dengan penyebaran batubara (garis singkapan) dan jarak
pengaruh
2. Aspek Kelayakan Ekonomi
Ketebalan minimal lapisan batubara yang dapat ditambang dan
ketebalan maksimal lapisan pengotor atau "dirt parting" yang tidak dapat
dipisahkan pada saat ditambang, yang menyebabkan kualitas batubaranya
menurun karena kandungan abunya meningkat, merupakan beberapa unsur
yang terkait dengan aspek ekonomi dan perlu diperhatikan dalam
menggolongkan sumberdaya batubara.
16

2.4 Permodelan Endapan Batubara


Pemodelan endapan batubara merupakan kegiatan dalam sumberdaya
batubara yang bertujuan menggambarkan atau menyatakan endapan batubara
secara sistematis untuk memudahkan proses evaluasi terhadap endapan tersebut
secara kuantitatif. Endapan batubara dapat digambarkan menggunakan model
matematika deterministuc permodelan secara detynistik mencakup tiga tahapan
yang harus dilakukan yaitu (Mulyono Dwiantoro,2017):
1. Pemodelan Konseptual
Pemodelan konseptual merupakan permodelan endapan batubara yang
di representasikan secara visual, misalkan pada kontur struktur bidang
perlapisan batubara. Pemodelan konseptual dapat dil akukan derłgan cara
diskritisasi terhadap endapan batubara menggunakan elemen dua dimensi
yaitu segitiga elemen segitiga karena merupakan elemen dua dimensi yang
sederhana di mana endapan batubara diasumsikan sebagai bidang yang
kontinu (steady state) tanpa mengalami perubahan hentuk kemenerusan
seperti hadirnya struktur geologi sesar maupun washed aut. Diskritasi domain
solusi (bidang perlapisan batubara) menjadi elernen-elemen segitiga tidak
harus teratur elemen segitiga tersebut merupakan jenis elemen yang sangat
sederhana di dalam metode elemen hingga di mana mempunyai tiga buah titik
(nade) y ang diketahui kordinatnya nade-nade tersebut akan di rangkai
meniadi elemen-elemen segitiga yang menyatu pada endapan batubara
2. Pemodelan Matematika
Permodelan matematika perlu dilakukan agar evaluasi sumberdaya
batubara menjadi sistematis dan efektif, yang pada prinsipnya merupakan
ekspresi simbolik (matematika) bagi medan distribusi data-data yang
umumnya berupa skalar. Contoh yang sederhana adalah garis penyebaran
(cropline) singkapan batubara yang dapat dinyatakan secara matematika
menggunakan persamaan lengkungan, demikian juga halnya terhadap bidang
perlapisan batubara yang dapat dinyatakan menggunakan persamaan bidang.
3. Persamaan matematika
Persamaan matematika pada bidang perlapisan batubara dapat
dikonstruksi dari data pemboran batubara. Selain itu pemodelan matematika
17

juga dapat dilakukan terhadap medan distribusi data-data skalar berkait


dengan state variable dalam geometri endapan batubara tersebut. State
variable tersebut dapat berupa data ketebalan atau kualitas batubara.
Pemodelan matematika akan memudahkan realisasi pemodelan numerik
untuk estimasi sumberdaya batubara. Pemodelan matematika deterministik
pada endapan batubara dapat dilakukan dengan asumsi bahwa:
a. Endapan batubara digolongkan sebagai endapan yang sederhana dengan
state variable dianggap kontinu sehingga sesuai dengan pemodelan
matematika deterministik.
b. Model deterministik memungkinkan pemodelan endapan batubara secara
menyeluruh, mulai dari pemodelan konseptual, pemodelan matematika,
dan pemodelan numerik, sehingga dengan menggunakan metode elemen
hingga endapan batubara dapat digambarkan secara diskrit menjadi
elemen-elemen dengan volume tertentu.

