Pengendalian Ketinggian Cairan (CRL 1)
Pengendalian Ketinggian Cairan (CRL 1)
(CRL 1)
A. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Melakukan simulasi pengendalian on-off dengan menggunakan peralatan CRL
2. Menjelaskan pengertian Set-point,gain,open time
3. Memahami mekanisme pengendalian on-off
4. Mencetak grafik pengendalian on-off dan menjelaskan grafik tersebut
C. DASAR TEORI
Peralatan simulasi proses CRL dibuat oleh DIDACTA Italia dan dikembangkan
untuk mempelajari teknik pengendalian level (ketinggian) permukaan fluida cair, yang
dalam hal ini fluida yang digunakan adalh air. Konfigurasi yang digunakan untuk
simulasi ini adalah sistim loop terbuka (open loop) dan sistim loop tertutup (closed loop).
Selain itu, juga dipelajari mode pengendalian dengan pengendalian dengan pengendali
(controller) tak kontinyu (ON-OFF Controller) dan pengendali kontinyu (Three tern-
controller; P/I/D).
URAIAN SINGKAT
Liquid yang berada di tangki (1) di pompakan ke tangki berskala (11) oleh pompa
sentrifugal (2) dibawah pengendalian katup pneumatic proporsional (3). Pengisian tangki
berskala (11) menghasilkan tekanan pada bagian dasar tangki yang ekivalen terhadap
ketinggian (level) liquid dalam tangki, dideteksi oleh transduser P/I (13) dan ditransmisikan
sebagai sinyal Y ke unit pengkondisi (panel Kontrol, 9) outputnya berupa sinyal X yang
berasal dari panel control (9) ditransmisikan ke katup pneumatic proporsional dengan
bantuan udara tekan yang disuplai oleh inlet udara tekan (5). Katup V1 dan V2 dapat diatur
secara manual untuk tertutup dan terbuka penuh dalam hubungan dengan tangki berskala
(11). Katup solenoid (14) memungkinkan untuk pengendalian gangguan aliran air. Unit
pemakaian katup 14, V1 harus dalam keadaan terbuka penuh.
Panel Kontrol
Panel kontrol (9) terdiri dari beberapa indikator yang menunjukkan kerja peralatan pada
unit CRL ini
1. Skalar utama (main switch) yang mensuplai arus listrik dari socket dinding peralatan
CRL.
2. Lampu indicator kerja pompa, menunjukkan pompa sedang hidup.
3. Lampu indicator kerja level minimal dan maksimal untuk pemakaian resislive probe.
Resitive probe terletak di dalam tngki berskala, berbentuk seperti elektroda terbuat
dari logam dalam ukuran panjang berbeda.
4. Penunjuk ketinggian (level ndicator) dalam satuan %
5. Lampu indicator, menunjukkan posisi katup untuk menimbulkan gangguan sesuai
posisi NO.
a. 0-katup solenoid tidak diaktifkan secara manual
b. PC-katup solenoid dikendalikan malalui computer
6. Sinyal pengaturan, X dalam bentuk output analoq
7. Sinyal dikendalikan, Y controller var, dalam bentuk output analog
8. Selector pemilih untuk jenis mode control :
a. pengendalian gerakan katup secara manual
b. unit off (0) posisi pengendali tidak hidup
c. pengendalian dengan resistive probe
d. pengendalian dengan PC
e. pengendalian dengan minireg, (alat tambahan)
f. pengendalian dengan MRRP, (alat tambahan)
9. Pengaturan Katup secara manual (trimmer)
10. Lampu penunjuk power suplai
Pada pengendalian ON-OFF, penggerak (actuator) hanya berada pada dua keadaan
posisi ON (hidup) atau posisi OFF (mati), dimana pada unit CRL ini diasumsikan katup
pneumatic berada pada posisi membuka atau menutup aliran yang menuju tangki berskala.
