Epitermal
Epitermal
LAPORAN
Oleh :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Makalah ................................................................................ 2
D. Manfaat Makalah.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A . Landasan Teoritis.............................................................................. 3
B. Pembahasan........ ............................................................................... 5
1. Gunungapi Galunggung ................................................................ 5
2. Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya .................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................ 21
B. Saran ................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kawah Galunggung .................................................................... 5
Gambar 2.2 Peta Anomali Magnetik Sisa (dalam nT) Daerah
G. Galunggung (gabungan hasil survey 2007 dan 2008) ............ 11
Gambar 2.3 Peta Kawasan Rawan Bencana G. Galunggung ........................ 12
Gambar 2.4 Kampung Naga ........................................................................... 14
Gambar 2.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kampung Naga ........ 17
Gambar 2.6 Masjid As-Salam di Kampung Naga .......................................... 20
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Stratigrafi Batuan Gunung Galunggung .......................................... 8
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gunung Galunggung merupakan gunungapi dengan ketinggian 2.167 m di atas
permukaan laut, terletak sekitar 17 km dari pusat kota Tasikmalaya Berlokasi di
Desa Linggajati Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya. Setelah terakhir
meletus pada Tahun 1982, Panorama alam di sekitar Gunung Galunggung saat ini
sangat mempesona. Kawah yang dulu memuntahkan lahar panas, pasir dan
bebatuan, kini telah berwujud menjadi semacam danau luas, bening, berair dan
tenang serta dikelilingi hutan hijau yang asri. Merupakan salah satu kajian geografi
yang bersifat fisik berada di Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan Kampung Naga
merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang
sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini
adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek
kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa
peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung
Naga juga merupakan salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan
adat istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan dengan kehidupan
masyarakat lain yang lebih modern.
Kampung Naga memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat
kehidupan sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban
modern. Ini merupakan kajan geografi yang bersifat social, mengarah kepada
kebudayaan, adat istriadat, geografi manusia, dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah
Dalam kaitannya dengan permasalah diatas maka ada beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi oleh penulis diantaranya:
1. Bagaimana kondisi dan sejarah gunung Galunggung?
2. Bagaimana kondisi sosial masyarakat dan kondisi alam di Kampung Naga?
1
2
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan penulisan dalam menulis makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi dan sejarah gunung Galunggung
2. Untuk mengatahui kondisi sosial masyarakat dan kondisi alam di Kampung
Naga.
D. Manfaat Makalah
Penulisan makalah bermanfaat bagi penulis maupun pembaca yaitu untuk
menambah pengetahuan dan wawasan tentang kondisi dan sejarah gunung
Galunggung dan Kampung Naga
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoretis
1. Pengertian Gunungapi
Gunung-gunung yang menjulang tinggi ke angkasa dengan kokoh merupakan
hal yang menakjubkan bagi semua orang yang melihatnya. Sebagian orang
menganggap bahwa di atas gunung-gunung yang tinggi itu terdapat para penguasa
yakni para dewa. Bila gunung itu meletus, orang-orang menganggap bahwa para
dewa sedang murka. Namun itu hanya sebagian paradigma orang-orang di masa
yang lalu.
Kini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berputarnya
waktu. Pengetahuan tentang kegunungapian semakin berkembang. Banyak teori-
teori yang mendasari akan perkembangan tentang ilmu kegunungapian.
Alzwar (1988: 32) mengemukakan. “Gunungapi adalah timbulan di permukaan
bumi, yang tersusun atas timbunan rempah gunungapi, tempat dengan jenis dan
kegiatan magma yang sedang berlangsung, tempat keluarnya batuan leleran dan
rempah lepas gunungapi dari dalam bumi”.
Mac Donald (1972: 12) mengemukakan. “Gunungapi adalah tempat atau bukaan
berasalnya batuan pijar (gas) dan umumnya keduanya, keluar ke permukaan bumi,
sehingga bahan batuan tersebut berakumulasi membentuk bukit atau gunung”.
Bronto (2006: 24) mengemukakan. “Gunungapi adalah sesuatu proses alam yang
berhubungan dengan kegiatan gunungapi, meliputi asal-usul pembentukan magma
di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk
dan kegiatannya, serta, setiap magma yang muncul ke permukaan bumi adalah
gunungapi”.
3
4
B. Pembahasan
1. Gunungapi Galunggung
Gunungapi Galunggung merupakan gunung api aktif tipe strato, yang di dalam
pembagian fisiografi Jawa Barat, termasuk di dalam zona gunung api kwarter yang
terbentuk di bagian tengah Jawa Barat, dan secara pembagian karakteristik sedimen
batuan tersier terletak di dalam cekungan Bogor.
