Anda di halaman 1dari 15

PROSES PEMBUATAN KERUPUK TULANG LELE (Clarias sp.

)
DI POKLAHSAR MINA PERMATA DESA TULUNGREJO KECAMATAN PARE
KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR

ARTIKEL PRAKTEK KERJA LAPANG


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

OLEH :
ERISA RENDITA
NIM. 115080300111123

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
PROSES PEMBUATAN KERUPUK TULANG LELE (Clarias sp.)
DI POKLAHSAR MINA PERMATA DESA TULUNGREJO KECAMATAN PARE
KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR

ARTIKEL PRAKTEK KERJA LAPANG


SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MERAIH GELAR SARJANA PERIKANAN
DI FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

OLEH :
ERISA RENDITA
NIM. 115080300111123

Mengetahui Menyetujui

Ketua Jurusan Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS) (Prof. Ir. Sukoso, M.Sc. Ph.D)
NIP. 19620805 198603 2 001 NIP. 19640919 198903 1 002

Tanggal: Tanggal:
PROSES PEMBUATAN KERUPUK TULANG LELE (Clarias sp.)
DI POKLAHSAR MINA PERMATA DESA TULUNGREJO KECAMATAN PARE
KABUPATEN KEDIRI JAWA TIMUR

Erisa Rendita1) dan Sukoso2)


Teknologi Hasil Perikanan

ABSTRAK

Kerupuk tulang lele (Clarias sp.) merupakan produk diversifikasi dari pemanfaatan tulang ikan
lele sebagai bahan pembuatan kerupuk untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat serta menunjukkan
variasi hasil olahan produk perikanan agar dapat meningkatkan nilai tambah pada komoditas ikan
tersebut. Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) adalah untuk mengetahui proses
pembuatan kerupuk tulang lele (Clarias sp.), keadaan sanitasi dan higiene yang diterapkan dalam usaha
pembuatan Kerupuk Tulang Lele, mengetahui komposisi gizi dari kerupuk tulang lele, dan mengetahui
aspek finansial dari usaha pembuatan kerupuk tulang lele di POKLAHSAR Mina Permata. Metode
pengambilan data yang dilakukan yaitu dengan meode deskriptif sedangkan teknik pengambilan datanya
dilakukan dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif dan dokumentasi. Alur proses pembuatan
kerupuk tulang lele meliputi persiapan bahan baku, persiapan bahan tambahan, pembuatan bubur tulang
lele, pencampuran adonan, pencetakan, pemotongan, penjemuran, pengemasan, dan pelabelan. Demi
menghasilkan produk yang berkualitas dan aman untuk dikonsumsi, POKLAHSAR Mina Permata
menerapkan sanitasi dan hygiene pada bahan baku, air, peralatan yang digunakan, karyawan, lingkungan
dan produk akhir. Hasil analisa proksimat kerupuk tulang lele menunjukkan kadar protein 6,93%, kadar
lemak 0,68%, kadar air 13,15%, kadar abu 1,72%, kadar karbohidrat 77,52%, dan kadar kalsium (Ca)
97,48 ppm. Usaha ini layak untuk dikembngkn, karena dengan hasil perhitungan kelayakan R/C Ratio
sebesar 2,05.
Kata Kunci: Ikan lele, proses pembuatan kerupuk, kerupuk tulang lele
1)Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
2)Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

The Process of Making Catfish Bone Crackers (Clarias sp.) in Poklahsar Mina Permata
Village Tulungrejo Sub District Pare of Kediri Regency East Java

Erisa Rendita1) and Sukoso2)


Fisheries Technology

ABSTRACT

Catfish bone crackers (Clarias sp.) is a diversification product which is used from catfish bones as material for
producing crackers to fill people’s nutrition and to show the variation of fishery product, in order to increase the value added
of the fish commodities. The purpose of this PKL is to know the process of making catfish bone crackers (Clarias sp.), the
application of sanitation and hygiene condition in process of making catfish bone crackers, to know the nutrition composition
of catfish bone crackers, and to know the financial aspect of making catfish bone crackers in Poklahsar Mina Permata.
The method of taking the data was by descriptive method while the technique adoption for the data done by means of
observation, interview, active participation and documentation. The process of making catfish bone crackers are preparing
raw material and extra ingredient, making porridge of catfish bones, mixing dough, molding, cutting, drying, packaging,
and labeling. To produce qualified products and safe to eat, Poklahsar Mina Permata apply sanitation and hygiene on
raw materials, water, equipment used, employees, environment and a finished product. The proximate analysis results of
this product show levels of a protein is 6,93%, fat 0,68%, the water level 13,15%, ashes 1,72%, carbohydrates 77,52%,
and calcium levels 97,48 ppm. The production of catfish bone crackers deserve to be developed, because the feasibility of the
R/C ratio is 2,05.
Key Word: Catfish, Process of Making Crackers, Catfish Bone Crackers
1)
Student of Fishery and Marine Science Faculty
2)
Lecturer of Fishery and Marine Science Faculty
PENDAHULUAN industri kerupuk baik di Kota maupun di Desa
Lele termasuk salah satu jenis ikan air (Sukendar et al., 2013).
tawar yang memiliki rasa daging enak dan gurih. Pemanfaatan tulang lele untuk
Tekstur dagingnya lembut dan empuk. Hal ini pembuatan kerupuk merupakan bentuk
membuat ikan lele memiliki banyak penggemar. diversifikasi produk dengan memanfaatkan
Selain cita rasa yang enak dan gurih, lele ternyata limbah tulang ikan sebagai bahan baku
mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Lele pembuatan kerupuk. Tulang juga merupakan
memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. sumber mineral penting: natrium, fosfor, dan
Dalam 500 gram lele dumbo (kira-kira terdiri dari kalsium. Di antara mereka, kalsium ion (Ca 2+)

