Caesalpinia Ferrea
Caesalpinia Ferrea
DEVI INDRIANI
1306377423
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK
OKTOBER 2016
USULAN PENELITIAN
DEVI INDRIANI
1306377423
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK
OKTOBER 2016
i
HALAMAN PENGESAHAN
NPM : 1306377423
Judul Usulan Penelitian : Penapisan Fitokimia dan Uji Penghambatan Enzim Arginase
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 3 METODE PENELITIAN......................................................................................... 32
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 32
3.2 Alat .............................................................................................................................. 32
3.3 Bahan .......................................................................................................................... 32
3.3.1 Bahan Uji ........................................................................................................... 32
3.3.2 Bahan Baku Pembanding ................................................................................... 32
3.3.3 Bahan Kimia ...................................................................................................... 32
3.4 Cara Kerja ................................................................................................................... 33
3.4.1 Penyiapan Simplisia ........................................................................................... 33
3.4.2 Ekstraksi ............................................................................................................. 33
3.4.3 Penapisan Fitokimia (Identifikasi Senyawa) ..................................................... 33
3.4.3.1 Alkaloid.................................................................................................. 33
3.4.3.2 Tanin ...................................................................................................... 34
3.4.3.3 Saponin .................................................................................................. 34
3.4.3.4 Flavonoid ............................................................................................... 34
3.4.3.5 Terpenoid ............................................................................................... 35
3.4.3.6 Antrakuinon ........................................................................................... 35
3.4.3.7 Glikosida ................................................................................................ 35
3.4.4 Uji Penghambatan Enzim Arginase secara In Vitro .......................................... 36
3.4.4.1 Penyiapan Bahan Kimia ......................................................................... 36
3.4.4.2 Uji Pendahuluan Optimasi Konsentrasi Substrat dan Enzim ................. 38
3.4.4.3 Uji Aktivitas Penghambatan Enzim Arginase secara In Vitro oleh
Kontrol Positif........................................................................................ 39
3.4.4.4 Uji Aktivitas Penghambatan Enzim Arginase secara In Vitro oleh
Sampel Uji ............................................................................................. 40
3.4.4.5 Perhitungan Persentase Penghambatan (% Inhibisi) dan Inhibition
Concentration (IC50) .............................................................................. 42
3.4.4.6 Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim Arginase ............................. 42
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
pengobatan diabetes mellitus. Sifat hipoglikemik ekstrak air dari kulit batang C.
Ferrea telah diteliti dengan mekanisme mengurangi kadar glukosa darah
(Vasconcelos et.al, 2011). Skrining fitokimia dari ekstrak alkohol kulit batang dan
daun menunjukkan adanya flavonoid, saponin, tanin, kumarin, steroid dan senyawa
fenolik (Igor et al, 2007).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai aktivitas
penghambatan enzim arginase pada ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol
Caesalpinia sappan Lignum menggunakan standar nor-NOHA, menunjukkan
persentase inhibisi berturut-turut sebesar 5,53% ; 46,95% dan 40,46%. Hasil dari
ekstrak teraktif pada ekstrak etil asetat dan metanol dilakukan perhitungan IC50
dengan nilai berturut-turut sebesar 98,7 µg/ mL dan 132,02 µg/ mL pada
konsentrasi uji yang berbeda-beda (Noviani, 2015).
Mengingat bahwa studi farmakologi tanaman Caesalpinia ferrea memiliki
aktivitas pada sistem kardiovaskular dan telah dilakukannya penelitian terhadap
ekstrak Caesalpinia sappan Lignum yang memiliki aktivitas penghambatan enzim
arginase, penulis akan melakukan penelitian uji penghambatan enzim arginase dari
spesies lain yaitu Caesalpinia ferrea serta melakukan skrining fitokimia.
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
sampai 24 pinnas. Buah tidak merekah atau pecah dan memiliki pod keras dan
berwarna coklat tua (Lorenzi, 2002).
stearat dan lupenone. Selain itu juga diidentifikasi adanya senyawa 3,4-
dimethylbenzadehyde dan di-2-ethylhexylphthalate (Dias et al, 2013). Asam lemak
yang terdapat pada C. ferrea diantaranya asam linoleat, palmitat, oleat, stearat,
palmitoleat, dan asam kaprat (Sawada et al, 2014).
