Halaman
LEMBAR JUDUL
DAFTAR ISI .....................................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................................................. 11
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................................... 20
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 24
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 ...................................................................................................................................... 12
Gambar 2 ...................................................................................................................................... 12
Gambar 3 ...................................................................................................................................... 15
Gambar 4 ...................................................................................................................................... 15
Gambar 5 ...................................................................................................................................... 16
Gambar 6 ...................................................................................................................................... 18
Gambar 7 ...................................................................................................................................... 19
Gambar 8 ...................................................................................................................................... 19
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ...................................................................................................................................... 13
Tabel 2 ...................................................................................................................................... 13
Tabel 3 ...................................................................................................................................... 14
Tabel 4 ...................................................................................................................................... 15
Tabel 5 ...................................................................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gigi yang berjejal dapat didefinisikan sebagai perbedaan dalam hubungan antara
ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan gigi tumpang tindih dan rotasi. Edward
H. Angle adalah seorang pelopor untuk menggambarkan oklusi normal dan
mengklasifikasikan maloklusi. Dia menekankan bahwa pemeliharaan semua gigi
diperlukan untuk mencapai keseimbangan wajah, harmoni dan estetika. Tujuan utama
perawatan ortodontik adalah untuk mendapatkan hubungan normal gigi dengan struktur
wajah dan umumnya perawatan ortodontik akan memberi efek yang seimbang pada
wajah.1
Oklusi dapat didefinisikan sebagai kontaknya permukaan oklusal gigi geligi rahang
atas dengan permukaan oklusal gigi geligi rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang
bawah menutup. Maloklusi adalah oklusi yang menyimpang dari keadaan normal, yaitu
terdapat ketidakteraturan gigi atau penempatan yang salah lengkung gigi di luar rentang
normal. Maloklusi juga dapat menyebabkan terjadinya masalah periodontal, gangguan
fungsi lisan seperti pengunyahan, menelan dan masalah bicara dan psikososial yang
berkaitan dengan estetika.2
Maloklusi merupakan masalah gigi yang paling umum yang dikeluhkan seseorang,
sehingga memiliki keinginan untuk melakukan tindakan perawatan ortodontik. Tujuan
perawatan ortodontik adalah untuk memperbaiki susunan gigi geligi dan hubungan rahang
yang tidak normal sehingga dapat tercapai oklusi, fungsi yang normal dan estetis wajah
yang baik, serta untuk memperoleh keharmonisan bentuk muka, relasi dan fungsi
pengunyahan. 2
Salah satu kondisi maloklusi yang paling sering terjadi adalah adanya gigi berjejal
atau tidak teratur yang dapat menjadi pemicu adanya masalah periodontal. Gigi berjejal
sangat sulit dibersihkan dengan menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan
penumpukan plak dan juga menjadi salah satu factor resiko terjadinya kalkulus dan
gingivitis. 2
Pada dasarnya, tidak ada standar dalam melakukan perawatan ortodontik,
khususnya pada gigi berjejal. Oleh karena itu, agar dapat melakukan perawatan ortodontik
iv
yang optimal, dokter gigi harus memiliki pengetahuan yang adekuat serta pemahaman
yang benar mengenai tipe maloklusi beserta rencana perawatannya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penatalaksanaan perawatan kasus maloklusi kelas I tipe 1 dan 6 dengan
menggunakan piranti orthodonti lepasan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui perawatan maloklusi kelas I tipe 1
dan 6 pada periode gigi campur dengan menggunakan alat orthodonti lepasan.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan ini diharapkan dapat memberi pengetahuan terhadap perawatan kasus
maloklusi kelas I tipe 1 dan 6 pada periode gigi campur dengan menggunakan alat
ortodonti lepasan.
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Maloklusi
Klasifikasi dari maloklusi ke arah antero-posterior secara tradisional
ditemukan oleh Angle (1907). Angle mengasumsikan bahwa oklusi dari posterior dan
relasi rahang sagital saling berhubungan satu sama lain. Akan tetapi, relasi antar
rahang (intermaxillary) dari gigi posterior, memungkinkan terjadinya perubahan dari
malposisi gigi atas maupun bawah dilihat dari hubungan rahangnya (migrasi ke arah
mesial dan distal). Ketika melakukan perhitungan variasi dari oklusi normal mesio-
distal, hal yang penting untuk membedakan secara rinci antara “hubungan antar gigi
yang buruk” atau “hubungan antar basis tulang yang buruk”. Dalam menentukan
hubungan basis antar tulang antero-posterior yang benar biasanya perlu dilakukan
dengan memvisualisasikan posisi dari gigi sebelumnya ke arah pergeserannya.
