Ga Ett
Ga Ett
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. 1
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan
ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan
dari pasien. 1
Tujuan anestesi umum adalah hipnotik, analgesik, relaksasi dan stabilisasi otonom.
e. Hambatan persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk
tindakan operasi.
f. Memberikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tidak menimbulkan ESO yang
berlangsung lama.
Kontraindikasi mutlak dilakukan anestesi umum yaitu dekompresi kordis derajat III – IV,
AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P). Kontraindikasi Relatif berupa
hipertensi berat/tak terkontrol (diastolik >110), DM tak terkontrol, infeksi akut, sepsis,
GNA. Tergantung pada efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan. Pada
pasien dengan gangguan hepar, harus dihindarkan pemakaian obat yang bersifat
hepatotoksik. Pada pasien dengan gangguan jantung, obat – obatan yang mendepresi
miokard atau menurunkan aliran koroner harus dihindari atau dosisnya diturunkan.
Pasien dengan gangguan ginjal, obat – obatan yang diekskresikan melalui ginjal harus
diperhatikan. Pada paru, hindarkan obat yang memicu sekresi paru, sedangkan pada
bagian endokrin hindari obat yang meningkatkan kadar gula darah, obat yang
merangsang susunan saraf simpatis pada penyakit diabetes basedow karena dapat
menyebabkan peningkatan kadar gula darah. Sedangkan komplikasi kadang – kadang
tidak terduga walaupun tindakan anestesi telah dilakukan dengan sebaik – baiknya.
Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anestesi ataupun kondisi pasien sendiri.
Komplikasi dapat timbul pada waktu pembedahan ataupun setelah pembedahan.
Komplikasi kardiovaskular berupa hipotensi dimana tekanan sistolik kurang dari 70
mmHg atau turun 25 % dari sebelumnya, hipertensi dimana terjadi peningkatan tekanan
darah pada periode induksi dan pemulihan anestesi. Komplikasi ini dapat membahayakan
khususnya pada penyakit jantung karena jantung bekerja keras dengan kebutuhan –
kebutuhan miokard yang meningkat yang dapat menyebabkan iskemik atau infark apabila
tidak tercukupi kebutuhannya. Komplikasi lain berupa gelisah setelah anestesi, tidak
sadar , hipersensitifitas ataupun adanya peningkatan suhu tubuh. 1
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan status
anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA). 1
ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit
bedah maupun penyakit lain. Contohnya : pasien batu ureter dengan hipertensi sedang
terkontrol, atau pasien appendisitis akut dengan lekositosis dan febris.
ASA III : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena
berbagai penyebab. Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau
pasien ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.
ASA IV : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya. Contohnya : Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.
ASA V : Pasien tak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.
Contohnya : pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik karena ruptur
hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE 5
Pengosongan lambung untuk anestesia penting untuk mencegah aspirasi lambung karena
regurgutasi atau muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung dilakukan
dengan puasa : anak dan dewasa 4 – 6 jam, bayi 3 – 4 jam. Pada pembedahan darurat
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan memasang pipa nasogastrik atau dengan
cara lain yaitu menetralkan asam lambung dengan memberikan antasida (magnesium
trisilikat) atau antagonis reseptor H2 (ranitidin). Kandung kemih juga harus dalam
keadaan kosong sehingga boleh perlu dipasang kateter. Sebelum pasien masuk dalam
kamar bedah, periksa ulang apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan
secara tertulis (informed concent). 1
Premedikasi sendiri ialah pemberian obat ½ - 1 jam sebelum induksi anestesia dengan
tujuan melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, menghilangkan rasa
khawatir,membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah, menekan
refleks yang tidak diharapkan, mengurasi sekresi saliva dan saluran napas.
Obat – obat premedikasi yang bisa diberikan antara lain : 1
Gol. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah, antimual dan muntah,
melemaskan tonus otot polos organ – organ dan menurunkan spasme gastrointestinal.
Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah 10 – 15 menit.
Gol. Transquilizer
Diazepam (Valium). Merupakan golongan benzodiazepine. Pemberian dosis rendah
bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2 mg/kgBB
IM
Obat obat anestesi umum bisa diberikan melalui parenteral (Intravena, Intramuscular),
perektal (melalui anus) biasanya digunakan pada bayi atau anak-anak dalam bentuk
suppositoria, tablet, semprotan yang dimasukan ke anus. Perinhalasi melalui isapan,
pasien disuruh tarik nafas dalam kemudian berikan anestesi perinhalasi secara perlahan.
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesia
sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4
sampai henti napas dan henti jantung. 1
Stadium I
Stadium I (St. Analgesia/ St. Disorientasi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik
sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan
terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti
pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini
berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek refleks
tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
Stadium II (St. Eksitasi; St. Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan
pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+), pergerakan bola
mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan hilangnya
reflekss menelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya
pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnya
reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan
mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikuti
kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak
mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.
Refleks pupil
Pada keadaan teranestesi maka refleks pupil akan miosis apabila anestesinya dangkal,
midriasis ringan menandakan anestesi reaksinya cukup dan baik/ stadium yang paling
baik untuk dilakukan pembedahan, midriasis maksimal menandakan pasien mati.
Refleks bulu mata
Refleks bulu mata sudah disinggung tadi di bagian stadium anestesi. Apabila saat dicek
refleks bulu mata (-) maka pasien tersebut sudah pada stadium 1.
Refleks cahaya
Untuk refleks cahaya yang kita lihat adalah pupilnya, ada / tidak respon saat kita beri
rangsangan cahaya.
Indikasi :
Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)
Keadaan umum baik (ASA I – II)
Lambung harus kosong
Prosedur :
Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik
Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)
Premedikasi + / - sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non
opioid, dll
Induksi
Pemeliharaan
Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
kedalam trakea via oral atau nasal.
Indikasi ; operasi lama, sulit mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan
kepala)
Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi
singkat)
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
3. Pemeliharaan
Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati.
Jenis obat anestesi umum diberikan dalam bentuk suntikan intravena atau inhalasi. 3
1. Anestesi intravena
Penggunaan :-
Untuk induksi
Sedasi
Cara pemberian :
Diteteskan perinfus
c. Ketamin
Ketamin adalah suatu rapid acting nonbarbiturat general anaesthetic. Indikasi pemakaian
ketamin adalah prosedur dengan pengendalian jalan napas yang sulit, prosedur diagnosis,
tindakan ortopedi, pasien resiko tinggi dan asma. Dosis pemakaian ketamin untuk bolus
1- 2 mg/kgBB dan pada pemberian IM 3 – 10 mg/kgBB.
d. Thiopentone Sodium
Merupakan bubuk kuning yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan
2,5%atau 5%. Indikasi pemberian thiopental adalah induksi anestesi umum, operasi
singkat, sedasi anestesi regional, dan untuk mengatasi kejang. Keuntungannya :induksi
mudah, cepat, tidak ada iritasi mukosa jalan napas. Dosis 5 mg/kg IV, hamil 3 mg/kg IV.
2. Anestetik inhalasi
a. N2O
Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan
lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan
tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N 2O mempunyai
efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek
15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum ± 35% .
gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N 2O pada waktu kontraksi
uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2
pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O
digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan
dan pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam
kombinasi dengan zat lain.
b. Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga,
baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan,
sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan
alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesik halotan lemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga
mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi
adalah 0,76% volume.
c. Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan
efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi
kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan
batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan
lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. Isofluran merelaksasi otot
sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak
menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan
takikardiadihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik
(8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih
dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi
yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian
enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC
(minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intrakranial.
d. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai untuk induksi
inhalasi.
IX. SKOR PEMULIHAN PASCA ANESTESI
A. Aldrete Score
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Sirkulasi
Kesadaran
Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Tidak bergerak 0
Pernafasan
Batuk, menangis 2
Perlu bantuan 0
Kesadaran
Menangis 2
Tidak bereaksi 0