Kandungan lain yang terdapat pada C. ferrea yaitu senyawa fenolik. Studi
fitokimia dengan kromatografi lapis tipis (TLC) mengungkapkan adanya coumarin,
flavonoid, saponin, steroid dan tanin (Gonzalez et al, 2004;Vasconcelos et al, 2011;
Araujo et al, 2014). Studi lain menyatakan adanya senyawa asam ellagic dan 2-
(2,3,6-trihidroksi-4-carboxyphenyl) asam ellagic dari hasil isolasi yang dilakukan
pada buahnya (Ueda et al, 2002). Hasil isolasi dari buah C. ferrea juga mengandung
asam galat dan metil galat (Nakamura et al, 2002). Juga dalam buahnya, kandungan
fenolik dari ekstrak hydroalcoholic diperoleh 460 mg/g asam galat (Silva et al,
2011).
Dalam ekstrak metanol, dengan metode prussian blue diperkirakan terdapat
7,3% polifenol (Sampaio et al, 2009). Selain itu, analisis menggunakan
kromatografi cair (HPLC) mengungkapkan adanya asam galat, katekin, epikatekin
dan asam ellagic (Vasconcelos et al, 2011; Araujo et al, 2014). Adanya asam galat
dan kuersetin dalam ekstrak metanol daun C. ferrea juga telah dilaporkan (Port's et
al, 2013). Dalam ekstrak daun, kandungan polifenol dihitung dengan Folin-
Ciocalteu dan adanya asam galat diidentifikasi dan diukur dengan HPLC (Silva et
al, 2014). Kalkon juga merupakan zat yang terdapat dalam spesies ini, literatur
melaporkan keberadaan senyawa ini diisolasi dari batang C. ferrea, juga adanya
pauferrol A (Nozaki et al, 2007), pauferrol B dan C (Ohira et al, 2013).
Ekstrak hidrokoloid diisolasi dari biji yang mengandung 75% total
karbohidrat dan 9% protein. 1D/2D NMR menunjukkan adanya galactomannan
dengan (1 → 4) -linked-β-D-mannopyranose. Pemisahan peak 13C pada unit 4-O-
Mannopyranose menunjukkan unit α-D-Galpyranose (Souza et al, 2010). Studi lain
menunjukkan adanya polisakarida dalam ekstrak air dari biji. Analisis oleh 13C, 1H
NMR dan FT-IR menunjukkan adanya monosakarida D-galaktosa dan D-Mannosa
(Lopes et al, 2013). Adanya galactomannan dalam biji juga telah dibuktikan
(Gallao et al, 2013), peneliti menunjukkan adanya galactomannan terletak di
endosperm. Senyawa-senyawa tersebut ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
a. Obat tradisional
Penelitian ethnopharmacological sebelumnya menunjukkan bahwa C.
ferrea digunakan di Brasil untuk pengobatan sejumlah penyakit. Biji dan kulit C.
ferrea telah digunakan dalam pengobatan tradisional dalam bentuk teh dan ramuan
untuk menurunkan berat badan dan untuk membersihkan luka. Buahnya digunakan
untuk pengobatan anemia, penyakit paru-paru (batuk yang diikuti dengan
perdarahan) dan diabetes. Beberapa kegiatan terapeutik telah dijelaskan dalam
literatur ilmiah. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa infusa kulit batang C.
ferrea telah digunakan untuk mengobati enterocolitis dan diare.
Dalam buku “Plantas do Nordeste, Especialmente do Ceara" edisi ketiga
melaporkan beberapa sifat terapeutik, yaitu untuk pengobatan asma, memar, batuk
kronis, luka, antipiretik dan antidiabetes. Menurut Lewis akar C. ferrea digunakan
sebagai antipiretik dan antidiare dan rebusan kayunya menunjukkan adanya
aktivitas biologis antisekretori, serta ekstrak air dari akar C. ferrea memiliki sifat
antiinflamasi dan analgesik. Beberapa percobaan pada hewan coba juga telah
menunjukkan adanya efek analgesik, antiinflamasi dan antiulkus pada ekstrak buah
dan kulit batang spesies tersebut (Bacchi dan Sertie, 1994; Bacchi et al, 1995;
Carvalho et al, 1996).