Walaupun terkadang sulit untuk menentukan dengan pasti rekonstruksi yang tepat.3
Maloklusi dibedakan menurut seberapa luas tingkat keparahan yang terjadi
pada pasien. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan, kasus maloklusi ringan menjadi
prioritas dalam pencegahan daripada kasus yang lebih berat baik dari masa kecil
hingga remaja.3
Semua gigi susu yaitu 20 buah akan digantikan dengan gigi permanen. Gigi
premolar permanen lebih kecil mesiodistalnya dari gigi molar 1 sulung, dan insisif
maupun kaninus permanen lebih besar dari pada gigi sulung insisif dan kaninus, oleh
karena itu diastema pada gigi susu sangat penting ketika gigi permanen erupsi. Pada
waktu gigi sulung berada dalam hubungan molar kelas 1 sebelum gigi molar sulung
kedua hilang, hal ini akan membuat gigi permanen yang erupsi selanjutnya berada
pada lengkung rahang yang benar. Gigi insisivus rahang atas harus erupsi lebih ke
labial dari gigi insisiv rahang bawah, dan gigi insisivus rahang bawah harus erupsi
lebih ke lingual dari pada gigi insisiv rahang atas. 3
Penilaian terhadap etiologi dari maloklusi merupakan aspek yang penting di
bidang ortodonti, yakni sebagai asal mula deformitas yang menjadi kuncian dari
rencana sebuah perawatan. Proses pertumbuhan gigi geligi dan craniofacial telah
berlangsung selama beberapa periode yakni lebih dari 20 tahun, dimana lingkungan
vi
juga memberi dampak yang besar dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
faktor herediter. Dari interaksi ini, sangat sulit untuk mengelompokkan etiologi dari
maloklusi itu sendiri secara tepat, dikarenakan penyebab yang biasanya terjadi karena
multifaktor dan perbedaan pencegahan baik yang dipengaruhi secara endogenous dan
exogenous. 3
Bergantung dari konstitusi secara genetiknya, pengaruh exogenous dapat
terjadi dari kasus yang ringan sampai berat untuk menunjukkan karakter dari
deformitas dalam bentuk yang lebih jelas. Di sisi lain, hal ini juga akan memberikan
kamuflase apabila mereka menunjukkan faktor herediter.3
Pengaruh dari exogenous didapat dari sistemik maupun terlokalisir. Di mana
faktor sistemik meliputi iklim atau kondisi lingkungan, nutrisi, dan penyakit yang
dapat mempengaruhi perkembangan dari manusia, faktor lokal sendiri yang menjadi
etiologi dari maloklusi hanya memiliki dampak pada sistem mastikasi saja.3
Berdasarkan dari besarnya kekurangan ruang yang terjadi, crowding dapat
dikategorikan menjadi tiga kategori: crowding derajat satu, yaitu terjadi sedikit
crowding pada gigi anterior sulung tanpa disertai dengan kelainan zona pendukung
(zona deciduous canine, deciduous first and second molar), hal ini dapat disebabkan
oleh karies ataupun kehilangan dini gigi sulung, crowding derajat dua, yaitu crowding
yang lebih parah dari pada derajat satu pada gigi anterior sulung tanpa disertai
kelainan pada zona pendukung, dan crowding derajat tiga yaitu crowding berat pada 4
gigi seri, pada keadaan ini terjadi gigi permanen yang berdekatan dan kurang ruang
maka akan menyebabkan resopsi akar gigi sulung secara tidak biasa.3
Klasifikasi berikutnya berdasarkan etiologinya dibagi menjadi: primer,
sekunder dan tersier. Tipe primer atau herediter crowding terjadi karena faktor genetik
dan disebabkan tidak proporsionalnya antara ukuran gigi dengan ukuran rahang.
