Pembahasan mengenai bagaimana pandangan Islam mengenai kehamilan dirasa sangat perlu sekali
untuk kita pahami bersama karena topik ini merupakan salah satu topik yang sering dibahas di dalam
Al-Qur’an. Sehingga ini menjadi petunjuk bagi kita semua bahwa kita harus memahami akan hal ini.
Selain itu, beberapa hal yang terjadi pada ibu yang sedang hamil juga erat kaitannya dengan
bagaimana dalam pelaksanaan syariat. Oleh karenanya setiap ibu hamil dan tenaga kesehatan pun
penting untuk mengetahui hal-hal dasar yang berhubungan dengan kesehatan wanita. Khususnya
kehamilan dalam kaca mata syariat.
Berikut akan dibahas beberapa hal dasar yang perlu untuk diketahui dan ini berkaitan langsung
dengan kehidupan seorang perempuan terutama yang sedang hamil. Apa saja itu? Check these out!
“Ada dua kondisi terkait hal ini. Pertama: jika wanita hamil yang melihat darah satu atau dua
hari sebelum kelahiran si bayi merasakan nyeri seperti saat ketika akan melahirkan, maka dia
meninggalkan shalat dan puasa (sebab sudah masuk nifas). Kedua, jika keluarnya darah tersebut
tidak disertai rasa sakit atau nyeri, maka dianggap sebagai darah rusak (istihadah), maka tidaklah
kejadian ini mencegah dirinya dari shalat dan puasa.” (dikutip dari Buku Fikih Kesehatan Wanita
Kontemporer yang ditulis oleh dr. Raehanul Bahrain)
Jadi, jika darah (bloody show) yang keluar itu disertai dengan nyeri/ kontraksi persalinan, maka
darah tersebut sudah tergolong darah nifas, sehingga hukum darah nifas pun berlaku bahwa seorang
ibu tidak diperbolehkan untuk sholat dan puasa serta melakukan hubungan suami istri. Dan
sebaliknya jika pengeluaran bloody show tersebut tidak disertai rasa nyeri maka ia tergolong darah
penyakit (istihadah) sehingga ibu masih diwajibkan untuk shalat dan puasa serta diperbolehkan HB
untuk induksi persalinan. Wallahu a’lam
Melakukan program KB dengan tujuan untuk mengatur kelahiran dibolehkan. Hal ini juga harus
didukung oleh saran dan hasil pemeriksaan dari tenaga medis yang terpercaya bahwa jika ibu
melahirkan dalam waktu yang berdekatan dapat membahayakan kondisi kesehatan ibu di kemudian
hari, maka diperlukan adanyanya jarak antara kehamilan yang satu dengan yang berikutnya.
Mengenai jenis-jenis alat kontrasepsi sendiri ada begitu banyak yang bisa ibu gunakan (see
materi ke 8 tentang Paska persalinan), namun di sini ada penekanan dalam Islam terhadap beberapa
alat kontrasepsi berikut, seperti :
- Metode IUD/ AKDR
Penggunaan metode ini boleh saja (hukumnya mubah) namun yang perlu diperhatikan terutama
oleh suami yaitu tentang pemasangan alat kontrasepsi ini. Karena pemasang IUD mengharuskan ibu
untuk membuka aurat, maka ibu dan suami harus memilih dokter perempuan atau bidan untuk
melakukan pemasangannya (meski perempuan tidak boleh saling melihat aurat, kecuali dalam
keadaan darurat). Jika pemasangan alat kontrasepsi ini dilakukan oleh dokter laki-laki maka
hukumnya haram, jika masih ada dokter perempuan atau bidan. Wallahu’alam
Maka jika memang terdapat indikasi medis dari dokter spesialis kandungan yang mengharuskan
seorang istri melakukan tubektomi (keadaan darurat), ini termasuk dalam pengecualian. Sedangkan
untuk suami, vasektomi tidak dibolehkan dalan syariat Islam. Wallahu’alam
Dalam hal ini terserah si wanita dan suaminya. Jika mereka berdua ridha menyapihnya, maka tidak
mengapa; begitu pun jika mereka berdua ridha untuk tetap menyusuinya, silahkan saja diteruskan.
Tetap menyusui di sini tidak berbahaya bagi si bayi. Intinya, seorang istri hendaklah mendiskusikan
hal tersebut dengan suaminya. Selama mereka berdua ridha atas dua pilihan tadi, inilah yang utama.
Demikian yang sesuai dengan firman Allah ta’ala ,
“... Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya,
maka tidak ada dosa atas keduanya …” (QS. Al-baqarah [2]: 233).
Maka solusi urusan ini terserah kepada pasangan suami-istri, apakah mereka akan menyapih si bayi
atau tidak (dikutip dari buku FIqih kesehatan Wanita Kontemporer yang ditulis oleh dr. Rahenul
Bahrain hal.157).
Di dalam dunia kesehatan sendiri, menyusui ketika hamil itu dibolehkan dengan syarat ibu mesti
memperhatikan beberapa hal berikut di antaranya yaitu : kondisi asupan nutrisi harus mencukupi,
tidak terjadi kontraksi rahim yang berlebihan sehingga mengancam kondisi janin yang ada di dalam,
kondisi fisik dan psikis ibu terjaga, dan senantiasa berkonsultasi dengan dokter atau yang ahli dalam
bidangnya.
“Sungguh, Allah memberikan keringanan separuh shalat dan puasa bagi musafir, dan juga wanita
hamil dan menysusi HR. An-Nasa’I (no.2274 dan Ahmad (v/29). Syaikh Al-Albani dan Syaikh SYu’ab
Al-Alnauth mengatakan bahwa hasits ini hasan.
Maka bagi seorang ibu yang tengah hamil diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan jika ibu ingin
berpuasa pun tidak mengapa dengan syarat tidak mengganggu kesehatan ibu dan bayi yang ada di
dalam kandungan. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai puasa bagi ibu hamil sudah pernah
dibahas bit.ly/RamadhanBumil, silahkan dibaca penjelasan lengkapnya melalui link tersebut ibu.
~*~
Tiada syariat yang sempurna di muka bumi ini melainkan Islam yang telah mengatur berbagai hal
dalam kehidupan ini dengan begitu detail, termasuk dalam urusan kesehatan perempuan. Maka kita
patut bersyukur atas nikmat Islam serta nikmat kehamilan yang dianugerahkan oleh Allah.
Mengenai pembahasan kehamilan dalam Islam kami sangat merekomendasikan ibu untuk merujuk
salah satu buku fikih kesehatan wanita kontemporer yang ditulis oleh dr. Raehanul Bahrain yang
menjadi rujukan dalam penulisan materi ini. Selain itu kami juga sangat merekomendasikan agar
ibu-ibu bertanya kepada para ustadz atau ahli ilmu yang memiliki kapasitas untuk menjelaskan lebih
detail mengenai masalah kesehatan wanita dalam sudut pandang Islam
Referensi :
Buku Fikih Kesehatan Wanita Kontomprer yang ditulis oleh dr. Raehanul Bahrain