Universitas Indonesia
12
d. Antidiabetes
Pemberian ekstrak alkohol 80% dari buah C. ferrea menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap aldose reduktase (Ueda et al, 2002). Pada pengujian
redutase aldose in vitro asam ellagic dan 2- (2,3,6-trihidroksi-4-carboxyphenyl)
asam ellagic dari buah C. ferrea, diverifikasi bahwa kedua senyawa tersebut
menghambat akumulasi sorbitol dalam eritrosit, lensa dan saraf siatik saat
diinkubasi in vitro dengan glukosa (Ueda et al, 2004). Di sisi lain menunjukkan
bahwa ekstrak air buah C. ferrea bila digunakan dalam pengobatan kronis pada
reaktivitas vaskular dari tikus diabetes diinduksi aloksan, tidak dapat mengubah
kontraksi atau relaksasi (Carvalho et al, 2010).
Evaluasi sifat hipoglikemia dan mekanisme pengurangan kadar glukosa
dalam darah tikus diabetes melalui protein kinase B (PKB/ Akt), AMP-activated
protein kinase (AMPK) dan acetyl CoA karboksilase (ACC) dilakukan pada crude
ekstrak kulit batang C. ferrea (Vasconcelos et al, 2011). Para peneliti memverifikasi
bahwa CE mengurangi kadar glukosa darah dan meningkatkan metabolisme pada
hewan. P-Akt meningkat dan P-ACC berkurang dalam hati dan otot rangka hewan
perlakukan, P-AMPK hanya terdapat di otot rangka. Parameter biokimia pada dosis
Universitas Indonesia
14
e. Antioksidan
Dalam studi yang dilakukan pada ekstrak etanol dari buah C. ferrea
menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat pada uji in vitro dan menunjukkan
korelasi yang signifikan dan linear antara konten fenolik dan aktivitas antioksidan
dengan alat uji phosphomolibdenium sebagai aktivitas antioksidan superoksida
(Silva et al, 2011). Studi yang menunjukkan kapasitas antioksidan dengan metode
diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) telah dilakukan dan menunjukkan aktivitas
moderat. Ketika dianalisis dengan β-Carotene atau sistem asam linoleat, hasilnya
menunjukkan nilai aktivitas antioksidan yang tinggi (Port's et al, 2013).
f. Antitumor
Asam galat dan metil galat yang diisolasi dari buah C. ferrea diuji in vitro
pada antigen virus Epstein-Barr dan diamati secara signifikan terjadi pengurangan
jumlah rata-rata papiloma pada pembentukan tumor kulit pada tikus (Nakamura et
al, 2002). Pada tahun 2003, aktivitas kemopreventif kanker 2- (2,3,6-trihidroksi-4-
carboxyphenyl) asam ellagic dari buah C. ferrea dievaluasi pada tikus yang
diinduksi papiloma, hasilnya senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan
tumor (Inada et al, 2003).
2.2 Ekstraksi
2.2.1 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia dengan
menggunakan pelarut tertentu. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai
simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida,
flavonoida, dll. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
maserat pada tingkatan pelarut tertentu sudah tidak lagi mengandung metabolit
sekunder yang dimaksud (Ditjen POM, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prosesnya terdiri dari tahap
pengembangan dan perkolasi sebenarnya secara terus-menerus sampai diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Ditjen POM, 2000).
c. Refluks
Prinsip dari metode refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dengan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan 3-5 kali
pada residu pertama untuk memperoleh ekstrak yang yang sempurna. Pelarut dan
simplisia diletakkan didalam labu destilasi atau erlenmeyer, kemudian dipanaskan
pada temperatur titik didih pelarut yang digunakan. Pelarut akan menyari
kandungan kimia pada simplisia. Setelah proses refluks selesai, dilakukan
penyaringan (Ditjen POM, 2000).