2.4.1 Permodelan Endapan Batubara Dengan Metode Finite Element


Method
Metode elemen hingga merupakan solusi numerik persamaan differensial
didasarkan pada kalkulus dengan fungsi state variable yang kontinu. Fungsi
state variable dapat didefinisikan sebagai ekspresi matematika dari medan
distribusi state variable, sebagai contoh adalah distribusi titik-titik (kordinat)
permukaan lapisan batubara (roof), di mana dapat dilekatkan atribut berupa nilai-
nilai tertentu seperti ketebalan, parameter kualitas, dan elevasi. Masing-masing
state variable dapat dinyatakan dengan fungsi satu dimensi maupun dua dimensi.
Pemodelan Matematika Endapan Batubara Menggunakan FEM
Finite element method (FEM) dapat diterapkan untuk estimasi sumberdaya
batubara di mana distribusi state variable pada endapan batubara dianggap
konstan (kontinu), sehingga fungsi state variable pada endapan batubara bersifat
steady state, untuk penerapan elemen dua dimensi dapat dinyatakan dengan model
matematika sebagai berikut (Mulyono Dwiantoro,2017):
Konsep dasar metode elemen hingga adalah prinsip diskritisasi, yaitu
membagi suatu benda menjadi benda- benda yang berukuran lebih kecil supaya
18

lebih mudah pengelolaannya. Sebagai contoh dalam perhitungan luas lingkaran.


Luas lingkaran didekati dengan menggambarkan segi banyak di dalam lingkaran.
Semakin banyak jumlah sisi, maka akan semakin mendekati luas lingkaran yang
sebenarnya. Berikut digambarkan pendekatan luas lingkaran yang berjari-jari satu
satuan panjang.

Gambar 2.2 Evaluasi Pendekatan Luas Lingkaran

Metode elemen hingga melakukan pendekatan terhadap harga-harga yang


tidak diketahui pada setiap titik-titik secara diskrit, dimulai dari pemodelan suatu
benda dengan membagi-bagi dalam bagian/elemen yang kecil yang secara
keseluruhan masih mempunyai sifat sama dengan benda yang utuh sebelum
terbagi dalam bagian yang kecil. Elemen inilah yang disebut sebagai finite
element. Diskritisasi domain solusi menjadi elemen-elemen tidaklah harus teratur,
ukuran dan jenis elemen dapat berbeda. Pemilihan elemen yang digunakan
tergantung pada karakteristik sistem massanya. Misalnya untuk suatu struktur
yang berbentuk batang maka elemen yang dipakai adalah elemen garis. Untuk
massa berbentuk plat dapat dipilih bentuk elemen segitiga atau segiempat.
Mengetahui kuantitas atau jumlah dari sumberdaya adalah langkah awal dalam
suatu analisis perencanaan penambangan.
19

Z (x,y)

Node/ titik
simpul

Gambar 2.3 Diskritisasi Layout Segitiga Untuk Elemen Hingga

Diskritisasi dapat juga diterapkan pada estimasi endapan batubara, di


mana sumberdaya batubara ditaksir secara kuantitatif mempunyai besar yang
proposional terhadap dua besaran yaitu volume dan state variable dalam
volume tersebut. State variable di sini dapat berupa distribusi titik-titik
kordinat, parameter kualitas, dan tebal lapisan. Untuk perhitungan luas dan
volume maka lapisan batubara akan didiskritisasi menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil yang disebut finite element.
1. Diskritisasi dan Pemilihan Elemen
Diskritisasi adalah pembagian suatu sistem menjadi elemen-elemen.
Sistem yang dimaksud adalah endapan batubara. Diskritisasi ini akan
menghasilkan suatu harga pendekatan terhadap keadaan endapan batubara
sesunguhnya. Jadi bukan merupakan suatu solusi eksak. Sistem tersebut
dibagi menjadi sejumlah elemen yang disebut finite element. Titik potong
sisi-sisi elemen disebut titik nodal (node) dan pertemuan antara elemen-
elemen disebut garis nodal. Kadang perlu menambahkan titik nodal
tambahan sepanjang garis nodal atau bidang nodal. Besarnya jumlah titik
nodal tambahan tersebut sangat bergantung pada jenis elemen yang
digunakan di mana jenis elemen tersebut dipengaruhi oleh karakteristik
massanya.
20

