Anda di halaman 1dari 12

3.4.

Penentuan Laju Produksi

Penentuan laju produksi dari suatu sumur merupakan pekerjaan yang


penting untuk memperoleh perolehan minyak yang sebesar-besarnya. Laju
produksi yang terlalu besar akan mengurangi efesiensi perolehan minyak serta
dapat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan dengan cepat, sehingga akan
mengakibatkan gas yang berasal dari larutan minyak ikut berproduksi secara
cepat. Disamping itu kemungkinan akan terbentuknya water conning dan gas
conning lebih besar yang selanjutnya mengakibatkan fingering.
Untuk dapat memproduksikan minyak dengan hasil perolehan yang
maksimum (ultimate recovery), maka perlu dilakukan penentuan laju produksi.
Besarnya laju produksi untuk memperoleh ultimate recovery disebut laju produksi
optimum. Laju produksi dipengaruhi oleh mekanisme pendorong reservoir,
produktivitas produksi, sifat lithologi batuan, spasi sumur, dan tingkat
heterogenitas reservoir.

3.4.1. Pengertian Laju Produksi


Laju produksi merupakan aliran fluida dari reservoir ke lubang sumur yang
terjadi karena adanya perbedaan tekanan di dalam reservoir dengan tekanan di
dalam sumur, dimana tekanan di dalam reservoir lebih besar dari tekanan yang
ada dalam lubang sumur.
Karena fluida reservoir yang mengalir dari reservoir ke dalam lubang
sumur melalui suatu media berpori, maka jumlah debitnya selain tergantung
kepada perbedaan tekanan juga tergantung kepada karakteristik fluida yang
mengalir dan media yang dilaluinya. Karakteristik fluida yang berpengaruh secara
langsung adalah viskositas fluida dan faktor volume formasi, sedangkan
karakteristik batuan yang berpengaruh langsung adalah permeabilitasnya.

3.4.1.1. Laju Produksi Minyak


Persamaan laju produksi fluida dari reservoir ke dalam lubang sumur
produksi pertama kali dikembangkan oleh Henry Darcy, yang pada mulanya
melakukan percobaan dengan cara mengalirkan suatu fluida melalui media berpori
di bawah tekanan tertentu.
Anggapan-anggapan yang dikemukakan oleh Darcy adalah :
1. Aliran mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir adalah satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horisontal.
6. Fluida incompressible.
Dari persamaan darcy kemudian dikembangkan penggunaannya untuk fluida yang
kompressibel, aliran pseudo steady state, dan kondisi aliran miring.
Berdasarkan persamaan darcy didapat beberapa persamaan untuk
penentuan laju pengurasan yang mana kondisi persamaan-persamaan tersebut
tergantung kepada bentuk geometri aliran dari fluida yang bersangkutan.
Apabila fluida yang mengalir dari reservoir ke dalam lubang bor adalah
minyak, maka kondisi-kondisi yang mempengaruhi terhadap laju pengurasan
minyak tersebut adalah perbedaan tekanan di reservoir dengan tekanan di lubang
bor, viskositas minyak, faktor volume formasi minyak, permeabilitas minyak, luas
daerah yang dialiri oleh minyak, bentuk geometri dari aliran minyak, dan jauhnya
daerah yang dilewati oleh aliran minyak. Berdasarkan beberapa faktor di atas,
maka dapat diberikan beberapa persamaan untuk laju pengurasan minyak adalah
sebagai berikut:

1. Geometri aliran linier


a. Lapisan horisontal
1127
. K o A ∂P
Qo = − ..........................................................(3-108)
µ o ∂x

dimana :
Qo = laju aliran (produksi) minyak, bbl/hari
Ko = permeabilitasbatuan yang dilewati minyak, darcy
A = luas penampang media/lapisan, ft2.
∂P = perbedaan tekanan
µo = viskositas minyak, centipoise
∂x = jarak, ft.

