Anda di halaman 1dari 7

Filsafat Skolastik; Era Para Bapa Gereja

Agama tanpa ilmu buta, Ilmu tanpa agama


lumpuh ---Albert Einstein

Andai saja tiada Dia dan tiada aku niscaya


tiadalah yang ada---Ibnu Arabi

A. Filsafat Skolastik; arti dan perkembangannya


Filsafat abad pertengahan di Barat (500M-1500M) dibagi dua masa; masa
Patristik dan masa Skolastik---berpusat di Athena, Alexandria dan Byzantium. Sejak
abad V hingga VIII Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot---bahkan di abad 6
dan 7 saat serangan terhadap Romawi membuat peradabannya ikut runtuh. Dalam dua
masa itu corak filsafat di cirikan oleh kuatnya Kredo Iman (dogma agama) yang lebih
bernuansa metafisis ketimbang rasionalitas/nalariah yang mendahulukan pemahaman
dari pada iman. Filsafat barat abad petengahan diangap masa suram (abad gelap)
dunia filsafat---filsafat hanya sebagai instrument untuk menjustifikasi teologi agama.
Otoritas agama menjadikan manusia tidak memiliki kebebasan mengembangkan potensi
dirinya. Penalaran tidak di larang, tetapi harus sesuai dan diabdikan pada keyakinan
agama. Semua pemikiran manusia diawasi gereja dan pemikiran yang bertentangan
dengan ajaran gereja mendapat hukuman berat.
Istilah skolastik nama filsafat yang mengabdi pada teologi. Dikembangkan
dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Karena tidak memisahkan filsafat dari
teologi kristiani sehingga zaman ini disebut zaman para bapa gereja. Sebutan skolastik
mengarah ke sekolah-sekolah dari biara-biara tertua di Gallia Selatan kemudian
pengaruhnya sampai di Irlandia, Nederland dan Jerman. Skolastik kemudian muncul di
sekolah-sekolah kapittel---sekolah-sekolah yang dikaitkan dengan gereja. Istilah
skolastik berasal dari kata school berarti sekolah atau dari kata schuler yaitu ajaran atau
sekolahan. Sekolah yang diadakan Karel Agung mengajarkan apa yang diistilahkan
sebagai artes liberales (seni bebas). Rencana pelajaran sekolah-sekolah meliputi suatu
studi duniawi terdiri dari 7 kesenian bebas (artes liberalis) terdiri 2 bagian; Trivium sebagai
Pendidikan Umum dengan 3 mata pelajaran bahasa meliputi Tata Bahasa, Retorika dan
Dialektika (yaitu semacam tehnik berdiskusi) dan Quadravium 4 mata pelajaran
matematika meliputi Ilmu Hitung, Ilmu Ukur, Ilmu Perbintangan dan Musik, bagi mereka
yang ingin belajar lebih tinggi(teologia) atau ingin menjadi sarjana.
Filsafat skolastik berkembang lewat keyakinan dasar filsafatnya; hidup di dunia
ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem. Dunia ini bagaikan negeri asing dan
tempat pembuangan limbah air mata (tempat kesediahan). Dunia yang menjadi tanah
airnya adalah surga dan manusia tidak dapat sampai ke tanah airnya (surga) dengan
kemampuan sendiri sehingga harus ditolong---manusia menurut kodratnya mempunyai
cela atau kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adam. Mereka juga
berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebasan dan pemberi
bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Hanya dengan jalan
pengampunan inilah manusia dapat mencapai tanah airnya (surga).
Sejarah filsafat dan pemikiran abad pertengahan dibagi menjadi tiga periode.
zaman awal Skolastik (tahun 500-1200), zaman kejayaan skolastik (abad ke-13) dan
Zaman akhir skolastik (tahun 1300-1500).
1
1. Masa Awal Skolastik
a. Augustinus (354-430)
Menurutnya, dibalik keteraturan dan ketertiban alam semesta ini pasti ada yang
mengendalikan, yaitu Tuhan. Kebenaran mutlak ada pada ajaran agama. Kebenaran
berpangkal pada aksioma bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dari yang tidak
ada (creatio ex nihilo). Kehidupan yang terbaik adalah kehidupan bertapa, dan yang
terpenting adalah cinta pada Tuhan.