Proses diskritisasi di dalamnya mencakup prinsip-prinsip


pembagian, kesinambungan, konvergensi, dan kesalahan/penyimpangan.
Pembagian dapat diterapkan untuk semua hal, di mana segala sesuatu
dapat dibagi-bagi menjadi satuan yang lebih kecil. Kesinambungan
menjelaskan bahwa suatu massa yang berkesinambungan terbagi atas
elemen-elemen, contohnya adalah antara dua titik pada suatu garis terdapat
titik-titik yang lainnnya.
Prinsip konvergensi dapat dijelaskan secara sederhana di dalam
pengukuran luas suatu lingkaran dengan menggunakan segitiga ataupun
segi banyak. Semakin banyak sisi segitiga yang digunakan, maka semakin
teliti pendekatan pada luas yang dicari, dengan kata lain bahwa solusi
pendekatan tersebut konvergen mendekati harga sebenarnya.
Proses diskritisasi hanyalah merupakan suatu pendekatan, sehingga
apa yang diperoleh bukanlah suatu solusi eksak. Harga penyimpangan
yang diperoleh disebut sebagai kesalahan atau residu, kesalahan ini akan
semakin kecil bila elemen yang digunakan semakin banyak. Berdasarkan
data elevasi roof dan floor batubara maka batubara dapat didiskritisasi dengan
menggunakan elemen segitiga, segiempat, dan sebagainya. Endapan batubara
dapat ditaksir secara kuantitatif melalui masing-masing elemen tersebut.
Dengan menghitung luas atau volume, maka jumlah sumberdaya batubara
dapat diperoleh.
2. Penentuan Luas Segitiga
Penelitian ini menggunakan elemen berbentuk segitiga dengan
fungsi basis orde tiga, sehingga estimasi yang dilakukan dengan elemen
segitiga adalah estimasi linier. Fungsi basis elemen segitiga disimbolkan
dengan A. Misalkan titik-titik kordinat pada elemen segitiga diberi nama
dengan P1,P2,P3, masing-masing koordinat (x1,y1) (x2,y2) dan (x3,y3).
Fungsi-fungsi basis dalam hubungannya dengan ketiga node tersebut
didefinisikan sebagai fungsi basis linier yang mempunyai ekspresi sebagai
berikut :
21

P3 (x3,y3)

P2 (x2,y2)

P1 (x1,y1)

M1 M2 M3

Gambar 2.4 Luas Elemen Segitiga Dengan Fungsi Basis Orde Tiga
(Sumber : Mulyono Dwiantoro 2007)

Luas segitiga pada gambar 2.3 dapat dinyatakan dalam titik-titik kordinat
sebagai berikut :
A = ½ (x1y2 + x2y3 + x3y1 – x3y2 – x2y1 – x1y3) …………………….. (2.1)
Penentuan luas (A) elemen segitiga tersebut dapat dibuktikan dengan cara
sederhana yaitu sebagai berikut :
Luas Segitiga = Luas trapesium M3P3P1M1 + Luas Trapesium M2P2P3M3 –
Luas Trapesium M2P2P1M1
= ½ (x3 – x1) (y1+y3) + ½ (x2 - x3) (y2 + y3) – ½ (x2 –
x1) (y1 + y2)
= ½ (x1y2 + x2y3 + x3y1 – x3y2 - x2y1 - x1y3)
Luas segitiga tersebut dapat ditulis dalam bentuk determinan sebagai berikut :

1 x1 y1
Luas Segitiga |A| = ½ 1 x2 y2
1 x3 y3
22

2.4.2 Permodelan Endapan Batubara Dengan Metode Inverse Distance


Weigthted
Metode IDW secara langsung mengimplementasikan asumsi bahwa sesuatu
yang saling berdekatan akan lebih serupa dibandingkan dengan yang saling
beijauhan. Untuk menaksir sebuah nilai di setiap lokasi yang tidak di ukur, IDW
akan menggunakan nilai-nilai ukuran yang mengitari lokasi yang akan ditaksir
tersebut. Pada metode IDW, diasumsikan bahwa tingkat korelasi dan kemiripan
antara titik yang ditaksir dengan data penaksir adalah proporsional terhadap jarak.
Bobot akan berubah secara linier, sebagai fungsi seper jarak, sesuai dengan
jaraknya terhadap data penaksir. Bobot ini tidak dipengaruhi oleh posisi atau letak
dari data penaksir dengan data penaksir yang lain. Faktor penting yang dapat
mempengaruhi hasil penaksiran antara lain adalah factor power dan radius
disekitar atau jumlah data penaksir. faktor utama yang mempengaruhi keakuratan
hasil penaksiran adalah nilai parameter power. Nilai parameter power yang umum
digunakan adalah: 1, 2, 3, 4 dan 5 (Hendro Purnomo, 2018).
Persamaan IDW yang digunakan dalam pembobotan adalah sebagai berikut
(Hendro Purnomo, 2018)

………………………………………………..…. (2.2)

Untuk menghitung nilai titik yang ditaksir digunakan persamaan berikut :