Kerusakan pada lengkung di gigi anterior merupakan ciri dari crowding tipe ini
(persistensi dari posisi gigi). Tipe sekunder merupakan kelainan yang ditimbulkan
akibat adanya mesial drift dari gigi posterior setelah hilangnya gigi susu pada segmen
lateral secara prematur (premature loss). Etiologi dari crowding tipe tersier masih
diperdebatkan. Crowding tipe ini terjadi pada gigi anterior bawah pada kelompok usia
antara 18 sampai 20 tahun dan sebelumnya berhubungan dengan erupsinya gigi molar
ketiga. Selain itu kelainan dapat pula terjadi karena perbedaan pertumbuhan
anteroposterior dari hubungan rahang atas dan bawah dalam waktu yang berbeda. 3
vii
B. Crowding Anterior
Crowding anterior merupakan fenomenal kedokteran gigi yang paling sering
terjadi pada anak-anak di usia awal periode gigi susu maupun periode gigi campur.
Crowding anterior juga telah menjadi subjek dalam meningkatkan kesadaran bagi
anak-anak dan orangtuanya, dan menjadi alasan yang utama pasien melakukan
perawatan ortodonti.4
Dikarenakan adanya perbedaan (pertumbuhan) antara gigi primer dan anterior
yang permanen, beberapa kasus crowding menjadi hal yang biasa terjadi pada kasus
periode awal gigi campur. Dalam beberapa kasus crowding anterior dapat mengalami
transisi dan tidak membutuhkan intervensi, dalam beberapa kasus dapat diperbaiki
dengan oklusal guidance dan supervise dari ruang yang ada, dan pada beberapa kasus
dapat juga yang berkembang menjadi maloklusi berat sehingga membutuhkan
pencabutan dari gigi secara tepat.4
Secara keseluruhan kecukupan ruang pada saat perkembangan gigi geligi
sangat bervariasi, bergantung daripada pertumbuhan rahang dan variasi hubungan
pada diameter mahkota mesio-distal dari gigi permanen dan gigi geligi sebelumnya.
Anak yang memiliki sedikit atau tidak adanya ruang antara gigi tetap anterior dan
mengalami crowding pada gigi susu, dapat berkembang menjadi kasus crowding yang
berat. Baume dkk, menjelaskan bahwa anak yang tidak memiliki jarak pada saat
tumbuhnya periode gigi susu (Baume kls II) akan memiliki 40% resiko crowding
anterior pada saat tumbuhnya gigi permanen anterior.4
Crowding anterior pada mandibular memiliki perbedaan yang dapat
teridentifikasi dilihat dari lebar gigi mesio distal dari empat gigi anterior dan
kecukupan ruang pada region anterior dari tulang basalis.4
Karena tidak semua kasus crowding anterior pada saat periode gigi campur ini
serupa, prosedur perawatan harus sangat bergantung dari etiologi dan morfologi dari
crowding. Walaupun begitu, dalam masalah ini biasanya menjadi hal yang akan
diperhatikan bagi orangtua dan pasien, sehingga sebagai praktisi (dokter gigi) harus
menjelaskan dengan baik kepada orangtua pasien. Jawaban yang paling baik adalah
dengan tidak menyatakan bahwa “ini bukanlah suatu masalah”, atau “tunggu sampai
gigi tetapnya tumbuh semua”. Sebaiknya diberi penjelasan dengan bijak bahwa “ini
merupakan suatu pertanda timbulnya masalah, sehingga situasi ini harus di evaluasi
sekarang juga.4
viii
C. Klasifikasi Crowding Anterior
Perawatan ortodonti sejak dini dapat dilakukan melalui dua fase yang berbeda.