Letak astronomis Gunungapi Galunggung 07015’24,8” LS, 108004’36” BB.
Dengan ketinggian 1112 mdpl (Gunung Warirang).
Letak astronomis Danau Kawah Galunggung 07017’55,5” LS, 108006’46,3”BB.
Dengan ketinggian 574 mdpl.
Gambar 2.1
Kawah Galunggung
a. Sejarah Kisah Gunungapi Galunggung
Mitos Sejarah Gunungapi galunggung dimulai pada abad ke XII. Di kawasan ini
terdapat suatu Rajyamandala (kerajaan bawahan) Galunggung yang berpusat di
Rumantak, yang sekarang masuk dalam wilayah Desa Linggawangi, Kecamatan
Leuwisari, Tasikmalaya. Tempat Sejarah Gunungapi galunggung merupakan salah
satu pusat spiritual kerajaan Sunda pra Pajajaran, dengan tokoh pimpinannya Batari
Hyang pada abad ke- XII. Saat pengaruh Islam menguat, pusat tersebut pindah ke
daerah Pamijahan dengan Syeikh Abdul Muhyi (abad ke XVII) sebagai tokoh
ulama panutan. Sumber prasasti Geger Hanjuang yang ditemukan di sana
menyebutkan bahwa pada tahun 1033 Saka atau 1111 Masehi, Batari Hyang
membuat susuk atau parit pertahanan.
6
Peristiwa nyusuk atau pembuatan parit ini berarti menandai adanya penobatan
kekuasaan baru di sana (di wilayah Galunggung). Sementara naskah Sunda kuno
lain adalah Amanat Galunggung yang merupakan kumpulan naskah yang
ditemukan di kabuyutan Ciburuy, Garut Selatan berisi petuah–petuah yang
disampaikan oleh Rakyan Darmasiksa, penguasa Galunggung pada masa itu kepada
anaknya. Sementara Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik, seorang resi Hindu
dari Kerajaan Sunda, Pakuan Pajajaran yang telah melakukan dua kali perjalanan
dari Pakuan Pajajaran ke Jawa sempat menuliskan Galunggung dalam catatan
perjalanannya.
1) Pra-letusan 1822
Pada pra-letusan 1822, terjadilah suatu ledakan raksasa dengan jari-jari lk
1000m. ada kemungkinan pada waktu itu dinding Gunung Galunggung sebelah
Timur runtuh dan terbentuklah kawah berbentuk sepatu kuda sebagaimana terlihat
sekarang. Anggapan lain adalah, bahwa semula kawah Gunung Galunggung
berbentuk corong yang hampir sempurna. Lambat-laun terjadilah sebuah danau
raksasa berkat kumpulan air hujan. Diakibatkan tekanan air atau adanya suatu
letusan, pematang lingkaran Timur yang lebih lemah, kemudian di terobosnya.
Bom, lapilli, dan abu gunungapi dilontarkan melalui kawah ini yang disertai juga
dengan terjadinya penyemburan terarah berupa pasir dan batu kea rah Timur hingga
jauh ke daerah Tasikmalaya.
Endapan letusan ini meluas sampai jalan besar antara Tasikmalaya dan
Manonjaya dan sampai lereng Gunung Sawal di seberang Citanduy, dengan luas
kira-kira 175km2, ada juga kemungkinan endapan disebelah selatan dan barat
Gunung Galunggung telah bergerak akibat hujan besar pertama dan dialirkan
sebagai lahar dingin ke Ciparay,Cimerak dan anak sungai Cikunten sampai daaratan
Singaparna.
7
Tahun kejadiannya tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi diduga telah
berlangsung sejak beberapa ribu tahun lalu, erosi pun memainkan perannya,
sehingga akhirnya terbentuk “Pebukitan sepuluh ribu (The Thousand Hills).”
2) Erupsi 1822
Aliran pirokolstik berwarna abu tua, bersifat lepas dan didominasi oleh ash.
Batuan ini ditutupi oleh endapan debris avalanche. Penanggalan radiokabon (C14)
dari fragmen kayu di dalam endapan fluvial yang berada di bawah kedua endapan
tersebut, mempunyai umur 590 - 150 tahun BP. Ini menunjukkan bahwa
Galunggung mempunyai periode istirahat panjang (dormant periode) sebelum
erupsi 1822).