Pada keadaan ini, katup akan terbuka apabila level air berada dibawah dari level yang
diinginkan (set-point) atau katup penutup apabila level air melebihi dari set point. Disini akan
terdapat batasan level (level threshold) yang berhubungan dengan set point, apabila batasan
ini dilampaui karena level bertambah atau berkurang, katup juga berubah posisinya, hal ini
akan menimbulkan perubahan posisi katup disekitar batasan level, yang timbul pada
pengoperasian normal. Ketika level sedikit di bawah set point, katup akan terbuka sehingga
level melebihi set point dengan cepat, kemudian katup menutup dan level berkurang kembali
dan seterusnya berulang-ulang.
Untuk mengatasi masalah ini dan mencegah ausnya penggerak (katup), ada baiknya
diberikan dua batasan level yang diatur secar simetris diatas dan dibawah set point.
Batasan atas dilampaui apabila level meningkat, katup akan menutup.
Batasan bawah dilampaui apabila level berkurang, katup akan terbuka.
Interval antara level yang dikehendaki dengan salah satu batas level dinamakan
HISTERISIS. Semakin besar histerisis, semaknin rendah tekanan pada actuator.
D.GAMBAR ALAT(TERLAMPIR)
E. PROSEDUR KERJA
1. Selector kontrol (23) dipanel kontrol unit CRL diset pada posisi “PC” dan
selector noise (20) pada 0.
2. Katup V1 dan V2 dibuka dan volume tangki dikosongkan. Katup V2 diatur agar
tertutup sekitar 25%, katup V1 tetap terbuka.
3. Unit CRL dihidupkan dengan mengaktifkan tombol saklar utama.
4. Katup tekanan (7) diputar sambil ditarik dan diatur dengan memutarkan katup
tersebut agar tekanan yang terbaca di (6) maksimal 2 bar.
5. Computer dihidupkan, program CRL dijalankan dan dipilih file “new”
6. Dipilih regulator On-Off pada “regulator type”, klik oke, lalu klik oke lagi
7. Pada monitor PARAMETER, dimasukkan :
- Set point : 30%
- Histerisis : 5%
- Open Time : 2 s
- Gain : 0,5
8. Tombol “Start” ditekan untuk memulai percobaan
9. Kejadian di unit CRL dan grafik terbentuk di observasi
10. Setelah berjalan 10 menit, tombol “FREEZE” ditekan. Hal ini menyebabkan
proses berhenti
11. Parameter diubah sesuai perintah instruktur, tekan ENTER atau klik Oke
12. Tombol start ditekan kembali, gerakan yang terjadi baik di unit CRL maupun
grafik yang terbentuk di observasi
13. Langkah 11 diulangi apabila perlu. Tombol “FREEZE” ditekan, dan printer
dihidupkan, klik tombol “Print” untuk memulai pencetakan grafik
14. Pada akhir percobaan klik tombol “Quit” lalu yes file”, pilih Exit dan tekan yes
15. Tangki dikosongkan dan saklar utama dimatikan.
F.ANALISA PERCOBAAN
G. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
- Nilai set point, histerisi, open time dan gain akan sangat berpengaruh pada saat
pembuatan grafik.
- Pada grafik menunjukkan semakin besar nilai histerisis yang digunakan maka
semakin jauh jarak actual signal dan control variabel.
- Pengendalian ON-OFF dilakukan dengan memanfaatkan sinyal tekanan.
- Semakin besar histerisis, semaknin rendah tekanan pada actuator
PENGENDALIAN RESISTIVE PROBES
A. Tujuan Percobaan
Membedakan pengendalian ON/OFF dan pengedalian Resistive
Menentukan kapan sebaiknya pengendalian Resistive Probes
Mencetak grafik dan menganalisa grafik yang terbentuk
B. Alat dan Bahan
Seperangkat peralata CRL
Satu set personal komputer
Air
C. Dasar Teori
Tangki bening berskala unit CRL mempunyai tiga buah probes didalamnya
yang berfungsi untuk mengukur level fluida (R1, R2, dan R3). R1 dan R2 dapat
berfungsi sebagai batas atas pada pengendalian on – off.
