Dokumen - Tips - Proposal Kegiatan Magang Perikanan Ugm PDF
Dokumen - Tips - Proposal Kegiatan Magang Perikanan Ugm PDF
Disusun Oleh :
LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Waktu 2
D. Tempat 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
A.Komoditas Rajungan 3
B. Pengelompokan Mutu Daging Rajungan 4
C. Poses penanganan bahan baku daging rajungan 6
D. Sanitasi dan Higiene 6
E. Kebersihan dan Kesehatan Karyawan 9
III. METODE DAN RENCANA PELAKSANAAN 10
A. Metodologi 10
B. Rencana Pelaksanaan magang 10
DAFTAR PUSTAKA 12
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil perikanan dari laut yang banyak di
jual pada pasar-pasar di negara-negara Asia Tenggara. Dari tahun 1990 sampai dengan 1995
dapat dilaporkan data penangkapan rajungan di wilayah Western Central Pacific (Australia,
Indonesia, dan Thailand) berkisar dengan kisaran sekitar 36.700 ton sampai 48.000 ton (FAO
yearbook of Fishery Statistics). Pada umumnya rajungan di jual di pasar dalam negeri (baca :
lokal) dalam bentuk beku ataupun segar (frozen or fresh) dan untuk keperluan ekspor di jual
dalam bentuk daging yang sudah di kalengkan (crab-flesh canning) (Anonim,
1998).Rajungan (P. pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan ekonomis tinggi
untuk keperluan ekspor ke negara-negara Amerika, Eropa, Asia dan Australia (Anonim,
2009a). Menurut Raharjo (2008), ekspor rajungan ke Amerika Serikat mengalami penurunan
drastis sejak September 2008 seiring dengan menurunnya permintaan akibat krisis keuangan
yang menimpa negara adidaya tersebut.Untuk menyiasati keadaan yang seperti itu perlu
adanya upaya mengalihkan pasar ekspor ke negara lain selain Amerika Serikat seperti negara
Dubai (Timur Tengah), agar perusahaan industri pengolahan rajungan masih bisa melakukan
produksi. Tanpa pula melupakan mengutamakan keamanan pangan (food safety) khususnya
proses penanganan bahan baku.
Menurut Colleer dan Sussams (1990), salah satu persyaratan mutu yang menjadi
pertimbangan dan ikut menentukan suatu produk diterima atau di tolak konsumen adalah
keamanan pangan (food safety). Pengawasan mutu proses penanganan bahan baku perikanan
khususnya rajungan, waktu demi waktu harus di tingkatkan agar sesuai dengan persyaratan
internasional sehingga dengan mudah dapat di terima oleh konsumen internasional.
PT. Tonga Tiur Putra merupakan perusahaan yang bergerak dalam bisnis pengalengan
rajungan. Perusahaan ini menerapkan sistem rantai dingin dalam melakukan proses
penanganan bahan baku rajungan. Hal ini di maksudkan untuk mengendalikan mutu bahan
baku rajungan agar perusahaan tidak mengalami kerugian yang berarti.
Oleh karena itu dengan melaksanakan magang di PT. Tonga Tiur Putra, diharapkan
penulis mengetahui dan menambah pengalaman serta pengetahuan tentang proses
penanganan bahan baku rajungan yang baik sehingga produk insya ALLAH dapat diterima
oleh konsumen.
B. Tujuan
C. Manfaat
Magang ini akan dilaksanakan selama 14 hari, di mulai pada tanggal 9Juni 2013
sampai dengan 22Juni 2013 di PT. Tonga Tiur Putra, Cirebon, Jawa Barat.
TINJAUAN PUSTAKA
Rajungan (Portunus pelagicus) dan kepiting merupakan hasil laut yang sangat
digemari masyarakat dan harganya cukup mahal.Rajungan dan kepiting lebih berupa
makanan lezat (delicacy) yang dimakan pada saat-saat santai, seperti di restoran dari pada
sebagai lauk atau sebagai sumber protein utama (Juwana dan Kasijan, 2000).