4 ekor) mengandung 12 gram protein, energy 149 penting untuk perkembangan tulang manusia dan
kalori, lemak 8,4 gram, dan karbohidrat 6,4 gram gigi terutama pada bayi. Pemanfaatan tulang ikan
(Darseno, 2010). Konsumsi masyarakat yang bisa menjadi sumber alami Ca 2+ untuk menjadi
begitu besar terhadap olahan ikan lele, bahan makanan dan Ca 2+ tambahan. Ini akan
menyebabkan peningkatan limbah sisa menjadi strategi untuk memanfaatkan secara
pengolahan ikan lele. Pemanfaatan limbah dari maksimal sumber daya ikan serta untuk secara
industri hasil perikanan, seperti kepala, tulang, efektif mengurangi limbah dari industri
sisik dan kulit kebanyakan masih kurang perikanan (Hemung, 2013).
dimanfaatkan dan menjadi limbah pada industri Oleh sebab itu, Praktek Kerja Lapang
pengolahan di bidang perikanan. Tulang ikan ini bertujuan untuk mempelajari proses
merupakan salah satu limbah dari industri pembuatan dan kandungan gizi kerupuk tulang
perikanan yang belum dimanfaatkan dengan baik. lele (Clarias sp.) di POKLAHSAR Mina Permata
Tulang ikan terdiri dari senyawa organik dan Desa Tulugrejo Kecamatan Pare Kabupaten
senyawa anorganik (mineral) (Ramdany et al., Kediri Jawa Timur.
2014).
Salah satu alternatif solusi untuk METODE
memanfaatkan limbah tulang ikan adalah dalam Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan
bentuk produk kerupuk. Prospek pemanfaatan pada tanggal 4 sampai 8 September 2014 di
dalam bentuk kerupuk dari tulang ikan ini bisa POKLAHSAR Mina Permata Desa Tulugrejo
memberikan solusi, mengingat pembuatan Kecamatan Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur.
kerupuk relatif mudah dan murah. Selain itu Metode yang digunakan pada pelaksanaan
kerupuk juga digemari oleh hampir semua lapisan Praktek Kerja Lapang ini adalah metode
masyarakat, karena mempunyai rasa yang khas. deskriptif. Metode Deskriptif Analisis yaitu
Kerupuk merupakan salah satu produk pangan metode penelitian yang digunakan dalam
yang berasal dari Indonesia, terbuat dari tepung pengumpulan data dengan meneliti masalah-
tapioka, dicampur dengan bahan tambahan masalah yang sedang terjadi pada saat ini,
makanan dan dilakukan penggorengan kemudian data tersebut dikumpulkan dan
menggunakan minyak sebelum disajikan. Kadar disusun, setelah itu diolah dan dianalisis
air kerupuk berkisar antara 10,3% sampai 11,3%. (Sugiyono, 2003).

1
Dalam pelaksanaan PKL ini kegiatan yang Kegiatan partisipasi aktif ini diikuti mulai dari
dilakukan meliputi observasi, wawancara, persiapan bahan baku, pelaksanaan pembuatan
partisipasi aktif serta dokumentasi. Teknik kerupuk tulang lele (Clarias sp.), hingga sampai
oberservasi yaitu cara pengumpulan data dengan produk siap untuk dipasarkan.
jalan pengamatan langsung secara cermat dan Teknik Dokumentasi yaitu teknik
sistematik baik secara partisipatif maupun non pengumpulan data dengan cara mencatat
partisipatif (Sianipar et al., 2009). Dalam Praktek peristiwa-peristiwa yang sudah berlalu. Seperti
Kerja Lapang, observasi tersebut dilakukan berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
terhadap metode yang digunakan dalam proses monumental dari seseorang. Kegiatan
pembuatan kerupuk tulang lele (Clarias sp.) mulai dokumentasi pada Praktek Kerja Lapang ini
dari awal proses sampai akhir proses serta aspek terutama meliputi proses pengolahan bahan baku
sanitasi dan hygiene. hingga menjadi produk kerupuk tulang lele yang
Teknik wawancara yaitu cara siap dipasarkan.
pengumpulan data dengan bertanya langsung Selain pengambilan data primer
atau berdialog dengan narasumber. Proses (observasi, wawancara, partisipasi aktif serta
wawancara dilakukan dengan menggunakan alat dokumentasi), juga dilakukan pengambilan data
pengumpulan data berupa daftar pertanyaan sekunder. Dalam Praktek Kerja Lapang ini data
(kuesioner) terstruktur, hal ini bertujuan untuk sekunder diperoleh dari laporan-laporan,
mendapatkan informasi yang terarah dan sesuai pustaka-pustaka serta data yang diperoleh dari
(Soeratno dan Arsyad, 1999). Hal-hal yang lembaga penelitian. Untuk data internal
ditanyakan dalam proses wawancara meliputi merupakan data yang diperoleh dari dalam lokasi
sejarah berdirinya home industry, struktur Praktek Kerja Lapang yaitu di Desa Tulugrejo
organisasi home industry, ketenagakerjaan, Kecamatan Pare Kabupaten Kediri yang
penggunaan modal, biaya produksi, produksi, meliputi: letak geografis perusahaan, struktur
pemasaran hasil, manajemen, permasalahan yang organisasi perusahaan, lokasi dan tata letak
dihadapi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan, keadaan tenaga kerja, dan besarnya
usaha serta segala sesuatu yang berhubungan produksi pembuatan kerupuk tulang lele (Clarias
dengan proses pembuatan kerupuk tulang lele sp.) pada periode bulan dan tahun. Sedangkan
(Clarias sp.). Biasanya, diajukan suatu tanya jawab data eksternal merupakan data yang diperoleh
langsung yang tersusun dalam suatu daftar dari pihak luar baik dari lembaga pemerintah,
pertanyaan atau quisioner. lembaga swasta serta masyarakat yang terkait
Metode partisipasi aktif merupakan dalam usaha pembuatan kerupuk tulang lele
teknik pengumpulan data dengan cara ikut serta (Clarias sp.).
atau melibatkan diri dalam keseluruhan kegiatan
secara langsung dalam suatu aliran proses di suatu HASIL DAN PEMBAHASAN
unit produksi. Dalam praktek kerja lapang ini 1. Keadaan Umum Lokasi Usaha
untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan POKLAHSAR Mina Permata terletak di
kerupuk tulang lele (Clarias sp.) dengan mengikuti Jl. Kamboja no. 33 desa Tulungrejo Kecamatan
secara langsung kegiatan proses pengolahan. Pare Kabupaten Kediri Jawa Timur.