d. Sokhlet
Sokhlet merupakan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
yang dilakukan dengan alat sokhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan karena adanya pendingin balik. Pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi diletakkan diatas pemanas yang telah diatur suhunya
sesuai dengan titik didih pelarut, kemudian pelarut akan menguap dan didinginkan
melalui kondensor dan pelarut akan turun ke bagian tabung sampel. Pelarut akan
kontak dan menyari kandungan kimia pada simplisia. Setelah pelarutnya penuh
pada batas atas tabung sampel, pelarut dengan kandungan kimia yang terlarut akan
turun kedalam labu pelarut. Proses tersebut akan berulang kembali sampai beberapa
kali siklus (Ditjen POM, 2000).
Universitas Indonesia
17
b. Tanin
Tanin merupakan senyawa yang mempunyai gugus fenol, rasa sepat, dan
memiliki kemampuan menyamak kulit. Secara kimia, terdapat dua golongan tanin,
yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi secara
biosintesis terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal atau galokatekin yang
membentuk senyawa dimer dan kemudian oligamer yang lebih tinggi. Sedangkan
tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang terhidrolisis jika didihkan dalam
asam klorida encer (Harborne, 1987).
c. Saponin
Saponin merupakan glikosida triterpen yang sifatnya menyerupai sabun.
Senyawa tersebut dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air, dapat
Universitas Indonesia
18
d. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa polifenol yang dapat menghambat banyak reaksi
oksidasi baik secra enzimatis maupun non enzimatis. Senyawa tersebut
mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi, oleh karena itu dapat
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak.
Flavonoid yang terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida dan aglikon flavonoid.
Untuk menganalisis flavonoid, yang diperiksa adalah aglikon dalam ekstrak
tumbuhan yang sudah dihidrolisis (Harborne, 1987).
e. Terpenoid
Terpen adalah senyawa yang tersusun atas isopren dan kerangka karbonnya
dibentuk oleh penyambungan dua atau lebih satuan isopren. Terpenoid terdiri dari
beberapa macam senyawa yaitu monoterpen seskuiterpen yang mudah menguap,
diterpen yang sukar menguap serta triperpen dan sterol yang tidak menguap.
Berdasarkan pada strukturnya, terpenoid akan memberikan warna yang
karakteristik dengan pereaksi Liberman-Bouchardat yang ditandai oleh
terbentuknya warna hijau atau violet biru (Harborne, 1987).
f. Antrakuinon
Senyawa kuinon terdapat pada sejumlah besar pigmen dalam tanaman.
Kuinon alam biasanya terdapat dalam bentuk terhidroksi sebagai fenol. Kuinon
alam dikelompokkan menjadi antrakuinon, naftokinon, dan benzokinon.
Antrakuinon seperti aloin dan emodin memiliki khasiat farmakologi sebagai
laksatif. Pada umumnya kuinon berwarna merah, kuning, atau coklat. Tetapi dalam
bentuk basa hidroksi kuinon warnanya berubah menjadi ungu, biru, atau hijau
(Harborne, 1987).
Universitas Indonesia
19
g. Glikosida
Glikosida adalah senyawa yang apabila dihidrolisis akan terurai menjadi
gula (glikon) dan aglikon. Umumnya glikon berupa glukosa, fruktosa, laktosa,
galaktosa, dan manosa. Aglikon (genin) biasanya mempunyai gugus -OH dalam
bentuk alkohol atau fenol. Kegunaan glikosida pada tanaman adalah untuk
cadangan gula sementara (Harborne, 1987).
2.4 Enzim
2.4.1 Definisi Enzim
Enzim adalah polimer biologik yang mengkatalisis reaksi kimia yang
berlangsung di dalam tubuh dengan kecepatan reaksi 106 kali tanpa mengubah
konstanta kesetimbangan reaksi. Enzim bersifat selektif dan spesifik terhadap
reaksi dan substrat yang akan dikatalisis sehingga dapat memberikan kemampuan
pada sel untuk mengontrol suatu proses kimiawi (Murray, Granner dan Rodwell,
2006).