b. Boethius (480-524 M)
Ia dianggap filosof akhir Romawi dan filosof pertama Skolastik. Jasanya adalah
menterjemahkan logika Aristoteles ke dalam bahasa latin dan menulis beberapa traktat
logika Aristoteles. Ia seorang guru logika abad pertengahan dan mengarang beberapa
traktat teologi yang dipelajari sepanjang abad pertengahan.

c. Kaisar Karel Agung


Memerintah awal abad ke-9 yang telah berhasil mencapai stabilitas politik yang
besar menyebabkan perkembangan pemikiran kultural berjalan pesat. Pendidikan yang
dibangunnya terdiri dari tiga jenis; pendidikan yang digabung dengan biara, pendidikan
yang ditanggung keuskupan, dan pendidikan yang dibangun raja atau kerabat kerajaan.

d. Santo Anselmus (1033-1109)


Ciri khas filsafat abad pertengahan ini terletak pada rumusan Santo Anselmus
yaitu Credo ut Intelligam (saya percaya agar saya paham). Filsafat ini jelas berbeda
dengan sifat filsafat rasional yang lebih mendahulukan pengertian dari pada iman.

2. Masa Keemasan Skolastik


Pada abad ini dibangun sintesis filosofis berkaitan dengan tiga hal. Pertama,
setelah akademia di tutup (abad II), di seluruh Eropa Barat didirikan sekolah---di Paris
sekolah-sekolah merupakan yang terbanyak dan merupakan universitas pertama di
dunia yang pertama bekerja sama antar sekolah di Paris. Di sekolah tersebut terdapat
hak-hak khusus pihak gereja sehingga universitas berkembang pesat. Hal sama ditiru
daerah lain seperti Oxford, Bogona dan Cambrige di Ingggris dan kota lainnya. Umumnya
universitas terdiri empat fakultas; kedokteran, hukum, sastra (facultas atrium) dan teologi.
Kedua, ordo-ordo yang baru mempengaruhi perkembangan hidup intelektual. Ordo
yang terkenal adalah Ordo Fransiskan yang didirikan Fransiskus tahun 1209M dan Ordo
Dominikan yang didirikan Dominikus tahun 1215M---di berbagai kota, para eksponen
dominikan mendirikan rumah studi (studium generate) yang digabung dengan universitas
setempat. Ketiga, penemuan para filsafat Yunani, terutama karya Aristoteles
merupakan faktor terpenting dalam perkembangan intelektual.

a. Peter Abaelardus (1079-1142)11


Abad XII, Eropa membuka kembali kebebasan berfikir di pelopori Peter
Abelardus dengan membalik diktum Augustinus-Anselmus Credo ut Intelligam dan
merumuskan pandangannya sendiri Intelligo ut Credom (saya faham supaya saya
percaya). Peter Abeladrus memberi status lebih tinggi kepada penalaran dari pada
iman. Di lahirkan di Le Pallet, Prancis. Punya kepribadian keras dan pandangan sangat
tajam sehingga sering bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk
orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra romantik, sekaligus sebagai
rasionalistik---peranan akal dapat menundukan kekuatan iman. Iman harus mau
didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang telah di setujui atau dapat di
terima oleh akal. Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berfikir harus
sejalan dengan iman, Abelardus memberikan alasan bahwa berfikir itu berada di luar
2
iman (di luar kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri.
Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu di tunjukan dalam teologi
bahwa teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian,
dalam teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran
Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu tuhan.

b. Albert Magnus (1203-1280M)


St. Albertus Magnus (1193 – 15 November 1280) dikenal sebagai Santo Albertus
Agung dan Albert dari Koln. Lahir dengan nama Albert von Bollstadt kemudian
bernama Albertus Magnus (Albert the Great). Salah satu filsuf Jerman dan teolog zaman
pertengahan. Pelajar pertama zaman pertengahan dan Katolik menghormatinya
sebagai Doktor Gereja---satu di antara 33 orang dengan gelar tersebut. Di universitas
Padua ia belajar artes liberales. Ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran, filsafat
aristoteles, belajar teologi di Bulogna dan masuk ordo Dominican tahun 1223, kemudian
masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi. Terakhir ia diangkat sebagai uskup
agung.

