Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah di dirikan di Kampung Kauman, Yogyakarta pada tanggal 8


Dzulhijjah 1330 H atau 18 November tahun 1912 oleh seseorang yang bernama
Muhammad Darwis yang sering dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan. Beliau adalah
pegawai kesultanan Keraton Yogyakarta sebagai seorang khatib dan sebagai pedagang.
Melihat keadaan umat islam waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan
amalan-amalan yang bersifat mistik beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al Qur’an dan Hadist. Oleh
karen itu beliau memberikan pengajian keagaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan pedagang. Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan
kesabarannya akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya
sebagai pedagang sangat mendukung mendukung ajakann beliau, sehingga dalam waktu
singkat ajakan beliau meluas ke luar kampung Kauman bahkan sampai keluar daerah
hingga keluar pulau jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikanya
Perserikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah dikenal hingga keseluruh pelosok
tanah air.

Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada
tanggal 1923 M. Sewaktu kecil ia diberi nama Muhammad Darwis. Ia berasal dari keluarga
yang terkenal ‘alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam
dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah putri
K.H. Ibrahim yang pernah menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta. Sejak kecil
Ahmad Dahlan dididik oleh ayahnya K.H. Abu Bakar seorang imam dan khatib masjid
besar Kraton Yogyakarta. Menurut Ramayulis dan Samsul Nizar pendidikan dasarnya
dimulai dengan belajar membaca dan menulis, mengaji Al-Qur an dan kitab-kitab agama.
Kemudian, beliau juga belajar dengan K.H. Muhammad Saleh (ilmu Fiqh), K.H. Muhsin
(ilmu Nahwu), KH. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfuz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu
hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qiraat al-Qur an) serta beberapa guru lainnya.
Selanjutnya Ramayulis dan Samsul Nizar mengungkapkan, setelah beberapa tahun belajar
dengan gurunya beliau berangkat ke tanah suci pada tahun 1890 dan bermukim di sana
selama setahun. Merasa tidak puas dengan kunjungannya itu, pada tahun 1903 ia berangkat
kembali dan menetap di sana selama dua tahun. Selama berada di Mekkah ini ia banyak
bertemu dan bermuzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim disana, di
antaranya Syekh Muhammad Khatib Al-Minangakabawi, Kiyai Nawawi al-Banteni, Kiyai
Mas Abdullah dan Kiyai Fakih Kembang. Pada saat itu pula ia mulai berkenalan dengan
ide-ide pembaharuan yang dilakukan melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh
refomer Islam seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan lain sebagainya. Melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh ulama
reformer tersebut telah membuka wawasan Dahlan tentang universalitas Islam. Ide-ide
reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur an dan Sunnah.

Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”.


Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan)
dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut
H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia
bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad,
dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah
memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia
sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu
dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad
Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke
Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai
menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai
Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti
Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah
dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-
pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan
dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para
pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai
Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan
pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,
pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham
Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang
membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari
kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan,
sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-
cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang
berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah),
ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam,
dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi
yang Shakhih, dengan membuka ijtihad. Faktor utama yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah adalah hasil pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam
menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran
ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad
Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau
perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi
dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat. Adapun visi dan misi
Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
a. Visi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-
Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam
melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya
mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin menuju terciptanya/terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Hadist yang menerangkan:

‫لى هللاِ قَا َل أَد َْو ُم َها َو ِإ ْن قَ َّل َو َقا َل ا ْكلَفُ ْوا‬
َ ‫ي األ َ ْع َما ِل أ َ َحبُّ ِإ‬
ُّ َ ‫ي صلم أ‬
ُّ ‫س ِئ َل النَّ ِب‬ ْ َ‫ي هللاُ َع ْن َها قَال‬
ُ :‫ت‬ ِ ‫شةَ َر‬
َ ‫ض‬ َ ‫َع ْن َعا ِئ‬
‫ (رواه البخارى‬. َ‫)من األ َ ْع َما ِل َما ت ُ ِط ْيقُ ْون‬ ِ
Artinya :” Dari Aisyah r.a. berkata : Nabi pernah ditanya :”Manakah amal yang
paling dicintai Allah? Beliau bersabda :”Yang dilakukan secara terus menerus
meskipun sedikit”. Beliau bersabda lagi :”Dan lakukanlah amal-amal itu, sekadar
kalian sanggup melakukannya.” (HR. Bukhari)
b. Misi Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai Gerakan amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi sebagai
berikut:
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang
dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran
Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an sebagai kitab Allah
terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.

