Anda di halaman 1dari 21

MEMBANGUN

TUJUAN DAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

MAKALAH

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
Tahun 2019 M/1440

i
MAKALAH

MEMBANGUN
TUJUAN DAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Oleh:
Nama : Agus Santoso
Nim : 190311010162

Diajukan Kepada Dosen Pengampu Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan


Mata Kuliah: Konsep Pendidikan Islam Inter, Multi dan Transdisipliner

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Syaifuddin Sabda, M.Ag.

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARMASIN
Tahun 2019 M/1440

ii
A. Latar Belakang
Makalah ini berangkat bahwa manusia sebagai ciptaan Allah Swt yang
diberikan anugrah yang luar biasa, anugrah tersebut berupa panca indra, hati dan
akal. Panca indra indra berfungsi menangkap segala sesuatu yang nampak kasat
mata, lalu diproses melalui akal, lalu masuk ke dalam hati kemudian dikeluarkan
melalui ucapan secara lisan maupun non lisan. Kesemuannya ini diberikan oleh
Allah Swt kepada manusia agar manusia dapat menikmati segala ciptaannya.
Maka sudah selayaknya manusia sebagai seorang hamba Allah Swt harus pandai
bersyukur dengan cara mengabdi kepada Allah Swt sebagaimana yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Berkaitan konteks mengabdi, dalam bahasa Arab berasal dari ‘abada-ya’budu
‘abdan yang dapat diartikan ketundukan, kataatan kepatuhan dan kelemahan.
Ketundukan dan kepatuhan secara tulus akan menjadikan dirinya sebagai khalifah
Allah SWT dimuka bumi dalam persoalan mengelola kehidupan alam semesta.
Pengelolaan tersebut agar terjadinya keseimbangan alam yang dapat terjaga
dengan baik bukan kebalikannya. Untuk menjaga keseimbangan tersebut maka
diperlukan pendidikan Islam yang “mumpuni” dalam rangka pengoptimalan diri
dalam membudayakan ajaran Allah SWT yang telah diwahyukannya kepada
Rasulullah Saw sebagai kekasihnya.
Pendidikan Islam adalah sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam proses
panjang yang terus berotasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Baik,
tujuan yang bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara
khusus untuk mencapai tujuan yang tinggi sebagai titik akhir manusia sebagai
Abdullah dan sebagai khalifah Allah Swt.
Berdasarkan uraian tersebut maka, makalah ini akan menyajikan tentang
bagaimana membangun tujuan dan kurikulum pendidikan Islam melalui kerangka
pikir sederhana, yang akan dimulai dengan variabel judul makalah, selanjutnya
diuraikan kepada bagian sub variabel atau sub-sub variabel judul makalah secara
bertahap.
2

B. Tujuan Pendidikan Islam


Untuk menghidari kesalahpahaman dalam memahami judul makalah yang
telah ditulis, maka, akan dikemukakan tentang tujuan pendidikan secara umum
yang berupa garis besar tujuan dan tujuan pendidikan Islam secara hierarki.
Menurut Langevelend mengemukakan tujuan pendidikan meliputi tujuan umum,
tujuan khusus, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan isedentil dan tujuan
intermedier. Sedangkan dalam hubungannya dengan hierarki tujuan pendidikan,
meliputi tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan intruksional.
Sementara pada tujuan pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut al-ghayah,
al-ahdaf atau al-maqashid, hal ini sejalan sebagaimana menurut Muhammad al-
Munir yang mengemukakan bahwa: ”tujuan pendidikan Islam yang mana
tujuannya untuk tercapainya manusia seutuhnya, berakhlak mulia, tercapainya
kebahagiaan dunia dan akhirat dan menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi
kepada sang pencipta”. Sedangkan menurut Al-Syaybani sebagaimana dikutip
oleh salamah mengemukakan bahwa: “ada beberapa nilai yang menjadi acuan
penetapan tujuan pendidikan dan membimbing proses pendidikan Islam”. Berikut
penjabarannya yang akan diuraikan secara singkat.
Menurut Langevelend mengemukakan bahwa tujuan pendidikan yaitu:
1. Tujuan umum, merupakan tujuan yang menjiwai pekerjaan guru dalam segala
waktu dan keadaan, dirumuskan dengan memperhatikan hakikat kemanusian
yang universal.
2. Tujuan khusus, merupakan tujuan pengkhususan dari tujuan umum yang
mememiliki dasar sebagai berikut.
a. Terdapatnya perbedaan individual siswa dari bakat, jenis kelamin, itelegensi
dan minat.
b. Perbedaan lingkungan keluarga atau masyarakat, misalnya masyarakat
pertanian dan perikanan.
c. Perbedaan yang berhubungan dengan tugas lembaga pendidikan, misalnya
pendidikan keluarga dan pendidikan sekolah.
d. Perbedaan yang berhubungan dengan filosopi hidup suatu bangsa.
3. Tujuan tak lengkap, merupakan tujuan yang mencakup salah satu aspek
kepribadian, misalnya, kecerdasan saja.
4. Tujuan sementara, merupakan perjalanan untuk mencapai tujuan umum tidak
dapat dicapai secara sekaligus, karenanya perlu ditempuh setingkat demi
setingkat.
3

