Inilah satu tantangan yang dihadapi guru di era digital. Jika guru di kelas hanya sekedar
mengajar menyampaikan materi pelajaran, maka peran ini sudah sangat bisa digantikan
oleh teknologi era digital. Tentang materi pembelajaran, siswa sudah bisa dengan mudah
membuka situs pencarian (google, bing, dll), youtube, wikihow, dan lain sebagainya yang
memuat informasi tak terbatas. Tentang latihan soal siswa juga sudah sangat dimanjakan
dengan adanya internet, apalagi saat ini sudah sangat banyak sekali aplikasi/software
yang berisi kumpulan latihan soal baik untuk smartphone maupun pc. Tentang ragam
metode pembelajaran, saat ini telah banyak games pendidikan yang disediakan oleh
pengembang aplikasi digital. Lalu, apakah kehadiran guru masih dibutuhkan?
Mengenai pertanyaan masih dibutuhkan atau tidaknya guru, tentu dengan mantap
jawabnya adalah “masih sangat dibutuhkan”. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah
bahwa guru hadir di depan siswanya bukan hanya sekedar mengajar untuk
menyampaikan materi pembelajaran. Karena sekali lagi jika hanya menyampaikan
materi saja, maka pekerjaan itu sudah bisa tergantikan oleh media pembelajaran yang
berkembang di era digital.
Nah, inilah salah satu peran penting guru di era digital saat ini. Hadir di depan siswa nya
untuk menginspirasi . Senantiasa menjadi sosok panutan yang layak diteladani dalam
segala aspek berkehidupan. Senantiasa menjadi sosok terdepan untuk memberi
semangat, motivasi dan kalimat positif untuk siswanya agar terus berkembang.
“Guru terbaik itu mengajar dan mendidik siswanya dari hati, bukan dari buku”
menjadi guru inspiratif karena guru adalah inspirasi
Kaitannya dengan “Inspirasi” dalam belajar, apakah setiap model pembelajaran yang
diterapkan guru pasti akan menginspirasi siswanya? Apakah setiap metode yang dipakai
sudah pasti bisa menginspirasi siswa? Apakah setiap media pembelajaran yang
digunakan siswa memberi garansi siswa akan terinspirasi?
Berikut ini beberapa kunci yang harus diperhatikan guru agar proses pembelajaran yang
diterapkan benar-benar memberi inspirasi siswa untuk terus belajar, mengembangkan
kemampuannya , mengubah pola pikirnya atau bahkan mengubah kebiasaan/sikap nya
kea rah yang lebih baik.
Baca Inspirasi Lainnya ! Cara Analisa dan Memilih Asuransi Pendidikan Anak
Terbaik di Indonesia
Itulah beberapa contoh yang bisa dilakukan guru agar anak terinspirasi untuk berkarya
dan berinovasi. Ada usulan lain?
Ngainun Naim
Artikel, Refleksi, dan Literasi
Selasa, 20 Agustus 2013
A. Pendahuluan
Saya menulis buku Menjadi Guru Inspiratif tahun 2008. Ide menulis
datang secara tidak sengaja. Dalam suatu perbincangan santai, seorang teman
kuliah bercerita mengenai guru-guru dan dosen-dosen yang pernah
mengajarnya. Ia bilang ada guru atau dosen yang hebat dan menanamkan
pengaruh besar. “Mereka itu inspiratif”, katanya. Namun banyak yang biasa-
biasa saja sehingga kemudian dilupakan oleh para siswanya.
Diskusi tersebut meninggalkan kesan mendalam pada diri saya. Ada
berbagai pertanyaan yang muncul, seperti mengapa tidak semua dosen
memiliki sifat yang inspiratif? Bagaimana menjadi seorang pendidik yang
inspiratif?
Kegelisahan dan berbagai pertanyaan terus terngiang dalam benak
saya. Sebagaimana dikatakan oleh Milan Kundera bahwa “Ingatan dan
kenangan adalah hal terindah dalam hidup”, saya kemudian mengingat
pengalaman belajar, terutama berkaitan dengan seperti saja karakter para guru
saya. Ketika sekolah di MTs, misalnya, saya bukan orang yang menyukai
pelajaran bahasa Indonesia. Pelajaran ini, menurut saya, hanya mengotak-
atik hal-hal sederhana. Berbicara dan membaca sebagian besar kita lakukan
dalam bahasa Indonesia. Terus mengapa mesti masih harus belajar Bahasa
Indonesia? Ketidaksukaan saya semakin memuncak ketika ada
tugas mengarang. Rasanya, ini bagian dari pelajaran bahasa Indonesia yang
paling memusingkan.
Apa yang saya alami ternyata juga dialami banyak teman-teman sekelas.
Saya nyaris masih ingat kalimat awal yang sering kami gunakan dalam memulai
sebuah karangan, seperti: “Pada suatu hari”, “Di sebuah desa”, atau “Liburan
yang lalu”. Jarang sekali ada kalimat pembuka yang lain yang lebih kreatif.
Kondisinya tentu lebih parah lagi kalau sudah masuk ke isi karangan.
Isinya berputar-putar tidak karuan. Kalimat tertentu bisa berkali-kali diulang
dalam satu paragraf. Kata “oleh karena itu” bisa muncul lebih dari lima kali.
Teman sebangku saya paling sering menulis kata “lalu”. Pernah dihitung oleh
guru bahasa Indonesia, kata lalu dalam satu alinea ada sepuluh.
Itulah salah satu alasan saya kurang menyukai pelajaran bahasa
Indonesia. Tetapi ketidaksukaan tersebut, terutama mengarang, tidak
berlangsung lama. Bahkan dalam perkembangannya kemudian saya justru
suka dan menikmati dunia menulis. Kesukaan terhadap menulis ini mulai
menemukan momentumnya ketika saya menjadi mahasiswa. Menulis,
terutama menulis artikel dan resensi buku, telah menjadi kegiatan yang begitu
mengasikkan dan menyenangkan.
Bagaimana saya kemudian menyukai dunia menulis? Faktor guru. Ya,
gurulah yang memberikan saya perubahan secara drastis dari membenci
karang mengarang hingga begitu menyukainya sampai sekarang. Guru yang
mengubah sikap saya ini bukan guru bahasa Indonesia, tetapi guru lain yang
mengajar bahasa Inggris.
Waktu itu, beliau masih cukup muda. Usianya sekitar 26 atau 27 tahun.
Orangnya gagah, menarik, dan kalau mengajar sangat memikat. Saya sangat
menyukai caranya mengajar. Dan yang lebih saya sukai,beliau memberikan
banyak inspirasi kepada saya. Beliau mengerti betul bagaimana
membangkitkan potensi dan minat muridnya untuk menguasai pelajaran.
Berbagai metode beliau terapkan agar kami bisa menyenangi dan menguasai
pelajaran bahasa Inggris.
Tetapi di luar itu, ada hal lain yang semakin mengokohkan keinginan
saya untuk maju, yaitu sikap dan semangat beliau. Beliau seorang seorang
penulis artikel di berbagai majalah, dan juga seorang “kutu buku”. Setiap
mengajar selalu membawa buku. Di sela-sela waktu kosong, beliau membaca
buku. Sekitar 10 atau 15 menit menjelangpelajaran berakhir, beliau selalu
memberi kesempatan kepada kami untuk bertanya tentang apa saja. Dan
sepanjang pengalaman yang saya ingat, beliau mampu menjawab setiap
pertanyaan kami secara memuaskan. Padahal, pertanyaan yang kami ajukan
mencakup berbagai bidang.
Itulah yang membuat saya begitu terinspirasi. Ingin rasanya meniru
beliau. Inspirasi dari beliau mendorong saya untuk sedapat mungkin membaca
buku dan majalah yang ada. Juga, saya berusaha menulis, walaupun pada
awalnya saya tidak menyukai menulis. Tetapi lama kelamaan, menulis mulai
menarik hati saya. Seiring perjalanan waktu, menulis pun semakin saya sukai.
Ketika mahasiswa, dan terutama ketika menempuh jenjang S2, sebagian dari
biaya kuliah saya peroleh dari honorarium menulis artikel dan resensi buku di
berbagai media massa.Ketika menempuh S3, sebagian biaya juga saya
peroleh dari honorarium menulis buku.
Apa yang ingin saya tekankan dari cuplikan pengalaman ini adalah soal
guru inspiratif. Ya, guru inspiratif adalah guru yang tidak hanya mengajar saja,
tetapi juga mampu memberikan pengaruh ke dalam jiwa siswanya, dan lebih
jauh, mampu merubah kehidupan para siswanya. Walaupun tentu saja,
perubahan selanjutnya dalam kehidupan siswa setelah menamatkan jenjang
sekolah tergantung kepada siswa itu sendiri. Ada yang menindaklanjuti spirit
inspiratif ini, dan ada yang hanya mengenangnya saja. Tetapi hal yang penting
adalah spirit inspiratif ini memiliki makna yang sangat penting dalam
mengantarkan perubahan. Mereka, para guru inspiratif itu, mungkin tidak
menyadarinya, tetapi para siswanya akan selalu mengenang jasa-jasanya.
Guru inspiratif, yang kemudian menjadi judul buku ini, adalah hasil
pergulatan, diskusi, perenungan, dan kajian yang saya lakukan. Saya
kemudian mengembangkan gagasan ini, mencari relevansi, dan konteksnya.
Menurut saya, ini merupakan suatu hal menarik. Tetapi mengapa hanya sedikit
guru yang semacam itu?
Dalam penulisan buku ini, saya berusaha mencari berbagai bahan
pustaka pendukung, baik dari buku maupun internet, dan juga renungan
pengalaman pribadi. Ternyata, guru inspiratif hanyalah sebagian kecil saja dari
guru-guru kita. Sebagian besarnya adalah guru kurikulum, yaitu guru yang
mengajar demi tuntutan menyelesaikan target yang telah ditentukan oleh
kurikulum. Dalam pandangan guru kurikulum, ukuran keberhasilan adalah
ketika siswanya dapat memperoleh nilai maksimal dari mata pelajaran yang
telah disampaikan. Tidak lebih. Persoalan bagaimana siswanya kemudian
berdaya, berubah menjadi lebih baik, lebih maju, dan seterusnya, tidak masuk
hitungan.
Inilah yang menggelisahkan saya. Coba misalnya separuh saja dari
seluruh guru Indonesia adalah guru yang inspiratif, tentu hasilnya akan luar
biasa. Indonesia tidak akan terpuruk dan terus menerus didera beragam
persoalan seperti sekarang. Guru inspiratif akan senantiasa memberikan
motivasi dan modal kepada para siswanya untuk mampu menghadapi
perubahan. Tantangan demi tantangan akan mampu ditundukkan, walaupun
tantangan tersebut tidak ringan. Manusia tahan banting yang tidak larut dalam
perubahan hanya mampu dihasilkan oleh guru inspiratif.
Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana membangun spirit
inspiratif di kalangan guru-guru kita. Guru inspiratif, menurut saya, adalah guru
kurikulum plus. Maksudnya, selain mengajar secara maksimal berdasarkan
kurikulum, ada nilai plusnya, yaitu memberikan modal lain bagi kehidupan para
siswanya dalam menghadapi hidup. Dan guru inspiratif bisa diciptakan.
Mungkin ini terlalu muluk, tetapi bukan suatu hal yang mustahil.
Pentingnya guru inspiratif harus terus menerus disuarakan, diperjuangkan, dan
diwujudkan. Dengan begitu, ada harapan perubahan yang lebih baik di masa
depan. Guru inspiratif bukan segala-galanya, tetapi adanya guru inspiratif akan
memberikan kontribusi yang luar biasa bagi perubahan dalam kehidupan
siswa-siswanya.
Menjadi guru inspiratif ternyata tidak mudah. Hal ini disebabkan karena
karakter inspiratif tidak bersifat permanen. Suatu saat, seorang guru dapat
menjadikan dirinya begitu inspiratif di mata para siswanya. Sementara di saat
yang lain, karakter semacam itu memudar. Oleh karena itu, spirit inspiratif harus
dikondisikan agar senantiasa menjadi bagian tidak terpisah dari diri seorang
guru.
Hal penting yang harus dilakukan seorang guru adalah bagaimana
senantiasa berusaha menemukan pemantik dan penyulut spirit inspiratif.
Dengan usaha yang dilakukan secara terus menerus, penuh semangat, dan
dilandasi oleh keyakinan yang kokoh, maka spirit inspiratif akan dapat tetap
terjaga secara stabil. Naik turunnya spirit inspiratif sebenarnya merupakan hal
wajar dan manusiawi.
Bagaimana menyulut spirit inspiratif? Jawaban atas pertanyaan ini
memang tidak mudah. Setiap guru dapat memiliki cara dan mekanisme
tersendiri untuk melakukannya. Pengalaman masing-masing guru bisa jadi
berlainan. Ada yang berusaha melakukan evaluasi diri, ada yang membaca
buku-buku motivasi, membaca biografi tokoh-tokoh sukses, melakukan
relaksasi, dan beraneka teknik lainnya. Memang tidak ada teori baku dan
universal yang menjelaskan terhadap persoalan ini.
Menurut penulis, spirit inspiratif dapat dibangkitkan dengan beberapa
cara. Pertama, komitmen. Komitmen sebagai guru inspiratif harus dibangun
secara kokoh dalam jiwa. Komitmen akan memberi makna yang sangat penting
terhadap apa yang kita kerjakan, kita lihat, kita rasa, kita dengar, dan kita
pikirkan. Setiap mengajar, sejauh kita memegang komitmen, maka kita akan
senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk memberi inspirasi kepada
para siswa. Mengamati bagaimana siswa kurang bergairah belajar, maka
komitmen sebagai guru inspiratif akan melahirkan beragam usaha untuk
membangkitkan semangat mereka terhadap belajar. Melihat siswa yang dinilai
bermasalah, spirit inspiratif akan terdorong untuk melacak penyebabnya dan
mencari jalan keluarnya. Menghadapi hasil evaluasi yang kurang memuaskan,
spirit inspiratif akan tergerak untuk menemukan cara-cara konstruktif untuk
meningkatkan prestasi. Begitu seterusnya. Setiap ada persoalan, spirit inspiratif
selalu memunculkan dorongan dalam diri guru untuk mencari jalan
pemecahannya.
Kedua, membangun kecintaan terhadap profesi. Mengajar yang
dilandasi oleh kecintaan yang mendalam akan melahirkan dan menyulut spirit
inspiratif secara kokoh. Cinta yang kuat dapat menggerakkan jiwa untuk
senantiasa penuh semangat, yakin, optimis, dan penuh harapan. Besarnya
cinta terhadap profesi, terhadap tanggung jawab, terhadap masa depan siswa,
dan terhadap tanggung jawab kepada Allah, akan menjadikan mengajar
menjadi sedemikian memberdayakan, penuh kenikmatan dan penghayatan.
Bagi seorang guru, jangan sampai tugas mengajar dilakukan karena faktor
keterpaksaan. Ini merupakan sesuatu yang fatal, karena sikap terpaksa akan
menjadikan mengajar hanya sebagai pemenuhan kewajiban saja. Tidak ada
lagi spirit dan cinta yang mampu melandasinya. Tidak ada lagi visi lebih luas
dan mendalam yang dibangun. Spirit inspiratif tidak akan muncul pada guru
yang memiliki karakter semacam ini. Mereka yang mengajar secara terpaksa
akan kehilangan gairah dan orientasi yang lebih luas. Mengajar kemudian
dilakukan hanya sekedarnya saja. Mengajar dalam keterpaksaan akan
menimbulkan efek psikologis yang kurang baik terhadap diri guru sendiri dan
juga para siswanya. Lebih jauh, kondisi ini akan menyebabkan pembelajaran
tidak mampu mencapai hasil maksimal sebagaimana diharapkan.
Ketiga, menajamkan visi. Visi, menurut Philip Kotler, merupakan an ideal
standar of excellence (standar ideal kesempurnaan) yang ingin kita raih. Atau
bisa juga dimaknai sebagai a dream must be achieve (mimpi yang harus kita
raih). Visi sebagai guru inspiratif akan menjadikan segala aktifitasnya
senantiasa diarahkan untuk menuju kepada hal tersebut. Visi ini akan menuntut
bukti dan perjuangan. Dengan merumuskan visi ini, seorang guru inspiratif akan
membuat kemajuan yang berarti, walaupun menghadapi tantangan yang tidak
ringan. Seorang guru yang tidak memiliki visi tidak akan membuat kemajuan,
walaupun mungkin ia berada di jalan yang mulus.