b. Lapisan miring
− Arah aliran dari atas ke bawah
1127
. K o A  ∂P 
Qo = −  + g sin θ .........................................(3-109)
µo  ∂Z 

− Arah aliran dari bawah ke atas


1127
. K o A  ∂P 
Qo = −  − g sin θ ........................................(3-110)
µo  ∂Z 

dimana :
θ = sudut kemiringan lapisan

2. Geometri aliran radial


a. Aliran steady state
7.08 K o h ( P1 − P2 )
Qo = .....................................................(3-111)
µo ln( r1 r2 )

b. Aliran pseudo steady state


7.08 K o h ( Pe − Pw )
Qo = ....................................................(3-112)
[
µ o ln( re rw ) − 0.5 ]
c. Aliran unsteady state
Persamaan laju pengurasan untuk aliran yang unsteady state berdasarkan
kepada persamaan diffusivitas yang diturunkan oleh Hurst dan Van Everdingen.
1 ∂P ∂2 P φµo C ∂P
2 = .....................................................(3-113)
r ∂r ∂r K o ∂t

3.4.1.2. Laju Produksi Gas


Untuk penentuan persamaan laju produksi gas perlu diperhatikan beberapa
sifat dari gas, dimana gas merupakan fluida yang kompressibel, artinya fluida
tersebut sifatnya mudah berubah dengan terjadinya perubahan tekanan dan
temperatur.
Persamaan penentuan laju pengurasan gas merupakan pengembangan dari
hasil percobaan darcy, persamaan tersebut adalah :
1. Geometri aliran linier
− Lapisan horisontal

0.112 k g A ( P1 2 − P2 2 )
Qg = ...............................................(3-114)
Tf Z µ g L

dimana :
Qg = laju produksi gas, bbl/hari
kg = permeabilitas batuan yang dilalui gas, darcy
A = luas penampang batuan, ft2
P1 = tekanan awal gas mengalir, psi
P2 = tekanan akhir gas mengalir, psi
Tf = temperatur reservoir, oR
Z = faktor kompressibilitas gas.
2. Geometri aliran radial
Persamaan untuk laju pengurasan aliran untuk geometri aliran radial dapat
dibagi atas karakteristik aliran fluidanya. Untuk yang mengalir gas, maka
persamaan laju pengurasannya adalah :
0.112 k g h ( Pe 2 − Pw 2 )
Qg = .............................................(3-115)
Tf Z µ g ln( 0.606 re rw )

3.4.2. Penentuan Laju Produksi Optimum

Pada hakekatnya dalam memproduksikan minyak diinginkan laju produksi


yang tinggi dan dapat dilakukan sesingkat mungkin serta mendapatkan perolehan
yang maksimum. Dalam kenyataannya, hal ini tidak dapat terpenuhi karena laju
produksi yang tinggi belum tentu menghasilkan perolehan minyak yang tinggi,
tetapi dapat mengakibatkan penurunan reservoir, sehinga gas terlarut akan
terbebaskan dari minyak. Dengan adanya gas bebas akan menurunkan besarnya
tenaga pendorong dan permeabilitas efektip minyak,sehingga laju produksi
minyak akan berkurang dan dapat menimbulkan gas dan water conning. Pada rate
sensitif juga harus ditentukan besarnya laju produksi agar tidak terjadi conning.

