KELOMPOK B9:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak napas sejak
1 tahun yang lalu dan bertambah berat sejak 1 minggu terakhir. Sesak napas dirasakan
timbul saat aktifitas ringan dan saat berbaring. Pasien sering terbangun tiba-tiba saat tidur
malam hari karena sesak napas dan akan membaik bila posisi duduk. Dua bulan yang lalu
pasien pernah dirawat di rumah sakit karena menderita sakit serupa. Kemudian setelah
diberi obat-obatan dan istirahat di rumah sakit, keadaanya membaik.
Pada pemeriksaan fisik diapatkan: tekanan darah 180/100 mmHg, denyut nandi
110x/menit, teratur, frekuensi napas 28x/ menit, suhu badan 36,5 oC saturasu oksigen 98%,
dan JVP meningkat. Inspeksi menunjukan dinding dada simetris, ictus cordis bergeser ke
lateral bawah. Palpasi : ictus cordis di SIC VI, 2 cm lateral linea medioclavicularis sinistra.
Perkusi : batas jantung kiri di SIC VI, 2 cm lateral line medioclavicularis sinistra, batas
jantung kanan di line parasternalis dextra. Auskultasi : bunyi jantung 1 dan bunyi jantung
II normal, terdapat irama gallop S3 dan S4. Pada pemeriksaan paru didapatkan suara dasar
ventrikel normal disertai ronki basah halus kedua basal lapang paru. Pemeriksaan abdomen
didapatkan hepatomegaly dan ascites. Kedua tungkai oedema.
Pemeriksaan laboratorium kadar Hb 14 gr/dl serum ureum 65, serm kreatinin 1.0.
pada pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus dengan left axis deviation (LAD) dan left
ventricular hypertrophy (LVH). FOto rontgen thorax posisi posteroanterior tampak
kardiomegali dengan CTR 0.60, apex bergeser ke lateral bawah dan vaskularisasi paru
meningkat.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario
1. Ronky basah halus : suara seperti gesekan rambut
2. Gallop : suara tambahan jantung S3 dan S4 seperti derap kuda
1. Sesak napas, etiologinya karena pulmo dan ekstra pulmo. Pengaruh kardio dengan sesak
napas : dari vena pulmonalis – penumpukan cairan – volume overload – tekanan tidak
seimbang, penumpukan cairan akan mempengaruhi alveolus – O2 tidak cukup – sesak
napas.
Aktivitas : O2 butuh banyak – alveolus banjir – merupakan kompensasi sesak napas
Berbaring : Tekanan darah naik – alveolus banjir – kompensasi sesak napas
3. Frekuensi paru naik jika – tubuh beraktifitas (membutuhkan lebih banyak O2 ) – saat kerja
jantung naik tubuh akan membutuhkan lebih banyak O2 sebagai suplai jantung untuk
bekerja
4. Kadar normal ureum : 6-20 mg/dl, kadar ureum pasien meningkat
Uremia ( bisa karena gagal jantung, renal, dan kreatinin meningkat – ureum maningkat)
5. Apex geser : hipertrofi LV ( kelistrikan naik, aksis semakin ke kiri) -30 s.d. 90
LAD : -30 s.d. -90
QRS : di lead 1 (+) di lead 2,3 aVF
7. Dibuat 4 garis :
1. Garis M (tengah collumna vertebrae thoracalis)
2. Garis A ( garis M ditarik ke kanan s.d. batas jantung terjauh)
3. Garis B (Garis M ditarik ke kiri s.d. batas jantung terjauh)
4. Garis C (garis transversal dari dinding thorak ke kiri)
CTR = (A+B)/C x 100 % normal (<0.5) kardiomegali (>0.5)
Proten : dicek karena karena protein dan sel permukaan ginjal tolak
menolak
Kalo hipertensi : protein banyak terbuang dalam urin – serum menurun –
ascites (banyak cairan onkotik keluar)
Kadar normal creatinine : 0,8 – 1,1
Pemeriksaan Penunjang
Tatalaksana
Etiologi CHF
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung akibat menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
6) Faktorsistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Patofisiologi CHF
Gagal jantung disebabkan oleh disfungsi ventrikel sistolik dan atau diastolik. Disfungsi
sistolik karena bengkak idiopati atau kardiomiopati iskemia biasanya ditandai dengan
membesar dan meluasnya ruang ventrikel. Disfungsi diastolik terjadi karena hipertensi
yang berlangsung lama, penyakit stenosis katup, atau kardiomiopati hipertropi primer,
yang umumnya menyebabkan dinding ventrikel menebal, komplians (kualitas penyesuaian
terhadap tekanan atau gaya) dinding ventrikel yang buruk disertai volume ventrikel yang
kecil.
Fungsi sistolik jantung ditentukan oleh 4 determinan utama: keadaan kontraktilitas
miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolik dan resultan panjang serabut
ventrikel sebelum mulai kontraksi), afterload ke arah ventrikel (impedansi terhadap ejeksi
ventrikel kiri) dan frekuensi denyut jantung. Manifestasi gagal jantung dapat juga sebagai
akibat dari disfungsi diastolik jantung terisolasi atau predominan. Pengisian ventrikel kiri
atau kanan tidak seimbang karena ruangan jantung tidak lentur (noncompliant = kaku)
akibat hipertrofi berat atau perubahan komposisi miokardium
Gagal jantung kongestif adalah suatu sindroma dengan penyebab ganda (multiple) yang
diduga melibatkan ventrikel kanan, ventrikel kiri, atau keduanya. Curah jantung pada
gagal jantung kongestif biasanya di bawah rentang keadaan normal. Gangguan fungsi
ventrikel tersebut diduga terutama sistolik (yaitu, pembentukan kekuatan untuk
mendorong darah ke luar secara normal tidak memadai) atau diastolik (yaitu, relaksasi
untuk pengisian secara normal atau tidak memadai). Gangguan sistolik, dengan penurunan
curah jantung dan secara bermakna terjadi penurunan fraksi ejeksi (kurang dari 45%),
adalah tipikal dari gagal akut, terutama yang dihasilkan dari infarktus miokardium.
Gangguan diastolik sering terjadi sebagai akibat hipertropi dan kekuatan miokardium, dan
walaupun curah jantung menurun, fraksi ejeksi dapat normal.
Penatalaksanaan CHF
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkankekuatandanefisiensikontraksijantungdenganbahan- bahan
farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat.
Terapi Farmakologi
1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume berlebihan
seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya
menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan
juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
2) Antagonisaldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
3) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4) Glikosidadigitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume
distribusi.
5) Vasodilator(Captopril,isosorbitdinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
6) InhibitorACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi aldosteron
sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga menurunkan
retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan curah jantung.
Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet
rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis,
menghindari rokok, olahraga teratur.
Tata laksana
Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi memerlukan evaluasi dan tata laksana
yang bertahap. Pemberian diuretik dianggap tidak mampu mengurangi mortalitas
penyakit, namun diyakini dapat meredakan gejala, terutama gejala-gejala yang terkait
dengan volume darah berlebih.
Pemberian ACE inhibitor dan Angiotensis Receptor Blocker juga dapat
dikombinasikan dengan diuretik, apabila terdapat gejala hipervolemik.
Penambahan variasi obat berupa Beta Blockers dapat menurunkan mortalitas dari gagal
jantung, dan dapat meningkatkan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Beta Blocker harus
ditambahkan sebelum tata laksana ACE Inhibitor dan Angiotensin Receptor Blocker
diberikan.
Aldosteron antagonist juga dapat ditambahkan kepada pasien gagal jantung yang
memiliki kadar serum kreatinin dibawah 2.5 mg/dL, dan dapat meningkatkan prognosis
pasien serta menurunkan mortalitas penyakit gagal jantung.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari kasus pada tutorial 4.3 :
Diagnosis utama dari kasus tersebut menurut kelompok kami adalah gagal jantung kongesti.
Hubungan kasus dengan diagnosis utama adalah Pasien dalam skenario ini mengalami sesak
nafas sejak 1 tahun yang lalu dan bertambah berat sejak 1 minggu terakhir. Sesak napas dapat
dirasakan timbul saat aktivitas ringan dan saat berbaring. Pasien sering terbangun tiba-tiba
saat tidur malam hari karena sesak napas dan akan membaik bila posisi duduk. Terbangun
saat tidur malam hari akibat sesak napas ini disebut dengan Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
(PND). Sehingga pada pasien ini sesak dapat masuk ke dalam salah satu kriteria minor
Framingham pada penyakit gagal jantung yaitu dyspnea.
Sedangkan gagal jantung kongesti dapat menimbulkan berbagai gejala klinis salah satunya
dipsnea.
Sumber :
Dianiati Kusumosutoyo. 2009. Patofisiologi Sesak Napas. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Khoiriah, Fabbela, Dian Isti Anggraini. 2017. Congestive Heart Failure NYHA IV et
causa Penyakit Jantung Rematik dengan Hipertensi Grade II dan Gizi Kurang. Lampung
: Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Majority Volume 6 Nomor 3 : 102
Fachrunnisa, Sofiana Nurchayati, Arneliwati. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kualitas Tidur pada Pasien Congestive Heart Failure. Riau : Universitas Riau
JOM Vol 2 No 2 : 1094
Hapsari, Paramita. 2010. Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di
Instalasi Rawat Jalan Rsud Dr. Moewardi Surakarta Periode Tahun 2008. Surakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4347206/
Rampengan S.H. 2013. Penanganan Gagal Jantung Diastolik. Jurnal Biomedik.
Universitas Sam Ratulangi.