Daging rajungan dan kepiting mampunyai komposisi gizi yang tinggi, hal ini dapat
dilihat dari hasil analisa kimia (proksimat) daging kepiting dan rajungan antara jantan dan
betina (BBPMHP, 1995).
Standar mutu rajungan yang biasanya digunakan di perusahaan pengalengan rajungan
adalah jenis Portunus pelagicus, rajungan dalam keadaan hidup atau segar, tidak kopong dan
tidak dalam keadaan moulting, tidak terdapat bau asing (bau minyak tanah, solar, amonia, dan
lain-lain), daging tidak dalam keadaan lunak atau hancur (Wibowo dan Yunizal, 1998).
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil perikanan dari laut yang banyak di
jual pada pasar-pasar di negara-negara Asia Tenggara. Dari tahun 1990 sampai dengan 1995
dapat dilaporkan data penangkapan rajungan di wilayah Western Central Pacific (Australia,
Indonesia, dan Thailand) berkisar dengan kisaran sekitar 36.700 ton sampai 48.000 ton (FAO
yearbook of Fishery Statistics). Pada umumnya rajungan di jual di pasar dalam negeri (baca :
lokal) dalam bentuk beku ataupun segar (frozen or fresh) dan untuk keperluan ekspor di jual
dalam bentuk daging yang sudah di kalengkan (crab-flesh canning) (Anonim, 1998).
Rajungan (P. pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan ekonomis tinggi
untuk keperluan ekspor ke negara-negara Amerika, Eropa, Asia dan Australia (Anonim,
2009a). Menurut Raharjo (2008), ekspor rajungan ke Amerika Serikat mengalami penurunan
drastis sejak September 2008 seiring dengan menurunnya permintaan akibat krisis keuangan
yang menimpa negara adidaya tersebut.
Untuk menyiasati keadaan yang seperti itu perlu adanya upaya mengalihkan pasar
ekspor ke negara lain selain Amerika Serikat seperti negara Dubai (Timur Tengah), agar
perusahaan industri pengolahan rajungan masih bisa melakukan produksi. Tanpa pula
melupakan mengutamakan keamanan pangan (food safety) khususnya proses penanganan
bahan baku.
Menurut Colleer dan Sussams (1990), salah satu persyaratan mutu yang menjadi
pertimbangan dan ikut menentukan suatu produk diterima atau di tolak konsumen adalah
keamanan pangan (food safety). Pengawasan mutu proses penanganan bahan baku perikanan
khususnya rajungan, waktu demi waktu harus di tingkatkan agar sesuai dengan persyaratan
internasional sehingga dengan mudah dapat di terima oleh konsumen internasional.
P. pelagicus (Rajungan) adalah kepiting yang berenang dan mempunyai sepasang
kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung.Karapasnya bertekstur kasar dan lebar yang
mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya panjang dan ramping. Rajungan
merupakan binatang aktif, namun ketika sedang tidak aktif atau dalam keadaan tidak
melakukan pergerakan, rajungan akan diam di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan
hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu
karang. Akan tetapi sekali-kali rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan
(Anonim cit Mirzads, 2009).
Di perairan Indonesia dijumpai ada 1.400 jenis.Jenis-jenis yang umum dijumpai di
perairan Teluk Jakarta adalah rajungan (P. pelagicus) dan kepiting (Scylla serrata).Di
antaranya yang berukuran cukup besar dan bisa dimakan adalah dari jenis Charybdis feriatus
dan Thalamitta prymna (Anonim, 2004).
Rajungan yang bernama latinP. pelagicus, merupakan jenis kepiting yang sangat
popular dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal. Rajungan
merupakan kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut (Anonim, 2007).