Struktur enzim terdiri dari komponen protein (apoenzim) dan komponen
non protein (gugus prostetik) yang terdiri dari kofaktor dan koenzim. Gugus
prostetik adalah suatu molekul/ion yang terkandung didalam enzim dan juga ikut
serta secara langsung dalam katalisis atau pengikatan substrat. Gugus protetik yang
berupa senyawa organik disebut dengan koenzim, sedangkan gugus prostetik yang
berupa senyawa anorganik disebut dengan kofaktor. Contoh koenzim diantaranya
tiamin pirofosfat, koenzim A, piridoksal fosfat, dll. Contoh kofaktor diantaranya
logam Fe, Mg, Mn, Cu, Zn, dll. Enzim juga mempunyai sisi aktif (active site) yang
merupakan tempat menempelnya substrat (Murray, Granner dan Rodwell, 2006).
b. pH
Perubahan pH lingkungan akan berpengaruh pada efektivitas bagian aktif
enzim. Dengan adanya perubahan pH yang cukup drastis dapat menyebabkan
denaturasi sehingga menurunkan efektivitas enzim (Murray, Granner dan Rodwell,
2006).
c. Konsentrasi substrat
Ikatan substrat dengan enzim dalam bentuk kompleks enzim-substrat akan
dihasilkan suatu produk. Peningkatan atau penurunan konsentrasi substrat akan
mempengaruhi jumlah kompleks enzim-substrat yang akan mempengaruhi jumlah
produk yang dihasilkan. Kecepatan reaksi akan meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi substrat hingga tercapai kecepatan maksimal. Jika
kecepatan maksimal telah tercapai adanya peningkatan konsentrasi substrat tidak
dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Hal tersebut terjadi karena enzim telah jenuh
Universitas Indonesia
21
Keterangan :
Vi : kecepatan awal reaksi
Km : konstanta Michaelis (konsentrasi substrat dengan Vi adalah separuh dari
kecepatan maksimal (Vmax/2) yang dapat dicapai pada konsentrasi tertentu
enzim.
Vmax : kecepatan maksimum
S : konsentrasi substrat
Universitas Indonesia
22
maka Vi = Vmaks dan tidak dipengaruhi oleh peningkatan lebih lanjut k(S).
(3) Jika (S) = Km ( Gambar B) , maka Km + (S) = Km. Substitusi pada
persamaan sehingga
Universitas Indonesia
23
Universitas Indonesia
24
b. Inhibisi nonkompetitif
Inhibisi nonkompetitif terjadi apabila inhibitor berikatan di luar sisi aktif
enzim yang telah berikatan dengan substrat sehingga membentuk kompleks enzim-
substrat-inhibitor yang dapat memperlambat reaksi pembentukan produk dan
adanya perubahan pada konformasi situs aktif sehingga afinitas substrat dengan
permukaan katalik menurun. Struktur inhibitor nonkompetitif biasanya tidak atau
sedikit mirip dengan struktur substrat. Pada plot Lineweaver- Burk untuk inhibitor
nonkompetitif menunjukkan penurunan kecepatan reaksi maksimum (Vmaks)
namun konsentrasi substrat (Km) tetap (Murray, Granner dan Rodwell, 2006).
Universitas Indonesia
25
c. Inhibisi unkompetitif
Inhibisi unkompetitif terjadi karena inhibitor mengikat enzim bebas atau
kompleks enzim-substrat yang membuka sisi ikatan inhibitor. Inhibitor
unkompetitif tidak memiliki struktur yang sama dengan substrat dan ikatannya jauh
dari sisi aktif enzim akan tetapi dapat mengganggu struktur aktif dan bagian
alosterik dari kompleks enzim menginaktifkan katalisis sehingga terjadi penurunan
konsentrasi substrat (Km) dan kecepatan reaksi (Murray, Granner dan Rodwell,
2006).
d. Inhibisi campuran
Inhibisi tersebut terjadi karena inhibitor mengikat sisi aktif enzim yang
berbeda dengan substrat normal pada enzim, sehingga substrat masih bisa berikatan
dengan sisi aktif enzim. Inhibitor tipe ini dapat berikatan dengan enzim bebas
maupun enzim yang telah berikatan dengan substrat. Ikatan enzim-inhibitor-
substrat dapat menyebabkan perubahan konformasi pada sisi aktif enzim sehingga
ikatan antara enzim dengan substrat tidak optimum dan terjadi penurunan kecepatan
reaksi dalam pembentukan produk (Murray, Granner dan Rodwell, 2006).