Apabila katup pengeluaran (V2) terbuka, tangki pada keadaan kosong dan
selektor pada panel kontrol (23) berada pada posisi sesuai resistive probes yaitu antara
0 dan PC, maka air akan mengalir mengisi tangki. Sistim akan membuka katup
pneumatik sebesar 100% sampai level mencapai R2 dan melewati batas bawah R2
tersebut, katup terbuka kembali, demikian berulang seperti pada pengendalian on –
off. R3 berada pada posisi level 85% sedangkan R2 pada level 75% kontrol pada
posisi 0.
D. Langkah Kerja
E. Data Pengamatan
F. Analisa percobaan
Setelah melakukan praktikum “Pengendalian Kontinyu P/I/D” dapat dianalisa
bahwa system pengendalian secara kontinyu berbeda dengan system pengendalian tak
kontinyu (On/Off). Pada system control kontinyu, system secara kontinyu melakukan
evaluasi antara error dan set point dan secara kontinyu pula memberikan masukan
(input) bagi elemen control akhir untuk melakukan perunahan agar harga
pengendalian (control point) mendekati atau sama dengan harga set point.
Pengendalian kontinyu ini menggunakan beberapa variable yaitu set point,
proporsional band, integral time, dan derivative time. Pada praktikum kali ini
dilakukan 8 kali pecobaan dengan berbagai variasi sebagai perbandingan.
Perbandingan yang pertama pada percobaan 1 dan 2 dengan variasi proporsional
(band, pada percobaan 1 100% dan pecobaan 2 150%). Dari data yang didapat terlihat
bahwa pada percobaan 1 mempunyai nilai control varoabel dan act signal lebih tinggi
dan lebih cepat terjadi perpotongan antara contr var dan act signal. Ini berarti semakin
besar nilai proporsional band maka semakin rendah nilai contr var dan act signal yang
di dapatkan.
Perbandingan yang kedua pada percobaan 3 dan 4 dengan variasi integral time,
pada percobaan 3 yaitu 1 min dan pada percobaan 4 yaitu 1,5 min. dari data yang di
dapat terlihat bahwa nilai control variable dan act signal pada percobaan 3 lebih tinggi
dan mengalami perpotongan antara set point dan act signal pada menit ke 4.
Sedangkan pecobaan 4 tidak mengalami perpotongan. Hal ini berarti semakin besar
nilai integral time semakin kecil nilai contr var dan act signal yang dihasikan sehingga
tidak dapat terjadi perpotongan dengan set point.
Perbandingan yang keriga pada percobaan 5 dan 6 dengan variasi integral time
sama seperti pada pecobaan 3 dan 4. Tetapi npada percobaan 5 dan 6 ini
menggunakan nilai derivative 0,5 min sedangkan pada percobaan 3 dan 4 tidak
menggunakan nilai derivative. Dari data yang di dapatkan terlihat bahwa hasil yang di
dapatkan sama seperti percobaan 3 dan 4, yaitu semakin besar nilai integral time maka
semakin kecil nilai contr var dan act signal yang dihasikan sehingga tidak dapat
terjadi perpotongan dengan set point. Tetapi pada percobaan 5 dan 6 ini menggunakan
nilai derivative sehingga nilai act signal yang dihasilkan lebih kecil dan lebih lama
mengalami perpotongan dengan set point.
Perbandingan yang keempat pada percobaan 6, 7, dan 8 dengan variassi nilai
derivative, pada percobaan 6 yaitu 0,5 min, percobaan 7 yaitu 0,75 min dan percobaan
8 yaitu 1 min. dari data yang di dapatkan terlihat bahwa hasilnya sama dengan
percobaan 5 dan 6 yaitu semakin tinggi nilai derivative maka semakin lama act signal
mengalami perpotongan dengan set point.
G. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
Pada grafik 1 dan 2 semakin besar nilai proporsional band maka semakin kecil nilai
control variable dan act signal di dapatkan.
Pada grafik 3 dan 4 semakin besar nilai integral time maka semakin kecil nilai
contr var dan act signal yang dihasilkan.
Pada grafik 5 dan 6 semakin besar nilai integral time maka semakin kecil nilai
contr var dan act signal yang dihasilkan.
Pada grafik 6, 7, dan 8 semakin tinggi nilai derivative maka semakin lama act
signal mengalami perpotongan dengan set point.