B. Faktor-Faktor Berdirinya Muhammadiyah


1. Faktor subyektif
Factor subjektif yang sangat kuat bahkan dikatakan sebagai faktor utama dan factor
penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil dari pendalaman
KH. Ahmad Dahlan terhadap Al-quran dan Hadist dalam menelaah, membahas,
meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dan sikap yang diambil oleh KH. Ahmad
Dahlan ini berdasarkan dari mentadaburi ayat suci al quran taitu surat Ali Imran ayat
104:
َ‫ع ِن ْال ُم ْن َك ِر ۚ َوأُو َٰلَئِكَ ُه ُم ْال ُم ْف ِل ُحون‬ ِ ‫َو ْلت َ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ يَ ْدعُونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأ ْ ُم ُرونَ بِ ْال َم ْع ُر‬
َ َ‫وف َويَ ْن َه ْون‬
Artinya:
“Dan hendaknya ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada amar ma’ruf nahi munkar, merekalah orang-
orang yang beruntung”
Memahami seruan di atas KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun
sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya
berkhidmad pada melaksanakan misi dan vissi dakwah islam amar ma’ruf nahi munkar
di tengah masyarakat Indonesia

2. Faktor objetif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang menelatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompkan dalam factor internal, yaitu factor
factor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia,
dan sebagiannya masuk kedalam factor eksternal, yaitu factor-faktor penyebab yang
ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
a. Factor objektif yang bersifat internal
- Merajalelanya bid’ah, khufarat, syirik, dan tahayyul, sehingga kehidupan
beragama tidak sesuai dengan Al-quran dan Hadist
- Merajalelanya kemiskinan, kebodohan, kekolotan, kemunduran bangsa
Indonesia umumnya umat Islam
- Tidak adanya ukhuwah umat islam serta tidak adanya organisasi islam yang
kuat dan kompak
- Lemah dan gagalnya system Pendidikan pondok pesantren, sehingga kurang
mencerminkan perkembangan dan kemajuan zaman, dan adanya kehidupan
Pendidikan yang mengisolasi diri.

b. Factor objeltif yang bersifat eksternal


- Merajalelanya penjajahan kolonialis belanda di Indonesia yang harus dihadapi
- Adanya kegiatan misionaris Kristen di Indonesia
- Sikap yang merendahkan pada islam oleh kaum terpelajar yang menganggap
bahwa islam agama yang “out of date” atau tidak sesuai dengan kemajuan
zaman
- Adanya rencana kristenisasi colonial belanda untuk Pendidikan politik colonial

C. Ciri-ciri Perjuangan Muhammadiyah


Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah
sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya,
aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa
didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri
Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun
yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah
sebagai berikut:
1. Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam
Telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun
oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur)
terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang
mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang faktor-faktor lainnya dapat dikatakan
sebagai faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang
sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah
surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya
Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari
hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad
Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya
tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam
pengabdiyannya kepada Allah SWT.
Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa
sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan
disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada
motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat
dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya
gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam
wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh
umat sebagai rahmatan lil’alamin.

2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam


Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah.
Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan
dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu
bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal
dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali
surat Ali Imran, Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah
Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah
(menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai
medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat
bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar
dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak
taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit,
panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak
lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan
dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah
Islamiyah.
3. Muhammadiyah sebgaia Gerakan Tajdid
Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan
Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri
sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam
sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan
berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa
khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah
satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah
barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai
penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua itu
merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.
Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya
sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang
menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan
berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat,
semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan
terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta
benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan
sebagainya. Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian
pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat
disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan
sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

Anda mungkin juga menyukai