A. Penentuan Laju Produksi Optimum Tanpa Kepasiran

Didalam produksi minyak pada reservoir pasir tidak kompak perlu


diperkirakan laju produksi optimum tanpa terjadi kepasiran (terikut atau
terproduksinya pasir bersama fluida produksi). Pada formasi pasir tidak kompak
mempunyai kecenderungan membentuk kelengkungan kestabilan yang sensitip
terhadap aliran fluida produksi dari dalam formasi tersebut, maka dari itu perlu
mengendalikan laju produksi sehingga pasir tidak ikut terproduksi.
Stein-Odel-Jones telah mengadakan penyelidikan untuk memperkirakan
laju produksi dari suatu formasi dengan problem pasir. Pendekatan yang
dilakukan didasarkan atas hubungan laju produksi dengan differensial tekanan
pada kelengkungan kestabilan pasir yang menyebabkan terjadinya aliran di
formasi. Dengan demikian laju produksi yang diperbolehkan adalah laju produksi
pada differensial tekanan kritis di formasi. Jika produksinya melampaui laju
produksi optimum pada harga differensial tekanan kritis, maka pasir akan
terproduksi. Formasi pasir yang mempunyai kekuatan pasir cukup tinggi akan
mampu menahan differensial tekanan yang tinggi pula, sehingga laju produksi
optimum bebas pasir di dalam formasi tersebut akan besar pula.
Pada Gambar 3.16. memperlihatkan sistem kelengkungan kestabilan
formasi pasir yang tidak kompak. Pada gambar tersebut terlihat bahwa dari dalam
sistem kelengkungan kestabilan dari formasi dianggap sebagai jarak antara bidang
kontak permukaan pasir-fluida dengan batas terluar dari permukaan pasir yang
mungkin bergerak jika terjadi aliran. Perhitungan didasarkan pada anggapan
bahwa differensial tekanan maksimum yang diperbolehkan pada bidang
kelengkungan adalah sebanding dengan kekuatan formasi. Dengan menggunakan
hukum Darcy, maka dapat ditentukan gradien tekanan sepanjang dr, yaitu :
dp q a µB
= ...................................................(3-116)
dr 1,27 x10 −3 k A
dimana :
dp
=gradien tekanan aliran, psi/ft
dr
qa = laju produksi dari kelengkungan, STB/hari
B = faktor volume formasi, Bbl/STB
µ = viskositas minyak, cp
k = permeabilitas minyak, md
A = luas permukaan kelengkungan, ft2
r = jari-jari muka kelengkungan, ft
Jika suatu sumur memproduksi fluida dari N buah interval perforasi, maka :
q 
qa =  t  .........................................................................(3-117)
µ
dan qt adalah laju produksi total, bbl/STB.
Anggapan-anggapan yang digunakan pada persamaan diatas adalah :
1. Laju produksi untuk setiap interval perforasi adalah sama
2. Permeabilitas tetap untuk setiap interval kedalaman
3. Tidak terjadi over looping dari kelengkungan untuk setiap interval perforasi
4. Pengaruh turbulensi aliran merata di seluruh interval perforasi.
Maka Persamaan 3-116 berubah menjadi :
dp q a µB
= ......................................................(3-118)
dr 1,27 x10 −3 k A N

Selanjutnya R didefinisikan sebagai :


 dp 
 dr 
R= T
.............................................................................(3-119)
  dp
 dr 
Z

dimana :
T=kondisi sumur yang telah di tes
Z=kondisi sumur yang diselidiki

Gambar 3.16
Sistem Kelengkungan Kestabilan dari Formasi Pasir Tidak Kompak5)

Subtitusi Persamaan 3-118 kedalam Persamaan 3-119 dapat diperoleh :


qT µBT k Z AZ N Z
R= ......................................................(3-120)
q Z µBZ kT AT N T
Sedangkan bila data modulus geser Es diketahui, maka R dapat dinyatakan
sebagai :
( Es ) T
R= ..............................................................................(3-121)
( Es ) Z
Sehingga untuk memperoleh laju produksi optimum tanpa terjadi kepasiran dari
sumur yang diselidiki, adalah :
0 ,025 x10 −6 k Z AZ N Z ( Es ) Z
qZ = .........................................(3-122)
µZ BZ AZ
Parameter Persamaan 3-122 mempunyai harga satuan yang sama dengan

Persamaan 3-116.

