Edit Makalah Lansia
Edit Makalah Lansia
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui kesehatan reproduksi lansia
2. Dapat mengetahui menopause dan andropause
3. Dapat mengetahui upaya pelayanan menopause dan andropause
4. Dapat mengetahui usaha kesehatan reproduksi lansia
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Lansia dan Fase Penuaan pada Manusia
Lansia merupakan sebutan untuk pria maupun wanita yang sudah men-
galami tahap akhir pada siklus kehidupan yang ditandai dengan menurunnya
fungsi organ tubuh dalam mempertahankan kesetimbangan terhadap kesehatan
dan kondisi stres fisiologinya.
Ada beberapa pengertian lansia menurut para ahli. Berikut ini beberapa
pengertian lansia menurut beberapa ahli:
1. Pengertian Lansia Menurut Smith (1999)
Lansia terbagi menjadi tiga, yaitu:
young old (65-74 tahun), middle old (75-84 tahun), dan old old (lebih dari
85 tahun).
2. Pengertian Lansia Menurut Setyonegoro
Lansia adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi
ke dalam 70-75 tahun (young old); 75-80 tahun (old); dan lebih dari 80
tahun (very old).
3. Pengertian Lansia Menurut UU No. 13 Bab1 Pasal 1 Ayat 2 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
4. Pengertian Lansia Menurut WHO
Lansia adalah pria dan wanita yang telah mencapai usia 60-74 tahun.
5. Pengertian Lansia Menurut Sumiati AM
Seseorang dikatakan masuk usia lansia jika usianya telah mencapai 65
tahun ke atas.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Sehingga kesehatan
3
reproduksi lansia adalah program untuk mencegah terjadinya kemunduran
fisiologis, mental, dan sosial yang berhubungan dengan sistem reproduksi
secara menyeluruh sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia agar
usia harapan hidup meningkat.
Seiring bertambahnya usia maka proses penuaan akan terjadi, tapi banyak
yang tidak menyadarinya. Ada 3 fase penuaan yang terjadi pada manusia,
yaitu:
1. Fase Subklinis
Fase ini terjadi pada usia 25-35 tahun. Pada fase ini manusia sudah men-
galami proses penuaan, tapi sering tidak disadari karena tidak ada gejala
yang dirasakan oleh tubuh.
2. Fase Transisi
Fase ini terjadi pada usia 35-45 tahun. Pada masa ini gejala penuaan mulai
terlihat. Pada fase tersebut, hormon tubuh akan mengalami penurunan
hingga 25 %, gula darah mulai meningkat, massa otot menjadi lebih kecil,
dan mulai timbul gangguan jantung serta kegemukan.
3. Fase Klinis
Fase ini terjadi pada usia >45 tahun. Ketika seseorang memasuki fase klinis
maka tanda penuaan akan semakin berlanjut. Ada tanda penuaan yang
perlu diwaspadai antara lain terjadi gangguan penyerapan nutrisi dan min-
eral, menurunnya kepadatan tulang, mulai timbul gejala penyakit kronis,
serta menurunnya fungsi seksual. Pada fase ini, biasanya orang tersebut
sudah mulai merasa tua, terlebih ketika anak-anaknya sudah menikah dan
punya cucu.
Selain fase diatas terdapat juga fase penuaan pada fungsi reproduksi antara
lain, yaitu:
4
2. Menopause, yaitu fase akhir dari masa reproduksi wanita yang terjadi
secara alamiah. Memasuki usia 45 tahun seorang wanita akan mengalami
penuaan indung telur, penurunan produksi hormon yang menyebabkan
berbagai perubahan fisik dan psikis.
3. Senium dialami oleh wanita berumur diatas 60 tahun dengan kondisi
mampu beradaptasi tanpa estrogen, mudah terjadi osteoporosis dan gejala
kemunduran IQ.
4. Andropause, merupakan istilah untuk laki-laki yang mengalami penuaan.
5
Adanya anggapan bahwa lansia sudah tidak produktif lagi. Akan
tetapi pada kenyataannya, banyak para lansia yang mencapai kematan-
gan, kemantapan dan produktivitas mental maupun material.
5. Mitos Berpenyakitan
Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang dis-
ertai oleh berbagai penderitaan akibat bermacam-macam penyakit yang
menyertai proses menua. Kenyataan memang proses penuaan disertai
dengan menurunya daya tahan tubuh dan metabolisme sehingga rawan
terhadap penyakit. Tetapi saat ini banyak penyakit yang dapat dikontrol
dan diobati.
2.2 Menopause
Menopause berasal dari kata mens yang berarti siklus menstruasi dan pau-
sis yang memiliki arti periode atau tanda berhenti. Menopause dapat diartikan
sebagai masa berhentinya siklus menstruasi. Menurut WHO menopouse ala-
miah adalah berhentinya menstruasi secara permanen, sebagai akibat dari
hilangnya aktivitas ovarium. Menopause ini sering disalahartikan dengan
klimakterium. Klimakterium adalah masa peralihan yang dialami wanita dari
periode reproduksi ke periode tidak bereproduksi biasanya pada umur 45-65
tahun.
Terdapat 4 tahap menopause yaitu:
1. Premenopause merupakan masa dimana tubuh mulai bertransisi menuju
menopause. Masa ini dapat terjadi selama 2-8 tahun sebelum menopause
dan biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun.
2. Perimenopouse merupakan fase peralihan antara premenopouse dan pasca
menopouse dengan ditandai siklus haid yang tidak teratur. Biasanya ter-
jadi pada wanita usia 45-51 tahun dan sudah mengalami keluhan klimak-
terik
6
3. Menopause merupakan masa saat haid terakhir atau berhentinya siklus
menstruasi. Setiap wanita mengalami menopause pada usia yang berbeda-
beda, umumnya terjadi pada usia sekitar 50 tahun.
4. Pasca menopause adalah masa yang berlangsung 3-5 tahun setelah meno-
pause. Dalam tahap ini wanita rentan untuk terkena penyakit misalnya os-
teoporosis, aterosklerosis.
7
Dengan berolahraga dapat menekan gejala insomnia, memperlam-
bat osteoporosis dan penyakit jantung serta mencegah “hot flashes”.
b. Berhenti Merokok
Dengan berhenti merokok dapat memperkecil potensi terjadinya
penyakit yang diakibatkan oleh merokok.
c. Mengonsumsi Kalsium
Kalsium biasanya diperoleh dari makanan seperti susu, yoghurt,
beberapa jenis sayuran (brokoli, bayam, dan sawi hijau), dan dapat
juga memakan tablet kalsium. Untuk perempuan yang menjelang
usia menopause sebaiknya memperbanyak mengkonsumi kalsium
karena sangat bermanfaat bagi tubuh untuk memperkecil terjadinya
osteoporosis.
d. Vitamin Tambahan
Wanita yang menginjak usia menopause memerlukan vitamin-vit-
amin antioksidan seperti vitamin A dan E. Namun sebagian besar
vitamin yang diperlukan oleh tubuh sudah diperoleh melalui ma-
kanan yang dikonsumsi sehari-hari.
e. Mengonsumsi Kedelai
Kedelai mengandung fiteosterogen atau esterogen yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Kedelai ini biasanya terdapat pada kecap, tempe,
tahu, atau susu kedelai.
2. Terapi Hormonal
Terapi dengan cara hormonal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan terapi penggantian hormon (HRT) dilakukan dengan me-
masukkan hormon-hormon seksual didalam tablet atau beberapa bentuk
lainnya. HRT ini biasanya perlu waktu yang lama hingga sesuai dengan
tubuh individu tersebut. Akan tetapi HRT ini tidak dianjurkan bagi per-
empuan yang mempunyai riwayat penyakit kanker payudara. Kerugian
8
dari HRT ini adalah menyebabkan sedikit pendarahan pada perempuan
yang secara normal sudah berhenti menstruasi.
2.3 Andropause
Andropause berasal dari bahasa Yunani yaitu andro yang memiliki arti pria
dan pause yang dapat diartikan menjadi penghentian. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa andropause adalah proses fisiologi pria yang telah ber-
henti. Hal ini dikarenakan menurunnya fungsi organ reproduksi pada pria yang
mengakibatkan menurunnya kadar testosteron. Adapun keadaan ini disebut
juga hypogonadism.
Andropasuse atau menapouse pada pria memiliki gejala dan keluhan yang
terdiri atas beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Vasomotor
Dalam aspek ini ditandai dengan gejala dan keluhan gejolak panas,
berkeringat, susah tidur, dan rasa gelisah serta takut.
2. Aspek Fungsi Kognitif
Hilangnya rasa percaya diri, mudah lelah dan depresi merupakan gejala
dan keluhan pria yang mengalami andropause dalam aspek fungsi kognitif.
3. Aspek Virilitas
Ciri fisik yang dapat dilihat pada pria andropause menunjukan gejala ke-
hilangan bulu-bulu seksual tubuh, penumpukan lemak serta osteoporosis.
Pria andropause juga memiliki keluhan berkurangnya tenaga juga
menurunnya kekuatan dan massa otot.
4. Aspek Seksual
Pria andropause juga menunjukan gejala menurunnya atau bahkan ke-
hilangan minat seksual, kualitas orgasme menurun, kemampuan ereksi dan
ejakulasi berkurang, dan menurunnya volume ejakulasi.
a. Faktor Lingkungan
9
Terdapat tiga hal yang menjadikan lingkungan berperan dalam terjadinya
andropause antara lain:
Bahan kimia yang bersifat estrogenik yang mengakibatkan
penurunan hormon testosteron seperti DDT, asam sulfur, difocol,
pestisida, insektisida, herbisida dan pupuk kimia lainnya.
Faktor psikis yang berperan dalam terjadinya andropause adalah
tingkat kebisingan dan keamanan tempat tinggalnya.
Asupan nutrisi juga dapat memengaruhi terjadinya andropause.
Contohnya konsumsi alkohol dan diet yang tidak seimbang.
b. Faktor Organik
Pria yang mengalami penuaan akan timbul perubahan hormonal yang
menjadikan seseorang mengalami andropause. Perubahan hormonal yang
terjadi antara lain:
Hormon Testosteron
Terdapat kurang lebih 2% hormon testosteron yang berada dalam
bentuk bebas. Sisanya terikat dengan Sex Hormone Binding Glob-
ulin (SHBG) dan terikat dengan albumin serta cotrisol binding
globulin. Pada usia lanjut, SHBG meningkat dan mengurangi hor-
mon testosteron yang bebas. Kurangnya hormon testosteron yang
bebas dapat meninbulkan andropause.
Hormon dehydroepiandrosteron (DHEA) dan dehydroepiandros-
teron sulphate (DHEAS)
Hormon DHEA dan DHEAS adalah steroid terbesar dalam tubuh
manusia. Dikarenakan steroidnya berbentuk steroid C-19. DHEA
terbentuk dari mentabolisme DHEAS kemudian berubah menjadi
a5-androstenedione yang akhirnya berubah lagi menjadi testos-
teron. Puncak kadar DHEA/DHEAS pada usia 20-30 tahun yang
selanjutnya akan berkurang secara perlahan, kira-kira 2% per-
tahunnya.
c. Faktor Psikogenik
10
Faktor-faktor psikogenik yang sering dianggap dapat mendorong tim-
bulnya keluhan andropause antara lain:
Pensiun;
Penolakkan terhadap kemunduran;
Stres tubuh atau fisik;
11
Terdapat beberapa usaha dalam kesehatan reproduksi lansia seperti:
A. Kebijakan Kesehatan Reproduksi Lansia
1. Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dan masyarakat dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan reproduksi lansia dan menjalin
kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha secara
berkesinambungan.
2. Meningkatkan koordinasi dan integrasi pusat maupun daerah yang
mendukung kesehatan reproduksi lansia.
3. Membangun serta mengembangkan sistem jaminan dan bantuan sosial
agar usia lanjut dapat mengakses pelayanan kesehatan reproduksi.
4. Meningkatkan dan memantapkan peran kelembagaan dalam kesehatan
reproduksi yang mendukung peningkatan kualitas hidup lansia.
12
a. Pada layanan tingkat ini, rumah sakit bertugas membina lansia
baik langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada pusk-
esmas.
b. Rumah sakit menyediakan berbagai layanan bagi para lansia.
c. Rumah sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari
layanan kesehatan yang ada di masyarakat.
2. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat (Community Based Geri-
atric Service).
a. Mendayagunakan dan mengikutsertakan masyarakat termasuk
para lansianya.
b. Puskesmas, dokter praktek swasta merupakan tulang punggung
layanan tingkat ini.
c. Puskesmas berperan dalam membentuk klub atau kelompok lan-
sia.
D. Program Kesehatan Reproduksi Lansia
Program kesehatan lansia bertujuan untuk meningkatkan kese-
jahteraan lansia agar para lansia di masa depan dapat hidup dengan sehat,
produktif, mandiri, dan sejahtera lahir dan batin. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia mempunyai tiga progam kesehatan bagi lansia berupa:
1. Puskesmas Santun Lansia
Puskesmas Santun Lansia adalah puskesmas yang menyediakan ru-
ang khusus untuk melakukan pelayanan bagi kelompok usia lanjut
yang meliputi pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan re-
habilitatif.
Ciri – ciri Puskesmas Santun Lansia yaitu:
a. Melakukan pelayanannya secara pro-aktif untuk dapat men-
jangkau sebanyak mungkin sasaran usia lanjut yang ada di wila-
yah kerja Puskesmas.
b. Pelayanan yang baik, berkualitas dan sopan.
c. Memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.
13
d. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan
kesehatan bagi usia lanjut yang tidak mampu.
e. Memberikan dukungan atau bimbingan pada usia lanjut dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya agar tetap sehat dan
mandiri.
f. Melakukan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor
terkait di tingkat kecamatan dengan asas kemitraan, untuk ber-
sama-sama melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup usia lanjut.
2. Posyandu Lansia
Posyandu Lansia adalah suatu wadah pelayanan kesehatan ber-
sumber daya masyarakat untuk melayani penduduk lansia, yang
proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat
bersama lembaga swadaya masyarakat, lintas sektor pemerintah dan
non-pemerintah, swasta, organisasi sosial, dan lain-lain. Pelayanan
ini menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif tanpa menga-
baikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Di samping pelayanan
kesehatan, Posyandu Lansia juga memberikan layanan sosial, agama,
pendidikan, keterampilan, olahraga, seni budaya, dan pelayanan
lainnya yang dibutuhkan oleh para lansia. Tujuan pelayanan ini untuk
meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan. Selain itu juga memacu lansia agar dapat beraktivitas
dan mengembangkan potensi diri.
Bentuk pelayanan Posyandu Lansia:
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari hari meliputi kegiatan da-
sar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi,
dan lain-lain.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan
dengan mental emosional.
14
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan, kemudian dicatat pada grafik indeks
masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah.
e. Pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan gula darah.
f. Pemeriksaan kesehatan reproduksi.
g. Penyuluhan kesehatan.
3. Pembinaan Kelompok Lanjut Usia
Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut melalui Puskesmas dapat dil-
akukan terhadap sasaran usia lanjut yang dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Sasaran langsung
1. Pra-usia lanjut 45-59 tahun.
2. Usia lanjut 60-69 tahun.
3. Usia lanjut risiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia
lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
b. Sasaran tidak langsung
1. Keluarga dimana usia lanjut berada.
2. Masyarakat di lingkungan usia lanjut berada.
3. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan kesehatan
usia lanjut.
4. Masyarakat luas.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lansia merupakan sebutan untuk pria maupun wanita yang sudah mengalami
tahap akhir pada siklus kehidupan yang ditandai dengan menurunnya fungsi organ
tubuh dalam mempertahankan kesetimbangan terhadap kesehatan dan kondisi stres
fisiologinya. Seiring bertambahnya usia maka proses penuaan akan terjadi. Proses
penuaan ini terbagi menjadi tiga fase yaitu fase subklinis (usia 25-35 tahun), fase tran-
sisi (usia 35-45 tahun), dan fase klinis (usia > 45 tahun). Sedangkan kesehatan repro-
duksi lansia adalah program untuk mencegah terjadinya kemunduran fisiologis, men-
tal, dan sosial yang berhubungan dengan sistem reproduksi secara menyeluruh se-
hingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia agar usia harapan hidup meningkat.
Tahap akhir pada siklus kehidupan yang terjadi pada pria dan wanita berbeda.
Pada wanita terjadi “Menopause” atau masa berakhirnya siklus menstruasi. Upaya
pelayanan menopause ini dibagi menjadi 2 yaitu terapi non hormonal seperti olahraga,
berhenti merokok, mengonsumsi vitamin dan kalsium juga terapi hormonal yaitu ter-
api penggantian hormon. Sedangkan pada pria terjadi “Andropause” atau proses fisi-
ologi pria yang telah berhenti dikarenakan menurunnya fungsi organ reproduksi pada
pria yang mengakibatkan menurunnya kadar testoteron. Upaya pelayanan andropause
ini seperti terapi hormon testoteron, menerapkan pola hidup sehat, dan pelayanan
kesehatan.
Oleh karena itu, untuk mengatasi terjadinya kemunduran fisiologi, mental, so-
sial yang berhubungan dengan sitem reproduksi lansia maka dilakukan beberapa
usaha kesehatan reproduksi lansia salah satunya melaksanakan program dan pela-
yanan untuk kesehatan reproduksi lansia seperti pelayanan kesehatan lansia berbasis
rumah sakit, pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, puskesmas santun lansia, po-
syandu lansia, dan pembinaan kelompok lansia.
16
3.2 Saran
Diharapkan untuk para tenaga kesehatan lebih sering memberikan penyuluhan ter-
hadap lansia dan keluarganya tentang pentingnya memeriksakan kesehatannya ke tempat
pelayanan kesehatan terdekat sehingga para lansia bisa mendapatkan perhatian khusus.
17
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, Reni Yuli, dan Suparni. Menopause Masalah dan Penanganannya. Deepublish,
2016.
Endarto, Yulian, dan Parmadi Sigit Purnomo. “HUBUNGAN TINGKAT PENGE-
TAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU
SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA DI SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA,”
t.t., 12.
Ghani, Lannywati. “SELUK BELUK MENOPAUSE” 19 (2009).
Gorga, Hadya, Putri Sri Lasmini, dan Ami Amir. “Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia
Menopause” 5, no. 2 (2016): 395.
Herawati, Rika. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Usia Menopause di Empat Po-
syandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Rambah Kabupaten Rokan Hulu.” 1, no.
1 (2012): 8.
Indrayanto, Yoseph. “Andropause.” Diakses 20 November 2018.
http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/ANDROPAUSE.pdf.
Koeryaman, Mira Trisyani, dan Ermiati. “ADAPTASI GEJALA PERIMENOPAUSE
DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL WANITA USIA 50-60 TA-
HUN” 16 (April 2018): 21.
Maryam, R. Siti, Mia Fatma Ekasari, Rosidawati, Ahmad Jubaedi, dan Irwan Batubara.
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Notoatmojo, Soekidjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
“Pengertian Lansia dan Batasan Lanjut Usia.” REFERENSI BEBAS (blog). Diakses 21
November 2018. https://www.referensibebas.com/2016/03/pengertian-lansia-dan-
batasan-lanjut.html.
“Situasi dan Analisis Lanjut Usia.” Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-lan-
sia.pdf.
18
Syarifah, Maftukhatus, dan Erika Setyanti Kusumaputri. “Hubungan Pengaturan Emosi
Positif dengan Kecemasan Menjelang Menopause pada Perempuan Pekerja,” t.t.,
9.
Zuhana, Nina, Nur Izzah Priyogo, Mundi Inayah, dan Kedungwuni Pekalongan. “Status
Gizi pada Wanita Perimenopause yang Mengalami Keluhan Klimakterik,” no. 2
(2013): 8.
19