2
POKLAHSAR Mina Permata merupakan meliputi: Ibu Neny Sulistyowati selaku pemilik
kelompok pengolahan dan pemasaran yang dan ketua, Ibu Dyah Umi Rohmatin sebagai
bergerak di bidang pengolahan ikan lele (Clarias sekretaris, Ibu Sri Wahyuni sebagai bendahara,
sp.). Letak geografisnya jauh dari kawasan dan sisanya sebagai anggota yang merupakan
perairan, sehingga dalam menjalankan usaha penduduk Desa Tulungrejo.
budidaya perikanan dilakukan dengan membuat Pada POKLAHSAR Mina Permata tidak
kolam buatan di daratan. Desa Tulungrejo dilakukan sistem penggajian karena merupakan
merupakan salah satu desa penghasil budidaya usaha yang dikelola oleh anggota dari Koperasi
ikan air tawar terbesar di Kabupaten Kediri Wanita (KOPWAN). Pada umumnya anggota
dengan produksi ikan mencapai 350 ton/tahun. POKLAHSAR Mina Permata memiliki
Lokasi yang digunakan untuk tempat pekerjaan tetap masing-masing. Ada yang bekerja
pengolahan produk olahan ikan Lele terletak di sebagai catering, EO (Event Organizer),
rumah Bu Neny, pemilihan lokasi ini karena pembudidaya lele, guru, dan lain-lain. Bekerja di
dekat dengan jalan raya sehingga memudahkan POKLAHSAR Mina Permata merupakan
saat akses transportasi dalam mengambil bahan pekerjaan sampingan untuk pemberdayaan ibu-
baku dan pemasaran. Lokasi ini merupakan ibu rumah tangga di daerah sekitar. Dalam 1 kali
tempat untuk produksi sekaligus tempat produksi dapat menghasilkan ± 50 kemasan.
pemasaran. Di POKLAHSAR Mina Permata Namun proses produksi juga tergantung pada
tidak hanya memproduksi kerupuk tulang lele pesanan, jika banyak pesanan atau ada pameran
saja, namun ada beberapa produk perikanan lain, jumlah produksi dapat bertambah tergantung
seperti nugget lele, rolade lele, bakso lele, abon orderan.
lele, dan stick lele. Jarak rumah Bu Neny dengan
lokasi pembelian bahan baku sangatlah dekat 3. Proses Produksi
sekitar 2 km sebab di desa Tulungrejo banyak 3.1 Persiapan Bahan
penduduknya yang memiliki keramba lele untuk Proses pembuatan kerupuk tulang lele
budidaya, sehingga mudah untuk mendapatkan meliputi tahapan persiapan bahan baku dan
bahan baku. bahan tambahan, pembuatan bubur tulang lele,
pencampuran adonan, pencetakan, pemotongan,
2. Struktur Organisasi penjemuran, pengemasan, dan pelabelan.
POKLAHSAR Mina Permata dibina oleh Bahan baku yang digunakan dalam
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) pembuatan kerupuk tulang lele adalah ikan lele
Kabupaten Kediri dan dikelola langsung oleh jenis afkir, yaitu ikan lele tua yang sudah tidak
pemiliknya yaitu Bu Neny Sulistyowati. mampu bereproduksi lagi. Sehingga dapat
POKLAHSAR Mina Permata memiliki 8 orang dimanfaatkan menjadi suatu produk dengan nilai
tenaga kerja dimana 3 orang sebagai pengurus ekonomis yang tinggi. Untuk sekali produksi
yang bertugas dalam pemasaran produk dan 6 biasanya membutuhkan 1 kg ikan lele.
orang lainnya berperan sebagai anggota yang Pemanfaatan tulang lele untuk pembuatan
bertugas dalam proses produksi. Adapun struktur kerupuk merupakan bentuk diversifikasi produk
organisasi dari POKLAHSAR Mina Permata dengan memanfaatkan limbah tulang ikan

3
sebagai bahan baku pembuatan kerupuk. Tulang Tabel 1. Formula kerupuk tulang lele per 1
juga merupakan sumber mineral penting: Kg bahan
natrium, fosfor, dan kalsium. Pemanfaatan tulang No. Jenis Bahan Jumlah
ikan bisa menjadi sumber alami Ca2+ untuk 1. Ikan Lele (g) 1000
2. Tepung Terigu (g) 500
menjadi bahan makanan dan Ca2+ tambahan. 3. Tepung Tapioka (g) 400
Mengkonsumsi kalsium secara teratur dianggap 4. Tepung Beras (g) 1000
5. Garam (g) 20
sebagai faktor paling penting bagi kesehatan 6. Bawang Putih (g) 100
tulang. Selain kalsium dan fosfor proses 7. Telur (butir) 2
8. Penyedap rasa/MSG (g) 7
pembentukan tulang juga dipengaruhi oleh 9. Air Secukupnya
kalsitriol (1,25-(OH)2D3), bone morphogenic protein Sumber: POKLAHSAR Mina Permata (2014).

(BMP) dan hormon estrogen. 3.2 Pembuatan Bubur Tulang Lele

Osteoporosis adalah keadaan kurangnya Dalam pembuatan bubur ikan lele yang

masa tulang per unit volume dan mikroarsitektur pertama dilakukan adalah ikan lele disiangi,

jaringan tulang yang buruk namun bukan dibuang insang dan jeroannya lalu dicuci hingga

disebabkan oleh defek mineralisasi bersih. Kemudian dipisahkan daging dari tulang

(osteomalasia). Osteoporosis menyebabkan tulang ikan dan direbus tulang dalam panci selama 30

menjadi lebih rapuh sehingga risiko fraktur menit. Tujuan dari perebusan ikan lele ini adalah

meningkat baik pada masa kanak maupun kelak untuk melunakkan tulang ikan dan untuk

di usia dewasa sehingga osteoporosis dikenal sebagai mengkoagulasi protein. Setelah direbus,

penyakit pediatri dengan konsekuensi geriatri dihasilkan tulang lele yang lebih lunak dan kaldu

karena 90% masa tulang terbentuk sebelum usia dari perebusan disimpan untuk proses

20 tahun. Kalsium adalah kation ekstrasel utama. pencampuran dengan bahan tambahan.