∑ ……………………………………………………… (2.3)

Keterangan :
Zo = Nilai titik yang ditaksir
wi = Faktor bobot dari titik
Zi = Nilai dari titik penaksir
di = Jarak antara titik i dengan titik yang ditaksir
= Faktor eksponen (power) 1, 2, 3, 4, 5

2.5 Mean Square Error (MSE)


Mean Squared Error (MSE) adalah metode lain untuk mengevaluasi metode
peramalan. Masing-masing kesalahan atau sisa dikuadratkan. Pendekatan ini
23

mengatur kesalahan peramalan yang besar karena kesalahan-kesalahan itu


dikuadratkan. Metode itu menghasilkan kesalahan-kesalahan sedang yang
kemungkinan lebih baik untuk kesalahan kecil, tetapi kadang menghasilkan
perbedaan yang besar. MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan
peramalan keseluruhan. MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang
diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSE adalah bahwa MSE
cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya pengkuadratan. Rumus
untuk menghitung MSE adalah sebagai berikut (Kristien Margi, 2015).

Keterangan:
Xi : Nilai Estimasi
Fi : Nilai Pengukuran
N : Jumlah Prediksi

2.6 Kemutakhiran (State Of The Art) dan Posisi Penelitian


State of the art (kemutakhiran penelitian) sangat penting sebagai dasar
pijakan dalam rangka penyusunan penelitian ini. Penelitian yang berkaitan dengan
implementasi program CSR telah dilakukan oleh beberapa peneliti diberbagai
tempat.
Kalyan Saikia (2012) penelitian yang mengkaji tentang Coal Exploration
modelling using geostatistics in Jharia Coalfield India, hasil peneltian berbentuk
pemodelan struktural geostatistik menghasilkan kuantifikasi hubungan spasial
parameter kualitas batubara bersama dengan ketebalan lapisan. blok estimasi
menggunakan teknik krigging biasa memberikan peningkatan estimasi terkait
dengan kesalahan estimasi yang dikuantifikasi oleh besarnya pencarian krigging.
Mulyono Dwiantoro1, Lilik Eko Widodo2, Annisa3 (2017) telah mengkaji
tentang Permodelan Matematis Metode Elemen Hingga untuk Menghitung
Sumberdaya Batubara Daerah Pondok Labu Cekungan Kutai Kalimantan Timur.
Perhitungan sebaran sumberdaya juga telah dilakukan oleh Hendro
Purnomo (2018) dengan penelitian Aplikasi Metode Interpolasi Inverse Distance
Weighting dalam Penaksiran Sumberdaya Laterit Nikel.
24

Penelitian Estimasi Ketebalan Endapan Batubara Sebagai Dasar Penentuan


Batas Tambang Menggunakan Metode Finite Element Method Dan Inverse
Distance sebelumnya belum pernah dilakukan, maka penelitian ini mengkaji
tentang penentuan batas penambangan berdasarkan ketebalan endapan batubara
yang dianggap ekonomis.

Lingkup Penelitian Bidang Diteliti Kemutakhiran

Estimasi Penelitian yang mengkaji tentang Permodelan batubara


ketebalan Coal Exploration modelling using menggunakan
lapisan geostatistics in Jharia Coalfield, metode krigging
endapan India (Kalyan Saikia, 2012)
batubara

Permodelan Matematis Metode


Elemen Hingga untuk Menghitung Perhitungan
Perhitungan Sumberdaya Batubara Daerah sumberdaya
sumberdaya Pondok Labu Cekungan Kutai menggunakan
batubara Kalimantan Timur (Mulyono metode FEM
Dwiantoro , Lilik Eko Widodo2,
1

Annisa3, 2017)

Perhitungan
Aplikasi Metode Interpolasi Inverse sumberdaya
Perhitungan
Distance Weighting dalam
sumberdya menggunakan
Penaksiran Sumberdaya Laterit
nikel metode IDW baru
Nikel (Hendro Purnomo, 2018)
ditemukan pada
endapan bijih

Estimasi Ketebalan Endapan Batubara Sebagai Dasar


Penentuan Batas Tambang Menggunakan Metode POSISI
Finite Element Method Dan Inverse Distance. PENELITIAN

Kebaruan (Novelty)

Gambar 2.5 Kemutrakhiran (State Of The Art) dan Posisi Penelitian


26

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan yang dibahas dan teori yang pendukung menyelesaikan
pokok permasalahan maka dapat ditarik kesimpulannya adalah:
1. Mendapatkan hasil perhitungan ketebalan batubara dengan menggunakan
metode Finite Element Method dan Inverse Distance Weighted.
2. Dapat menganalisis metode perhitungan mana yang lebih baik dipergunakan
dengan memperhitngkan nilai ERROR terendah yang paling cocok
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Aryanda, Dadang. Muhammad Ramli dan H. Djamaluddin. 2014. Perancangan


Sequence Penambangan Batubara Untuk Memenuhi Target Produksi
Bulanan. Jurnal Geosains. 10(2):74-79.