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
Tabel 2.2 Studi intervensi inhibitor enzim arginase dalam studi eksperimental dan
klinis
Universitas Indonesia
31
serapan pada instrumen tersebut adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor,
yaitu gugus fungsional yang dapat mengabsorbsi sinar UV dan tampak jika
berkonjugasi dengan senyawa-senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom).
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengukur besarnya energi yang
diabsorbsi. Analisis kuantitatif dilakukukan pada panjang gelombang maksimum (λ
maks) karena pada λ maks akan diperoleh serapan maksimum, dimana perubahan
serapan karena konsentrasi juga maksimum sehingga kepekaan dan keakuratan
lebih tinggi. Selain itu λ maks memiliki daya serap yang relatif konstan sehingga
dapat diperoleh kurva kalibrasi yang linear (Harmita, 2006).
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain seperangkat alat
gelas dan kaca yang terdapat pada laboratorium, labu maserasi (Pyrex, Indonesia),
penguap putar vakum (Buchi), penangas air (Daihan, China), pipet mikro
(Finnpipette, Amerika), micropalate reader (Epoch, Amerika), microplate 96
sumuran (MicroWell, Inggris), timbangan analitik (Sartorius 7), pH meter (Eutech
Instrument, Perancis), tabung reaksi (Pyrex, Indonesia), rak tabung reaksi, dan
spektrofotometri Uv-Vis (Nunc, Denmark).
3.3 Bahan
3.3.1 Bahan Uji
Penelitian menggunakan ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol kulit
batang Caesalpinia ferrea yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi dan
Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
3.4.2 Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi bertingkat dengan
dengan menggunakan pelarut secara berturut-turut n-heksana, etil asetat, dan
metanol.
Sebanyak 300 gram simplisia dimaserasi dengan pelarut n-heksana
sebanyak 1,2 liter (1:4) dengan menggunakan shaker dengan kecepatan 100-120
rpm selama 2 jam secara berulang hingga kepekatan warnanya berkurang
(dilakukan secara triplo). Selanjutnya residu dimaserasi kembali secara berturut-
turut dengan pelarut etil asetat dan metanol dengan perbandingan simplisia dan
pelarut yang sama (1:4) dengan cara yang sama. Masing-masing filtrat dari pelarut
dilakukan pemekatan dengan rotary evaporator dan penguapan sisa pelarut dengan
melektakkan pada waterbath atau penangas air hingga diperoleh ekstrak kental.
3.4.3.2 Tanin
a. Sebanyak 20 mg ekstrak kental dilarutkan dalam 15 mL air suling panas dan
diaduk.Setelah dingin kemudian disaring.
b. Filtrat sebanyak masing-masing 1 mL dikerjakan sebagai berikut,
- Ditambahkan 3 mL larutan gelatin 10% dan diperhatikan adanya endapat
putih.
- Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 3% dan diperhatikan terjadinya perubahan
warna menjadi hiaju violet.
- Ditambahkan 3 mL larutan NaCl-gelatin dan diperhatikan adanya endapan
putih
3.4.3.3 Saponin
a. Sebanyak 15 mg ekstrak kental ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 5 detik, lalu didiamkan selama 5 menit.
Terbentuk buih yang mantap setinggi 1 hingga 10 cm.
b. Pada penambahan 1 tetes HCl 2N buih tidak hilang.