3) Erupsi 1894
Pada tanggal 7 – 19 Oktober 1894, sumbat lava dilemparkan oleh letusan
Gunung Galunggung, Dinding kawah ambruk, dan berupa jatuhan piroklostik yang
ditutupi endapan halus. Neuman van Padang (1951) melaporkan bahwa terjadi
awan panas, tetapi tidak mengakibatkan jatuhnya korban manusia. Lahar hujan
terjadi pada tanggal 37 dan 30 Oktober. Desa yang hancur sebanyak 50 buah, jalan
yang diikuti lahar sama dengan jalan lahar pada letusan 1822.
4) Erupsi 1982-83
Aliran piroklostik tidak terkompaksi, kaya akan ash dan fragmen bom bertipe
bom kerak roti. Total volume diperkirakan 5,6 x 106 m3.
Jatuhan piroklostik, mempunyai ketebalan 1-10 meter sampai 30 meter di sekitar
kawah aktif. Perlapisan baik dan memperlihatkan normal graded bedding dengan
material berukuran dari ash sampai bom dan blok. Fragmen bom bertipe bom kerak
roti. Aliran lava, aliran lava basal keluar pada bagian kaki kerucut silinder.
5) Kegiatan 2012
Pada bulan November 2012, Gunung Galunggung statusnya mengalami
peningkatan, Gunung Galunggung sudah hampir selama 30 tahun tertidur dengan
lelapnya, kini mulai bangun dan menunjukan aktivitas vulkaniknya sebagai
Gunungapi yang masih aktif, statusnya dari Normal (Level I) menjadi waspada
(Level II). Terdeteksi dengan jelas melalui alat yang ada dpusat pemantauan
Gunungapi Galunggung adanya getaran vulkanik, sejak tanggal 1 – 31 Januari 2012
8
terjadi hingga 16 kali gempa, dan sejak tanggal 1 -11 Februari 2012 tercatat 11 kali
terjadi gempa vulkanik serta bau belerang tidak tercium.
Fenomena-fenomena yang terjadi sebagai pertanda terjadinya aktifitas vulkanik
Gunungapi Galunggung tersebut adalah:
a) Suhu air danau kawah naik menjadi 40°C dari sebelumnya di angka 27°C.
b) Terjadi perubahan warna air dari yang sebelumnya normal bening biru,
menjadi berwarna kuning kecoklatan.
c) Muncul gelembung-gelembung air.
d) Ikan – ikan di danau terlihat mulai melemas.
Tabel 2.1
Stratigrafi batuan Gunung Galunggung
e. Morfologi
Gunung Galunggung menempati daerah seluas lk 275 km2 dengan diameter 27
km (barat laut-tenggara) dan 13 km (timur laut-barat daya). Di bagian barat
berbatasan dengan G. Karasak, dibagian utara dengan G. Talagabodas, di bagian
timur dengan G. Sawal dan di bagian selatan berbatasan dengan batuan tersier
Pegunungan Selatan. Secara umum, G. Galunggung dibagi dalam tiga satuam
morfologi, yaitu: Kerucut Gunung Api, Kaldera dan Perbukitan Sepuluh Ribu.
Kerucut Gunung Api, menempati bagian barat dan selatan, dengan ketinggian
2168 m diatas permukaan laut, dan mempunyai sebuah kawah tidak aktif bernama
Kawah Guntur atau kawah saat di bagian puncaknya. Kawah ini berbentuk
melingkar berdiameter 500 meter dengan kedalaman 100 - 150 meter.Kerucut ini
merupakan kerucut gunungapi Galunggung tua sebelum terbentuknya Kaldera,
11
mempunyai kemiringan lereng hingga 30ᵒ di daerah puncak dan menurun hingga 5ᵒ
di bagian kaki.
1) Kaldera Gunungapi Galunggung
Kaldera, berbentuk sepatu kuda terbuka ke arah tenggara dengan panjang 9 km
dan lebar antara 2-7 km. Tinggi dinding Kaldera tertinggi adalah 1000 meter di
bagian barat-barat laut dan menurun hingga 10 m di bagian timur-tenggara. Di
dalam Kaldera terdapat kawah aktif berbentuk melingkar dengan diameter 1000
meter dan kedalaman 150 meter. Di dalam kawah ini terdapat kerucut silinder
setinggi 30 meter dari dasar kawah dan kaki kerucut berukuran 250 x 165 meter
yang terbentuk selama periode erupsi 1982-1983. Pada Desember 1986, kerucut
silinder ini tertutup oleh air danau kawah. Pada 1997, setelah volume air danau
kawah dikurangi melalui terowongan pengendali air danau, kerucut silinder ini
muncul kembali di permukaan air danau.