Peran utama kalsium adalah untuk kontraksi dan Kemudian tulang lele dipresto selama 30 menit

eksitasi otot jantung dan otot lainnya, transmisi untuk lebih melunakkan tulang/duri ikan lele.

sinap sistem saraf, agregasi platelet, koagulasi, Pada saat penghaluskan dengan cara diblender,

dan sekresi hormon dan regulator lain yang ditambahkan pula bawang putih sebagai bumbu

memerlukan eksositosis (Setyorini et al., 2009). dan penambah cita rasa pada kerupuk tulang lele.

Tulang ikan sangat kaya akan kalsium yang 3.3 Pencampuran Adonan

dibutuhkan manusia. Kalsium diketahui menjadi Setelah tulang ikan lele dan bawang putih

elemen penting yang diperlukan untuk berbagai dihaluskan, kemudian dilakukan proses

fungsi di dalam tubuh kita termasuk penguatan pencampuran bahan tambahan di dalam baskom.

gigi dan tulang, fungsi saraf dan banyak reaksi Adonan bubur tulang lele ditambahkan dengan

enzimatik yang membutuhkan kalsium sebagai tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka,

kofaktor. telur, garam dan penyedap rasa. Tujuan

Selain itu bahan tambahan yang ditambahkan tepung terigu, tepung beras dan

digunakan ada tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka yaitu supaya adonan lebih kenyal

tepung tapioka, garam, telur, bawang putih, dan berisi. Lalu ditambahkan air kaldu perebusan

penyedap rasa, dan air. tulang ikan lele agar rasa dari ikan lele dapat lebih
terasa kuat, penambahan kaldu dilakukan secara

4
bertahap hingga adonan kental dan tidak terlalu permukaan teflon dilumuri oleh adonan,
encer. Proses pencampuran ini dilakukan secara sehingga diperoleh lebar dan tebal adonan
manual menggunakan tangan agar dapat kerupuk yang sama. Kemudian dipanaskan
merasakan adakah duri yang tercampur pada hingga semua permukaan adonan kering dan
adonan. setelah adonan agak kental baru tidak basah lagi. Ketika adonan dipanaskan tidak
digunakan centong saat proses pengadukan. memerlukan waktu yang lama dan akan cepat
Setelah selesai dilakukan pencampuran, adonan kering karena panas merata dari pinggir hingga
disaring dan diletakkan pada baskom untuk akhirnya ke tengah adonan yang menyebabkan
memastikan bahwa tidak ada duri yang masih adonan tidak lengket dan terjatuh dengan
utuh tertinggal pada adonan. Tujuan dari sendirinya saat teflon dibalik untuk mengangkat
homogenisasi adalah untuk memperluas adonan. Langkah ini dilakukan secara terus
permukaan adonan sehingga mempersingkat menerus hingga adonan habis.
waktu gelatinisasi, dan memudahkan proses 3.5 Pemotongan
pencetakan. Setelah adonan kerupuk yang sudah
Gelatinisasi pati merupakan istilah yang dicetak dingin, dilakukan proses pemotongan
digunakan untuk menerangkan serangkaian secara manual menggunakan pisau. Karena
kejadian tidak dapat kembali (irreversible) yang bentuk awal adonan bulat maka dipotong
terjadi pada pati saat dipanaskan dalam system menjadi 8 bagian sehingga berbentuk segitiga.
air. Struktur semikristal granula pati bersifat tidak Pemotongan adonan menggunakan pisau yang
larut dalam air dingin. Apabila granula pati tajam. Selain itu pada kedua permukaan pisau
disuspensikan dalam air maka pati berangsur- diolesi dengan minyak goreng terlebih dahulu
angsur akan mengendap. Namun, granula pati agar pisau tidak lengket pada adonan dan hasil
akan mengembang dalam air panas setelah pemotongan juga terlihat lebih rapi.
melewati suhu tertentu. Proses pengembangan 3.6 Penjemuran
granula pati tersebut bersifat bolak-balik Setelah adonan dipotong, disusun diatas
(reversible) apabila tidak melewati suhu gelatinisasi para-para untuk dijemur. Penjemuran ini
dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) bertujuan untuk mengeringkan kerupuk tulang
apabila telah mencapai suhu gelatinisasi lele dengan mengurangi kandungan airnya, dan
(Kusnandar, 2010). dilakukan secara langsung di bawah sinar
3.4 Pencetakan matahari di halaman belakang rumah. Lama
Adonan dituangkan pada wadah cetakan waktu penjemuran dengan sinar matahari tidak
berbentuk bulat untuk memudahkan saat proses dapat ditentukan karena tergantung pada cuaca
pencetakan dengan teflon. Saat proses dan banyaknya intensitas sinar matahari. Biasanya
pencetakan bagian belakang teflon yang kerupuk tulang lele paling cepat kering setelah
digunakan karena dirasa lebih mudah saat dijemur selama ± 1 sampai 2 hari jika cuaca
mencetak adonan dengan didapatkan hasil lebar benar-benar panas. Karena penjemuran
dan tebal yang sama tiap cetakannya. Saat dilakukan di tempat yang terbuka maka
pencetakan adonan di teflon jangan ditekan kebersihannya sukar untuk diawasi sehingga ada
terlalu keras, cukup hingga semua luas