Daging kepiting dan rajungan mempunyai nilai gizi tinggi.Kandungan protein
rajungan lebih tinggi daripada kepiting.Kandugan karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi,
vitamin A, dan vitamin B1. Rata-rata per 100 gram daging kepiting dan rajungan berturut-
turut sebesar 14,1 gram, 210 mg, 1,1 mg, 200 SI, dan 0,05 mg/100 g (Anonim, 2007).
P. pelagicus merupakan jenis yang mempunyai nilai ekspor tinggi dalam bentuk
rajungan beku atau di kemasan dalam kaleng (Anonim, 2004).
Rajungan yang masih segar memiliki penampakan yang bersih, tidak beraroma busuk,
dagingnya putih mengandung lemak berwarna kuning, dan bebas dari bahan pengawet.
Daging rajungan yang mulai membusuk terlihat dari warna kulitnya yang pucat, terbuka dan
merenggang, daging pun mengering, dan tak terdapat lagi cairan dalam kulit, warna daging
berubah kehitam-hitaman dan berbau busuk (Anonim, 2007).
Menurut BBPMHP (1995) daging rajungan yang diperoleh biasanya digolongkan menjadi
tiga tingkatan mutu, yaitu:
a. Mutu 1 (daging super/jumbo), yaitu daging badan yang terletak di bagian bawah
(berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna putih.
b. Mutu 2 (daging reguler), yaitu daging badan yang berupa serpihanserpihan, terletak
disekat sekat rongga badan berwarna putih.
c. Mutu 3 (daging merah/clawmeat), yaitu daging rajungan yang berada dikaki dan
capit, berwarna putih kemerahan.
Menurut Phillips-Seafood (2005), daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima jenis
daging (Gambar 3), yaitu:
a. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang
berhubungan dengan kaki renang.
b. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging jumbo.
Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang
berupaserpihan-serpihan.
d. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari
rajungan.
e. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan bersama
dengan bagian shell yang dapat digerakkan.
Rendemen total daging rajungan yang diperoleh dari pengolahan sebesar 25-30 % dari berat
utuh dan besarnya rendemen ini dipengaruhi juga oleh kesegaran daging rajungan serta cara
pengambilan dagingnya (picking). Rendemen daging antara kepiting dan rajungan tidak
berbeda,akan tetapi rendemen rajungan antara jantan dan betina menunjukkan perbedaan,
dimana rendemen daging rajungan jantan rata-rata lebih besar bila dibandingkan dengan
betinanya. Dari total berat daging rajungan, biasanya rendemen dari daging rajungan terdiri
dari: 10,1% (mutu 1);8,6% (mutu 2); dan 10,5% (mutu 3). Sedangkan untuk daging kepiting
terdiri dari 5,3% (mutu 1); 10,5% (mutu 2) dan 12,7% (mutu 3) (BBPMHP, 1995)
C. PROSES PENANGANAN BAHAN BAKU DAGING RAJUNGAN
Rajungan seperti halnya produk perikanan lainnya merupakan bahan pangan yang
mudah rusak dan membusuk (perishable). Rajungan yang baru ditangkap dalam beberapa
jam saja bila tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka mutunya akan
menurun. Penanganan harus segera dilakukan sejak ditangkap dengan perlakuan suhu rendah
dan memperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan (Anggawati, 2002). Menurut
Purwaningsih et al. (2005) daging rajungan rebus dingin dengan nilai organoleptik 6,5
(kriteria 1-9), batas maksimum penyimpanan di dalam suhu kamar adalah 5 jam.
Penanganan dan pengolahan rajungan pasca tangkap oleh nelayan atau pengumpul
meliputi pencucian, perebusan atau pengukusan, pengambilan daging (picking) dan
pengepakan.Selanjutnya daging rajungan umumnya didistribusikan ke industri pengalengan
untuk diproses menjadi rajungan pasteurisasi dalam kaleng. Proses penanganan dan
pengolahan di industri pengalengan meliputi penerimaan bahan baku daging rajungan,
sortasi, pengisian daging dalam kaleng, penimbangan, penutupan kaleng, pasteurisasi,
pengepakan dan penyimpanan dingin (Windika, 2007).