5. Tujuan isedentil, merupakan tujuan yang bersifat sesaat karena adanya situasi
yang terjadi secara kebetulan, misalnya seorang ayah memanggil anaknya
dengan tujuan agar anak mencapai kepatuhan.
6. Tujuan intermedier, merupakan tujuan perantara, sebagai tujuan yang dilihat
sebagai alat dan harus dicapai terlebih dahulu demi kelancaran pendidikan
misalnya, siswa dapat membaca dan menulis demi kelancaran mengikuti
pelajaran di sekolah.1

Sedangkan dalam hubungannya dengan hierarki tujuan pendidikan, yaitu:


1. Tujuan nasional, merupakan suatu tujuan umum pendidikan nasional yang di
dalamnya terkandung rumusan kualifikasi umum yang diharapkan dimiliki oleh
setiap warga Negara setelah mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan
nasional tertentu. Adapun yang menjadi sumber dari tujuan umum, biasanya
terdapat di dalam undang-undang atau ketentuan resmi tentang pendidikan.
2. Tujuan institusional, merupakan suatu tujuan lembaga pendidikan sebagai
pengkhususan dari tujuan umum, yang berisi kualifikasi yang diharapkan
diperoleh siswa setelah menyelesaikan studinya dilembaga pendidikan tertentu.
3. Tujuan kurikuler, merupakan tujuan dari penjabaran tujuan intitusional yang
berisi kualifikasi yang diharapkan dimiliki oleh si terdidik setelah mengikuti
program pembelajaran tertentu dalam bidang studi tertentu, misalnya dalam
bidang studi sejarah kebudayaan Islam, bahasa Indonesia dan sebagainya.
4. Tujuan intruksional, merupakan rumusan tujuan pengkhususan dari tujuan
kurikuler, dan dibedakan menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan
intruksional khusus (TIK). Tujuan intruksional umum merupakan rumusan
yang berupa kualifikasi sebagai pernyataan hasil belajar yang dimiliki siswa
setelah mengikuti pembelajaran dalam pokok bahasan tertentu, namun belum
dirumuskan secara khusus dalam bentuk perubahan tingkah laku siswa, yang
mudah diamati dan tidak banyak menimbulkan interpretasi. Sementara tujuan
intruksional khusus merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan intruksional
umum, berisi kualifikasi yang diharapkan dimiliki anak didik setelah mengikuti
pelajaran dalam sub pokok bahasan tertentu. TIK dirumuskan dengan
menggunakan istilah yang operasional, dari sudut produk belajar dan tingkah
laku siswa serta dinyatakan dalam rumusan yang sangat khusus, sehingga
tujuan tersebut mudah dinilai dan tidak menimbulkan salah penafsiran.

Selanjutnya berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam sebagaimana


menurut Muhammad al-Munir yaitu,
1. Tercapainya manusia seutuhnya dikarenakan Islam itu adalah agama yang
sempurna, dengan predikat bahwa manusia seutuhnya adalah berakhlak mulia.
sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Q.S al-Maa’idah/5:3.
2. Islam datang untuk mengantarkan manusia seutuhnya sesuai, sebagaimana
Rasulullah Saw bersabda: “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlakmu”.

1
Hasbullah, Dasar-dasar pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 15.
4

3. Tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat, merupakan tujuan yang


seimbang, sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Q.S al-Baqarah/2:201.
4. Menumbuhkan kesadaran manusia dalam mengabdi dan takut kepada-Nya,
sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Q.S. adz-Zhariyaat/51:56.2

Menurut Al-Syaybani sebagaimana dikutip oleh salamah mengemukakan


nilai tujuan pendidikan, yaitu:
1. Nilai material, berkenaan memelihara keberadaan manusia dari segi materi.
2. Nilai sosial, berkenaan dengan lahir dari kebutuhan manusia untuk berinteraksi
dengan sesamanya.
3. Nilai intelektual, berkenaan dengan kebenaran dan penting bagi para penuntut
ilmu
4. Nilai estetis, berhubungan dengan apresiasi terhadap keindahan.
5. Nilai etis, berkaitan dengan sumber kewajiban dan tanggung jawab; dan
6. Nilai spiritual, berkenaan manusia yang berkorelasi dengan Penciptanya. 3

C. Kurikulum pendidikan Islam


Selanjutnya setelah mengetahui tujuan pendidikan Islam, maka pada bagian
ini, dijabarkan secara singkat mengenai pengertian kurikulum, tujuan kurikulum,
landasan kurikulum, prinsip kurikulum dan kurikulum pendidikan Islam dari
beberapa reference, gambaran ini diberikan secara umum, kemudian ke khusus,
tujuannya agar topik yang menjadi pembahasan dalam makalah ini bisa terfokus.
1. Pengertian Kurikulum
Menurut Saifuddin Sabda bahwa pengertian kurikulum dapat dilihat pada
tiga sudut pandang, yang pertama pengertian kurikulum dari sudut pandang
etimologis (kebahasaan), kedua pengertian kurikulum dari sudut pandang
termenologis (menurut istilah) tradisional dan ketiga pengertian kurikulum dari
sudut pandang termenologis modern. Secara etimologis (kebahasaan) bahwa
istilah kurikulum dinyatakan berasal dari kata-kata dalam bahasa latin, yakni
currere (infinitif) atau corro (present active), yang berarti run, hurry, hasten,
speed, move, travel, processed (transitive) dan of a race (transitive).
Selanjutnya istilah tersebut diadopsi dalam bahasa Inggris, melahirkan istilah