5
kemungkinan terjadinya kontaminasi dengan pembuatan kerupuk tulang lele ini didapatkan
debu dan udara luar. dalam keadaan segar. Hal ini karena pengambilan
3.7 Pengemasan bahan baku langsung berasal dari tambak yang
Setelah kerupuk tulang lele kering dan berada dekat dengan usaha sehingga secara
memiliki tekstur yang kaku lalu diangkat dan organoleptik bahan baku yang didapatkan dalam
dibiarkan hingga dingin beberapa saat. Kemudian kondisi yang baik. Setelah ikan ditangkap
dilakukan pengemasan dengan menggunakan langsung dicuci dan disiangi untuk segera
plastik PP 0,1 x 20 cm. digunakan plastik jenis PP diproses agar mutunya tetap terjaga. Hadiwiyoto
karena plastiknya lebih tebal, lebih kuat, tahan (1993) mengatakan bahwa proses pencucian
terhadap suhu tinggi sehingga cocok untuk bertujuan untuk menghilangkan semua jenis
digunakan sebagai bahan pengemas. Setelah kotoran seperti darah, lendir maupun lumpur.
kerupuk dimasukkan kedalam plastik kemudian Selain itu air bersih dapat mengurangi jumlah
sebanyak 100 gram lalu dikemas vacum bakteri yang ada.
menggunakan sealer agar tidak terjadi oksidasi 4.2 Sanitasi dan Hygiene Bahan
yang dapat menyebabkan kerupuk menjadi Tambahan
tengik/melempem. Pengemasan bertujuan untuk Bahan tambahan yang digunakan adalah
menghindari kontaminasi mikroorganisme, telur, bawang putih, garam dapur, penyedap
terutama kontaminasi mikroba patogen dan catat rasa/ MSG yang disimpan di dalam wadah pada
fisik saat didistribusikan ke konsumen. tempat yang kering sehingga kelembabannya
3.8 Pelabelan terjaga dan mutu bahan tersebut dapat
Setelah disealer dilakukan pelabelan pada dipertahankan lebih lama. Sanitasi bahan
produk, pelabelan bertujuan untuk tambahan dalam suatu bahan pangan sangat
memberitahukan identitas produk pada berpengaruh terhadap tingkat kualitas suatu
konsumen. Setiap produk memiliki identitas produk. Penambahan bahan tambahan sangat
masing-masing yang merupakan ciri khas dari menentukan kualitas suatu bahan pangan yaitu
produk tersebut. Dalam label berisi nama apakah semakin tinggi atau semakin menurun.
produk, perusahaan yang memproduksi, alamat 4.3 Sanitasi dan Hygiene Peralatan
tempat produksi, komposisi, tanggal kadaluarsa, Peralatan yang digunakan dalam proses
dan nomor produksi. Proses pelabelan dilakukan pembuatan kerupuk tulang lele sudah memenuhi
dengan cara pemberian stiker. Setelah pelabelan persyaratan sanitasi dan hygiene. Semua alat yang
selesai, produk kerupuk tulang lele disimpan di digunakan mulai dari alat-alat dapur yang terbuat
etalase untu dipasarkan. dari plastik sampai yang terbuat dari logam
sebelum dan setelah digunakan dicuci bersih
4. Sanitasi dan Hygiene dengan menggunakan air bersih dan sabun
4.1 Sanitasi dan Hygiene Bahan Baku pembersih. Kemudian disimpan ditempat yang
Bahan baku utama dalam pembuatan bersih. Saat mengolah makanan, erat kaitannya
kerupuk tulang lele adalah ikan lele yang dengan sanitasi yaitu adanya kontaminasi-silang
diperoleh langsung dari salah satu anggota (cross-contamination). Kontaminasi-silang adalah
POKLAHSAR Mina Permata. Bahan baku tertularnya bakteri dari satu makanan atau

6
peralatan atau meja kerja ke makanan lain. Untuk menyimpan peralatan produksi yang telah
menghindari hal tersebut maka sanitasi pada dibersihkan. Sanitasi dan hygiene di luar ruang
peralatan kerja dapur yang berada di area produksi juga sudah cukup bagus. Dibagian
pengolahan harus terjaga dengan benar (Indira, belakang luar rumah terdapat saluran
2010). pembuangan air yang berupa selokan. Kondisi
4.4 Sanitasi dan Hygiene Air didalam maupun diluar unit usaha umumnya
Air dalam pengolahan makanan perlu bersih karena digunakan juga sebagai tempat
mendapat perhatian khusus karena berperan tinggal yang dibersihkan setiap hari.
besar dalam semua tahapan produksi. Pada tahap 4.7 Saitasi dan Hygiene Produk Akhir
persiapan, air digunakan untuk mencuci bahan Pada produk akhir pembuatan kerupuk
baku dan bahan tambahan. air digunakan untuk tulang lele, sanitasi dan hygiene produk sudah
proses pemasakan yaitu untuk merebus ikan lele cukup baik. Hal tersebut dibuktikan dengan
dan mencuci peralatan yang digunakan. adanya perlakuan akhir produksi yaitu dengan
POKLAHSAR Mina Permata menggunakan air pengemasan kedap udara. Hasil olahan kerupuk
yang berasal dari air sumur yang bersih, tidak tulang lele dikemas dalam wadah plastik PP (Poly
berwarna, jernih dan tidak berbau. Prophylene) dengan pengemasan kedap udara
4.5 Sanitasi dan Hygiene Pekerja (vacuum) untuk menghindari kontak udara yang
Para pekerja yang membuat kerupuk dapat menyebabkan reaksi oksidasi (ketengikan)
tulang lele di POKLAHSAR Mina Permata tidak yang akan mempengarui citarasa kerupuk.
menggunakan perlengkapan khusus yang Pengemasan kerupuk tulang lele ini ini cukup
berfungsi untuk menjaga dari kontaminasi silang, baik, karena plastik yang digunakan sesuai
karena masih berskala home industry. Pada saat dengan sifat produk yang penyimpanannya tahan
proses pencampuran bahan pun pengadukannya terhadap suhu tinggi.
dilakukan dengan menggunakan tangan tanpa 4.8 Penanganan Limbah
memakai sarung tangan. Tetapi pekerja tetap Limbah dari hasil pengolahan kerupuk
mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum tulang lele ini berupa limbah padat dan limbah
proses pengadukan. Para pekerja juga tidak cair. Limbah cair berupa air bekas pencucian ikan
memakai celemek saat proses produksi, sehingga lele dan air hasil pencucian alat-alat produksi yang
produk masih mungkin terkontaminasi oleh para langsung dialirkan melalui selokan kecil yang
pekerja. berhubungan dengan saluran air yang lebih besar.
4.6 Saitasi dan Hygiene Pengolahan dan Keadaan selokan dan saluran air ini tidak kotor
Lingkungan dan tidak bau karena saluran air lancar.
Lingkungan tempat pengolahan kerupuk Sedangkan limbah padat berupa jeroan ikan lele,
tulang lele ini berada satu unit dengan rumah sisa kupasan bawang putih, bungkus penyedap
tempat tinggal Ibu Neny. Tempat pengolahan ini rasa dan tepung, serta cangkang telur yang
cukup layak untuk menjadi tempat produksi langsung dibuang ke tempat sampah. Pada
makanan karena pengaturan lokasinya sekaligus tempat sampah juga memakai kantong plastik
sebagai dapur sehingga memudahkan pekerja yang digunakan untuk membungkus sampah,
dalam melakukan proses pembuatan produk dan sehingga kebersihannya tetap terjaga.