B. Penentuan Laju Produksi Optimum Tanpa Terjadi Conning

1. Konsep Kapasitas Aliran Kritis Terhadap Gas Conning

Kapasitas aliran kritis ialah laju produksi tertinggi tanpa terjadi conning.
Metode Chierici dapat digunakan untuk menghitung laju optimum tanpa terjadi
conning, yaitu dengan persamaan berikut :

h ρog k h 
2

Qoc ,g = 3,07 x10 −3  ( rDe ,∈,δw ) ...............(3-123)

 B o µo 

Agar tidak terjadi gas conning, maka besarnya laju produksi harus lebih kecil
daripada kapasitas aliran kritis (Qo < Qoc, g). Harga ini berlaku untuk reservoir
jenis gascap.
2. Konsep Kapasitas Aliran Kritis Terhadap Water Conning

Kapasitas aliran kritis terhadap water conning adalah laju produksi


maksimum dimana belum terjadi conning atau terikutnya air dari zona air. Untuk
menghitung kapasitas aliran kritis terhadap water conning dapat digunakan
metode chierici dengan asumsi sebagai berikut :
− reservoir homogen
− kontak antara fluida adalah horisontal di bawah kondisi statis
− pengaruh tekanan kapiler diabaikan
− ukuran aquifer terbatas sehingga tidak menjadi tenaga pendorong
reservoir ini.
− fluida reservoir incompressible.

Persamaan untuk menghitung kapasitas aliran kritis terhadap water conning


menurut chierici adalah :

h 2 ρow k h 
Qoc ,w = 3,07 x10 −3  ( rDe ,∈,δ w ) ..............(3-124)
B µ
 o o 

dimana :
Qoc, g = kapasitas aliran kritis minyak tanpa terjadi gas conning, STB/D
Qoc, w = kapasitas aliran kritis minyak tanpa terjadi water conning,
STB/D
ρog = perbedaan densitas minyak dengan gas, gr/cc
ρow = perbedaan densitas minyak dengan air, gr/cc
kh = permeabilitas efektip horisontal, mD
h = ketebalan zona produktip
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
µo = viskositas minyak, cp
rDe = [re/h], kv/kh
δg = [heg/h]
δw = [hew/h]
heg = jarak dari GOC ke puncak interval perforasi, ft
∈ = interval perforasi, ft
kv = permeabilitas efektip vertikal, mD
re = jari-jari pengurasan, ft.

Agar tidak terjadi water conning, maka Qo < Qoc,w. Harga ini merupakan
fungsi dari (rDe, ∈, δw) pada Persamaan 3-123 dan Persamaan 3-124, sehingga
diperoleh grafik pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17
Grafik untuk Menentukan harga (rDe, ∈, δw)5)

3.5 Konsep Maximum Efficient Rate (MER)

MER didefinisikan sebagai laju produksi terbesar yang diijinkan tanpa


menyebabkan kerusakan reservoir dan kehilangan energi yang sia-sia, sehingga
dapat dicapai ultimate recovery.
Penentuan laju optimum menurut konsep MER dapat dilakukan untuk tiap-
tiap sumur (MER sumur) ataupun untuk reservoir secara keseluruhan (MER
reservoir), tergantung pada perkembangan lapangan yang ditinjau. Dan bila
kedua-duanya dilakukan, maka pada umumnya laju optimum dari reservoir
tersebut diambil pada harga terkecil dari keduanya.
Laju produksi tiap sumur tidak perlu selalu sama karena tergantung pada :
1. Karaketristik formasi disekitar sumur, yang mana dapat dilihat dari
productivity index (PI) setiap sumur, sebagai petunjuk kemampuan formasi di
sekitar lubang sumur yang bersangkutan untuk memproduksikan fluida. Jadi
perlu dijaga jangan sampai melebihi kemampuan sumurnya sendiri.

