Belakangan ini anak mas kesayangan simbok, si jaka kendil merajuk, ia bilang ke simbok kepingin menikah, tapi oleh simbok tidak digubris, bukan apa-apa, simbok merasa kurang seneng sebab calon istri yang di inginkan oleh jaka kendil adalah putri seorang akuwu. Jelas simbok tidak berani, simbok merasa minder, ketidakberanian simbok itulah jaka kendil panik tidak mau makan. Jaka kendil membuang muka setiap hari simbok menyendukkan nasi diatas piringnya, ia tak mau melirik ke arah nasi itu. Namun ia menyembunyikan ubi benem itu dengan lahap. Jadi kendil juga menolak dijagongi simbok, ia lebih suka nangkring diatas pohon mangga, berlama-lama disana sembari membayangkan wajah cantik putri akuwu yang ditaksirnya. Melihat putra kesayangan merajuk seperti itu, hati simbok merakan gundah, lalu curhatlah simbok kepada teman sejawatnya, yu jum, yang sama-sama berprestasi sebagai buruh penumbuk padi. “Yu, kalau anakmu ngambek, apa yang kamu lakukan?” simbok berbasabasi sembari memasukkan serumpun padi ke dalam limpang, yu jum perlahan meletakkan alunnya. “Anakku tidak pernah ada yang purikan, tun, mbok, semua manut-manut” saja” “Wah enak kalau begitu, la, ini, si jaka kendil, panik minta kawin “Kawinkan saja dia, mbok, kan beres urusannya” Tidak bisa semuda itu, yu, sebab yang di incar, si jaka itu putri seorang akuwu. Yu jum tertawa, suara tawanya terdengar cempreng, beberapa ekor burung yang hinggap di atap pondok sampai kaget dan siras mabur. “Bantu mencari jalan keluarnya yu, aku khawatin, sebab si jaka kendil itu kalau ngambek tidak mau makan nasi selama berhari-hari Yu jum seketika menghentikan tawanya, perempuan kurus berkulit hitam kecoklatan itu termenung. “Wan, sudah gawat itu, mbok, harus segera diambil tindakan, ayolah, lamar saja putri akuwu itu, dari pada nanti anakmu gering menunggu keluarga simbok dari sawah, membuat mata jaka kendil terkantuk-kantuk, apalagi sejak ia ngambek tidak mau makan, simbok jadi jarang menanak nasi, alhasil, ia harus repot-repot mbenem ubi ke dalam abu tungku yang masih menyala. Perit pintu membuatnya turun dari ambin, dilihatnya simbok sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah sumringan. “Tole, sore ini juga, simbok akan melamar putri akuwu sesuai dengan keinginanmu”simbok berkata dengan riang, jaka kendil terperangah, ia sedikit kaget”sudah jangan melongo begitu aja segera berkenan”simbok menepuk [indak jaka kendil perlahan. Tentu saja hati anak mas jaka kendil teramat girang. Tanpa menunggu perintah dua kali, ia bergegas menukar pakain. Akuwu memiliki 3 orang putri, ketiga cantik-cantik tapi simbok tidak tahu putri yang mana yang di inginkan jaka kendil. Keluarga akuwu menyambut kedatangan tamu tak diundang itu dengan terheran-heran. Apalagi bukan karena penampilan simbok dan jaka kendil, simbok terlihat begitu ndeso dan miskin. Demikian juga jaka kendil, ia amat bogel, perunya jembelung semirip tempayan yang biasa di pakai oleh ibu-ibu untuk menyimpan air, wajahnya jauh dari kata tampan, mulutnya lebar tidaknya ambies. Namun begitu keluarga akuwu tidak merasa mengusir mereka, keluarga terpandang itu tetap menerima simbok dan anaknya secara baik-baik, bahkan ketiga putri cantik diminta untuk bertemu muka dengan jaka kendil, meski apa yang dilakukan akuwu itu hanya sekedar basa-basi, sebab sang akuwu tahu, ketiga putrinya tidak bakal ada yang mau menerima piangan pemuda buruk rupa itu. Siapa juga yang sudi menikah dengan lelaki bogel, jelek dan dekil seperti itu? Tidak. Akuwu sendiri tidak akan rela melepaskan salah satu putrinya dipersunting oleh orang yang sungguh jauh dari impiannya. Benarlah putri sulung tanpa menunggu lama segera menagngkat tangan disertai gelengan kepala, pertanda bahwa ia menolak pinangan jaka kendil, putri mata simbok sudah berkaca- kaca hatinya sungguh sedih dan mau atas penolakan kedua putri akuwu itu. Sudah kubilang kan le jangan seperti pungguk merindukan bulan”, menenangkan perempuan tua yang sudah mengasuhnya itu. “Masih ada seorang putri yang belum memberikan jawabannya, mbok, jadi jangan menyerah”jaka kendil membisik simboknya putri ke tiga, tidak bersikap seperti kedua kakaknya, putri itu hanya diam membisu, menatap simbok dan jaka kendil secra bergantian. “Den ayu tidak usah sungkan memberi jawaban, kami ini memang orang miskin dan anak saya, si jaka kendil ini memang ditakdirkan buruk rupa, meski begitu, saya sangat menyayanginya” simbok beringsut dari duduknya, menatap jaka kendil dengan pandangan kasih seorang ibu. Di luar langit mendadak tersipu mendung, simbok berdiri dari duduknya, di ikuti oleh jaka kendil, keduanya ingins egera pamit pulang, ibu dan anak itu sudah kehilangan harap, namun yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan, putri bungsu nan jelita itu mendekati jaka kendil tangannya yang halus terulur dengan senyum mengembang sang putri berkata “ kang mas, aku menerima pinanganmu” jlegerr! Petir menyamabr disertai hujan deras mengguyur, tubuh bogel dan dekil di hadapan keluarga akuwu mendadak sirna, tubuh itu beralih rupa menjadi seorang pangeran tanpan, kiranya ketulusan cinta sang putri telah membebaskan jaka kendil dari kutukan. Simbok pun menagis lagi, tapi kali ini menagisnya simbok karena bahagia.