2
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetens:Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 75.
3
Salamah, Pengembangan Model Kurikulum Holistik Pendidikan Agama Islam pada
Madrasah Tsanawiyah: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2011), h. 37.
5

‘course’, `racecourse` atau `racetrack`. Istilah `course` berarti “a direction or


route taken or to be taken”.
Dari peryataan di atas bahwa, intinya dari sisi bahasa tersebut terjadi
asimilasi istilah dalam bahasa yang artinya adalah adanya tempat dan jarak
yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan, yang berisi proses yang harus
dilalui mulai dari garis start sampai pada garis finish. Sedangkan dari sisi
termenologis (menurut pengertian) secara tradisional dapat diartikan sebagai
sejumlah mata/materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa pada suatu
sekolah. Sedangkan dari sisi termenologis modern dapat diartikan bahwa
kurikulum tidak hanya sebatas isi atau mata atau materi pelajaran yang harus
dikuasai oleh siswa, akan tetapi juga memuat hal-hal lain yang dipandang dapat
mempengaruhi proses pencapaian tujuan pendidikan atau pembentukan siswa
sesuai yang diinginkan. 4
2. Tujuan Kurikulum
a) Tujuan kurikulum tingkat nasional, berkenaan dengan tujuan ini bahwa
hakikatnya tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan umum pendidikan
yang hendak diwujudkan dan berlaku secara nasional. Rumusannya bersifat
umum yang merupakan cita-cita bangsa. Secara teoritik rumusan tujuan ini
dapat disebut sebagai aim, yang dirumuskan berdasarkan filosofi bangsa.
Rumusan tujuan kurikulum pada tingkat ini dapat dilihat pada tujuan
Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b) Tujuan kurikulum tingkat local/regional, tujuan kurikulum pada tingkat
lokal adalah rumusan tujuan kurikulum yang dirumuskan oleh daerah
tertentu di tingkat kabupaten/kota). Rumusan tujuan ini untuk memberikan
bobot dan kualitas siswa dalam kadar dan tuntutan kompetensi yang dituntut
oleh daerah tersebut. Tujuannya adalah untuk kepentingan pembangunan
daerah. Sedangkan tujuan kurikulum regional adalah gabungan dari
beberapa daerah yang berada pada satu kawasan yang memiliki kesamaan
dan kesatuan wilayah.
c) Tujuan kurikulum tingkat Institusional adalah tujuan kurikulum yang
hendak dicapai oleh setiap lembaga yang menyelenggarakan pendidikan.
d) Tujuan kurikulum tingkat mata pelajaran biasanya disebut kurikuler yang
hendaknya dicapai dalam setiap mata pelajaran atau bidang studi setelah
penyelesaian pelaksanaan mata mata pelajaran atau bidang studi masing-
masing.

4
Syaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum: Tinjauan Teoritis (Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2011), h. 21-25.
6

e) Tujuan tingkat materi pelajaran disebut juga dengan tujuan instruksional


yakni tujuan yang hendaknya dicapai dalam setiap penyelesaian pelaksanaan
setiap materi pelajaran atau pokok bahasan.

3. Landasan Kurikulum
Landasan kurikulum secara sederhana dapat diartikan sebagai pondasi
awal dalam membuat suatu rancangan. Menurut Hamdan dalam bukunya yang
berjudul pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam mengemukakan
bahwa: “landasan kurikulum dapat menggunakan landasan organisator yang
yang di dalamnya berisi landasan historis, filosopis, sosiologis, psikologis dan
IPTEKS”.5
Landasan historis adalah landasan yang di dasarkan berangkat dari sejarah
perkembangan suatu bangsa. Sebagai misal, Indonesia, awal munculnya mata
pelajaran agama Islam, di awali pada masa orde lama dengan terjadinya
peristiwa G.30 PKI dan organisasi Nasakom yang menimbulkan berbagai
akibat-akibat negatif. Berdasarkan peristiwa ini barulah mata pelajaran agama
Islam wajib pada semua jenjang pendidikan dan nilainya tidak boleh dibawah 6
atau 60. Landasan filosopis bahwa kurikulum pendidikan berakar pada budaya
bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa pada masa kini dan masa
mendatang. Landasan sosiologis adalah berangkat dari status dan latar
belakang sosial siswa yang berbeda. Landasan psikologis adalah semua pakar
pendidikan sepakat bahwa landasan psikologis merupakan salah satu landasan
yang diperhatikan dalam pengembangan kurikulum dengan memperhatikan
perkembangan anak maupun psikologi belajar anak. Landasan IPTEKS adalah
berangkat dari sains dan teknologi yang selalu berkembang sesuai dengan
zamannya, maka kurikulum harus bersifat visioner yang mampu menjangkau
kemajuan sains dan teknologi 10 samapai 20 tahun ke depan.
4. Prinsip-prinsip Kurikulum
Prinsip-prinsip kurikulum menjadi sesuatu yang urgen dan krusial.
Dikatakann urgen dikarenakan pembentukan kurikulum dapat lebih sempurna,
sedangkan dikatakan krusial agar kurikulum dalam sasarannya dapat tepat
5
Hamdan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: teori dan Praktik
(Banjarmasin: IAIN Press, 2014), h. 45.
7

guna. Menurut Syaifuddin Sabda membagi prinsip kurikulum kedalam dua


kategori, kategori pertama yaitu, prinsip umum meliputi prinsip relevansi,
fleksibilitas, kontinuitas efisiensi, efektivitas,. Kategori kedua prinsip khusus
yang meliputi tujuan kurikulum, isi, strategi implementasi dan evaluasi. 6
Dengan kata lain bahwa tujuan kurikulum adalah salah satu komponen
kurikulum yang sangat penting, karena tujuan merupakan titik sentral dari
desain dan proses serta keberhasilan sebuah kurikulum.
Adapun penjabaran prinsip umum sebagai berikut.
a. Prinsip relevansi, kurikulum sebagai kegitan pendidikan, baik secara ideal
maupun aktual harus senantiasa menjaga relevansinya, baik secara internal
maupun eksternal. Relevansi internal menuntut suatu kurikulum memiliki
relevansi diantara komponen-komponen kurikulum yang berisi (tujuan,
bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan relevansi secara
eksternal yang berisi tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi
epistomologis), tuntutan dan siswa (relevansi psikologis) serta tuntutan dan
kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosiologis).
b. Prinsip fleksibilitas, pengembangan kurikulum harus mengusahakan agar
produk yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam
pelaksanaannya dan dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan
situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta
kemampuan dan latar belakang siswa.
c. Prinsip kontinuitas, merupakan adanya kesinambungan di dalam kurikulum
sehingga siswa mendapatkan informasi, pengetahuan dan pengalaman yang
tidak terpustus.
d. Prinsip efisiensi, prinsip efisensi adalah suatu upaya yang dilakukan agar
dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan
sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga
hasilnya memadai.
e. Prinsip efektivitas, prinsip efektivitas adalah suatu upaya yang dilakukan
agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan yang tepat sasaran
sesuai dengan apa yang menjadi tujuan yang ditargetkan, baik secara
kualitas maupun kuantitas.

Adapun prinsip khusus sebagaimana dimaksud di atas sebagai berikut.


a. Tujuan kurikulum,
Pada tahap perumusan perlu ditekankan dengan alasan sebagai berikut
1) Tujuan kurikulum adalah refresentasi kehendak pemegang kebijakan
pendidikan, maka tujuan harus lurus dengan filosofi, pandangan dan
tujuan dari pemegang kebijakan pendidikan tersebut. Kehendaak tersebut

6
Syaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum …, h. 207-208.
8

biasanya terwujud dalam visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
2) Sekolah adalah sebuah lembaga yang dipercayai oleh masyarakat,
pemerintah dan orang tua, maka dalam merumuskan tujuan pendidikan
harus memperhatikan relevansinya dengan segala tuntutan berbagai
pihak.
3) Kurikulum untuk siswa, maka dari perumusan tujuan kurikulum harus
memperhatikan tingkat kemampuan dan keragaman siswa.
4) Tujuan kurikulum pada dasarnya adalah penterjemahan lebih jauh dari
tujuan suatu bangsa, Negara, komunitas tertentu, maka rumusan tujuan
kurikulum harus benar-benar dapat menterjemahkan tujuan di atasnya.
5) Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus juga mempertimbangkan
aspek kurikulum lainnya, misalnya tersedianya materi, kemampuan dan
kemudahan guru dan siswa dalam mewujudkannya melalui metode dan
strategi, sumber belajar dan sarana yang tersedia, serta kemungkinan
untuk dievaluasi.7
b. Isi kurikulum, pada tahap perumusan perlu memperhatikan sebagai berikut.
1) Isi kurikulum harus memberikan informasi dan pengalaman belajar yang
memungkinkan terwujudnya tujuan kurikulum.
2) Isi kurikulum harus berisi pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara
proforsional.
3) Isi kurikulum harus disusun dengan sistematika logis dan sistematis.
4) Isi kurikulum harus fungsional (benar-benar dibutuhkan) sesuai dengan
tuntutan.
5) Isi kurikulum ditetapkan harus dengan mempertimbangkan ketersedian
sumbernya, baik dalam bentuk sumber cetakan, sumber factual dalam
dan masyarakat, elektronik.
c. Strategi impelementasi. Pemilihan proses dan strategi pembelajaran perlu
memperhatikan sebagai mana pertanyaan-pertanyaan berikut:
1) Apakah metode atau teknik pembelajaran yang digunakan cocok untuk
mengajarkan bahan ajar?
2) Apakah metode atau teknik pembelajaran tersebut memberikan kegiatan
yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individu siswa?
3) Apakah metode atau teknik pembelajaran memberikan urutan kegiatan
yang bertingkat-tingkat?
4) Apakah metode atau teknik pembelajaran dapat menciptakan kegiatan
untuk mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik?
5) Apakah metode atau teknik pembelajaran tersebut lebih mengaktifkan
guru atau murid atau kedua-duanya?
6) Apakah metode atau teknik pembelajaran mendorong berkembangnya
kemampuan baru?

7
Syaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum..., h. 212.
9

7) Apakah metode atau teknik pembelajaran tersebut menimbulkan jalinan


kegiatan pembelajaaran di sekolah dan di rumah, juga mendorong
penggunaan sumber yang ada di rumah dan masyarakat?
8) Untuk belajar keerampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang
menekankan “learning by doing” di samping “learning by seeing and
knowing”.