Bergantung daripada tipe kasus yang terjadi, usia dari pasien, dan tahapan dari periode
ix
gigi geligi, prosedur ini dapat dilakukan dalam satu fase, dan terkadang dibutuhkan
sampai fase kedua. Biasanya, rencana perawatan di fase ketiga diperlukan apabila
perbaikan dari gigi primer (susu) perlu dilakukan, seperti mengeliminasi crossbite
posterior, dan beberapa pencabutan yang dibutuhkan dalam periode gigi campur yang
harus dilakukan untuk fase akhir dari perawatan pada periode gigi permanen.4
1. Perawatan crowding dengan ALD mencapai 4 mm
Pada kasus ini, ortodontis harus berhati-hati dalam menjaga kecukupan ruang
pada rahang, dengan melakukan tindakan preventif seperti memberikan tumpatan
yang baik pada setiap gigi yang mengalami karies, termasuk gigi molar yang
mengalami kerusakan. Hal yang menjadi kontraindikasi dalam kasus ini dengan
melakukan pencabutan atau ekstraksi. Leeway space berjarak sekitar 4 mm
dengan kondisi dimana gigi molar kedua tetap belum erupsi sehingga dapat
memperbaiki keadaan crowding ringan. Ortodontis dapat melakukan perawatan
dengan menggunakan lingual arch passive yang berkontak dengan permukaan
lingual dari gigi anterior untuk mempertahankan ruang yang ada, reduksi insisal
pada bagian interproximal dapat dilakukan apabila diperlukan.5
2. Perawatan crowding dengan ALD antara 4 sampai 7 mm
Pada kategori ini, ortodontis harus mempertimbangkan apakah ada kemungkinan
melakukan pencabutan gigi atau tidak; akan tetapi sebelum membuat keputusan
ini, pemeriksaan klinis harus dilakukan dengan memberikan perhatian khusus
terhadap matrix fungsional. Analisis cephalogram lateral harus dilakukan untuk
menganalisa tipe fasial. Hal ini juga berperan penting untuk menentukan posisi
dari insisivus mandibular terhadap titik A-pogonion, dengan nilai normal yakni 1
mm.5
3. Perawatan crowding dan ALD lebih dari 7 mm
Apabila setelah melakukan evaluasi pada setiap teknik yang memungkinkan untuk
mengakusisi kebutuhan ruang untuk memperbaiki gigi yang berjejal, ortodontis
dapat menentukan apakah maloklusi tidak dapat diperbaiki tanpa dilakukan
pencabutn gigi permanen, disini terdapat dua pilihan tindakan: pertama, ortodontis
dapat melihat kembali dari perawatan awal pada periode gigi campur dengan
kemungkinan tindakan pencabutan gigi permanen akan dilakukan. Apabila
keputusan ini telah diambil, merupakan hal yang kritis untuk menghindari
munculnya kelebihan ruang dengan ekspansi yang dilakukan. Akan tetapi, ketika
x
terdapat crossbite pada bukal atau anterior atau terdapat masalah lain yang muncul
setelah ini, maka masalah ini harus segera diperbaiki dengan baik walaupun
tindakan pencabutan dari gigi permanen akan diperlukan.5
Sebagai tindakan alternativ lainnya, ortodontis dapat melakukan serial
ekstraksi berdasarkan ketetapan dibawah ini:
1. Membuang gigi susu (primer) yang telah mengalami resorpsi akar yang
akan menghambat terjadinya keberhasilan erupsi gigi permanen.
2. Membuang gigi susu (primer) yang mengalami resorpsi akar lebih dari
setengahnya; tindakan ini untuk mendorong erupsi dari gigi premolar
pertama (untuk mempercepat tindakan pencabutan) sebelum gigi caninus
erupsi.5
E. Deep Bite
Deep bite adalah salah satu maloklusi paling umum yang terlihat pada
anak-anak serta orang dewasa dan yang paling sulit untuk ditangani dengan baik.
Bishara [1] (Glosarium) mendefinisikan deep bite sebagai maloklusi di mana mahkota
gigi-geligi insisivus rahang bawah terlalu tumpang tindih secara vertikal oleh gigi
serta rahang atas ketika gigi dalam oklusi sentris.6
Sekuel yang tidak menguntungkan dari maloklusi ini mempengaruhi
pasien dalam keterlibatan periodontal, fungsi abnormal, mastikasi yang tidak tepat,
tekanan berlebihan, trauma, masalah-masalah fungsional, bruxism, gangguan sendi
dan temporomandibular membuat perawatan gigi geriatrik tidak sukses kecuali
overbite bisa dikendalikan.6
xi
2. Faktor yang didapat seperti kebiasaan Muskular, Perubahan posisi gigi,
hilangnya gigi pendukung posterior, kebiasaan mendorong lidah.
