Anda di halaman 1dari 2

Konglomerasi Media Global

Di era globalisasi ini, media massa memiliki peran signifikan yang tak terelakkan dalam
segala bidang kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Dalam bidang
ekonomi misalnya, perusahaan transnasional tidak akan pernah merasakan kesuksesan global
yang tengah mereka nikmati saat ini apabila tidak menyadari dan memanfaatkan kekuatan
media massa. Entah itu dalam periklanan, informasi pemasaran, atau “membentuk”
masyarakat lokal supaya menerima produk-produk mereka yang pada mulanya tentu
dianggap asing dan aneh. Dalam bidang politik, tidak bisa dipungkiri bahwa media massa
tidak hanya berfungsi sebagai “channel” yang memediasi komunikasi dan kepentingan
pemerintah, warga negara, kelompok kepentingan, kelompok penekan, serta pengusaha. Akan
tetapi juga berfungsi sebagai “message” itu sendiri. Media massa mampu memainkan peran
politik dan mempengaruhi kondisi perpolitikan baik di tingkat lokal, domestik, regional,
maupun global.“The medium is the message” (Marshal McLuhan). Dalam bidang sosial-
budaya, seperti apa kuatnya peran media dapat kita ketahui dalam jawaban atas pertanyaan,
“Siapa yang mengenalkan kita, masyarakat Indonesia, dengan musik rock, burger dan
sphagetti, fashion ala barat, atau perayaan hari ulang tahun dengan kuetart?”. Ya, seperti
itulah media memegang peranan signifikan di era globalisasi. Di sebuah era yang
menempatkan informasi dan komunikasi pada posisi yang demikian vital yang belum pernah
terjadi pada era-era sebelumnya.
Selain peranan dan fungsi “ideologis” di atas, media massa juga merupakan sebuah lahan
bisnis yang sangat menjanjikan. Beramai-ramai orang mencari peruntungan dalam bisnis ini.
Hingga pada saat ini, fenomena yang terjadi adalah adanya konglomerasi media, baik di
tingkat domestik maupun global. Tentunya kita mengenal seorang konglomerat media global,
Rupert Murdoch, yang menempati rangking 122 orang terkaya dunia (7,6 milyar U$ dollar)
sekaligus menempati posisi ke-13 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah Forbes
tahun 2011. Murdoch memiliki berbagai jenis usaha media seperti majalah News of the
World(Inggris), harian the Sun (Inggris), televisi satelit Sky Television(Inggris), harian e-
newspaper The Daily (AS), harian San Antonio Express News (AS), harian New York
Post (AS), studio film 20th Century Fox (AS), stasiun TV FOX Broadcasting Company (AS),
TV satelit StarTV (Hongkong), serta memiliki saham sekitar 20% diAnTV (Indonesia). Di
Indonesia, Harry Tanoesoedibyo juga terkenal dengan bisnis medianya yang disebut MNC
Group yang meliputi stasiun televisi FTA RCTI, MNC TV, Global TV, televisi
berlangganan Indovision, harian Seputar Indonesia, situs beritaokezone.com,
majalah Trust, Highend, Highend Teen, dan Just for Kids, tabloid Genie, Mom & Kiddie,
dan Realita, serta stasiun radio Trijaya Network, ARH Global, dan Radio Dangdut Indonesia
(RDI).
Konglomerasi media pada dasarnya merupakan usaha pemilik media untuk menerapkan
sistem konvergensi media. Dimana sebuah perusahaan media tidak hanya mengandalkan satu
channel, satu platform, ataupun satu jenis content saja. Karena bagaimanapun juga, untuk
meraih audiens yang maksimum dibutuhkan kesadaran media untuk menyajikan konten-
konten yang multi-channel, multi-platform, serta multi-media. Sebuah perusahaan media
tidak akan mampu bertahan selamanya dengan hanya mengandalkan penerbitan satu jenis
media massa saja, baik itu koran, televisi, maupun media lainnya. Sebagai contoh,Kompas
Gramedia Group tidak akan bisa mempertahankan atau meningkatkan jumlah khalayaknya
apabila tidak segera meriliskompas.com, kompas e-newspaper, atau content provider
KompasTV.
Pada satu sisi, konglomerasi media ini menguntungkan konsumen karena dapat menikmati
konten media yang lebih beragam dalam hal channel maupun platform. Konsumen dapat
menikmati konten yang disajikan Kompas Gramedia Group dalam bentuk kertas maupun
diakses melalui tablet PC. Akan tetapi di sisi lain, dikhawatirkan konglomerasi media akan
mencapai satu titik dimana unsur diversity atau keberagaman konten media yang tersebar di
hadapan khalayak menjadi tidak ada. Hal ini dapat dimengerti karena dengan kepemilikan
tunggal atas beberapa media massa akan menyebabkan konten dan nilai-nilai yang dibungkus
oleh konten dalam berbagai media menjadi seragam. Sebagai contoh, tayangan berita yang
disajikan oleh stasiun TV FOX tentunya memiliki kesamaan dengan pemberitaan serupa yang
ditayangkanStarTV atau ditampilkan oleh harian the Daily.
Robert McChesney, penulis buku “Rich Media, Poor Democracy”,menyatakan bahwa
konglomerasi media, yang selanjutnya dapat menyebabkan monopoli media, akan merugikan
demokrasi karena warga negara tidak memiliki banyak pilihan/perspektif atas suatu wacana
atau berita. Ketika media dimonopoli, pesan yang disampaikan oleh media-media yang
pemiliknya tunggal akan menampilkan konten tersebut dalam kemasan ideologis dan
kepentingan yang sama. Dengan demikian, demokrasi akan terganggu oleh monopoli public
opinion dan agenda setting.
Selain itu, konglomerasi media juga membuat kompetisi untuk terjun di dunia media menjadi
lebih sulit. “Pendatang baru” yang tidak memiliki modal yang besar tentu akan berpikir
seribu kali untuk memasuki dunia media yang telah termonopoli. Hambatan ini menyebabkan
bisnis media massa tidak akan berkembang karena dikuasai secara tunggal dan celah untuk
memasukinya tertutup. Hal ini selanjutnya juga akan merugikan publik karena para
“pendatang baru”, yang boleh jadi memiliki visi media yang lebih baik dari “sang
konglomerat”, mundur sebelum bertarung. Dengan demikian, diversity konten media menjadi
susah terwujud.

Anda mungkin juga menyukai