Di sisi lain dalam pengembangan media perlu memperhatikan yaitu:


1) Media atau alat yang ditetapkan harus benar-benar dapat mendukung
proses penyajian materi pembelajaran dan mencapai tujuan pembelajaran
yang ditetapkan lebih baik lagi.
2) Media atau alat pembelajaran yang ditetapkan harus benar-benar tersedia
atau memungkinkan untuk dibuat pengadaannya.
3) Media atau alat yang ditetapkan telah memperhatikan kemungkinannya
untuk digunakan tanpa mendatangkan kesulitan baik bagi siswa maupun
guru.
4) Media atau alat yang ditetapkan sebaiknya dapat memberikan motivasi
dan antusiasme bagi siswa untuk belajar.
5) Media atau alat yang ditetapkan harus dipertimbangkan efek samping dan
efek pengiring (said effect and nurturant effect) yang positif dan tidak
mendatangkan efek negatif.
d. Evaluasi, berkenaan dengan penyusunan evaluasi ada beberapa hal khusus
yang harus diperhatikan sebagai berikut.
1) Dalam perumusan evaluasi
a) Merumuskan tujuan-tujuan pendidikan yang umum dalam ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
b) Menguraikan ke dalam bentuk tingkah laku tingkah laku yang dapat
diamati (rumusan operasional).
c) Menghubungkan dengan bahan ajar.
d) Menuliskan butir-butir test.
2) Dalam merencakan suatu evaluasi hendaknya memperhatikan beberapa
hal di abawah ini:
a) Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok yang akan
di test.
b) Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaannya.
c) Apakah test tersebut berbentuk uraian atau obyektif?
d) Apakah test tersebut diadministrasikan oleh guru atau oleh murid?
Dalam pengolahan suatu hasil hendaknya diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Norma apa yang digunakan di dalam pengolahan hasil test?
b) Apakah digunakan formula quessing?
c) Skor standar apa yang digunakan?
d) Untuk apakah hasil test digunakan?.8

8
Syaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum…, h. 216
10

Selain lima prinsip khusus yang terkait dengan prinsip penyusunan


anatomi kurikulum di atas, maka prinsip khusus juga terkait dengan
pengembangan kurikulum suatu Negara atau sekolah yang dianggap
penting secara khusus oleh Negara atau sekolah yang bersangkutan.
5. Kurikulum pendidikan Islam
Menurut salamah mengemukakan bahwa: kurikulum sebagai salah satu
bagian penting dari sistem pendidikan Islam. Kurikulum dalam pendidikan
Islam telah ada sejak periode awal pendidikan Islam, yaitu pada masa hidup
Rasulullah Saw. Mata pelajaran yang merupakan isi kurikulum pada masa itu
menurut Ashraf (1985:29) berupa, Al-Qur’an dan Hadis, Tata Bahasa, Retorika
dan prinsip-prinsip Hukum. Sedangkan al-Syalabi menambahkan dengan mata
pelajaran Membaca, Menulis, dan Sya‘ir Arab.
Sejalan dengan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, khususnya
ketika pendidikan Islam dilaksanakan dalam bentuk lembaga pendidikan
formal, isi kurikulum pendidikan Islam mengalami perkembangan. Pada masa
kemajuan peradaban Islam, khususnya pada masa pemerintahan al-Ma‘mun
(813– 833M), lembaga-lembaga pendidikan Islam telah memiliki kurikulum
yang memuat sejumlah ilmu pengetahuan.
Menurut Nakosteen dalam Syaifuddin dan dikutip lagi oleh Salamah
mengemukakan bahwa: lembaga pendidikan Islam pada masa itu mengajarkan:
Matematika (Aljabar, Trigometri dan Geometri); Sains (Kimia, Fisika dan
Astronomi); Ilmu Kedokteran (Anatomi, Pembedahan, Farmasi, dan cabang-
cabang ilmu kedoketaran khusus); Filasafat (Logika, Etika dan Metafisika);
Kesusastraan (Filologi, Tata Bahasa, Puisi dan Ilmu Persajakan) ilmu-ilmu
sosial (Sejarah, Geografi, disiplin-disiplin yang berhubungan dengan politik,
Hukum, Sosiologi, Psikologi dan Jurisprudensi (Fikih), Teologi (Perbandingan
Agama, Sejarah Agama, Studi al-Quran, tradisi religius (Hadis) dan topik-topik
religus lainnya).9
Pada mata pelajaran yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Islam
dimulai sejak periode awal pendidikan Islam sampai masa masa klasik itu

9
Salamah, Salamah, Pengembangan Model Kurikulum Holistik …, h. 40.
11

dipandang sebagai satu kesatuan, dalam arti tidak ada pemisahan antara
pengetahuan umum dan agama. Meskipun ada pengklasifikasian atau
pemilahan ilmu, seperti ilmu pengetahuan keagamaan dan ilmu pengetahuan
umum, seperti yang dilakukan al-Farabi, al-Ghazali dan para filosof lainnya,
namun mereka tetap menganggap bahwa semua ilmu pengetahuan itu
merupakan bagian dari khazanah ilmu pengetahuan Islam. Semua ilmu tersebut
dipandang sama-sama berpangkal dari Allah Swt, baik yang didapat langsung
dari firman-Nya maupun yang didapat melalui pemikiran dan pengolahan
manusia atas dasar ciptaan-Nya di alam ini.
D. Membangun Tujuan dan Kurikulum Pendidikan Islam
Setelah diuraikan secara singkat berkaitan dengan topik pembahasan maka
dalam makalah ini diberikan secara singkat tentang gambaran tersebut dari salah
satu reference yang ditemukan yang dianggap penting, seperti pengembangan
kurikulum holistik PAI di MIN Samarinda sebagaimana yang telah ditulis oleh
Salamah, pengembangan model pembelajaran filsapat dengan Story and Problem
Based Learning di UIN Antasari Banjarmasin yang ditulis oleh Rabiyatul
Adawiyah, namun dalam makalah ini hanya salah satunya saja untuk disajikan
sebagaiamana yang ditulis oleh M. Nasir tentang pengembangan kurikulum
pendidikan Islam dalam jurnal Ilmiah IAIN Samarinda. 10
1. Pengembangan tujuan kurikulum pendidikan Islam
Muhaimin memandang ada lima tipologi pemikiran filsafat pendidikan
Islam yang dapat menjadi dasar atau cara pandang bagi para pengembang
kurikulum dalam mengembangkan tujuan. Kelima tipologi yang dimaksud
adalah:
a) Perenial esensial salafi, tipologi Perenial-Esensial Salafi merupakan tipologi
pemikiran pendidikan yang menonjolkan wawasan pendidikan era salaf
(pada era kenabian dan sahabat). Pendidikan Islam berfungsi sebagai upaya
melestarikan dan mempertahankan al-qiyam al Ilahiyah dan al-qiyam
alinsaniyah dan kebiasaan serta tradisi masyarakat salaf karena mereka
dipandang sebagai masyarakat ideal.
b) Perenial esensial mazhabi, tipologi ini menonjolkan wawasan kependidikan
Islam yang tradisional dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti aliran,
10
M. Nasir, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam”,Jurnal Syamil pISSN: 2339-
1332, eISSN: 2477-0027 No. 2. Vol. 5 (2017): 155.
12

pemahaman atau doktrin serta pemahaman pemikiran-pemikiran tertentu


pada masa lampau yang dianggap sudah mapan. Tujuan pendidikan Islam
pada tipologi pemikiran ini adalah melestarikan dan mengembangkan aliran,
pemahaman atau doktrin serta pemahaman pemikiran-pemikiran tertentu
melalui upaya pemberian penjelasan dan catatan-catatan dan kurang ada
keberanian untuk mengganti substansi materi pemikiran pendahulunya.
c) Tipologi modernis adalah tipologi filsafat pendidikan yang menonjolkan
wawasan kependidikan yang bebas modifikatif, progresif, dan dinamis
dalam menghadapi tuntutan serta kebutuhan dari lingkungannya. Sesuai
dengan wataknya yang bebas modifikatif, progresif, dan dinamis, tipologi
modernis ini memandang fungsi pendidikan Islam sebagai upaya melakukan
rekonstruksi pengalaman terus-menerus agar dapat berbuat sesuatu yang
intelligent dan mampu mengadakan penyesuaian dengan tuntutan serta
kebutuhan dari lingkungan masa kini.
d) Perenial esensial kontekstual. Tipologi rekonstruksi sosial merupakan
tipologi dalam filsafat pendidikan Islam yang lebih mengedepankan sikap
proaktif dan antisipatifnya dalam pengembangan pendidikan. Dalam
pandangan tipologi ini tugas pendidikan adalah membantu manusia agar
menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggung jawab terhadap
pengembangan masyarakat. Terkait dengan tugas tersebut, maka fungsi
pendidikan menurut tipologi pemikiran pendidikan ini adalah sebagai upaya
menumbuhkembangkan kreativitas peserta didik, memperkaya khazanah
budaya manusia, memperkaya isi nilai-nilai insani dan ilahi, serta
menyiapkan tenaga kerja produkif.
e) Rekonstruksi sosial yang berlandaskan tauhid. Aliran ini mengambil jalan
tengah antara kembali ke masa lalu dengan jalan melakukan kontekstualisasi
serta uji falsifikasi dan mengembangkan wawasan kependidikan Islam masa
kini selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perubahan sosial. Pendidikan juga harus memberikan kesempatan kepada
individu-individu untuk dapat mengembangkan potensinya masing-masing
dalam rangka menemukan jati dirinya. Tipologi ini memandang fungsi
pendidikan Islam sebagai upaya mempertahankan dan melestarikan nilai-
nilai ilahiyah dan nilai-nilai insaniyah sekaligus menumbuhkembangkan
dalam konteks ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan sosial
kultural.

Ada istilah tahap herarki tujuan dan ada kategori tujuan. Dalam Herarki
tujuan pendidikan Islam, tujuan terdiri dari tujuan akhir atau tujuan tertinggi,
tujuan nasional, tujuan institusional dan tujuan pembelajaran. Sementara
kategori tujuan menurut Seller and Miller adalah Aims, Goals, dan Objectives.
13

2. Prosedur pengembangan kurikulum di Sekolah atau Madrasah


Beauchamb menyebutkan dalam bukunya yang berjudul curricuum
theory bahwa tiga level pengambilan keputusan kurikulum yaitu; 1) level
sosial. Personal yang terlibat dikenal dengan man’s funded knowledge atau
man’s conventional wisdom. 2) level Institusional dengan personal yang
terlibat diantaranya dewan pendidikan (board of education) atau grup lainnya
pada level ini. dan 3) level pembelajaran. Personal yang terlibat adalah guru.
Hilda Taba menjelaskan beberapa prosedur pengembangan kurikulum
yang dapat diterima secara umum sebagaimana dikutip oleh M. Nasir yaitu
proses penentuan tujuan, seleksi isi dan pengembangan prosedur evaluasi.
Adapun langkah ini disarankan untuk pengembangan unit belajar mengajar
adalah diagnosa kebutuhan, formulasi khusus, seleksi isi, organisasi isi, seleksi
dan organisasi pengalaman belajar serta evaluasi dan pengecekan sequen dan
keseimbangan.11
Murry Print menggambarkan salah satu model pengembangan kurikulum
yang diberi nama model pengembangan kurikulum eklektik. Model ini disebut

11
M. Nasir, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam”…, h. 152.
14

model eklektik karena merupakan gabungan dari berbagai model yang


dikembangkan oleh pakar kurikulum sebelumnya seperti Hilda Taba, Oliva,
Raph Tyler.
Ada tiga tahap yang harus diikuti dalam model pengembangan kurikulum
yaitu; organisation, developmnet and application.
1. Tahap pertama adalah organisasi sebagai tahap penentuan siapa yang
terlibat dalam pengembangan kurikulum, model konsep kurikulum apa yang
akan menjadi isi dan kekuatan-kekuatan apa yang mempengaruhi cara
berpikir para tim pengembang kurikulum.
2. Tahap kedua adalah tahap pengembangan di mana tim pengembang
kurikulum yang terlibat dalamnya berkumpul dan berdiskusi untuk
mngembangkan karakter tujuan, isi, proses dan penilain.
3. Tahap ketiga adalah tahap aplikasi atau tahap implementasi kurikulum
monitoring dan umpan baik pada kurikulum dan tahap penentuan data
umpan balik pada kelompok pengembang kurikulum. Tahapan model
pengembangan kurikulum Murry Print sebagaimana bagan di bawah ini. 12

Bagan Model Pengembangan Kurikulum Murry Print. 13


Salah satu bagian penting dalam tahap pengembangan kurikulum adalah
situasional analysis. Analisis situasi dibutuhkan oleh pengembangan

12
Murry Print, Curriculum Development and Design (Australia: Allen & Unwim, 1993),
h. 109-111.
13
Murry Print, Curriculum Development ..., h.55-56
15

kurikulum diberbagai tingkatan pendidikan baik untuk satu sekolah, kelompok


sekolah, wilayah atau sistem pendidikan sekolah. seperti yang dilakukan di
School-Based Curriculum Development (SBCD). Tahap awal analisis
dilakukan oleh guru terhadap lingkungan sekolah untuk mengembangkan
kurikulum yang cocok atas kebutuhan siswa. Jika ingin kurikulm itu berguna,
maka pertama kita harus mengetahui konteks dimana kurikulum itu
dikembangkan. Analisis situasional dapat didefinisikan sebagai proses
pengujian konteks dimana kurikulum itu dikembangkan, serta pengaplikasian
analisisnya pada kurikulum yang direncanakan. Ini adalah poin awal yang jelas
untuk membangun suatu kurikulum, sekaligus sebagai kesempatan bagi
pengembang untuk mencatat faktor lokal dalam mengembangkan kurikulum
untuk mempertemukan kebutuhan siswa. Alasan untuk melakukan analisis
situasi dapat disimpulkan: a) mengidentifikasi kebutuhan lokal dari siswa,
orang tua, guru dan masyarakat, b) memahami konteks kurikulum lokal, c)
memfasilitasi perencanaan dan pengembangan berikutnya, dan d) menyediakan
data based sistematis untuk menemukan tujuan umum dan khusus kurikulum.
Sekolah dan madrasah di Indonesia dalam mengembangkan kurikulum
pendidikannya harus mengikuti standar model pengembangan kurikulum yang
ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP). Model atau
prosedur pengembangan kurikulum yang dimaksud termuat dalam petunjuk
teknis akreditasi sekolah dan madrasah dengan tujuah langkah atau prosedur
pengembangan kurikulum sekolah-madrasah di Indonesia. Ketujuh langkah
yang dimaksud adalah melibatkan tim penyusun yang meliputi guru mata
pelajaran, guru bimbingan konseling, kepala sekolah dan madrasah, pengawas
sekolah dan madrasah, komite sekolah dan madrasah sesuai Surat Keputusan
kepala sekolah dan madrasah melakukan analisis konteks (ada dokumen hasil
analisis konteks) dilakukan melalui workshop; kegiatan review dan revisi;
menghadirkan narasumber (ahli pendidikan, praktisi pendidikan, dewan
pendidikan, kementerian pendidikan dan kebudayaan dan pengembang untuk
mencatat faktor lokal dalam mengembangkan kurikulum untuk kebutuhan
siswa.
16