Gigitan yang dalam secara anterior bisa disebabkan oleh supraerupsi atas dan / atau
insisivus bawah atau infraerupsi gigi posterior. Untuk mengevaluasi keberadaan
infraerupsi atau supraerupsi , Ortodontis harus menggunakan pengukuran linear dari
dasar proses alveolar. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis Sefalometri.6
xii
BAB III
LAPORAN KASUS
Pasien bernama Rosyid, dengan orang tua; ayah bernama Yuyun, suku Betawi,
pekerjaan sebagai buruh dan ibu bernama Ani, suku Betawi, dan pekerjaan sebagai ibu
rumah tangga. Jenis kelamin laki laki, lahir 25 Agustus 2006, belum kawin, beragama
Islam, seorang pelajar Sekolah Dasar dengan berat 23 kg dan tinggi badan 93 cm. Pasien
memiliki keinginan untuk merapikan giginya yang terlihat berjejal. Pasien lahir normal,
dan tidak menderita penyakit nasorespiratori, tonsillitis dan alergi. Keluarga pasien tidak
ada yang pernah dirawat ortodontik. Pasien tidak memiliki kebiasaan buruk.
Hasil pemeriksaan ekstra oral tampak muka pasien brakifasial atau lebar, simetris,
tidak seimbang, dan tidak terdapat deviasi pada mandibular. Profil pasien tampak
konveks, maxilla protrusi dan mandibular tampak normal. Pasien tidak memiliki kelainan
sendi temporo manidular. Bibir atas dan bawah normal dengan tonus otot yang normal
juga.
Berdasarkan hasil pemeriksaan intra oral, diketahui kebersihan gigi dan mulut
pasien sedang. Frenulum labii atas dan bawah sedang. Gingiva tampak normal, berwarna
merah muda. Bentuk dan aktivitas lidah normal. Posisi postural dan posisi lidah pada
waktu bicara normal. Palatum pasien sedang. Pada radiologi sefalometri, terlihat kelenjar
adenoid normal. Tonsil terlihat normal. Hubungan rahang pasien retrognatik. Tidak ada
bentuk dan ukuran gigi yang abnormal. Umur dentalis pasien 12, 22,35, 44.
xiii
Berikut adalah foto ekstra oral dan intra oral pasien sebelum dilakukan perawatan
ortodontik.
xiv
Tabel 1. Odontogram
D/O / D D M M M M D D D
UE UE PO UE UE UE P P P P U UE UE UE P UE UE
UE UE PT PRE P UE P P P P UE P P PO UE UE
M M D M M M M D M S M
Keterangan:
D : Gigi Susu X : Gigi Diekstraksi
P : Gigi Tetap O : Gigi Karies
UE : Gigi Belum Erupsi NV : Gigi Non-Vital
M : Gigi Tidak Ada SA : Sisa Akar
ST : Gigi Berlebih T : Tumpatan
xv
Pada hasil perhitungan analisis ruang (Tabel 3 dan Gambar 3) pada pasien dengan
periode gigi campur, didapatkan A.L.D rahang atas -4 mm dan A.L.D rahang bawah -6,8
mm. Jarak I-APg yaitu 5 mm, dan hasil total arch length discrepancy gabungan sebesar
-8,2 mm. Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa pada kasus ini tidak perlu
dilakukan pencabutan, karena T.A.L.D gabungannya lebih kecil dari 10 mm.
xvi
Gambar 3. Fotokopi Model Studi
Untuk dapat menegakkan diagnosis, etiologi dan prognosis pasien ini, dilakukan
radiografi panoramik (Gambar 4). Analisis radiografi sefalometrik (Gambar 5) dilakukan
untuk menganalisis skeletal dan dento-skeletal pasien. Dari analisis sefalometrik (Tabel
4), diketahui bahwa skeletal pasien yaitu kelas 1. Sementara itu, gambaran panoramik
pasien menunjukkan benih gigi tetap terlihat normal.