2) Perbukitan Sepuluh Ribu Gunungapi Galunggung
Perbukitan Sepuluh Ribu atau perbukitan "Hillock", terletak di lereng kaki
bagian timur-tenggara dan berhadapan langsung dengan bukaan kaldera. Perbukitan
ini menempati dataran Tasikmalaya (lk 351 m) dengan luas lk 170 km2, dan dengan
jarak sebaran terjauh 23 km dari kawah pusat dan terdekat 6,5 km serta lebar
sebaran lk 8 km, dengan sebaran terpusat pada jarak 10 - 15 km. Jumlah bukit
tersebut lk 3.600 buah, tinggi bukit bervariasi antara 5 - 50 meter diatas dataran
Tasikmalaya dengan diameter kaki bukit antara 50 - 300 meter serta kemiringan
lereng antara 15 - 45ᵒ. Perbukitan ini terbentuk sebagai akibat erupsi besar yang
menghasilkan kaldera tapal kuda dan yang melongsorkan kerucut bagian timur-
tenggara, berumur 4200 tahun yang lalu.
Gambar 2.2
Peta Anomali Magnetik Sisa (dalam nT) Daerah G. Galunggung (gabungan hasil
survey 2007 dan 2008).
Pada peta ini terlihat lebih jelas amplitudo anomali magnetik pada daerah puncak
yaitu di daerah kawah G. Galunggung amplitudo anomali magnetik sisa yang
kontras (amplitudo anomali positif mencapai 400 nT yang berdampingan dengan
anomali magnetik negatif ~ -300 nT). Sedangkan penyebaran anomali di daerah
perbukitan sepuluh ribu, amplitudo lebih dari 100 nT, nampak berkorelasi dengan
penyebaran endapan volkanik muda G. Galunggung.
13
Gambar 2.3
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Galunggung
penduduknya patuh dan menjaga tradisi yang ada, hal inilah yang membuat
kampung ini unik dan berbeda dengan yang lain. Tak salah jika kampung ini
menjadi salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang patut dilestarikan.
Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah
barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di hutan tersebut terdapat
makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-
sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang
bermata air dari Gunung Cikuray.
Gambar 2. 4
Kampung Naga
b. Sejarah dan Adat Istiadat Kampung Naga
Nenek moyang Kampung Naga Sendiri konon adalah Eyang Singaparna yang
makamnya sendiri terletak di sebuah hutan di sebelah barat Kampung Naga. Yang
membuat Kampung Naga ini unik adalah karena penduduk ini seperti tidak
terpengaruh dengan modernitas dan masih tetap memegang teguh adat istiadat yang
secara turun temurun. Kepatuhan warga Sanaga (Warga asli kampung Naga) dalam
mempertahankan upacara – upacara adat, termasuk juga pola hidup mereka yang
tetap selaras dengan adat leluhurnya seperti dalam hal religi dan upacara, mata
pencaharian, pengetahuan, kesenian, bahasa dan tata cara leluhurnya. Masyarakat
Kampung Naga memilki tempat-tempat larangan yaitu : 2 hutan larangan, sebelah
Timur dan Barat, tempat ini tidak boleh dimasuki oleh seorangpun kecuali pada
waktu upacara atau berziarah. Ada satu buah bangunan yang dianggap keramat
16
yaitu “Bumi Ageung” yaitu tempat pelaksanaan rutinitas upacara adat, tempat ini
tidak boleh dimasuki kecuali oleh Ketua Adat atau Kuncen.
Hari yang diagungkan masyarakat Kampung Naga diantaranya hari Selasa, Rabu
dan Sabtu. Pada hari itu masyarakat dilarang untuk menceritakan asal usul atau
sejarah mengenai Kampung Naga dan pada bulan Syafar tidak boleh melaksanakan
upacara adat atau berziarah. Dalam pembangunan rumah-rumah diatur sedemikian
rupa yaitu dengan membujur Timur Barat menghadap ke Selatan, setiap rumah
harus saling berhadapan untuk menjaga kerukunan antar warga. Praktek
pembangunannya pun mempunyai wawasan lingkungan yang futuristik, baik secara
fisik, sosial, ekonomi maupun budaya. A. Letak Geografis Kampung Naga secara
administratife berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya
yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya.
Peralatan hidup masyarakat Kampung Naga Masyarakat Kampung Naga
merupakan masyarakat yang masih menggunakan peralatan ataupun perlengakpan
hidup yang sederhana, non teknologi yang kesemua bahannya tersedia di alam.
Seperti untuk memasak, masyarakat Sanaga menggunakan tungku dengan bahan
bakar menggunakan kayu bakar dan untuk membajak sawah mereka tidak
menggunkan traktor melainkan menggunakan cangkul. Dan masih banyak hal
lainnya, yang pasti masayarakat Sanaga tidak menggunakan peralatan canggih
berteknologi tinggi, dan kampung mereka pun tidak ada listrik.