3. Pengembangan Materi dan Bahan Ajar


Isi kurikulum dapat berupa: a) pengetahuan yang berisi fakta, prinsip,
dan generalisasi yang ada dalam bahan ajar; b) pengetahuan pendidikan
meliputi metode yang digunakan guru dalam mengajar agar siswanya benar-
benar memahami materi ajar; c) pengetahuan kurikulum, yakni pemahaman
terhadap konteks kurikulum untuk mengajarkan pengetahuan tentang materi
ajar. Secara umum bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. terdiri
dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap
yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang
telah ditentukan.14
4. Pengembangan Model Kurikulum
Dalam rangka menyampaikan isi dan bahan ajar kepada peserta didik
dengan empat kategori tujuan di atas, maka terdapat empat rumpun model
mengajar yang ditawarkan oleh para pakar pembelajaran. Keempat rumpun
model megajar ini yaitu, a) rumpun model mengajar pemprosesan informasi
(information procesing models) yang menekankan pada peningkatan
kecerdasan intelektual, b) rumpun model mengajar sosial yang menekankan
pada peningkatan inter personal skill siswa, c) rumpun model mengajar
humanistik yang menekankan pada peningkatan intrapersonal skill siswa, dan
d) rumpun model mengajar perilaku yang menekankan pada peningkatan
kompetensi atau keterampilan.
5. Pengembangan Evaluasi
Menurut Muhaimin, model penilaian pembelajaran dikenal dua istilah
yang familiar, Penilaian Acuan Norma (PAN) atau Kelompok (norm/group
referenced evaluation) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP) (creterian
referenced evaluation). Secara ideal, di madrasah yang dinilai bukan hanya
menghafakan surah-surah dan hadis, namun siswa juga harus rajin mengaji,
rajin shalat dan sikap-sikap positif lainnya. Oleh karena itulah, perlunya
dikembangkan model evaluasi Acuan Etik yang disebut sebagai Penilaian

14
M. Nasir, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam”…, h. 163.
17

Acuan Etik (PAE) oleh Muhaimin sebagaimana yang dikutip oleh M. Nasir.15
Berikut ini akan dijelaskan asumsi dan implikasi dari ketiga bentuk penilaian di
atas sebagai berikut:
a) Penilaian Acuan Norma/Kelompok (PAN/PAK) dengan asumsi bahwa
adanya pengakuan terhadap perbedaan induvidual, adanya kesejajaran
antara matematik dan alam semesta dengan contoh apabila barang ditambah
maka pasti berubah, sebaliknya juga begitu. Oleh karena itu, hasil belajar
juga dapat bertambah dan berkurang dan adanya normalitas distribusi
populasi. Implikasinya dalam pembelajaran adalah: a) Kemampuan
pembelajaran peserta didik lebih diutamakan dari pada penguasaan materi;
b) proses belajar mengajarnya menggunakan CBSA yaitu mengembangkan
kompetisi sehat antar siswa; c) kreteria berkembang sesuai dengan
kelompoknya.
b) Penilaian Acuan Patokan (PAP) dengan asumsi bahwa: harapan adanya
perbedaan sebelum dan sesudah belajar dengan harapan siswa memiliki
kemampuan sesuai dengan dipelajari. Implikasinya dalam pembelajaran
adalah a) tujuan pembelajaran adalah kemampuan penguasaan materi dan
kemampuan menjalankan tugas-tugas tertentu lebih diutamakan; b) proses
belajar yang digunakan adalah, paket, belajar tuntas, modulasi, dan belajar
mandiri; c) kreteria penilaiannya sesuai dengan tujuan pembelajaran.
c) Penilaian Acuan Etik (PAE) dengan asumsi bahwa manusia asalnya adalah
fitrah, pendidikan berusaha mengembangkan atau mengaktualisasikan fitrah
itu dan bersatunya iman, ilmu dan amal. Implikasinya adalah; a) tujuan
pembelajaran adalah menjadi manusia yang baik, bermoral, beriman dan
bertakwa; b) proses belajar mengajarnya adalah sistem mengajar
berwawasan nilai; c) kreterianya adalah kreteria baik dan benar secara
mutlak.

15
M. Nasir, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam”…, h. 164.
18

E. Simpulan
1. Tujuan pendidikan secara garis besar meliputi tujuan umum, tujuan khusus,
tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan isedentil dan tujuan intermedier.
Sedangkan dalam hubungannya dengan hierarki tujuan pendidikan, meliputi
tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan intruksional. Sedangkan
tujuan pendidikan adalah untuk tercapainya manusia seutuhnya, berakhlak
mulia, tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat dan menumbuhkan
kesadaran manusia mengabdi kepada sang pencipta serta memilki nilai tujuan”.
2. Kurikulum pendidikan Islam sudah diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan
Islam dimulai sejak periode awal pendidikan Islam sampai masa klasik itu
dipandang sebagai satu kesatuan, dalam arti tidak ada pemisahan antara
pengetahuan umum dan agama.
3. Membangun tujuan kurikulum dan pendidikan Islam, dimulai dengan
memahami berbagai teori-teori kurikulum, tujuan pengembangan kurikulum,
prosedur pengembangan kurikulum, pengembangan materi dan bahan ajar,
pengembangan model kurikulum dan pengembangan penilaian merupakan
pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan Islam yang dianggap ideal.
19

F. Daftar Pustaka
Hamdan. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: teori dan
Praktik. (Banjarmasin: IAIN Press, 2014).

Hasbullah, Dasar dasar pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


2009).

Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis


Kompetens:Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2006.

Murry Print, Curriculum Development and Design. (Australia: Allen &


Unwim, 1993).

Nasir, M. “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam”. Jurnal Syamil


pISSN: 2339-1332, eISSN: 2477-0027 No. 2. Vol. 5 (2017): 155.

Sabda, Syaifuddin. Pengembangan Kurikulum: Tinjauan Teoritis


(Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2011).

Salamah, Pengembangan Model Kurikulum Holistik Pendidikan Agama


Islam pada Madrasah Tsanawiyah: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2011).

Anda mungkin juga menyukai