Anda di halaman 1dari 12

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hepatitis A merupakan penyakit infeksi akibat virus hepatitis A yang
menyerang hepar, mulanya virus menyebar ketika orang yang tidak terinfeksi dan
tidak tervaksinasi menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses orang
lain yang terinfeksi virus hepatitis A. Penyakit ini erat kaitannya dengan
penggunaan air atau makanan yang terkontaminasi feses, serta perilaku kebersihan
yang buruk dan sanitasi yang kurang (World Health Organization, 2016).

B. Etiologi
Etiologi Hepatitis A adalah golongan picornavirus yaitu virus hepatitis A.
Virus ini merupakan virus RNA yang tidak memiliki selubung. Virus ini memiliki
sifat tahan terhadap cairan empedu dan tahan denaturasi pada keadaan pH 3 (asam
lambung), kering, dan suhu sekitar 56o C dan -20o C. Virus ini dapat hidup
bertahun-tahun dan bisa mati dengan air mendidih, klorin dan iodine. Virus hepatitis
A memiliki waktu inkubasi 10-50 hari, sebagian besar terjadi selama 30 hari
(Sanityoso, 2009).

C. Epidemiologi
Hepatitis pertama kali di deskripsikan oleh Hippocrates sebagai epidemic
jaundice, karena banyak orang yang mengalami epidemic jaundice di beberapa
wilayah, dilaporkan pada abad ke-17 dan ke-18 yang berkaitan dengan barak-barak
militer tertentu, kemungkinan penyakit tersebut adalah hepatitis. Hepatitis A
memiliki perbedaan bermakna dengan hepatitis B secara epidemiologi, dimana
hepatitis B memiliki periode inkubasi lebih lama dibandingkan hepatitis A.
Perkembangan jenis pemeriksaan serologi membuktikan perbedaan antara hepatitis
A dan B, tahun 1970an identifikasi virus ini secara serologi sangat membantu dalam
penegakan diagnosis hepatitis A (Center for Disease and Control Prevention USA,
2015).

1
Kejadian hepatitis A secara cepat menyebar ke seluruh dunia dengan
kecederungan berlangsung secara berulang. Negara-negara berkembang dengan
penduduknya yang status imunnya baik serta kondisi kesehatan dan sanitasi yang
bagus, jarang sekali ditemukan kasus hepatitis A. Sumber penularan penyakit ini
berhubungan dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi serta dapat
menyebar lewat hewan molusca yang hidup di air yg sudah tercemar oleh virus ini
dan dimasak tidak sempurna, kejadian seperti ini pernah terjadi di Shanghai tahun
1988 sebanyak 300.000 orang terjangkit virus ini. Secara keseluruhan di dunia,
infeksi virus ini setidaknya 1,4 miliar kasus pertahunnya (World Health
Organization, 2007).
Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis B terbesar
kedua di negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Menurut hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 bahwa jumlah orang yang
didiagnosis hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang
ada, menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun
2007 dan 2013, hal ini dapat memberikan petunjuk awal kepada kita tentang upaya
pengendalian di masa lalu, peningkatan akses, potensial masalah di masa yang akan
datang apabila tidak segera dilakukan upaya-upaya yang serius (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

D. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat memicu terjadinya penularan Hepatitis A adalah
sebagai berikut (Fiore, 2004) :
a. Kontak personal dengan penderita
b. Anak-anak, karena pada anak-anak seringkali memasukkan tangan pada
mulutnya
c. Pekerjaan, misalnya bekerja di tempat penitipan anak atau daycare
d. Institusional
e. Setelah bepergian jauh, terutama di tempat endemik hepatitis A
f. Homoseksual, yaitu ketika terjadi oral-anal sex.

2
E. Patofisiologi
Penularan Hepatitis A sebagian besar terjadi melalui fekal-oral. Hepatitis A
dapat pula ditularkan lewat transfusi darah, namun jarang terjadi. Virus terdapat
dalam jumlah banyak pada feses penderita pada waktu 3-10 hari setelah paparan
virus hingga 1-2 minggu setelah fase ikterik. Penularan terjadi ketika makanan atau
minuman yang dikonsumsi orang lain telah terpapar oleh feses yang mengandung
virus hepatitis, misalnya penderita yang tidak mencuci tangan sebelum menyajikan
makanan (World Health Organization, 2007).
Virus hepatitis A memiliki sifat tahan denaturasi pada pH 3 sehingga tidak
dapat dirusak oleh asam lambung. Virus ini mengikuti saluran pencernaan manusia
kemudian menempel pada reseptornya, yaitu di sel hepar atau hepatosit. Virus dapat
masuk ke dalam hepatosit dengan cara mengeluarkan bagian luar virus, kemudian
virus bereplikasi di hepatosit. Fase ini disebut sebagai fase inkubasi. Fase inkubasi
hepatitis A terjadi selama 10-50 hari (World Health Organization, 2007).
Masuknya virus hepatitis A ke dalam hepatosit menyebabkan keluarnya CD8+
yang diperantarai oleh MHC I. Sel CD8+ melakukan proses cytotoxic killing dengan
cara apoptosis sel pada sel yang terinfeksi virus hepatitis sehingga sel tersebut akan
rusak dan lama-kelamaan akan nekrosis. Peristiwa inflamasi inilah yang mengawali
terjadinya kerusakan hepar yang disebabkan oleh virus hepatitis (World Health
Organization, 2007).
Fase yang kedua adalah fase preikterik. Fase ini diawali dengan demam,
malaise, dan anoreksia yang disebabkan karena inflamasi. Inflamasi yang terjadi
terus-menerus menyebabkan lama-kelamaan hepar membesar atau hepatomegali.
Hepar yang membesar akan meregangkan kapsula glisoni sehingga menyebabkan
nyeri perut regio hipokondriaka dekstra (World Health Organization, 2007).
Kerusakan sel hepatosit menyebabkan sebagian besar bilirubin indirek dari
sirkulasi darah yang masuk ke hepar tidak dapat dikonjugasi menjadi bilirubin direk
oleh asam glukoronat. Akibatnya, bilirubin indirek akan terkumpul di sirkulasi
darah dalam jumlah banyak. Virus hepatitis yang berada di hepatosit berdekatan
dengan duktus biliaris juga akan menginflamasi sel-sel duktus biliaris. Hal ini
menyebabkan rusaknya sel duktus biliaris sehingga duktus biliaris mengalami

3
kebocoran. Bilirubin direk yang melewati duktus biliaris akan keluar dari duktus
biliaris dan menuju ke sirkulasi darah sehingga kadar bilirubin direk dalam darah
akan meningkat. Kedua peristiwa ini yang menyebabkan kenaikan jumlah bilirubin
indirek dan direk pada penderita hepatitis A. Kenaikan jumlah bilirubin serum ini
menyebabkan warna kekuningan pada sklera dan kulit tubuh. Tanda ini merupakan
awal terjadinya fase ikterik (Sanityoso, 2009).

Bagan 1. Patomekanisme Terjadinya Hepatitis A

Bilirubin direk yang terkumpul di sirkulasi darah akan menuju ke kolon.


Mikroba yang berada di kolon akan mengubah bilirubin direk menjadi urobilinogen.

4
Sebagian besar urobilinogen akan diubah oleh mikroba menjadi sterkobilin untuk
mewarnai feses. Sebagian kecil urobilinogen, sekitar 5-10%, akan masuk ke
sirkulasi darah menuju ke ginjal untuk diubah menjadi urobilin. Urobilin ini yang
akan mewarnai urin. Pada penderita hepatitis A, terdapat bilirubin direk dalam
jumlah banyak di sirkulasi darah sehingga urobilinogen yang diubah menjadi
urobilin akan semakin banyak juga. Hal ini menyebabkan urin berwarna gelap
seperti teh (Sanityoso, 2009).
Pada fase awal terjadinya hepatitis, antibodi yang terlibat adalah IgM anti
HAV. IgM akan meningkat dengan cepat saat fase akut, dan akan menurun dengan
cepat setelah fase akut selesai, yaitu setelah 2-3 minggu. Pada kasus hepatitis A
jarang terjadi fase kronis karena keterlibatan antibodi IgG. Antibodi ini akan muncul
setelah fase akut dan terus meningkat sampai akhirnya menetap selama bertahun-
tahun. Fase ini disebut fase konvalesen. Fase ini diawali dengan hilangnya ikterus
dan keluhan lain (Sanityoso, 2009).

F. Penegakkan diagnosis
1. Anamnesis
Hepatitis akut Infeksi virus menyebabkan proses necroinflammatory akut
pada hati, yang biasanya sembuh secara spontan tanpa sequelae kronis. Masa
inkubasi HAV akut biasanya berlangsung antara 14 hingga 50 hari, umumnya
sekitar 28 hari. Infeksi HAV dapat memperlihatkan presentasi akut atau subakut,
dan ikterik atau anikterik. Keparahan penyakit meningkat seiring dengan usia
(90% infeksi pada anak usia <5 tahun subklinis). Pada anak-anak di atas usia 6
tahun dan orang dewasa, lebih dari 70% akan mengarah pada jaundice, dan
gejala berlangsung antara 2 dan 8 minggu. fase preikterik, fase prodromal
berlangsung sekitar 1 sampai 14 hari. Gejala prodromal hepatitis akut, yaitu
malaise, kelelahan, anoreksia, muntah, perasaan perut yang tidak nyaman, diare,
demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, arthralgia, myalgia, sembelit, pruritus,
dan urtikaria. Fase ikterik biasanya ditandai oleh urin yang gelap. Beberapa hari
kemudian diikuti bilirubinuria dan ditandai oleh tinja yang berwarna seperti tanah
liat dan ikterus (Fred F., 2016; Feldman, 2016).

5
2. Pemeriksaan Fisik
a. demam dengan suhu hingga 40 ° C
b. Limfadenopati cervical
c. Petekhie
d. Aritmia kardiak
e. hepatomegali dan gejala jaundice seperti sklera ikterik akan ditemukan 2
minggu setelah onset muncul pada 78% dan 71% pasien dewasa.
f. Splenomegali dan limfadenopati dapat ditemukan tapi jarang (Fred F., 2016;
Feldman, 2016).
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Fred F. Fieldman (2016) dan Boyer (2012) pemeriksaan penunjang yang
berkaitan dengan infeksi hepatitis A adalah sebagai berikut :
a. IgM anti HAV terdeteksi pada pasien dengan simptomatik dan
asimptomatik. Pada pasien dengan simptom, IgM anti-HAV muncul dalam
waktu 5 sampai 10 hari sebelum gejala dan positif pada saat timbul gejala
dan biasanya menyertai kenaikan pertama ALT dan bertahan selama 3
hingga 6 bulan, umunya sekitar 4 bulan (kisaran 30-420 hari).
b. IgG anti HAV muncul segera setelah IgM anti HAV dan bertahan selama
bertahun tahun. Hasil tes IgG anti HAV yang positif namun IgM negatif
menunjukkan adanya infeksi masa lalu atau vaksinasi. Peningkatan titer dari
total antibodi (IgM dan IgG) terhadap HAV dapat mengkonfirmasi adanya
infeksi akut.
c. HAV-RNA dapat dideteksi selama fase akut dengan polymerase chain
reaction (PCR) untuk jangka waktu terbatas sekitar 3 minggu dalam darah
dan pada konsentrasi yang lebih tinggi di tinja (sekitar 3 sampai 6 minggu).
HAV-RNA juga terdeteksi pada pasien dengan relapsing hepatitis A.
d. Fungsi hepar berupa SGPT dan SGOT sering kali nilainya lebih dari 8 kali
nilai normal. Peningkatan SGPT dan SGOT sensitif untuk mendeteksi
hepatitis A. Nilainya dapat melebihi 10.000mIU/ml. SGPT umumnya
mempunyai nilai yang lebih besar dibanding SGOT. Nilai ini umumnya
akan kembali normal dalam 5 hingga 20 minggu.

6
e. Bilirubun biasanya 5 hingga 15 kali dari normal. Nilai bilirubun akan
meningkat setelah onset bilirubinuria dan akan mengikuti kenaikan SGPT
dan SGOT.
f. Albumin dan protombin secara umum normal, namun akan meningkat
ketika terjadi nekrosis hepatik.
g. Alkaline phosphatase akan mengalami peningkatan minimal tetapi akan
meningkat drastis pada cholestasis.

Gambar 1. Marker untuk Hepatitis A

G. Penatalaksanaan
1. Preventif
Pendidikan tentang penularan dan pencegahan penularan (misalnya
peningkatan higienitas dan sanitasi, mencuci tangan, sumber makanan yang
aman, Memasak makanan dengan pemanasan hingga 185 ° F (85 ° C) selama
satu menit, hindari makanan & minuman dari endemik area, dan menghindari
kontak dengan makanan mentah) (Fred F., 2016; Boyer, 2012; Matheny,2012).
Vaksinasi sangat efektif untuk mencegah penyakit HAV. Efektivitas vaksin
hepatitis A berkisar dari 80% hingga 100% .
a. Imunisasi Pasif

7
Immunoglobulin memberikan perlindungan terhadap HAV melalui
transfer pasif antibodi. Profilaksis preexposure ini diindikasikan untuk
orang yang bepergian ke daerah endemisitas tinggi yang memiliki kurang
dari 2 minggu sebelum keberangkatan. Kedua vaksinasi dan
intramuskular (IM) imunoglobulin harus diberikan untuk memberikan
kekebalan jangka panjang, terutama pada orang yang berniat untuk
melakukan perjalanan ke daerah-daerah tersebut berulang kali.
profilaksis Post exposure diindikasikan untuk orang yang terpapar HAV
(dalam waktu 2 minggu sebelumnya) dan belum divaksinasi sebelumnya
(Feldman,2016; Fred F., 2016; Boyer, 2012; Matheny,2012).
b. Imunisasi Aktif
Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap HAV dengan cara
memasukan HAV yang dilemahkan dan tidak aktif. Vaksin ini dapat
digunakan pada usia lebih dari 12 bulan. Pemberian vaksin ini dibagi
menjadi 2 dosis yaitu 6 bulan hingga 1 tahun secara terpisah. Vaksin ini
dapat berguna untuk orang yang beresiko, seperti orang yang bepergian
ke atau bekerja di daerah endemis, pria homoseksual, pengguna narkoba
ilegal, orang dengan penyakit hati kronis, anak-anak di daerah dengan
tingkat infeksi hepatitis A yang tinggi (Feldman,2016; Fred F.,2016;
Boyer, 2012; Matheny,2012).
2. Non-Farmakologi
a. Bedrest
b. Hindari konsumsi alkohol dan obat hepatotoksik
c. Asupan kalori dan cairan yang adekuat
d. Penggunaan sarana air bersih dan sehat.
3. Farmakologi
Seringkali Self limited disease, hanye memerlukan terapi pendukung.
a. Metoklorpamid diberikan pada mual dan muntah, untuk hambat reseptor
dopamin dan serotonin di CTZ dan sensitisasi jaringan terhadap
asetilkolin, meningkatkan motilitas saluran Gastrointestinal atas, namun
tidak menyekresi, dan meningkatkan tonus spingter esopageal bawah.

8
b. Dehidrasi dapat dikelola dengan masuk rumah sakit dan intravena (IV)
cairan.
c. Acetaminophen diberikan saat terjadi demam. Acetaminophen ini
bereaksi pada hipotalamus untuk memproduksi antipiretik. Obat ini aman
diberikan kepada pederita hepatitis B namun hanya diberikan sangat
terbatas dengan dosis maksimum 3-4 g / hari pada orang dewasa.

H. Komplikasi
Sebagian kecil pasien hepatitis A memiliki riwayat kekambuhan hepatitis dari
minggu ke bulan setelah sembuh dari hepatitis A. Kambuhnya hepatitis A ditandai
dengan munculnya kembali gejala klinis hepatitis A, kenaikan aminotransferase,
kadangkala disertai jaundice, dan pada fesesnya terdapat HAV. Komplikasi lainnya
yang dapat terjadi, walaupun jarang adalah cholestatic hepatitis, ditandai dengan
memanjangnya fase jaundice dan pruritus. Tes fungsi hepar jarang sekali
menunjukkan abnormalitas dan terus bertahan sampai beberapa bulan, bahkan
sampai setahun. Ketika komplikasi ini terjadi, bahkan hepatitis A masih dapat
sembuh sendiri dan tidak berkembang menjadi penyakit hati kronis (Dienstag,2015).
Meskipun jarang terjadi komplikasi, namun komplikasi dari hepatitis A yang
paling berat adalah hepatitis fulminan dengan mortalitas mencapai 80%. Zaman
sebelum ditemukan vaksin, hepatitis fulminan menyebabkan sekitar 100 kematian
per tahun di Amerika Serikat (Centers for Disease Control and Prevention USA,
2015).

I. Prognosis
Secara umum prognosis hepatitis A adalah baik, setelah terinfeksi HAV maka
sistem kekebalan jangka panjang akan terbentuk. Hepatitis A jarang terjadi kambuh
atau perjalanan ke arah sirosis hepatis. Kasus yang menyebabakan kematian jarang
ditemukan, meskipun pada pasien lansia dan dengan penyakit hepar yang mendasari.
Salah satu faktor yang menentukan keparahan penyakit ini, adalah usia karena
peningkatan usia secara langsung berhubungan dengan kejadian tidak terduga
(seperti, morbiditas dan mortaitas) (Gilroy, 2016).

9
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

10
IV. KESIMPULAN

1. Hepatitis A merupakan penyakit yang disebabkan oleh Hepatitis A virus (HAV).


2. Penegakan diagnosis penyakit Hepatitis A berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Hal-hal yang perlu dievaluasi selama pengobatan hepatitis A : gejala klinis, serta
bilirubin direk, bilirubin indirek, SGOT dan SGPT.
4. Pada dasarnya hepatitis A merupakan penyakit yang bersifat self-limiting disease,
namun perlu obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi gejala yang
ditimbulkannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Boyer , Thomas D. , Michael P. Manns, and Arun J. Sanyal MBBS. 2012. Zakim &
Boyer's. Hepatology: A Textbook of Liver Disease Sixth Edition. Philadelphia:
Elsevier.

Centrers Disease and Control Prevention. 2015. Hepatitis A. Available at :


http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/hepa.html. Diakses pada : 2 Juli
2016 at 20:30 WIB.

Feldman, Mark, Lawrence S. Friedman, and Lawrence J. Brandt. 2016. Sleisenger And
Fordtran's Gastrointestinal And Liver Disease, 10th Edition. Philadelphia:
Elsevier

Fiore, A.E. 2004. Hepatitis A Transmitted by Food. Invited Article Food Safety, vol. 38:
705-715.

Fred F., Ferri. 2016. Ferri's Clinical Advisor 2007. Philadelphia : Elsevier

Gilroy, Richard K. Hepatitis A. 28 Januari 2016. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/177484-overview#showall. Diakses pada
2 Juli 2016 at 20:05 WIB.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pusat Data dan Informasi :


Hepatitis A. Jakarta Selatan.

Matheny, Samuel C. And Joe E. Kingery. 2012. Hepatitis A. Am Fam Physician.


2012;86(11):1027-1034.

Sanityoso, A. 2009. Hepatitis Virus Akut. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I Edisi V. Jakarta: Internal Publishing.

Torok, M. Estee. 2014. Viral Hepatitis. Dalam : Manson’s Tropical Diseases. 23th
edition. China : Elsevier Saunders.

WHO. 2007. Hepatitis A. Available at


http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/HepatitisA_whocdscsredc2000_7.pdf.
diakses pada : 2 Juli 2016 at 18:50

WHO. 2016. Hepatitis A. Available at


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs328/en/. diakses pada : 2 Juli 2016
at 19:50.

12

Anda mungkin juga menyukai