xvii
Gambar 5: 5a. Radiografi Sefalometri 5b. Analisis Radiografi Sefalometri
ANALISIS SKELETAL
Rerata Sd Penderita Cd Kesimpulan
1. Sudut SNA 82° 2 80° 1 Kedudukan maksila terhadap
basis kranii retrusif ringan
xviii
ANALISIS DENTO-SKELETAL
1. Jarak I-APg 4 mm 2 5mm 1 Kedudukan insisif bawah
protrusif ringan
B. PANORAMIK
Etiologi Lengkung rahang sempit, gigi
tetap kekurangan ruang
Rencana perawatan pada pasien ini untuk rahang atas adalah ekspansi bilateral
rahang atas dengan menggunakan expansion screw, retraksi anterior untuk gigi 21,
protraksi gigi 22 dengan menggunakan S-spring serta dilanjutkan dengan regulasi
anterior dengan menggunakan labial bow. Pada rahang bawah digunakan piranti
ortodontik lepasan dengan menggunakan expansion screw, serta regulasi anterior.
xix
Gambar 6. Gambar Piranti Rencana Perawatan
xx
Berikut adalah foto ekstra oral dan intra oral pasien setelah dilakukan perawatan
ortodontik.
xxi
BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini membahas kasus maloklusi yang ada pada seorang anak laki-
laki berusia 10 tahun yang datang ke RSGMP Universitas Trisakti dengan keluhan gigi
geliginya terlihat berantakan dan ingin dirapikan giginya. Pertimbangan yang dilakukan
dalam merawat pasien ini adalah kasus maloklusi ringan yang menjadi prioritas pada
masa kecil. Untuk menegakkan diagnosis, maka dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis
berupa pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, analisis model studi dan analisis ruang,
serta analisis radiografi sefalometrik dan panoramik.
Berdasarkan hasil anamnesis, diketahui bahwa pasien tidak memiliki kebiasaan
buruk. Pada pemeriksaan ekstra oral tampak muka pasien brakifasial atau lebar, simetris,
tidak seimbang, dan tidak terdapat deviasi pada mandibular. Profil pasien tampak
konveks, maxilla protrusi dan mandibular tampak normal. Tidak ada kelainan
temporomandibular. Bibir atas dan bawah pasien normal dengan tonus yang normal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan intra oral, menunjukkan gigi 55, 16 dan 36 karies.
Pemeriksaan analisis fungsional diperoleh interocclusal clearance normal.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiografi, maka dapat
ditegakkan diagnosa skeletal kelas 1 dan maloklusi kelas 1 tipe 1 (anterior crowding )dan
6 (deep bite). Didapatkan skeletal kelas 1 karena pada analisis sefalometri sudut ANB
pada pasien ini adalah 4˚. Tipe 1 pada pasien ini terdapat pada keempat gigi insisivus
rahang atas dan rahang bawah.
Analisis ruang pada periode gigi bercampur bertujuan untuk mengetahui apakah
tersedia ruangan yang cukup bagi gigi geligi yang berada dalam lengkung rahang.
Analisis ruang pada kasus ini dilakukan dengan menggunakan table Moyers dan
ditemukan A.L.D rahang atas sebesar -4 mm, sedangkan A.L.D rahang bawah adalah -6,2
mm. Berdasarkan analisis ruang tersebut, selanjutnya dilakukan pengukuran total arch
length discrepancy (T.A.L.D) untuk menilai perlunya tindakan pencabutan untuk
mendapatkan ruang yang cukup. Pada pasien ini, didapatkan T.A.L.D gabungan sebesar -
8,2mm, yang berarti tidak diperlukan pencabutan gigi untuk mendapatkan ruangan.
Pada kasus ini, berdasarkan analisis sefalometrik, diketahui bahwa kedudukan
maksila pasien retrusif ringan dan mandibular pasien terhadap basis kranii retrusif sedang.
xxii
Oleh karena itu diperkirakan kurang berkembangnya maksila maupun mandibular pasien
dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya crowding. Dan berdasarkan dari tingkat
keparahannya, pasien tergolong kedalam crowding derajat tiga, yaitu crowding berat pada
4 gigi seri, pada keadaan ini terjadi gigi permanen berdekatan dan kurang ruang, hal ini
disebabkan karena kehilangan dini gigi 61. Klasifikasi lain juga menyebutkan pasien ini
termasuk kedalam crowding tipe primer, yaitu tidak proporsionalnya ukuran gigi dengan
ukuran rahang, hal ini ditandai dengan kerusakan pada lengkung rahang dan persistensi
posisi gigi 21.