c. Thomas Aquinas (1225-1274M)


Puncak kejayaan skolastik dicapai melalui pemikiran Thomas Aquinas (1225-1274
M.). Lahir di Rocca Secca, Napoli Italia 1225 M dari kedua orang tua bangsawan10. Nama
sebenarnya Santo Thomas Aquinas; artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Disamping ahli
pikir, juga seorang suci gereja katolik Romawi. Umur 20 tahun Aquinas bergabung
dengan tarekat Santo Dominikus (Ordo Dominikan) lalu dikirim belajar di Universitas
Paris dan berkenalan dengan Albertus Magnus kemudian menjadi gurunya yang
memperkenalkan filsafat Aristoteles. Ia menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di
Studium Generale di Cologne Perancis tahun 1248 - 1252. Pada tahun 1250 ia menjadi guru
besar dalam ilmu agama di Perancis dan Tahun 1259 menjadi guru besar dan penasehat
istana. Pada tahun 1252, ia kembali ke Paris dan mulai memberi kuliah Biblika (1252-
1254) dan Sentences, karangan Petrus Abelardus (1254-1256) di Konven St. Jacques, Paris.
Pada tahun1879, ajaran-ajarannya dijadikan sebagai ajaran yang sah dalam Gereja
Katolik Roma oleh Paus Leo XIII. Ia mendapat gelar “The Angelic Doctor”.
Tahun 1245 belajar pada Albertus Magnus dan mengajarkan filsafat Aristoteles
sebagai otoritas tertinggi tentang pemikirannya yang logis lalu diselaraskan dengan
Alkitab sehingga filsafat Aristoteles tidak menjadi unsur yang berbahaya bagi iman
Kristen. Masuknya unsur Aristoteles di dorong oleh kebijakan pemimpin gereja Paus
Urbanus V (1366). Thomas kemudian mengadakan langka-langkah: Pertama, Thomas
menyuruh teman sealiran Willem van Moerbeke membuat terjemahan baru yang
langsung dari Yunani dan mendapat dukungan dari Siger van Brabanet; Kedu;
Pengkristenan ajaran Aristoteles dan bagian-bagian yang di anggap bertentangan di
upayakan selaras dengan ajaran Kristen; Ketiga; ajaran Aristoteles yang telah
dikristenkan dipakai untuk membuat sintesis yang lebih bercorak ilmiah (sintesis deduktif
antara iman dan akal). Sintesisnya termuat dalam karya utamanya: Summa
Theologiae (1273)---Filsafat Aristoteles diselaraskan dengan pandangan Alkitab. Ia
menggunakan pembedaan Aristoteles antara bentuk dan materi yang disebut
hilemorfisme. Thomas mengajarkan Allah sebagai "ada yang tak terbatas" (ipsum esse
subsistens). Allah adalah "dzat yang tertinggi", yang mempunyai keadaan yang paling
tinggi. Allah adalah penggerak yang tidak bergerak. Dunia ini dan hidup manusia terbagi
dua tingkat; adikodrati dan kodrati, atas dan bawah. Tingkat bawah (kodrati) hanya
dapat dipahami dengan mempergunakan akal. Hidup kodrati ini kurang sempurna dan
disempurnakan oleh hidup rahmat (adikodrati). Mengenai sakramen, ia berpendapat
bahwa terdapat tujuh sakramen yang diperintahkan oleh Kristus, dan sakramen yang
terpenting adalah Ekaristi (sacramentum sacramentorum). Rahmat adikodrati disalurkan
kepada orang percaya lewat sakramen. Dengan menerima sakramen, orang mulai
3
berjalan menuju kepada suatu kehidupan yang baru dan melakukan perbuatan-
perbuatan baik yang menjadikan ia berkenan kepada Allah. Dengan demikian, rahmat
adikodrati sangat penting karena manusia tidak bisa berbuat apa-apa yang baik tanpa
rahmat yang dikaruniakan oleh Allah.
Menurut Thomas Aquinas gereja sebagai lembaga keselamatan yang tidak
dapat berbuat salah dalam ajarannya. Paus Summa Contra Gentiles" dan "Summa
Theologia"; memiliki kuasa tertinggi dalam gereja dan Paus satu-satunya pengajar
tertinggi dalam gereja. Pada tahun 1879 ajarannya disahkan dalam Gereja Katolik Roma
oleh Paus Leo XIII. Lima argument tentang adanya Tuhan di tulis oleh Aquinas dalam
Summa Teologia; Argumen pertama dari sifat alam yang selalu bergerak. Di dalam
alam segala sesuatu bergerak. Dari sini di buktikan bahwa Tuhan itu ada. Argument ini
dinamakan Argumen gerak, bahwa setiap yang bergerak pasti digerakan oleh yang lain,
sebab tidak mungkin suatu perubahan dari potensialitas bergerak ke aktualitas bergerak
tanpa ada penyebabnya dan penyebab itu tidak mungkin ada pada dirinya sendiri.
Dengan kata lain, tidak mungkin sesuatu bergerak sendiri. Gerakan adalah perubahan
dari potential ke actus, potentia tanpa sebab lain tidak mungkin actus. Akan tetapi,
timbul persoalan, bila sesuatu bergerak hanya karena adanya penggerak yang
menggerakkannya, tentu penggerak itu pun memerlukan pula penggerak di luar dirinya.
Bila demikian, terjadilah penggerak berangkai yang tidak terbatas. Konsekuensinya ialah
tidak ada penggerak. Menjawab persoalan ini Aquinas mengatakan bahwa justru karena
itulah maka sepantasnya kita sampai pada penggerak pertama, yaitu penggerak yang
tidak digerakkan oleh yang lain---Itulah Tuhan.
Argument kedua di sebut sebab yang mencukupi (efficient couse). Di dalam
dunia indrawi kita saksikan adanya sebab yang mencukupi. Tidak ada sesuatu yang
mempunyai sebab pada dirinya sendiri, sebab bila demikian, ia mesti menjadi lebih dulu
dari pada dirinya sendiri. Ini tidak mungkin, dalam kenyataannya yang ada ialah
rangkaian sebab dan akibat. Seluruh sebab berurutan dengan teratur. Penyebab
pertama menghasilkan akibat, akibat ini menjadi penyebab yang kedua yang
menghasilkan akibat kedua, akibat kedua ini menjadi penyebab yang ketiga yang
menghasilkan akibat ketiga, dan begitu seterusnya sehingga menjadi rangkaian
penyebab. Itu berarti bahwa membuang sebab sama dengan membuang musabab.
Artinya, bila tidak ada sebab pertama, tentu tidak akan ada rangkaian sebab itu tadi,
dan ini berarti tidak akan ada apa-apa. Nyatanya apa-apa itu ada. Oleh karena itu,
wajar untuk menyimpulkan adanya sebab pertama dan itu adalah Tuhan.
Argument ketiga ialah argument kemungkinan dan keharusan. Kita
menyaksikan di dalam alam ini segala sesuatu bersifat mungkin ada dan mungkin tidak
ada. Adanya alam ini bersifat mungkin. Kesimpulan itu kita ambil karena kenyataannya
isi alam ini dimulai tidak ada, lalu muncul, lantas berkembang, akhirnya rusak atau
menghilang. Kenyataan itu, yaitu alam berkembang menuju hilang, membawa kita
kepada konsekuensi bahwa alam ini tidak mungkin selalu ada karena ada dan tidak ada
tidak mungkin menjadi sifat sesuatu sekaligus dalam waktu yang sama. Bila sesuatu tidak
mungkin ada, ia tidak akan ada. Nah, mestinya sekarang ini tidak ada sesuatu, ini
berlawanan dengan kenyataan. Kalau demikian harus ada sesuatu yang ada sebab tidak
mungkin muncul yang ada bila yang pertama itu tidak ada. Sebab, bila pada suatu
waktu tidak ada sesuatu, maka tidak mungkin muncul sesuatu yang lain. Jadi, ada
pertama itu harus ada karena adanya alam dan isinya ini, akan tetapi, ada pertama itu,
ada yang harus ada itu, dari mana? Terjadi lagi rangkaian penyebab. Kita harus berhenti
pada penyebab yang harus ada, itulah Tuhan.
Argumen keempat memperhatikan tingkatan yang terdapat pada alam. Isi
alam masing-masing berkelebihan dan berkekurangan, misalnya dalam hal kebaikan,
keindahan, kebenaran. Ada indah, lebih indah, terindah. Tingkatan tertinggi menjadi
sebab tingkatan di bawahnya. Api yang mempunyai panas adalah sebab untuk panas
dibawahnya. Yang maha sempurna, yang maha benar adalah sebab bagi sempurna dan
4
benar pada tingkatan dibawah-Nya. Tuhan, karena itu adalah tingkatan tertinggi.
Begitu juga tentang ada. Tuhan memiliki sifat ada yang tertinggi, ada yang dibawahnya
disebabkan oleh ada yang tertinggi.
Argumen kelima berdasarkan keteraturan alam. Kita saksikan isi alam dari
jenis yang tidak berakal, bergerak atau bertindak menuju tujuan tertentu dan umumnya
berhasil mencapai tujuan itu, sedang mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang
tujuan itu. Dari situ kita mengetahui bahwa benda-benda itu diatur oleh sesuatu dalam
bertindak mencapai tujuannya. Sesuatu yang tidak berakal mestinya tidak mungkin
mampu mencapai tujuan. Nyatanya mereka mencapai tujuan. Itu tidak mungkin
seandainya tidak ada yang mengarahkan mereka. Yang mengarahkan itu pasti berakal
dan mengetahui. Kita lihat anak panah diarahkan oleh pemanah. Yang mengarahkan
alam semesta dan isinya ini harus ada, harus berakal dan berpengetahuan, itulah Tuhan.
Setelah Aquinas membuktikan adanya Tuhan, selanjutnya ia menjelasakan sifat-
sifat Tuhan. Menurut Aquinas, Tuhan tidak tersusun dari esensi dan aksidensi, karena itu
Tuhan tidak dapat berubah. Tuhan tidak memiliki potential ia semata-mata actus. Ia
form murni. Tuhan sama dengan esensinya. Untuk memahami ini hendaknya kita telah
mengetahui bahwa sesuatu terdiri atas esensi dan aksidensi. Tatkala orang membuat
definisi, hanya sifat esensi itulah yang disebut, sifat-sifat aksidensi dibuang. Tuhan bukan
terdiri dari esensi dan aksidensi, Tuhan seluruhnya esensi. Kitapun telah mengetahui
bahwa bila sesuatu hanya esensinya, yaitu definisinya saja, maka pengertiannya tetap.
Karena Tuhan hanya esensi, maka Tuhan tidak pernah mengalami perubahan. Yang
berubah itu ialah sifat-sifat aksidensi. Berbeda dengan Agustinus, Aquinas berpendapat
bahwa Tuhan tidak berbuat semaunya, perbuatan Tuhan dibatasi oleh kebaikan. Jadi,
Tuhan tidak bebas sebebas-bebasnya dalam berbuat.

3. Masa Skolastik Akhir


a. William Ockham (1285-1349M)
William Ockham adalah pastur ordo Fransiscus berkebangsaan Inggris dan filusuf,
dari Ockham desa kecil di Surey dekat East Horsley. William perintis nominalisme di
anggap sebagai bapak epistemology modern dan filsafat modern umum, pendapatnya
didukung argument kuat, bahwa hanya individu yang ada, bukan universa, esensi, atau
bentuk supra-individual, dan bahwa universal adalah hasil abstraktif dari individu oleh
pikiran manusia dan tidak memiliki wujud di luar mental. William juga dipandang salah
satu ahli logika terbesar sepanjang masa. Ia merupakan ahli pikir Inggris beraliran
Skolastis. Berbeda pandangan dengan Thomas Aquinas, yaitu William Occam (1285-1349)
menyerang kekuasaan gereja dan teologi Kristen sehingga ia terlibat konflik
berkepanjangan dengan gereja dan negara kemudian dipenjarakan oleh Paus. Namun,
ia berhasil meloloskan diri dan meminta suaka politik kepada Kaisar Louis IV. Tuhan
harus diterima atas dasar keimanan, bukan dengan pembuktian, karena kepercayaan
teologis tidak dapat didemonstrasikan.
Ia menolak ajaran Thomas dan mendalilkan bahwa kenyataan itu hanya
terdapat pada benda-benda satu demi satu, dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-
tanda abstrak. Menurut pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui
barang-barang atau kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau kesimpulan-
kesimpulan umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan tanpa kenyataan.
Pemikiran demikian dapat dilalui dengan intuisi bukan lewat logika. Ia membantah
anggapan skolastik bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Pikiran
Gulielmus lebih terkenal dengan nama Ockham nama kota kelahirannya, cenderung
pada empirisme, bentuk pengenalan paling sempurna bersifat indrawi langsung. Ockham
ini mempunyai pendirian ekstrim mengenai disebut terminisme dan nominalisme.
Menurutnya, manusia tidak mengenal kodrat, sementara konsep seperti “kemanusiaan”
sama sekali tidak dimiliki oleh siapapun. Ockham menekankan bahwa konsep
merupakan suatu “tanda wajar” (signum naturale), sedang terma atau istilah yang
5
menjelma konsep dalam bahasa bersifat konvensional sehingga dapat berlainan. Dalam
metafisika, Ockham menggunakan dua prinsip Pertama, Ockham’s Razor, bahwa
keberadaan tidak dapat dilipat gandakan, apabila tidak perlu (entia non sunet
multiplicanda praeter necesstitatem). Artinya “suatu realitas metafisika tidak dapat
diterima jika dasarnya tidak kuat”. Kedua, apa yang dapat dibedakan maka dapat di
pisahkan, paling tidak, Allah lah yang dapat memisahkannya. Berdasarkan dua prinsip
tersebut, ia membersihkan metafisika dari perdebatan dalam madzhab skolastik. Dalam
mengenal Allah, rasio saja tidak mungkin, pengenalan dapat terjadi melalui iman dan
kepercayaan.

b. Nicolas Cusasus (1401-1464M)


Nicolaus Cusanus (1401-1464M) melalui prinsip nonkontradiksi (tidak mungkin
sesuatu ada dan tidak ada). Manusia tidak mengetahui apapun (docta ignoratia).
Dengan intuisi, manusia dapat mencapai segala sesuatu yang tidak terhingga. Allah
merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri Allah, seluruh hal yang berlawanan akan
mencapai kesatuan (coincidentia oppotitorium). Allah adalah obyek sentral bagi intuisi
manusia. intuisi dapat mencapai yang terhingga, obyek tertinggi filsafat, dimana tidak
ada hal-hal yang berlawanan. Dalam diri Allah semua hal yang berlawanan mencapai
kesatuan. Semua makhluk berhingga berasal dari Allah pencipta, dan segalanya akan
kembali pada pencipta-Nya12. Menurutnya, terdapat tiga cara mengenal; indra,
akal, dan intuisi. Dengan indra kita akan mendapat pengetahuan tentang benda
berjasad, yang sifatnya tak sempurna. Dengan akal kita mendapat bentuk pengertian
yang abstrak berdasarkan tangkapan indra. Dengan intuisi, kita mendapat pengetahuan
yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi kita mempersatukan apa yang oleh akal tidak
dapat dipersatukan---karena keterbatasan akal sedikit dapat diketahui. Dengan intuisi
diharapkan akan sampai pada kenyataan, yaitu suatu tempat dimana segala sesuatu
bentuknya menjadi larut, yaitu Tuhan. Pemikiran Nicolaus ini sebagai upaya
mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuat ke suatu sintesis yang
lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari pemikirannya ini tersirat suatu
pemikiran para humanis.

C. Masa Peralihan
Setelah abad pertengahan berakhir sampilah pada masa peralihan yang diisi
dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan ditandai dengan munculnya
renaissance, humanisme dan reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.

1. Renaissance
Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang
kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia, kemudian di Prancis, Spanyol, dan
selanjutnya hingga menyebar keseluruh Eropa. Diantara tokoh-tokohnya adalah
Leonardo da Vinci, Michelangelo, Machiavelli, dan Giordano Bruno.

2. Humanisme
Humanisme pada mulanya dipakai sebagai suatu pendirian dikalangan ahli pikir
Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengejaran kesusastraan Yunani
dan Romawi, serta perikemanusiaan. Kemudian, humanisme berubah fungsinya menjadi
gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja dan berusaha menemukan
kembali sastra Yunani dan Romawi. Diantara para tokohnya adalah Boccaccio, Petrarcus,
Lorenco Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.

3. Reformasi
Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa barat pada abad ke-16.
Refolusi tersebut dimulai dari gerakan terhadap perbaikan keadaan gereja Katolik.
6
Kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestantisme. Para tokohnya antara lain
Jean Calvin dan Martin Luther. Abad pertengahan disebut masa kelam bagi pemikiran
filsafat, kerena kebebasan berpikir manusia telah dipangkas dan didominasi oleh dogma
gereja. Tetapi, justru abad pertengahan menjadi titik balik bagi munculnya cahaya baru
pemikiran filsafat, yang ditandai dengan gerakan Renaisance yang kembali melahirkan
budaya berfikir ilmiah. Renaisance menjadi cikal-bakal munculnya pemikiran filsafat
modern. Namun, pemikiran filsafat modern dengan budaya berpikir ilmiah yang berujung
pada lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir memberi karakter negatif
menurunya kepercayaan atas dogma gereja dan mulai tumbuh masyarakat anti agama-
--teori Copernicus, Galileo dan Keppler tentang doktrin bumi pusat tata surya
terbantahkan oleh matahari pusat tata surya. Perubahan lain yang mendasar bagi
pemikiran abad pertengahan dan modern adalah, para filsuf dan ilmuan modern berpikir
mengandalkan rasio, mereka bebas mengungkapkan argumen-argumen tanpa adanya
batasan dari otoritas gereja, sehingga filsafat dapat berkembang luas. Teori dan argumen
yang diungkapkan dimasa modern merupakan teori dan argumen terbuka yang bisa
menerima kritik, efaluasi, verifikasi, modifikasi ataupun falsifikasi, bukan berupa dogma-
dogma yang kaku dan tidak dapat diubah sebagaimana yang diajarkan pada abad
pertengahan oleh gereja.
Era modern ditandai dengan munculnya ilmu–ilmu praktis, dengan
ditemukannya alat-alat produksi berbasis mesin, listrik dan mesin uap. Bahkan, ilmu
teoritis-spekulatif hampir lumpuh dan tergantikan ilmu-ilmu praktis yang manfaatannya
dirasakan secara langsung manusia. Sisi filosofis dan moralitas berubah drastis pada masa
modern. Masyarakat dogmatis dengan ciri filsafat skolastik telah berganti menjadi
masyarakat yang indifidualis dan rasional, yang menekankan prinsip dan nilai-nilai
kedisiplinan, intelektualitas, moral, dan politik konseptual. Akibatnya, karya-karya
manusia modern semakin menakjubkan, terutama dibidang seni, sastra dan teknologi.
Lahirnya zaman modern tidak lepas dari kontribusi filsuf-filsuf seperti Descartes, Spinoza,
Leibniz, John locke, David Hume, Imanuel Kant, Berkeley, dan Hegel. Masing-masing filsuf
tersebut mempunyai corak pemikiran tersendiri dalam memandang realitas, yang dari
pemikiran mereka-lah filsafat pemikiran modern muncul dan berkembang pesat.

B. Daftar Pustaka
Ahmad Syadali, Mudzakir, “Filsafat Umum”, Pustaka Setia, 2004. Bandung
Hakim A. Abdul Drs. MA, Saebani B. Ahmad Drs. M.Si, 2008, Filsafat Umum, Bandung: CV
Pustaka Setia
Tapsir, Ahmad. 2009, Filsafat Umum, Bandung: Rosda Karya
Collinson, Diane.2001.Lima Puluh Filosof Dunia yang Menggerakan (terj). Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Ridwan, Riyadi.2008.Filsafat Indonesia dan Profil Beberapa Filsuf Dunia. Banda Aceh :
Univesitas Iskandar Muda.
Sutrisno, FX Mudji dan F. Budi Hardiman.1992.Para Filsuf Penentu Gerak Zaman.
Yogyakarta : Kanisius.
Wellem, F.D.1999.Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Gereja, Jakarta :
BPK Gunung Mulia
Alcapone, Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai