Anda di halaman 1dari 4

Accelerated Shelf-life Testing (ASLT)

Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode Accelerated Shelf-


life Testing (ASLT)

Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah satu
informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada label kemasan produk
pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait
dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan mutu pada saat
produk sampai ke tangan konsumen. Kewajiban pencantuman masa kadaluarsa
pada label pangan diatur dalam Undang-undang Pangan no. 7/1996 serta Peraturan
Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri
pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (expired date) pada setiap
kemasan produk pangan.

Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen,
konsumen, penjual, dan distributor. Konsumen tidak hanya dapat mengetahui tingkat
keamanan dan kelayakan produk untuk dikonsumsi, tetapi juga dapat memberikan
petunjuk terjadinya perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk
tersebut. Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan bagian dari konsep
pemasaran produk yang penting secara ekonomi dalam hal pendistribusian produk
serta berkaitan dengan usaha pengembangan jenis bahan pengemas yang
digunakan. Bagi penjual dan distributor informasi umur simpan sangat penting dalam
hal penanganan stok barang dagangannya.

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk
pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini menghasilkan hasil yang
paling tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Kendala
yang sering dihadapi oleh industri dalam penentuan umur simpan suatu produk
adalah masalah waktu, karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal
launching suatu produk pangan. Oleh karena itu diperlukan metode pendugaan
umur simpan cepat, mudah, murah dan mendekati umur simpan yang sebenarnya.

Metode pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode Accelerated


Shelf-life Testing (ASLT), yaitu dengan cara menyimpan produk pangan pada
lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau
kelembaban ruang penyimpanan yang lebih tinggi. Data perubahan mutu selama
penyimpanan diubah dalam bentuk model matematika, kemudian umur simpan
ditentukan dengan cara ekstrapolasi persamaan pada kondisi penyimpanan normal.
Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dengan akurasi
yang baik. Metode ASLT yang sering digunakan adalah dengan model Arrhenius
dan model kadar air kritis sebagaimana dijelaskan berikut ini.

Metode pendugaan umur simpan model Arrhenius

Metode ASLT model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur simpan
produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak,
reaksi Maillard, denaturasi protein, dan sebagainya. Secara umum, laju reaksi kimia
akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu
produk semakin cepat terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur
simpannnya dengan model Arrhenius di antaranya adalah makanan kaleng steril
komersial, susu UHT, susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mi instan,
frozen meat, dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi (berpotensi
terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein
(berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan).

Karena reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model Arrhenius
mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu
tinggi di atas suhu penyimpanan normal. Laju reaksi kimia yang dapat memicu
kerusakan produk pangan umumnya mengikuti laju reaksi ordo 0 dan ordo 1
(persamaan 1 dan 2). Tipe kerusakan pangan yang mengikuti model reaksi ordo nol
adalah degradasi enzimatis (misalnya pada buah dan sayuran segar serta beberapa
pangan beku); reaksi kecoklatan non-enzimatis (misalnya pada biji-bijian kering, dan
produk susu kering); dan reaksi oksidasi lemak (misalnya peningkatan ketengikan
pada snack, makanan kering dan pangan beku). Sedangkan tipe kerusakan bahan
pangan yang termasuk dalam rekasi ordo satu adalah (1) ketengikan (misalnya pada
minyak salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme (misal pada
ikan dan daging, serta kematian mikoorganisme akibat perlakuan panas); (3)
produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam makanan kaleng dan
makanan kering; dan (5) kehilangan mutu protein (makanan kering) (Labuza, 1982).

Konstanta laju reaksi kimia (k), baik ordo nol maupun satu, dapat dipengaruhi oleh
suhu. Karena secara umum reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi, maka
konstanta laju reaksi kimia (k) akan semakin besar pada suhu yang lebih tinggi.
Seberapa besar konstanta laju reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu dapat dilihat
dengan menggunakan model persamaan Arrhenius (persamaan 3) sebagai berikut:

Rumus (laboratory)

Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan kemasan


akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan metode
Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada beberapa suhu
penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk menghitung konstanta
laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan dengan menggunakan
persamaan Arrhenius (persamaan 3). Dari persamaan tersebut dapat ditentukan
nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur simpan, kemudian
digunakan perhitungan umur simpan sesuai dengan ordo reaksinya (persamaan 1
dan 2).

Metode pendugaan umur simpan model Kadar Air Kritis

Kerusakan produk pangan dapat disebabkan oleh adanya penyerapan air oleh
produk selama penyimpanan. Produk pangan yang dapat mengalami kerusakan
seperti ini di antaranya adalah produk kering, seperti snack, biskuit, krupuk, permen,
dan sebagainya. Kerusakan produk dapat diamati dari penurunan kekerasan atau
kerenyahan, dan/atau peningkatan kelengketan atau penggumpalan. Laju
penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh tekanan
uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan
yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk, kadar air kritis,
kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva isoterm sorpsi air,
faktor-faktor tersebut diformulasikan oleh Labuza dan Schmidl (1985) menjadi model
matematika (persamaan 4) dan digunakan sebagai model untuk menduga umur
simpan. Model matematika ini dapat diterapkan khususnya untuk produk pangan
kering yang memiliki kurva isoterm sorpsi air (ISA) berbentuk sigmoid.
Model untuk menduga umur simpan produk pangan yang mudah rusak karena
penyerapan air adalah dengan pendekatan metode kadar air kritis. Data percobaan
yang diperoleh dapat mensimulasi umur simpan produk dengan permeabilitas
kemasan dan kelembaban relatif ruang penyimpanan yang berbeda.

Produk pangan yang mengandung kadar sukrosa tinggi, seperti permen, umumnya
bersifat higroskopis dan mudah mengalami penurunan mutu selama penyimpanan
yang disebabkan oleh terjadinya penyerapan air. Umur simpan produk seperti ini
akan ditentukan oleh seberapa mudah uap air dapat bermigrasi ke dalam produk
selama penyimpanan dengan menembus kemasan. Semakin besar perbedaan
antara kelembaban relatif lingkungan penyimpanan dibandingkan kadar air produk
pangan, maka air semakin mudah bermigrasi.

Kurva ISA sukrosa dan produk pangan yang mengandung sukrosa tinggi lebih sulit
ditentukan, karena sifat higroskopis dari gula yang menyebabkan penyerapan air
berlangsung terus menerus dan tidak mencapai kondisi kesetimbangan, terutama
pada kelembaban relatif (RH) di atas 75% (Guo, 1997). Kurva ISA produk pangan
yang mengandung gula tinggi juga tidak berbentuk sigmoid sehingga kadar air
ksetimbangan dan kemiringan kurva sulit ditentukan (Adawiyah, 2006). Oleh karena
itu, penentuan umur simpan produk pangan yang mengandung kadar gula tinggi
tidak dapat menerapkan model persamaan (4). Pendekatan yang dapat dilakukan
adalah dengan memodifikasi model persamaan (4) dengan mengganti slope kurva
ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me) dengan perbedaan tekanan (∆P) antara di
dalam dan di luar kemasan (Labuza dan Schmidl, 1985). Hal ini didasarkan pada
prinsip terjadinya migrasi uap air dari udara ke dalam produk yang disebabkan oleh
perbedaan tekanan udara antara di luar kemasan dan di dalam kemasan

Model matematika tersebut dapat dilihat pada persamaan (5). Untuk menentukan ∆P
diperlukan data aktivitas air (aw) produk, dengan asumsi terjadi kesetimbangan
antara RH di dalam kemasan dengan aw produk.

Anda mungkin juga menyukai