Anda di halaman 1dari 14

Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang................................................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penulisan Makalah ........................................................................................... 4
Bab II
Isi
2.1. Definisi SMK3 pada Laboratorium .................................................................................. 5
2.2. Metode Analisis Resiko ................................................................................................... 8
2.3. Resiko di Laboratorium Mikrobiologi ........................................................................... 12
2.4. Analisis Resiko Dominan ............................................................................................... 13
2.5. Alternatif Perbaikan ...................................................................................................... 13
Bab III
Penutup
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................... 14

1
Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ANALISIS RESIKO DI
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan
demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Mataram, 22 Maret 2014

2
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas laboratorium selalu dihadapkan


pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang
toksik , peralatan listrik maupun gelas yang digunakan secara rutin. Secara
garis besar bahaya yang dihadapi dalam laboratorium dapat digolongkan
dalam bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar
atau meledak, bahan beracun, korosif dan kaustik , bahaya radiasi , luka bakar
, syok akibat aliran listrik , luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda
tajam , dan bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya
bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain
dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada
kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja di laboratorium.
UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang dijabarkan dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 tahun 1996 tentang SMK3 Pasal 3,
menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja
sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja wajib menerapkan SMK3”.

Keselamatan kerja dimaksudkan untuk mencegah, mengurangi,


melindungi bahkan menghilangkan resiko kecelakaan kerja (zero accident)
pada tenaga kerja melalui pencegahan timbulnya kecelakaan kerja yang
diakibatkan dari mesin dan peralatan selama melakukan kegiatan produksi.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa maksud SMK3 pada laboratorium mikrobiologi ?


b. Bagaimana metode analisis resiko kerja ?
c. Bagaimana resiko yang terjadi pada laboratorium mikrobiologi ?
d. Apa saja analisis resiko dominan yang terjadi ?
e. Bagaimana analisis perbaikan yang dapat dilakukan ?

3
1.3. Tujuan Penulisan

a. Mengetahui maksud SMK3 pada laboratorium mikrobiologi


b. Mengetahui metode – metode analisis resiko kerja
c. Mengetahui dampak resiko yang terjadi pada laboratorium mikrobiologi
d. Mengetahui analisis resiko dominan yang terjadi pada laboratorium
mikrobiologi
e. Mengetahui bagaimana analisis perbaikan yang dapat dilakukan

1.4. Manfaat Penulisan Makalah

a. Menambah kajian mengenai ilmu Sistem Manajemen Kesehatan dan


Keselamatan Kerja (SMK3) terutama di laboratorium mikrobiologi
b. Mahasiswa mampu memahami SMK3 dengan baik dan benar sehingga resiko
kecelakaan kerja dapat diminimalisir

4
Bab II
Isi

2.1. Definisi SMK3 pada Laboratorium


Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah pencapaian tujuan
yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain
(G.Terry). Untuk mencapai tujuan tersebut, dia membagi kegiatan atau fungsi
manajemen menjadi :

A. /Planning /(perencanaan)

B. /Organizing/ (organisasi)

C. /Actuating /(pelaksanaan)

D. /Controlling /(pengawasan)

*A. /Planning/ (Perencanaan) *

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang
ditentukan meliputi :

a. apa yang dikerjakan

b. bagaimana mengerjakannya

c. mengapa mengerjakan

d. siapa yang mengerjakan

e. kapan harus dikerjakan

f. di mana kegiatan itu harus dikerjakan

Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah
mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda
yang dipakai makin banyak ragamnya; semuanya menyebabkan risiko bahaya yang
dapat terjadi dalam laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha

5
pengamanan kerja di laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi
keselamatan kerja laboratorium.

*B. /Organizing/ (Organisasi) *

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium dapat dibentuk dalam


beberapa jenjang, mulai dari tingkat laboratorium daerah (wilayah) sampai ke tingkat
pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara langsung
atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang
terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di
samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah
(wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja
Laboratorium yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :

1. menyusun garis besar pedoman keamanan kerja laboratorium

2. memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja


laboratorium

3. memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja laboratorium

4. memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin laboratorium


5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu laboratorium

6. dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No.
154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin)
ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan
kesehatan kerja laboratorium ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait
dengan kegiatan laboratorium dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah
(wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau
seminat tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai
lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Laboratorium.

*C. /Actuating/ (Pelaksanaan) *

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja


bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas
bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelaksanaan program
kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium sasarannya ialah tempat kerja yang

6
aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja dalam laboratorium wajib
mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber
kecelakaan kerja dalam laboratorium, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan
yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja
tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani
berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan
ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas
manajer untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

*D. /Controlling/ (Pengawasan) *

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan


terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk
dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. adanya rencana

b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di laboratorium.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam laboratorium perlu
dibentuk pengawasan labora- torium yang tugasnya antara lain :

1. memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek laboratorium yang


baik, benar dan aman

2. memastikan semua petugas laboratorium memahami cara- cara menghindari risiko


bahaya dalam laboratorium

3. melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.


4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
laboratorium

5. melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah


meluasnya bahaya tersebut

6. dan lain-lain.

7
2.2. Metode Analisis Resiko
Tahapan metode yang dilakukan pada penelitian ini dapat diurutkan sebagai berikut :
1. Tahap Identifikasi Kejadian dan Faktor Risiko
Identifikasi kejadian risiko dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di
lapangan selama periode penelitian. Hasil pengamatan kemudian didiskusikan dengan pihak
perusahaan untuk mendapatkan validasi dan data sekunder yang mendukung. Kemudian
dilakukan pengelompokan kejadian risiko berdasarkan potensi penyebab kejadian risiko yang
serupa ke dalam faktor risiko.

2. Tahap Penilaian Risiko


Penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan pendekatan FMEA (Failure Mood Effect
and Analysis). Setelah validasi dari tahap sebelumnya diperoleh, kemudian dilakukan
penilaian terhadap masing-masing kejadian risiko. Penilaian dilakukan melalui kuesioner yang
diberikan kepada pihak Laboratorium.
Penilaian adalah seseorang yang sangat memahami kondisi keselamatan dan kesehatan
kerja yang terjadi di perusahaan. Ada 3 hal yang dinilai yaitu S (severity), O (occurance), D
(detection) untuk masing-masing kejadian risiko yang sudah teridentifikasi. Perhitungan nilai
RPN (Risk Priority Number) dari masing-masing kejadian risiko dilakukan dengan mengalikan
antara nilai S, O, dan D.
Nilai RPN kemudian diurutkan berdasarkan nilai tertinggi. Faktor risiko yang memiliki
kejadian risiko dengan nilai RPN tertinggi ditetapkan sebagai faktor risiko yang dominan.

Berikut ini adalah skala yang digunakan untuk penilaian S (severity), O (occurance), D
(detection) dan RPN (Risk Priority Number).

Tabel 1. Nilai severity berdasarkan keparahan dampak yang diakibatkan

Skala Definisi
1 Jika tidak ada dampak yang diakibatkan sangat kecil bagi manusia, proses
produksi, property atau menyebabkan perawatan fisik setidaknya dalam 15
menit.
2 Jika terjadi luka kecil tetapi cukup hanya dirawat oleh tim p3k dan / menyebabkan
satu hari kerja hilang atau kurang.
Jika dampak yang terjadi mengakibatkan gangguan kesehatan dan dapat
disembuhkan dalam waktu satu minggu atau kurang.
Jika dampak yang terjadi menyebabkan interupsi satu jam pada proses produks,
kerusakan property dapat diperbaiki dalam satu hari dan mengacu pada penilaian
kerugian skala2

8
3 Jika terjadi luka berat dan / menyebabkan sedikitnya dua hari kerja hilang atau
kurang, interupsi proses produksi kurang dari setengah shift kerja atau
penurunan kapasitas produksi, kerusakan property dapat diperbaiki kurang dari
satu minggu dan mengacu pada penilaian kerugian skala 3
Jika dampak yang terjadi mengakibatkan gangguan kesehatan dan dapat
disembuhkan dalam waktu satu minggu sampai enam bulan.
4 Jika terjadi luka berat dan membutuhkan perawatan dirumah sakit dan atau
menyebabkan hari kerja hilang lebih dari dua hari.
Jika dampak yang terjadi mengakibatkan gangguan kesehatan yang tidak dapat
disembuhkan dan menyebabkan kematian.
Jika dampak yang terjadi mengakibatkan kecacatan sementara, interupsi proses
produksi dalam setengah sampai satu shift kerja, kerusakan properti yang dapat
diperbaiki dalam satu minggu dan mengacu pada penilaian kerugian skala4.
5 Jika dampak yang terjadi mengakibatkan kecacatan permanen atau parsial atau
bahkan kematian, kerusakan total terhadap property, interupsi proses produksi
setidaknya satu hari kerja (2 shift kerja).

(Sumber : Sugiarto, 2009)

Tabel 2. Nilai keseringan (occurance) penyebab potensi bahaya terjadi

Skala Definisi
1 (Sangat Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift kerja dengan durasi waktu
Jarang sangat pendek atau pendek (sangat jarang dilakukan)
Terjadi) Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi yang tidak dapat diduga/diketahui
sama sekali bakal terjadi.
2 (Jarang Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam satu shift kerja tetapi
Terjadi) dengan durasi waktu yang sangat pendek/tidak signifikan
Penyebab bahaya terjadi karena kesalahan manusia/kegagalan peralatan /
mesin.
3 Penyebab bahaya terjadi lebih dari dari satu kali dengan durasi waktu kerja
(Sedang) pendek/signifikan dan secara akumulasi waktu mencapai setengah shift kerja.
Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam satu shift dengan durasi waktu yang
lama hinggan mencapai setengah shift kerja.
Penyebab bahaya berhubungan dengan dilakukannya suatu kegiatan diarea
berbahaya namun tidak secara konstan dilakukan.
4 (Sering Penyebab bahaya terjadi lebih dari satu kali dalam satu shift kerja dengan
Terjadi) durasi waktu yang cukup lama dan mendominasi saluruh kegiatan dalam satu
shift.
Penyebab bahaya terjadi satu kali dalam shift kerja dengan durasi waktu yang
lama hingga mencapai lebih dari setengah shift kerja
Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi dimana akibat dari bahaya tetap
dirasakan dalam durasi pendek setelah kegiatan selesai dilakukan.

9
5 (Pasti Penyebab bahaya terjadi dalam satu shift kerja tanpa ada variasi aktifitas lain
Terjadi) yang signifikan.
Penyebab bahaya terjadi dalam kondisi yang sama sekali tidak dapat
dihindarkan atau berlangsung terus menerus dalam kurun waktu shift kerja
penuh.
(Sumber : Sugiarto, 2009)

Tabel 3. Nilai detection

Skala Definisi
1 Kontrol proses dapat mendeteksi dan / mencegah penyebab bahaya sehingga
kemungkinan bahaya terjadi menjadi kecil atau bahkan tidak terjadi sama
sekali.
Control sangat dapat mengendalikn bahaya atau dampak.
Terdapat peraturan pemerintah dan telah dipenuhi secara penuh.
2 Control proses memiliki kemampuan yang besar dalam pendeteksian atau
pencegahan penyebab bahaya sehingga penyebab bahaya/aspek bahaya jarang
terjadi.
Control proses mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya.
Terdapat peraturan pemerintah dan lebih dari setengah telah dipenuhi.
3 Control proses dapat mendeteksi dan / mencegah penyebab bahaya atau
kurang dapat mencegah terjadinya penyebab bahaya sehingga kemungkinan
untuk terjadi bahaya menjadi masih sering terjadi.
Control proses cukup mampu untuk mengendalikan bahaya / dampak dari
bahaya.
Terdapat peraturan pemerintah dan setengah telah dipenuhi.
4 Control proses memiliki kemampuan yang kecil dalam pendeteksian atau
pencegahan bahaya atau tidak dapat mencegah terjadinya penyebab bahaya
sehingga aspek bahaya menjadi lebih sering terjadi.
Control proses kurang mampu untuk mengendalikan bahaya atau dampak dari
bahaya.
Terdapat peraturan pemerintah dan kurang dari setengah telah dipenuhi.
5 Control proses tidak mampu untuk mendeteksi dan/mencegah penyebab
bahaya.
Control proses tidak mampu mengendalikan bahaya atau dampak dari bahaya
Terdapat peraturan pemerintah dan belum dipenuhi sama sekali.
(Sumber : Sugiarto, 2009)

Setelah menentukan nilai-nilai tersebut dilakukan perhitungan RPN (risk priority number)
yang diterima perusahaan. Berikut adalah tabel pembagian prioritas berdasarkan nilai RPN.

10
Tabel 4. Nilai Risk Priority Number

Nilai RPN Kondisi


RPN : 95-125 Priority pertama untuk dilakukan control proses
RPN : 61-94 Priority kedua untuk dilakukan control proses
RPN : 27- 60 Priority ketiga untuk dilakukan control proses
RPN : 1-26 Resiko yang dapat diterima berdasarkan kondisi pasti selama tidak
ada perubahan pada parameter RPN
(Sumber : Sugiarto, 2009)

3. Tahap Analisis Risiko Dominan


Setelah risiko dominan teridentifikasi langkah selanjutnya adalah menganalisis faktor
risiko dominan tersebut. Analisis dilakukan untuk mengetahui dimana lokasi terjadinya faktor
risiko dominan dan kejadian risiko apa yang sering muncul.

4. Tahap Penyusunan Alternatif Perbaikan


Tahap ini dilakukan untuk memberi masukan kepada perusahaan tentang alternatif
perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya kerugian akibat terjadinya risiko
dominan.

11
2.3. Resiko di Laboratorium Mikrobiologi

a. Faktor Resiko

Faktor Resiko Kejadian Resiko


Terpeleset Keadaan lantai yang basah dan licin
Gangguan Mata Terpercik cairan berbahaya di mata
Kebakaran Kelalaian (human eror), arus pendek
listrik
Dehidrasi Tidak ada
Gangguan Saluran Tidak ada
Pernapasan
Sengatan Listrik Tangan basah saat menyentuh kontak arus listrik
Terluka Terkena pecahan gelas, terjatuh
Terinfeksi Kulit (bagian tubuh) yang terluka menyentuh sampel
yang pathogen, bakteri/virus/jamur terhirup melalui
udara
Terbakar Terkena panas dari oven, spiritus, hot plate

b. Tahap Penilaian Resiko

Faktor Resiko Faktor Penyebab Resiko S O D RPN


Terpeleset Keadaan lantai yang basah dan licin 2 2 1 4
Kebakaran Meledaknya Bunsen/spiritus, arus 4 3 2 24
pendek listrik
Memar/Terluka Terkena pecahan gelas, terjatuh 3 1 1 3
Terinfeksi Kulit (bagian tubuh) yang terluka 5 2 3 30
menyentuh sampel yang pathogen,
bakteri/virus/jamur terhirup melalui
udara
Terbakar Terkena panas dari oven, spiritus, 2 3 1 6
hot plate

c. Ranking Faktor Resiko berdasarkan nilai RPN

No Faktor Resiko Faktor Penyebab Resiko RPN


1 Terinfeksi Kulit (bagian tubuh) yang terluka 30
menyentuh sampel yang pathogen,
bakteri/virus/jamur terhirup melalui
udara
2 Kebakaran Meledaknya Bunsen/spiritus, arus 24
pendek listrik
3 Terbakar Terkena panas dari oven, spiritus, 6
hot plate

12
4 Terpeleset Keadaan lantai yang basah dan licin 4
5 Memar/Terluka Terkena pecahan gelas, terjatuh 3

2.4.Analisis Resiko Dominan


Terinfeksi dan kebakaran menjadi resiko kemungkinan kecelakan terbesar yag
mungkin dapat terjadi di laboratorium mikrobiologi. Hal ini dikarenakan oleh :
1. Praktikan tidak mengguanak APD (alat Perlindungan Diri) yang benar
dan sesuai aturan
2. Arus listik yang tegangannya turun secara tiba-tiba
3. Kebiasaan praktikan yang etap menggunakan lampu spiritus yang
cairannya sudah habis
4. Human eror
5. Udara yang tercemar mikoorganisme patogen

2.5. Alternatif Perbaikan


Tahap penyusunan alternative perbaikan merupakan salah satu usaha untuk
mengurangi kecelakaan yang dapat terjadi, dalam hal ini termasuk
Laboratorium Mikrobiologi.
1. Penggunaan APD yang benar
2. Konstruksi bangunan tahan api
3. Pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran
4. Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran
5. Jalan keluar untuk menyelamatkan diri
6. Penyimpanan alat yang benar dan nyaman
7. Tenaga kerja yang terlatih dan disiplin
8. Tidak makan dan minum di dalam laboratorium

13
Bab III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah
pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan
mempergunakan bantuan orang lain.

Kegiatan laboratorium sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan,


tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai makin banyak ragamnya;
semuanya menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam
laboratorium makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja
di laboratorium harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan
kerja laboratorium.

3.2. Saran
Dari apa yang penulis sampaikan. Penulis menyarankan bahwa
pelaksanaan system manajemen kesehatan dan keselamatan kerja harus
dilakukan dalam setiap laboratorium terutama dalam hal ini Laboratorium
Mikrobiologi. Yang mana kita ketahui bahwa banyak kemungkinan kecelakaan
yang terjadi dalam laboratorium mikrobiologi ini.
Oleh karena itu diharapkan kepada praktikan, pengurus laboratorium,
serta semua pihak yang ikut serta dalam pelaksaan kerja di laboratorium
mikrobiologi utuk bersama bekerja dalam system menajemen kesehatan dan
keselamatan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan tentunya kesehatan
keselamatan kerja itu sendiri.

14

Anda mungkin juga menyukai