3.4.3.4 Flavonoid
a. Sebanyak 50 mg ekstrak kental dilarutkan dalam 3 mL etanol 95%, kemudian
ditambahkan 100 mg serbuk Zn dan 2 mL HCl 2N dan didiamkan selama 1
menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes HCl pekat P, jikan dalam waktu 2
sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid
b. Sebanyak 50 mg ekstrak kental dilarutkan dalam 3 mL etanol 95%, kemudian
ditambahkan 100 mg serbuk Mg dan 10 tetes asam HCl pekat. Jika terjadi
warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Jika
warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.
c. Sebanyak 50 mg ekstrak kental dilarutkan dalam 3 mL aseton, ditambahkan 50
mg asam oksalat dan 50 mg asam borat, diaduk kemudian diamkan hingga
mengering. Lalu tambahkan 3 mL dietil eter, diaduk kemudian diamkan hingga
Universitas Indonesia
35
3.4.3.5 Terpenoid
Sebanyak 100 mg ekstrak kental diencerkan dengan 3 mL etil asetat,
ditambahkan pereaksi Lieberman-Bouchard (campuran asam asetat anhidrat dan
asam sulfat pekat (2:1)). Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna merah
hijau atau violet biru.
3.4.3.6 Antrakuinon
a. Sebanyak 20 mg ekstrak kental dilarutkan dengan 5 mL asam sulfat 2N,
dipanaskan sebentar kemudian didinginkan.
b. Ditambahkan 10 mL benzen P, lalu kocok, kemudian didiamkan.
c. Lapisan benzen dipisahkan, kemudian disaring. Filtrat berwarna kuning
menunjukkan adanya antrakuinon.
d. Lapisan benzen dikocok dengan 1 mL - 2 mL NaOH 2N, diamkan. Akan
terbentuk lapisan air berwarna merah intensif dan lapisan benzen tidak
berwarna.
3.4.3.7 Glikosida
a. Sebanyak 300 mg ekstrak kental ditambahkan 3 mL HCl 10%. Selanjutnya,
dipanaskan hingga mendidih, dinginkan kemudian saring.
b. Filtrat dicuci dengan 10 mL eter, lakukan sebanyak 3 kali.
c. Filtrat dikumpulkan dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian
saring.
d. Pada larutan filtrat ditambahkan 2 mL metanol P dan larutan ini digunakan
sebagai larutan percobaan yang selanjutnya dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Universitas Indonesia
36
Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
4.000 µg/mL. Larutan induk tersebut diencerkan dengan dapar fosfat ph 7,2 saat
akan digunakan menjadi konsentrasi 1,5; 3,0; 5; 10; dan 15 µg/mL (konsentrasi
akhir nor-NOHA dalam reaksi adalah 0,3; 0,6; 1; 2; dan 3 µg/mL.
Universitas Indonesia
41
Sampel (ekstrak,
standar nor-NOHA) - - 10 10
Aqua bidestilata 10 10 - -
Enzim Arginase 1 15 15 15 15
U/mL
Larutan Substrat L- - 25 - 25
Arginin 130 mM
Universitas Indonesia
42
Keterangan :
B = serapan kontrol dikurangi serapan blanko kontrol
S = serapan sampel dikurangi serapan blanko sampel
Untuk menentukan IC50 digunakan sampel dengan beberapa variasi
konsentrasi. IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier,
konsentrasi sampel atau logaritma konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan persen
penghambatan sebagai sumbu y. Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung nilai
IC50.
Universitas Indonesia
BAB 4
RENCANA PENELITIAN
43
44
DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia
45
Departemen Kesehatan RI. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Dias, AMA., et al. (2013). Wound dressings loaded with an antiinflammatory jucá
(Libidibia ferrea) extract using supercritical carbon dioxide technology. J.
Supercrit Fluids, 74, 34-45.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Durante, W., Liao L., Peyton KJ., and Schafer AI. (1997). Lysophosphatidyl
choline regulates cationic amino acid transport and metabolism in vascular
smooth muscle cells: role in polyamine synthesis. J. Biol. Chem. 272,
30154–30159.
Durante, W., Liao L, Reyna SV., Peyton KJ., and Schafer AI. (2000). Physiologic
cyclic stretch directs L- arginine transport and metabolism to collagen
synthesis in vascular smooth muscle cells. FASEBJ. 14, 1775–1783.
Durante, W., Liao L., Iftikhar I., Cheng K., and Schafer AI. (1996). Platele derived
growth factor regulates vascular smooth muscle cell proliferation by
inducing cationic amino acid transporter gene expression in cultured
vascular smooth muscle cells. J. Biol.Chem. 271, 11838–11843.