Kesenian di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan
atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti
wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan
waditra goong.
Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung
Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah
jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama
oleh kalangan generasi muda. Terdapat tiga pasangan kesenian di Kampung Naga
diantaranya : Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang sampai tidak
terbatas biasanya ini dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul Fitri dan Idul Adha
17
serta kemerdekaan RI. Alat ini terbuat dari kayu. Terebang Sejat, dimainkan oleh 6
orang dan dilaksanakan pada waktu upacara pernikahan atau khitanan massal.
Angklung, dimainkan oleh 15 orang dan dilaksanakan pada waktu khitanan massal.
Sistem bangunan atau arsitek bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga
berbentuk segitiga semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat
kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga
dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi
(Leuit) dan Bumi Ageung yang kesemua bahan bangunannya menggunakan bilik-
bilik, kayu-kayu, dan lain- lain. Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua
bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan
adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari
bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai
rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap
kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur.
Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah
tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh
menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung
(gedong). Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja,
dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah
berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang
masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu
belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari
memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Sistem bahasa dalam berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas
menggunakan bahasa Sunda Asli, hanya sebagian orang dalam arti yang duduk di
pemerintahan. Adapula yang bisa berbahasa Indonesia itupun hanya digunakan
apabila bercakap – cakap dengan wisatawan dari luar Jawa Barat.
18
Gambar 2.5
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Masyarakat Kampung Naga
Gambar 2.6
Masjid As-Salam di Kampung Naga
e. Sistem Politik Kampung Naga
Sistem Politik Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di
pimpin oleh ketua adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana
hasi yang diperoleh adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.
Sistem Hukum Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga
memiliki aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh
akan keberadaan aturan tersebut.
Lembaga pemerintahan sistem kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada
sistem atau lembaga-lembaga pemerintahan yang ada di Kampung Naga. Ada dua
lembaga yaitu :
1) Lembaga Pemerintahan: RT RK / RW Kudus (Kepala Dusun)
2) Lembaga Adat: Kuncen dijabat oleh Bapak Ade Suherlin yang bertugas sebagai
pemangku adat dan memimpin upacara adat dalam berziarah.
Adapun, punduh dijabat oleh Bapak Ma’mun Lebe dijabat oleh Bapak Ateng
yang bertugas mengurusi jenazah dari awal sampai akhir sesuai dengan syariat
Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Gunungapi Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5).
Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di mana air Cikunir
menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan kawah menunjukkan bahwa air
keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam kawah. Kemudian
pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir
kemerahan yang sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar
bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan
4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur
dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung. Dengan pola pengaliran sungai yang
beranekragam dari kawah hingga kaki gunung.
Dan keberadaan Kampung Naga sebagai kajian geografi yang bersifat social
budaya, selain menarik karena keunikan budaya masyarakatnya, namun juga
ternyata dapat menjadi icon bagi masyarakat Kampung Naga khususnya dan bagi
masyarakat Jawa Barat pada umumnya bahwa primitifitas atau adat istiadat asli
peninggalan nenek moyang itu harusnya menjadi treadcenter dan suatu kebanggaan
bagi kita yang mewarisinya karena bisa menjadi daya tarik bagi turis local maupun
luar negeri untuk dijadikan bahan observasi.
B. Saran
Kita selaku bangsa Indoesia yang kaya akan sifat fisiknya maupun sosialnya
hendaklah mempelajari tentang ilmu geografi khususnya yang bersifat fisik dan
nonfisik, karena kedua sifat itu yang selalu ada pada setiap hari. Factor fisik dan
social tidak jauh dari kehidupan kita sehari-hari.
Selain itu, kita dapat sekedar melihat-lihat, ada baiknya kita melihat-lihat sambil
melakukan penelitian-penelitian ke sejumlah tempat bahwa yang terkandung di
kedua sifat itu terdapat beribu-ribu ilmu untuk kita pelajari dan dipahami.
21
DAFTAR PUSTAKA
Mulyo Agung. (2008). “Pengantar Ilmu Kebumian”. Bandung: CV. Pustaka Setia
http://hamlandz.blogspot.com/2011/12/pengertian-adat-secara-umum-dan-
khusus.html Hasil dari catatan penulis. [Tersedia].
http://aristastar21.wordpress.com/makalah-kebudayaan-masyarakat-kampung
naga-2/ Hasil dari catatan penulis. [Tersedia].