Sanitasi menggunakan zat kimia dan atau metode fisika bertujuan untuk
menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin
pengolah makanan. Sanitas pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam
tempat produksi, persiapan penyimpanan, dan penyajian makanan dan air sanitasi pangan
merupakan aspek esensial dalam setiap mempersiapkan makanan, khususnya dalam cara
penanganan pangan (Winarno 2002)Program sanitasi dijalankan sama sekali bukan untuk
mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemprosesan bahan, tetapi untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah
terjadinya kontaminasi silang atau kontaminasi kembali (Winarno 2002).Sanitasi merupakan
bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik.
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan
atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit
tersebut (Purnawijayanti 2001).
Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan
yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi, memelihara, dan
mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam
penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu higiene lebih
mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan
sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 1990).
1. Pengertian Higiene
2. Pengertian Sanitasi
Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan antara lain:
Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya sanitasi
makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan
harus diperhatikan, karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikologis
seseorang. Kebersihan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai individu dan kebiasaan.Hal ini
sangat dipengaruhi diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang
terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.Jika seorang sakit, biasanya disebabkan oleh
kebersihan yang kurang diperhatikan.Hal ini terjadi karena kita menggangap masalah
kebersihan adalah masalah yang kurang penting, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus
dapat mempengaruhi kesehatan secara umum (Mubarak & Chayatin, 2008).
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal artinya perorangan dan
hygiene berarti sehat.Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang atau kebersihan diri untuk mensejahterakan fisik dan
psikologis.(Tarwoto, 2006).Adapun pentingnya personal hygene dalam kehidupan manusia
yaitu meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri, memperbaiki
personal hygiene yang kurang, pencegah penyakit, meningkatkan percaya diri dan
menciptakan keindahan.(Tarwoto, 2006).
METODE DAN RENCANA PELAKSANAAN
1. Metodologi
1. Pengamatan langsung dan ikut dalam proses penanganan produk di Tonga Tiur Putra
2. Wawancara dengan pekerja dan karyawan PT Tonga Tiur Putra
3. Pengumpulan data skunder yang diperolah di PT Tonga Tiur Putra
4. Studi Pustaka
2. Rencana Pelaksanaan Magang
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
D. Metodologi dan Tata Laksana
E. Waktu dan Tempat
II. KONDISI UMUM
A. Sejarah Perusahaan
B. Visi dan Misi Perusahaan
C. Struktur Organisasi
D. Sarana dan Prasarana
III. BAHAN BAKU DAN BAHAN PENUNJANG
A. Jenis dan Asal Bahan Baku
B. Sistem Penyediaan dan Ketersediaan Bahan Baku
C. Spesifikasi Bahan Baku
D. Bahan Penunjang
IV. PROSES PRODUKSI
A. Jenis Produk
B. Alur Proses Produksi
V. SANITASI DAN HIGIENE
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Daftar Pustaka
Depkes RI, 1996. Modul Penyehatan Makanan dan Minuman untuk Petugas Puskesmas,
Pengambilan Contoh dan Spesimen Makanan. Ditjen PPM dan PLP. Jakarta.
__________, 2004.Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman.Ditjen PPM dan PL. Jakarta.
Mubarak, Wahit & Chayatin.(2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik.EGC. Jakarta.
Oginawati, K. 2008. Sanitasi Makanan dan Minuman. Penerbit Institut Teknologi Bandung
Press. Bandung.
Purnawijayanti, Hiasinta. A. 2001. Sanitasi, higiene dan keselamtan kerja dalam pengolahan
makanan.Kanisius.Yogyakarta.
Purwaningsih, S., Josephine W., D.S. Lestari.2005. Pengaruh Lama Penyimpanan Daging
Rajungan (Portunus pelagicus) Rebus Pada Suhu Kamar. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan 7(1):42-50