Durante, W. (2001). Regulation of L-arginine transport and metabolism in vascular
smooth muscle cells. Cell Biochem. Biophys. 35, 19–34.
Durante, W. (2013). Role of arginase in vessel wall remodeling. Frontiers in
Immunology 4, 1-12.
Durante,W., Liao L., Reyna SV., Peyton, KJ, and Schafer, AI. (2001).
Transforming growth factor- b1 stimulates L-arginine transport and
metabolism in vascular smooth muscle cells : role in polyamine and
collagen synthesis. Circulation 103, 1121–1127.
Durante,W., Liao L., Peyton KJ., and Schafer, AI. (1998). Thrombin stimulates
vascular smooth muscle cell polyamine synthesis by inducing cationic
amino acid transporter and ornithine decarboxylase gene expression. Circ.
Res. 83, 217–223.
Universitas Indonesia
46
Ferreira, MRA., Soarez, LAL. (2015). Libidibia ferrea (Mart. Ex Tul.) L.P.
Queiroz: A review of the biological activities and phytochemical
composition. J. Med. Plants Res, 9(20), 140-150.
Ferreira, MRA., et al. (2013). Antifungal activity of medicinal plants from
Northeastern Brazil. J. Med. Plants Res, 7(40), 3008-3013.
Forstermann, U., and Sessa, WC. (2012). Nitric oxide synthases: regulation and
function. Eur. Heart J, 33, 829–837.
Gallao, MI., et al. (2013). Morphological, chemical and rheological properties of
the main seed polysaccharide from Caesalpinia ferrea Mart. Ind. Crop.
Prod, 47, 58-62.
Harborne, JB. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Mengekstraksi
Tumbuhan (Padmawinata, K : Penerjemah). Bandung : Penerbit ITB.
Harmita. (2006). Buku Ajar Analisis Fitokimia. Depok : Departemen Farmasi
FMIPA Universitas Indonesia.
Hecker, M., Sessa,WC., Harris, HJ., Angard, EE., and Vane, JR. (1990). The
metabolism of L-arginine and its significance for the biosynthesis of
endothelium derived relaxing factor : cultured endothelialcells recycle L-
citrulline to L-arginine. Proc. Natl. Acad. Sci.U.S.A. 87, 8612–8616.
Herbert RD. (1989) The Biosynthesis of Secondary Metabolites, 2nd ed, Chapman-
Hall, London.
Hibbs, JBJ., Taintor, RR., Vavrin, Z., and Rachlin, EM. (1988). Nitricoxide : a
cytotoxic activated macrophage effector molecule.
Biochem.Biophys.Res.Com- mun. 157, 87–94.
Hull, Allison. (1993). Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Igor, AC., et al. (2007). Cardiovascular effects of the aqueous extract from
Caesalpinia ferrea : Involvement of ATP-sensitive potassium channels.
Vascular Pharmacology, 47, 41–47.
Inada, A., et al .(2003). Cancer Chemopreventive Activity of 2-(2,3,6-trihydroxy-
4-carboxyphenyl) ellagic Acid from the fruits of Caesalpinia ferrea. Nat.
Med. 57(5):192-195.
Universitas Indonesia
47
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
49
Universitas Indonesia
50
Ueda, H., Tachibana Y., Moriyasu M., Kawanishi K., Alves, SM. (2002). Aldose
reductase inhibitors from the fruits of Caesalpinia ferrea Mart.
Phytomedicine, 8(5), 377-381.
Vaisman, BL., et al. (2012). Selective endothelial over expression of arginase II
induces endothelial dysfunction and hypertension and enhances
atherosclerosis in mice. Plo SONE 7 : e39487. Doi :
10.1371/journal.pone.0039487
Vasconcelos, CFB., et al. (2011). Hypoglycaemic activity and molecular
mechanisms of Caesalpinia ferrea Martius bark extract on streptozotocin-
induced diabetes in Wistar rats. J. Ethnopharmacol, 137, 1533-1541.
Universitas Indonesia