7
5. Kandungan Gizi Kerupuk Tulang Lele karena itu perlu proses hidrolisis dan pelarutan
Analisis proksimat bertujuan untuk protein tersebut dengan cara pemanasan.
menentukan komposisi kimia utama dari bahan 5.2 Kadar Lemak
baku dan produk, yaitu ikan lele dan kerupuk Berdasarkan hasil analisis proksimat
tulang lele. Parameter analisis kerupuk tulang lele kerupuk tulang lele mentah, diperoleh nilai kadar
adalah kadar protein, lemak, air, abu dan lemak sebesar 0,68 %. Sedangkan kadar lemak
karbohidrat. Analisis proksimat ini dilakukan di kerupuk ikan menurut SNI 1999 maksimal 0,5%
Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamananan sehingga masih belum memenuhi standart yang
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, ada. Jika dibandingkan dengan kandungan lemak
Universitas Brawijaya Malang. Hasil analisis ikan lele segar yaitu 4,8 %, kadar lemak pada
proksimat kerupuk tulang lele dapat dilihat pada kerupuk tulang lele mengalami penurunan yang
Tabel 2. cukup banyak. Hal ini disebabkan karena daging
Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat ikan tidak diikutkan dalam proses pengolahan
No Parameter Uji Hasil kerupuk dan kandungan lemak pada tulang lele
1. Kadar Protein 6,93 % jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan yang
2. Kadar Lemak 0,68 % ada di daging lele. Menurut Jacoeb et al. (2008),
3. Kadar Air 13,15 % pengaruh pemanasan selama proses perebusan
4. Kadar Abu 1,72 % akan memecah komponen-komponen lemak dan
5. Kadar Karbohidrat 77,52 % akan larut ke dalam air perebusan sehingga

6. Kadar Kalsium (Ca) 97,48 ppm menurunkan jumlah kadar lemak yang ada dalam

Sumber : FTP Universitas Brawijaya, 2014 kerupuk tulang lele.

5.1 Kadar Protein 5.3 Kadar Air

Berdasarkan hasil analisa kadar protein Berdasarkan hasil analisa proksimat

diperoleh persentase kadar protein kerupuk kerupuk tulang lele mentah, diperoleh nilai kadar

tulang lele mentah sebesar 6,93 %. Sedangkan air sebesar 13,15 %. Sedangkan pada ikan lele

pada ikan lele segar yaitu sebesar 17,7%. Menurut segar nilai kadar air sebesar 76%. Menurut SNI

SNI (1999), kadar protein untuk kerupuk ikan kerupuk ikan memiliki nilai kadar air maksimal

yaitu minimal 6%, berarti kadar protein kerupuk 11%, sehingga kadar air kerupuk tulang ikan

tulang lele sudah memenuhi standar yang belum memenuhi standart. Menurunnya kadar air

ditentukan. Penurunan kadar protein disebabkan kerupuk tulang lele juga dapat dipengaruhi oleh

oleh terjadinya kerusakan protein pada saat proses pengolahan. Menurut Manurung (2009),

pengolahan. Trilaksani et al. (2006) menjelaskan proses perebusan menyebabkan air yang

bahwa protein tulang ikan sebagian besar terdiri tertinggal dalam bahan menjadi lebih sedikit

atas protein kolagen dengan asam amino daripada sebelum direbus. Hal ini menurunkan

penyusun utamanya adalah prolin, glisin dan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang

alanin. Dalam kondisi alami protein fibriler atau berhubungan dengan proses dehidrasi seperti

skleroprotein ini sulit untuk dicerna oleh enzim penurunan konsentrasi protein dan lemak pada

pepsin dan pankreatin atau tripsin dan makanan.

kemotripsin menjadi asam-asam amino. Oleh

8
5.4 Kadar Abu tubuh dengan baik 60-70%. Hal tersebut dapat
Dari hasil analisa proksimat kerupuk menjelaskan bahwa kerupuk dari tulang ikan
tulang lele mentah diperoleh nilai kadar abu dapat menjadi sumber mineral terutama kalsium
sebesar 1,72% sedangkan pada ikan lele segar bagi manusia.
yaitu sebesar 1,2%. Menurut SNI (1999), kadar
abu untuk kerupuk ikan yaitu maksimal 1%, 6. Analisa HACCP
berarti kadar abu kerupuk tulang lele belum 6.1 Melakukan Analisis Bahaya
memenuhi standar. Tingginya kadar abu pada Melakukan analisis bahaya dilakukan
suatu produk dapat dipengaruhi oleh kandungan dengan cara membuat daftar bahaya yang
yang terdapat pada bahan tambahan seperti mungkin terdapat pada tiap tahapan dari
penambahan garam dan penyedap rasa. Menurut produksi kerupuk tulang lele di POKLAHSAR
Ramdany et al. (2014), kadar abu menunjukkan Mina Permata. Hasil analisis potensi bahaya pada
kandungan mineral suatu bahan. Pengukuran setiap tahapan proses mulai dari penerimaan
kadar abu bertujuan untuk mengontrol bahan baku, proses pengolahan, sampai
konsentrasi garam anorganik seperti natrium, penyimpanan. Setiap potensi bahaya tersebut
kalium, karbonat dan fosfat. Apabila kadar abu diidentifikasi bahaya fisik, kimia dan biologi yang
tinggi, maka kandungan mineralnya juga tinggi. dapat menyebabkan pangan menjadi tidak aman
5.5 Kadar Karbohidrat untuk dikonsumsi konsumen. Selanjutnya
Dari hasil analisa proksimat kerupuk diindentifikasi penyebab bahaya, serta upaya
tulang lele mentah, diperoleh nilai kadar pengendalian yang dilakukan.
karbohidrat sebesar 77,52% sedangkan pada ikan 6.2 Menentukan Titik Pengendalian
lele segar dan menurut SNI tidak diketahui Kritis (Critical Control Point)
berapa jumlah kadar karbohidratnya. Tingginya Titik Pengendalian Kritis adalah suatu
kadar karbohidrat pada kerupuk tulang lele ini titik, tahap, atau prosedur dimana bahaya yang
dapat dipengaruhi oleh jumlah tepung tapioka, berhubungan dengan pangan dapat dicegah,
tepung terigu dan tepung beras yang digunakan. dieliminasi, atau dikurangi hingga ke titik yang
Hal ini terjadi karena komponen utama dalam dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman).
tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu Titik
adalah pati (karbohidrat) sehingga akan Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya
meningkatkan jumlah kadar karbohidratnya. dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis
5.6 Kadar Kalsium 2 dimana bahaya dapat dikurangi (Handoyo,
Dari hasil analisa proksimat diperoleh 2013). Tahapan selanjutnya adalah menganalisa
kadar kalsium pada kerupuk tulang lele mentah setiap pontensi bahaya yang teridentifikasi,
sebesar 97,48 ppm. Menurut Ramdany et al. kemudian menilainya apakah sebagai titik keritis
(2014), Tulang ikan memilki proporsi 10% dari atau tidak.
total susunan tubuh ikan yang memiliki kadar 6.3 Menentukan Batas Kritis
kalsium dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak Penentuan batas kritis merupakan kriteria
14% dari total susunan tulang. Bentuk kompleks yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dan
ini terdapat pada tulang dan dapat diserap oleh tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian

9
kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian mengendalikan CCP. Tindakan perbaikan pada
dilakukan validasi. Kriteria yang umum proses pencampuran adonan adalah pengawasan
digunakan dalam menentukan batas kritis terhadap proses pencampuran terutama saat
HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat penambahan air agar tidak terlalu kental maupun
kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan encer sehingga mempermudah proses
parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur pencetakan, dan saat proses penjemuran perlu
(Handoyo, 2013). Pada titik pengendalian yang memperhatikan tingkat kekeringan kerupuk
ditentukan batas-batas kritisnya yaitu kriteria hingga kerupuk benar-benar kering sehingga apat
yang memisahkan kondisi yang dapat diterima renyah ketika digoreng dan tempat penjemuran
dengan yang tidak dapat diterima. Batas kritis agar tidak terkontaminasi debu, lalat atau hewan
pada proses pembuatan adonan kerupuk tulang pengerat.
lele yaitu terjadi pada proses pembuatan bubur 6.6 Menetapkan Prosedur Verifikasi
tulang lele dan pencampuran adonan, serta pada Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat
proses penjemuran kerupuk tulang lele. mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP
6.4 Membuat Suatu Sistem Pemantauan dan catatannya, peninjauan terhadap
(Monitoring) CCP penyimpangan dan pengaturan produk,
Suatu sistem pemantauan (observasi) urutan, konfirmasi CCP yang berada dalam
operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran pengendalian, serta melakukan pemeriksaan
makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan (audit) metode, prosedur, dan uji. Setelah itu,
operasi dan penentuan kontrol mana yang prosedur verifikasi dilanjutkan dengan
mengalami perubahan ketika terjadi pengambilan sampel secara acak dan
penyimpangan. Biasanya, pemantauan harus menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri
menggunakan catatan tertulis (Handoyo, 2013). dengan validasi sistem untuk memastikan sistem
Setelah ditentukan batas kritis terhadap CCP, sudah memenuhi semua persyaratan Codex dan
kemudian dilakukan pemantauan agar berada memperbaharui sistem apabila terdapat
dibawah batas-batas kritis. Pemantuan akan perubahan di tahap proses atau bahan yang
memberikan informasi yang tepat dan sistem digunakan dalam proses produksi (Handoyo,
pemantuan yang dilakukan pada proses 2013).
pembuatan kerupuk tulang lele adalah pada saat 6.7 Melakukan Rekaman dan
pencampuran adonan, dan penjemuran. Dokumentasi
6.5 Melakukan Tindakan Korektif Beberapa contoh catatan dan
Apabila Pemantauan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah
Pada proses pembuatan kerupuk tulang analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas
lele di POKLAHSAR Mina Permata sudah sesuai kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta
dengan diagram alir proses pembuatan kerupuk penyimpangan dan tindakan korektif yang
tulang lele dan komposisi pembuatan yang di berhubungan (Handoyo, 2013). POKLAHSAR
buat oleh POKLAHSAR Mina Permata Mina Permata belum melakukan sistem
bilamana terjadi penyimpangan, tindakan- pendokumentasian yang praktis untuk aplikasi
tindakan yang dijalankan harus dapat