Menurut klasifikasi crowding anterior, pasien ini termasuk ke dalam tipe severe
crowding, dimana kekurangan ruangan lebih dari 6 mm. Namun, perbaikan crowding
sendiri dapat diperoleh dengan melakukan space creation pada periode gigi bercampur.
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ruang yang diperlukan untuk pertumbuhan gigi
geligi pada lengkung rahang yang benar, salah satunya dengan ekspansi transversal.
Menurut klasifikasi deep bite, pasien termasuk ke dalam tipe dentoalveolar
deep bite atau pseudo deep bite, dimana deepbite disebabkan
Rencana perawatan pada pasien ini perlu dipertimbangkan ruangan yang harus
dibuat akibat keadaan lengkung rahang yang tidak sesuai dengan besarnya gigi tetap yang
sudah tumbuh. Oleh karena itu maka direncanakan perawatan untuk rahang atas adalah
ekspansi bilateral rahang atas dengan menggunakan expansion screw, distalisasi dan
protraksi gigi 22, retraksi anterior, serta dilanjutkan dengan regulasi anterior dengan
menggunakan labial bow dan dimodifikasi dengan membuat anterior bite plane. Ekspansi
bilateral yang dilakukan bertujuan untuk memberikan tempat yang cukup untuk distalisasi
dan protraksi gigi 22 yang selanjutnya bertujuan memberikan ruang untuk gigi 21 dan
anterior bite plane bertujuan untuk terjadinya ekstrusi gigi posterior. Pada rahang bawah
digunakan piranti ortodontik lepasan dengan menggunakan expansion screw dan regulasi
anterior menggunakan labial bow.
Pada pasien ini retensi alat orthodontic lepasan pada bagian posterior diperoleh
dari cengkram Adam pada kedua gigi molar pertama permanen rahang atas dan bawah,
serta penggunaan labial bow sebagai retensi alat pada bagian anterior. Selain itu, labial
bow berperan sebagai regulasi anterior. Pasien diinstruksikan untuk menggunakan piranti
orthodontic lepasan sepanjang hari, serta membersihkannya saat menyikat gigi.
Pada perawatan orthodontik, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta radiografi
memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis serta rencana perawatan yang
xxiii
tepat. Selain itu, pada perawatan orthodontik dengan piranti lepasan pada periode gigi
bercampur perlu dilakukan komunikasi, instruksi, dan edukasi kepada orang tua pasien
serta pasien itu sendiri sehingga hasil perawatan yang tercapai dengan optimal.
Perawatan pada pasien ini menunjukkan hasil yang cukup memuaskan karena
pasien tergolong kooperatif dan selalu menggunakan alat orthodonti lepasannya sesuai
instruksi. Anjuran untuk datang kontrol setiap 1 minggu juga selalu dilakukan dengan
teratur. Adapun hasil perawatan yang dilakukan cukup berhasil karena terdapat
pengurangan ukuran overbite pasien sebanyak 2 mm, namun gigi 21 pasien masih berada
diluar lengkung rahang.
xxiv
BAB V
KESIMPULAN
Etiologi dari crowding anterior pada pasien ini diperkirakan akibat kurang
berkembangnya lengkung rahang maksila maupun mandibular, yang diperparah akibat
ukuran gigi pengganti yang tidak sesuai dengan lengkung rahang. Prinsip perawatan
crowding anterior pada pasien ini adalah space creation dengan melakukan ekspansi
transversal, distalisasi dan protraksi gigi 22 dan regulasi anterior untuk memberikan
ruangan untuk gigi 22 dan 21 berada pada lengkung rahang. Dan juga anterior bite plane
yang bertujuan agar terjadinya ekstruksi gigi posterior dalam mengatasi deep bite.
Perawatan orthodontik pada pasien ini menggunakan piranti lepasan, dengan komponen
ekspansion screw, S spring, cengkram Adam dan labial bow dan modifikasi anterior bite
plane.
xxv
DAFTAR PUSTAKA
xxvi