2. Mekanisme pendorong reservoir.


Bagi reservoir depletion drive, besarnya laju produksi tidak terlalu menjadi
masalah. Bila suatu saat timbul fasa gas maka hal ini akan dialami oleh setiap
sumur dimanapun letaknya, sehingga penurunan produksi juga dialami oleh
seluruh sumur.
Pada reservoir water drive, terutama bottom water drive, dengan adanya
kenaikkan bidang WOC, maka sumur-sumur yang letaknya pada kontur
struktur terendah akan lebih cepat mencapai break through. Bagi sumur-sumur
yang terletak pada bagian kontur yang lebih atas, harus dijaga kemungkinan
terjadinya water coning.
Pada reservoir segregation drive, penurunan produksi akan dialami oleh sumur-
sumur yang terletak pada struktur kontur yang tinggi. Pengaturan laju produksi
reservoir ini harus memperhatikan kemungkinan terjadinya gas coning. Hal-hal
tersebut terjadi karena laju produksi yang terlalu tinggi, sehingga
mengakibatkan berkurangnya recovery minyak yang seharusnya diperoleh.

3.5.1. Penentuan Laju Produksi Optimum Berdasarkan Konsep Maximum


Efficient Rate (MER)
MER suatu reservoir minyak adalah laju tertinggi yang dapat
dipertahankan sepanjang waktu, yakni laju yang memberikan ultimate recovery
yang tinggi, ataupun dapat dikatakan sebagai laju yang dapat memberikan present
worth value (nilai harga sekarang) paling besar. Dan bila laju tersebut itu
dilampaui akan menyebabkan turunnya ultimate recovery yang seharusnya
didapatkan, sedang pengurangan laju dibawah MER tidak akan memberikan
penambahan ultimate recovery-nya.
Dalam praktek, laju optimum ditentukan dengan menggunakan kriteria
dengan faktor-faktor pembatasan yang berlainan untuk masing-masing MER,
yaitu :

1. Engineering MER, dengan faktor pembatas sifat reservoir itu sendiri serta
kemampuan teknik yang ada.
2. Economic MER, dengan faktor seperti : keadaan pemasaran, biaya operasi dan
pertimbangan politis.
Apabila MER ditetapkan menurut engineering MER, maka MER disini adalah
laju produksi yang dapat memberikan recovery terbesar. Sedangkan bila
ditetapkan menurut economic MER, maka MER disini adalah laju yang
menghasilkan net profit (keuntungan bersih) terbesar.
Untuk menentukan MER diperlukan informasi geologi dan operasi dari
reservoirnya, disamping harus dipenuhi dua kondisi berikut :
laju produksi harus tidak melampaui kemampuan sumur ataupun reservoir itu
sendiri
laju produksi dari tiap sumur harus tidak berlebihan.

Di samping itu harus diperhatikan segi ekonominya, yaitu : setiap sumur


harus berproduksi di atas ongkos operasinya. Dalam hal ini dapat dipakai kriteria
ekonomi limit rate produksi (economic limit dari oil rate), yang didekati dengan
persamaan berikut:
FC + VC FR
QOA = .................................................................(3-125)
X

dimana :
QOA = oil rate pada economic abandonment, bopd/sumur
FC = fixed cost, $/hari/sumur
VC = variable cost, $/bbl
FR = total fluid production dan injection rate, bbl/hari
X = net oil price per barrel, $
Untuk water oil ratio pada abandonment, WORa adalah :
FR − QOA
WORa = …..............................................................(3-126)
QA

Pada awal Pengembangan suatu lapangan baru, MER biasanya dibatasi


oleh effeciency rate untuk setiap sumur.
Setelah berkembang, terdapat suatu laju tertentu dari suatu reservoir
dimana MER-nya harus tidak melampaui jumlah kemampuan produksi tiap-tiap
sumurnya. Kemudian pada tingkat selanjutnya, pengontrolan terhadap MER
menjadi kapasitas dari efesiensi reservoirnya. Dalam hal ini, kapasitas produksi
yang lebih kecil apakah itu dari reservoir atau dari setiap sumurnya adalah
merupakan MER untuk lapangan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai