Preskas+Atresia+Ani Bedah+Anak
Preskas+Atresia+Ani Bedah+Anak
ATRESIA ANI
Oleh:
Narasumber:
JAKARTA 2014
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien diketahui tidak memiliki anus sejak lahir. Kondisi ini diketahui pada saat
pasien berusia 3 hari oleh dokter di Jambi yang merawat pasien. Menurut orangtua
pasien, sejak lahir sampai diketahui tidak memiliki anus, pasien tidak pernah buang air
besar dari daerah anus, tidak ada bercak kotoran di pembalut yang digunakan pasien.
Pada usia 6 hari, pasien menjalani operasi kolostomi dan dipasang stoma di rumah sakit
di Jambi.
Sejak operasi stoma hingga saat ini, BAB pasien keluar melalui stoma dan
ditampung di kantong kolostomi. Kantong penampung dibersihkan setiap 3-4 hari oleh
ibu pasien. Riwayat perdarahan, infeksi, dan keluhan terkait stoma pada pasien
disangkal. Riwayat demam, muntah kehijauan, nyeri perut hebat, perut yang membesar,
tidak BAB lebih dari 3 hari disangkal. Riwayat keluar kotoran dari lubang kencing saat
BAK atau tanpa BAK disangkal, tidak ada keluhan BAK lainnya. Pasien dapat
2
beraktivitas seperti anak anak seusianya. Saat ini pasien telah menjalani operasi
pembuatan anus di RSCM.
Pasien adalah anak tunggal. Ibu pasien berusia 38 tahun saat mengandung pasien,
ayah berusia 58 tahun. Menurut ibu pasien, dia rutin memeriksakan kehamilan di bidan
sesuai jadwal yang diberikan dan mengonsumsi obat yang diberikan kepadanya. Riwayat
penggunaan obat-obatan tanpa resep, konsumsi jamu-jamuan, riwayat jatuh, trauma pada
perut disangkal. Pasien lahir cukup bulan menurut dokter, melalui operasi sectio secarea,
karena bukaan leher rahim yang tidak maju setelah diberikan obat. Ketika lahir pasien
langsung menangis, tidak biru, namun ditempatkan di incubator terlebih dahulu. Berat
lahir pasien 3000 gram. Orangtua tidak mengingat panjang badan pasien.
Pasien telah diimunisasi lengkap di Puskesmas sesuai program yang diberikan pada
ibu pasien. Pasien memiliki perkembangan yang setara dengan anak anak seusianya,
lincah dan aktif, saat ini sudah mampu berbicara dengan lancar dan tidak ada keluhan
terkait masalah kesehatan fisik dan mental.
Pasien pernah dirawat selama 3 hari di rumah sakit karena diare. Riwayat penyakit
campak, cacar, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit kuning, luka sukar sembuh
disangkal.
Sepupu dari ibu pasien diketahui juga memiliki kelainan tidak memiliki anus sejak lahir,
telah dioperasi dan saat ini tidak ada keluhan. Riwayat alergi, asma, luka sukar sembuh,
penyakit jantung, penyakit kuning disangkal
3
Tekanan darah : 95/55 mmHg
Suhu : 36oC
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, tampak stoma kesan vital, produksi feses positif.
Perkus : timpani
Ekstremitas : Akral hangat, Crt <2 detik, tidak ada edema, tidak tampak deformitas
4
Status Generalis (21/01/2013) post operasi
Suhu : 36,8oC
Abdomen
Perkusi : timpani
Anus : Tampak luka dan jahitan pada anus, tidak tampak perdarahan atau
pus pada luka dan sekitarnya. Tidak ada keluhan nyeri pada luka.
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik,tidak ada edema, tidak tampak deformitas
5
1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (21/01/2014)
Hematokrit 30,2 33 – 43 %
MCV 76,5 76 – 90 fL
MCH 25,1 25 – 31 pg
APTT 40,4(32,6) 31 – 47 s
6
Foto Abdomen (4 Januari 2014)
Pada foto BNO, tidak tampak usus-usus yang distensi. Dimasukkan kontras water soluble
non ionic (Ultravist) dicampur dengan NaCl 0,9% dengan perbandingan 1:1 melalui stoma.
Kontras tampak mengisi kolon desenden, kolon sigmoid hingga rectum proksimal. Kaliber
kolon desenden, sigmoid
tidak dilatasi. Tampak
dilatasi rectum, dinding
regular dengan ujung distal
rectum mendatar, dan tidak
tampak aliran kontrak keluar
melalui anus.
Tidak tampak filling defect maupun additional shadow, tidak tampak fistula.
Kesimpulan: Dilatasi rectum, atresia ani letak tinggi dengan jJarak dari anal dimple ke dasar
rectum yang terisi kontras +/- 3,78cm, tidak tampak fistula.
7
1.5 Laporan operasi
3. Dilakukan insisi kulit di perineum dari tepi bawah os coccyx sampai ke posisi bakal
anus. Insisi diperdalam sampai subkutan
6. Diidentifikasi rectum
11. Dilakukan pembuatan perineal body dengan menjahit tepi anterior muscle complex
1. Atresia ani dengan fistul rektouretra on kolostomi post PSARP hari pertama
1.8 TATALAKSANA
8
1.9 PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
2.2 Atresia Ani
Atresia ani yang dikenal dengan istilah imperforasi ani merupakan kelainan
kongenital dimana tidak terbentuk anus secara sempurna dengan atau tanpa fistula.3,4 Insidens
kelainan ini didapatkan pada 1 dari 5000 kelahiran hidup.3,4, Atresia ani diklasifikasikan
secara khusus untuk laki laki dan perempuan berdasarkan ada tidaknya fistula, letak fistula,
kelainan rectum. Pada laki laki, insidens tertinggi yang didapatkan adalah atresia ani dengan
fistula rektouretra sementara pada perempuan paling banyak didapatkan atresia ani dengan
fistula rektovestibular. Klasifikasi secara lengkap yakni sebagai berikut3
Dalam pemeriksaan klinis yang dilakukan, diperlukan deteksi dini pada atresia ani
sejak bayi lahir.4 Pemeriksaan yang penting adalah inspeksi menyeluruh pada regio ani dan
perineum.4 Pemeriksaan ada tidaknya mekonium yang keluar bik dari lubang anus atau dari
struktur lainnya diberi batas waktu 24 jam untuk diobservasi karena ekspulsi mekonium
memerlukan tekanan intraabdomen yang cukup tinggi untuk bisa melewati fistula.4
2.3 Diagnosis
11
mengeluarkan mekonium, dan pengeluaran mekonium melalui fistel akan menjadi tanda
mengenai keberadaan dan lokasi fistel.4
12
Gambar 5 Teknik melakukan foto polos cross-table lateral (A) posisi knee-chest memungkinkan terjadinya
perpindahan udara ke rektum, dan (B) udara terlihat dan dinilai posisinya terhadap os coccyx dan anal dimple.
Pemeriksaan foto polos cross-table lateral dilakukan pada pasien dengan malforasi
anorektal tanpa fistel dan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan, dengan cara yang
digambarkan pada gambar 3.1. Tatalaksana lanjutan pada pasien neonatus perempuan dengan
malforasi anorektal tanpa fistel sama dengan pasien neonatus laki-laki; apabila ada keadaan
penyulit yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anorektoplasti pada neonatus, kolostomi
dapat dilakukan terlebih dahulu dan terapi definitif dilakukan beberapa bulan setelahnya.
13
2.4 Tatalaksana
Kolostomi
Gambar 7. Kolostomi yang ideal pada neonatus dengan malformasi anorektal letak tinggi.
Hingga saat ini kolostomi yang dianggap ideal dalam tatalaksana malformasi
anorektal adalah divided descending colostomy.4 Hal ini disebabkan karena kolostomi ini
memungkinkan terjadinya dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal non-fungsional
yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through pada tahap terapi definitif.4
Kolostomi pada kolon desendan atau sigmoid juga dianggap lebih menguntungkan dibanding
dengan kolostomi transversal, karena proses pembersihan kolon distal pada proses kolostomi
menjadi lebih mudah. Pada pasien dengan fistel rektouretra, seringkali urin mengalami arus
balik dan masuk ke dalam kolon. Kolostomi pada lokasi yang lebih proksimal membuat
waktu transit urin dalam kolon menjadi lebih lama dan memungkinkan terjadinya absorbsi
dari urin, menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.4 Loop colostomy memungkinkan
masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan dapat menyebabkan terjadinya infeksi,
dilatasi rektal, dan impaksi feses. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah kolostomi pada
rektosigmoid bagian bawah - proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu pendek dan
sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.4
14
Gambar 8. Kolostomi pada bagian bawah rektosigmoid. Segmen distal menjadi terlalu pendek dan
menghambat mobilisasi rektum pada proses terapi definitif.
Sebanyak 90% malformasi anorektal pada neonatus laki-laki dapat diperbaiki dengan
melakukan PSARP tanpa membuka rongga abdomen, meski tatalaksana pada setiap kasus
memiliki perbedaan tergantung pada variasi anatomis pasien.4 Dilatasi pada rektum
umumnya lebih jarang terjadi apabila operasi dilakukan pada usia dini dan dilakukan
kolostomi yang adekuat. Pada pasien dengan kolostomi, PSARP dilakukan setelah
pemeriksaan distal kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari fistel dan rektum -
melakukan proses ini tanpa kolostogram meningkatkan risiko terjadinya kerusakan pada
vesika seminalis, prostat, uretra dan inervasi kandung kemih.4
Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel rektovesika melibatkan
seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang
diseksi dimulai pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian dilanjutkan ke arah
distal. Bidang diseksi harus tetap berada di dinding rektum hingga mencapai kandung
kemih.4 Bidang komunis dari kandung kemih dan rektum kemudian dibebaskan dan bagian
fistel pada kandung kemih diligasi atau dijahit.4 Pembuluh darah yang meperdarahi rektum
distal kemudian dibebaskan sehingga segmen rektum yang terbebas cukup panjang untuk
kemudian dilakukan penarikan hingga ke daerah perineum. Pembuatan kolostomi yang
terlalu distal dapat menghambat proses mobilisasi rektum pada tahap ini. Saat rektum telah
dibebaskan, kanula dengan trokar tumpu dilewatkan melalui perineum, anterior dari os
coccyx. Rektum distal kemudian ditahan dan diposisikan sedemikian rupa di tengah sfinkter.
Fiksasi dilakukan dengan penjahitan di empat kuadran, dengan tiga jahitan tambahan di
antara setiap dua jahitan. 4
15
Gambar 9. Bidang diseksi pada PSARP (kiri), proses penjahitan pada anoplasti (kanan, A) dan penjahitan
subkutikuler (kanan, B).
16
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis mengalami atresia ani atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisi dan
pemeriksaan penunjang yang menunjukkan sebagai berikut.
Pasien merupakan anak lelaki, saat ini berusia 4 tahun. Sejak lahir, diketahui tidak
buang air besar melalui anus, dan diidentifikasi oleh dokter yang merawat bahwa pasien tidak
memiliki anus. Dengan demikian, pasien mengalami kelainan congenital yang terkait dengan
perkembangan pada hindgut selama embriogenesis yakni tidak terbentuknya anus. Faktor
risiko yang dapat diidentifikasi adalah usia orangtua pasien. Ibu pasien saat mengandung
berusia 38 tahun, dan ayah pasien berusia 58 tahun. Usia ibu terutama, di atas 35 tahun
diketahui memiliki risiko tinggi dalam kehamilan baik pada proses kehamilan sampai
melahirkan maupun perkembangan janin yang dikandung. .
Dari anamnesis, diketahui bahwa sebelum dilakukan pembuatan stoma, orangtua tidak
pernah mengamati bahwa terjadi pengeluaran feses/mekonium dari ostium uretra eksternum
atau bagian kulit perineum secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian
dipikirkan bahwa kelainan yang terjadi pada pasien yakni atresia ani tanpa fistula. Pasien
telah menjalani operasi sejak usia 6 hari, dan dilakukan kolostomi. Stoma yang dipasang pada
pasien berfungsi dengan baik dan tidak pernah dikeluhkan adanya komplikasi. Pasien juga
menjalani tumbuh kembang yang setara dengan teman teman seusianya. Tidak didapatkan
adanya kelainan bawaan lainnya pada pasien .
Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien secara umum dalam keadaan baik pada saat
masuk rumah sakit. Pasien terpasang stoma yang berfungsi dengan baik. Kondisi gizi pasien
menurut kurva CDC dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen dan distal lopografi
menyimpulkan bahwa pasien mengalami atresia ani tanpa fistula letak tinggi,terpasang
kolostomi pada kolon transversum dan terjadi dilatasi pada rectum dengan ujung distal
rectum mendatar. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mendukung
diagnosis atresia ani tanpa fistula letak tinggi, dengan kolostomi pada kolon transversum dan
dilatasi rectum bagian distal.
17
Namun, pada saat dilakukan operasi diketahui bahwa terdapat fistula rektouretra pada
pasien, dan telah ditutup melalui penjahitan pada proksimal fistula. Fistula ini dipikirkan
telah terjadi sejak pasien lahir, namun tidak bermanifestasi klinis atau diidentifikasi melalui
lopografi karena sangat kecil dan kemungkinan kolaps. Dengan demikian diagnosis pada
pasien post bedah berubah menjadi atresia ani dengan fistula rektouretra.
3.2 Penatalaksanaan
Pasien baru diketahui tidak memiliki anus setelah tiga hari kelahiran. Meski
tatalaksana kolostomi dapat dilakukan dalam usia dini, seharusnya identifikasi malformasi
dapat dilakukan segera setelah kelahiran. Kolostomi yang dilakukan pada pasien pada usia 6
hari adalah transverse loop colostomy, yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
divided descendant colostomy, namun memiliki beberapa kekurangan. Kolostomi transversal
menyebabkan segmen distal lebih sulit untuk dibersihkan pada operasi dibandingkan pada
kolostomi desenden. Loop colostomy juga memungkinkan feses dari segmen proksimal stoma
untuk masuk ke dalam segmen distal, dan hal ini menyebabkan terjadinya distensi segmen
distal akibat adanya impaksi fekal. Distensi segmen distal yang berlebihan dan
berkepanjangan dapat menyebabkan hipomotilitas yang ireversibel dan menyebabkan
komplikasi.
Diagnosis pre-operatif pada pasien adalah atresia ani letak tinggi tanpa fistel, dan
kesalahan diagnosis ini dapat terjadi karena fistel terlalu sempit dan tidak fungsional
sehingga tidak terdeteksi bahkan oleh distal kolostografi. Meski demikian tatalaksana
kolostomi pada pasien ini sudah sesuai. Pendekatan PSARP pada pasien ini juga telah sesuai
dan deteksi adanya fistel rekto-vesika pada operasi juga ditatalaksana dengan ligasi fistel.
Tatalaksana post-operatif dari pasien ini termasuk pencegahan infeksi dan nyeri, serta terapi
cairan. Secara keseluruhan tatalaksana bedah pada pasien ini sudah tepat.
3.3 Prognosis
Saat ini kondisi umum pasien dalam keadaan baik, dan tidak ada kondisi akut yang
mengancam nyawa atau berpotensi memperburuk keadaan umum pasien sewaktu waktu.
Demikian juga dengan kelainan yang dialami pasien saat ini dalam proses tatalaksana tanpa
ada komplikasi sampai hari perawatan pertama. Dengan demikian prognosis pasien ini secara
umum baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 11th ed. Lippincott Williams and
Wilkins Inc. 2011. p.302-16
2. The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing Human. 9 th ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013.
3. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In .Grosfeld JL,O’Neill JA, Fonkalsrud
EW, Coran AG. Pediatric Surgery.6th ed. Mosby Elsevier Inc. 2006. p1566-73
4. Pena A, Levitt MA. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In Holcomb GW,
Murphy JP. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th ed. Elsevier Inc. 2010. p468-84
19