10
yang efesien dan penerapan sistem HACCP yang pembuatan kerupuk tulang lele per bulan sebesar
efektif. Rp. 256.400,00
7.4 R/C Ratio
7. Analisa Usaha Tingkat pendapatan usaha dapat diukur
7.1 Permodalan menggunakan analisis penerimaan dan biaya
Pada POKLAHSAR Mina Permata modal (R/C ratio analisis) yang didasarkan pada
yang digunakan untuk pembuatan kerupuk tulang perhitungan finansial. Analisis ini menunjukkan
lele meliputi modal tetap dan modal kerja. Modal besar penerimaan usaha yang akan diperoleh
tetap atau yang bisa dikatakan investasi yang pengusaha untuk setiap rupiah biaya yang akan
digunakan pada pengolahan kerupuk tulang lele dikeluarkan untuk kegiatan usaha. Pada usaha
sebesar Rp 1.190.000,00 dan perinciannya dapat pembuatan kerupuk tulang lele R/C rationya
dilihat pada lampiran 6. Sedangkan untuk modal sebesar 2,05 rupiah. Jadi usaha ini dapat
kerja merupakan modal yang besarnya berubah- dikategorikan memberikan keuntungan karena
ubah sesuai dengan produk yang dipasarkan atau mempunyai nilai R/C ratio lebih dari 1.
bisa disebut dengan biaya produksi, modal kerja 7.5 Analisa Break Even Point (BEP)
yang digunakan sebesar Rp 104.400,00 per bulan. Dalam perhitungan menggunakan analisa
7.2 Biaya Produksi BEP diperoleh hasil bahwa produk BEP
Biaya produksi mencakup dua macam berdasarkan unit sebesar 36 bungkus yang
yaitu biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap artinya, usaha pembuatan kerupuk tulang lele ini
(fixed cost) adalah biaya yang penggunaannya tidak rugi dan tidak untung (impas) saat produk
tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya laku sebanyak 36 bungkus dalam tiap bulannya
bibit, bambu, tali, plastik, pisau dan lain-lain, dan berdasarkan sales sebesar Rp 175.935,00
sedangkan biaya variabel adalah biaya yang yang artinya, usaha pembuatan kerupuk tulang
penggunaannya habis atau dianggap habis dalam lele ini tidak rugi dan tidak untung (impas) saat
satu masa produksi, misalnya tenaga kerja dihasilkan pendapatan sebesar Rp 175.935,00
(Tutupary, 2013). Biaya tetap (Fixed cost) pada dari penjualan dalam tiap bulannya.
pengolahan kerupuk tulang lele ini sebesar Rp
139.200,00. Sedangkan biaya tidak tetap sebesar 8. KESIMPULAN DAN SARAN
Rp 104.400,00 per bulan. 8.1 Kesimpulan
7.3 Keuntungan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil
Keuntungan usaha akan diperoleh jika Praktek Kerja Lapang di POKLAHSAR Mina
total penerimaan lebih besar daripada total biaya Permata adalah:
pengeluaran. Dimana pendapatan usaha  Tahapan pada proses pembuatan kerupuk
merupakan selisih antara penerimaan dan total tulang lele adalah persiapan bahan baku,
biaya pengeluaran. Total biaya pembuatan persiapan bahan tambahan, pembuatan
kerupuk tulang lele di POKLAHSAR Mina bubur ikan lele, pencampuran adonan,
Permata per bulan sebesar Rp. 243.600,00. pencetakan, pemotongan, penjemuran,
Sedangkan jumlah total hasil usaha per bulan Rp. pengemasan, dan pelabelan.
500.000,00. Sehingga keuntungan bersih proses

11
 Hasil analisa kerupuk tulang lele memiliki Sianipar, J. Parlindungan S. Hartono. 2009.
Analisis Fungsi Produksi Intensifikasi
kadar protein 6,93 %, kadar lemak 0,68 %, Usaha Tani Padi Di Kabupaten
kadar air 13,15 %, kadar abu 1,72 %, Manokwari. Informatika Pertanian
Volume 18 No. 2, 2009.
kadar karbohidrat 77,52 %, dan kadar
kalsium (Ca) 97,48 ppm. Soeratno dan L. Arsyad. 1999. Metodologi
Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis.
8.2 Saran UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Saran untuk POKLAHSAR Mina
Setyorini, A., I.K.G Suandi., I.G.L. Sidiartha,
Permata yaitu agar selalu memperhatikan kondisi W.B. Suryawan. 2009. Pencegahan
sanitasi dan hygiene pada saat proses pembuatan Osteoporosis dengan Suplementasi
Kalsium dan Vitamin D pada
kerupuk tulang lele mulai dari kesehatan pekerja, Penggunaan Kortikosteroid Jangka
kebersihan dan lain sebagainya. Perlu untuk Panjang. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1,
hal 32-38.
memperluas daerah pemasaran produk agar
dapat menambah jumlah produksi, dan perlu Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen
Makro. Dian Rakyat: Jakarta.
untuk meningkatkan aspek gizi dari kerupuk
tulang lele agar lebih diminati dengan keunggulan Hadiwiyoto, S. 1993. Hasil-Hasil Olahan Susu,
Daging, Ikan, Dan Telur. Liberty.
gizinya. Yogyakarta.

Indira, R.A.L. 2010. Studi Evaluasi Implementasi


DAFTAR PUSTAKA Sarana dan Prasaran dalam
Darseno. 2010. Budi Daya dan Bisnis Lele. Penyelenggaraan Makan Tenaga Kerja
Jakarta Selatan: PT. AgroMedia di Terminal Lawe-lawe Chevron
Pustaka. Indonesia Company. Program Diploma
III Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Ramdany, G., I. Kusumaningrum, dan B.F. Fakultas Kedokteran Universitas
Pamungkas. 2014. Karakteristik Sebelas Maret Surakarta.
Kimiawi Kerupuk Tulang Ikan Belida
(Chital asp.). Jurnal Ilmu perikanan Jacoeb, A.M., M. Hamdani, dan Nurjanah. 2008.
Tropis Vol. 19, No. 2, April 2014, hal. Perubahan Komposisi Kimia dan
68–74. Vitamin Daging Udang Ronggeng
(Harpiosquilla raphidea) Akibat
Sukendar, A. Martinus,. N. Tanti. 2013. Perebusan. Buletin Teknologi Hasil
Pembuatan Sistem Otomatis Untuk Perikanan Vol. XI No. 2 Tahun 2008.
Pengaturan Mekanisme Kerja Mesin Hal. 76–88.
Cetak Kerupuk Menggunakan
Mikrokontroler ATMega. Jurnal Manurung, D.M. 2009. Komposisi Kimia, Asam
FEMA, Volume 1, Nomor 1, Januari Lemak dan Kolestrol Udang Ronggeng
2013. (Harpiosquilla raphidea) Akibat
Perebusan. SKRIPSI. Departemen
Hemung, Bung-Orn. 2013. Properties of Tilapia Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Bone Powder and Its Calcium Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Bioavailability Based on Pertanian Bogor.
Transglutaminase Assay. International
Journal of Bioscience, Biochemistry Handoyo, A. 2013. HACCP dan Penerapannya
and Bioinformatics, Vol. 3, No. 4, July Dalam Industri Pangan. Disusun Guna
2013 Memenuhi Penugasan Individu Mata
Kuliah Hygiene, Sanitasi dan
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Keselamatan Kerja. Fakultas Teknik
Bandung. Pusat Bahasa Depdiknas. Universitas Negeri Semarang 2013.
Makalah.

12

Anda mungkin juga menyukai