”
sia- sia.
“ Mungkin bagimu ini sebuah cerita klise, namun bagiku ada sejuta
rasa di dalamnya. Mungkin bagimu aku terlalu berlebihan, namun bagiku
ini kurang dari cukup. Mungkin baru kusadari terlalu banyak perbedaan
diantara kita. Maaf telah mengganggu kehidupanmu dan terima kasih
untuk membiarkanku masuk dalam hidupmu walau hanya sebentar saja.
Sekarang biarkan aku membalas jasamu dengan pergi dari hidupmu.
Sekali lagi aku meminta maaf.”
Ia meremas surat peningglan Cesha. Tidak, ini salah. Ini salah paham.
Bukan seperti ini, ini kesalahpahaman. Tuhan tolong balikkan waktu,
kumohon, akan kujelaskan semua kesalah pahaman ini. Tuhan kumohon
tolong aku.
Satu
Malam yang larut itu adalah akhir mingggu. Kota Jakarta belum
menunjukkan tanda- tanda mengantuk, Mall dan bangunan- bangunan di
pinggir jalan bersinar terang menyinari Ibu kota Indonesia yang penuh
akan budaya itu. Sama seperti itu, seorang gadis muda pun belum
menunjukkan tanda- tanda ingin tidur. Cesha memandang keluar melalui
jendela kaca di apartemennya. Pandangannya kosong, entah apa yang dia
pikirkan. Tiba- tiba ponsel di sampingnya berbunyi nyaring, gadis itu
hanya meliriknya, langsung ia lepas baterai ponselnya lalu melemparnya
ke tempat tidur.
***