Dagdelen, K. 2001. Open Pit Optimization Strategies For Improving Economics


of Minning Projects Through Mine Planning. International Mining Congress
and Exhibition of Turkey-IMCET2001. Hal. 117-121.

Durri, Ashfa. 2016. Analisis Kelayakn Usaha Dalam Rangka Rencana


Pengembangan Usaha. Jurnal Administrasi Bisnis. 35(2):174-180.

Dwiantoro, Mulyono. Lilik Eko Widodo dan Annisa. 2017. Pemodelan Matematis
Metode Elemen Hingga Untuk Menghitung Sumberdaya Batubara Daerah
Pondok Labu Cekungan Kutai Kalimantan Timur. Jurnal Geosapta. 3(2):99-
105.

Fernando, Maryanto dan Chusharini chamid. 2015. Perancangan Pit II


Penambangan Batubara Sistem Tambang Terbuka Pada Block 3 PT. Tri
Bakti Sarimas Desa Ibul Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan
Singingi Provinsi Riau. Proshiding Penelitian SPeSIA. Gelombang 1 T.A.
2014-2015. Hal. 30-38.

Fikri, Noor, Hafidz. Perhitungan Sumberdaya Terukur Endapan Batubara


Menggunakan Metode Lingkaran dan Metode Elemen Hingga. Jurnal
Geosapta. 3(2):111-114.

Hariyadi, Sundek dan Rahman. 2017. Rancangan Teknis Desain Push Back
Penambangan Batubara pada Pit 1A di PT. Nata Energi Resources Job Site
PT. Atha Marth Naha Kramo Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan
Utara. Jurnal Geologi Pertambangan. 21 (2):26-39.

Margi, Kristien . Sofian Pendawa. Program Studi Teknik Informatika, Fakultas


Teknologi dan Desain, Universitas Bunda Mulia. Proshiding. 2015. Hal.
259-266.

Prasakto, Cahyo, Heru. Dkk. 2017. Perencanaan Penambangan Batubara Pit


Timur di PT. Pada Idi Desa Luwe Hulu Kalteng. Jurnal Geosapta. 3(1):62-
69.

Pramono, H, Gatot. 2008. Akurasi Metode IDW dan Krigging Untuk Interpolasi
Sebaran sedimen Tersuspensi di Maros Sulawesi Selatan. Jurnal Forum
Geografi. 22(1):145-158.

Purwaningsih, Ayu, Diyah. dan Surya Dharma. 2016. Perhitungan Cadangan


Batubara Terbukti Dengan Menggunakan Program Minescape 4.1.1.8 Pada
Pit 2 di CV. Bintang Surya Utama Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi
Kalimantan Timur. Jurnal Geologi Pertambangan. 1: 26-39.

Purnomo, Hendro. 2018. Aplikasi Metode Interpolasi Inverse Distance Weighting


Dalam Penaksiran Sumberdaya Laterit Nikel. Jurnal Ilmiah X(1):49-60.

Putri, Anastasya, Devi. Zaenal dan Linda Pulungan. 2018. Analisis Investasi dan
Kelayajan Ekonomi Batu Gamping Menjadi Kaput Tohor di PT. Damwo
Indo Kecamatan Padang Larang Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa
Barat. Prosidhing Teknik Pertambangan. 4(2):405-410.

SNI 5015:2011. 2011. Pedoman Pelaporan Sumberdaya dan Cadangan Batubara.


Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Widodo, Sri. Anshariah. Dan Fajar Astaman Masulili. 2015. Studi Perbandingan
anta Metode Poligon dan Inverse Distance pada Perhitungan Cadangan Ni
PT. Cipta Mandiri Putra Perkasa Kabupaten Morowali. Jurnal Geomine.
3:148-154.

Anda mungkin juga menyukai