Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL KEGIATAN MAGANG

PENANGANAN BAHAN BAKU RAJUNGAN ( PORTUNUS


PELAGICUS )
DI PT. TONGA TIUR PUTRA,
CIREBON, JAWA BARAT

Disusun Oleh :

Reza Dwi Afandi (12480)


Istiqomah (12487)
Rinto Felly Hartana (12488)
Ade Rahma Sasmita (12491)
Rani Artanti (12501)
Fitria Meilia Fatah (12520)

JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KEGIATAN MAGANG

PENANGANAN BAHAN BAKU RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS)

DI PT. TONGA TIUR PUTRA,

CIREBON, JAWA BARAT

Jogjakarta, 4 Juni 2013


Pembimbing Magang Ketua Magang

Mgs.muh PrimaPutra M.Si Rinto Felly Hartana


NIP.19850331 201212 1 001 NIM. 11/318186/PN/12488
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

DAFTAR ISI ii

I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Waktu 2
D. Tempat 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
A.Komoditas Rajungan 3
B. Pengelompokan Mutu Daging Rajungan 4
C. Poses penanganan bahan baku daging rajungan 6
D. Sanitasi dan Higiene 6
E. Kebersihan dan Kesehatan Karyawan 9
III. METODE DAN RENCANA PELAKSANAAN 10
A. Metodologi 10
B. Rencana Pelaksanaan magang 10

RENCANA ISI LAPORAN 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di antara berbagai jenis krustasea di Indonesia, Rajungan (Portunus pelagicus),


merupakan jenis yang mempunyai nilai ekspor tinggi dalam bentuk rajungan beku, maupun
kemasan daging rajungan dalam kaleng (BUSINESS NEWS 1989; MOOSA & JUWANA
1996, SIHOMBING 2004).Selain dagingnya, cangkang rajungan kering juga di ekspor
sebagai bahan chitosan.Chitosan dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan karena
bersifat antibakterial (HARDJITO 2006).Rajungan merupakan salah satu komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan dieskpor terutama ke Amerika dan
seperti China, Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Malaysia dan sejumlah negara Eropa
lainnya. Rajungan dalam bentuk segar di ekspor ke Singapura dan Jepang. Sedangkan
rajungan dalam bentuk olahan kaleng diekspor ke Belanda. Hingga saat ini seluruh kebutuhan
ekspor rajungan masih mengandalkan hasil tangkapan nelayan di laut, sehingga
dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi rajungan di alam.

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil perikanan dari laut yang banyak di
jual pada pasar-pasar di negara-negara Asia Tenggara. Dari tahun 1990 sampai dengan 1995
dapat dilaporkan data penangkapan rajungan di wilayah Western Central Pacific (Australia,
Indonesia, dan Thailand) berkisar dengan kisaran sekitar 36.700 ton sampai 48.000 ton (FAO
yearbook of Fishery Statistics). Pada umumnya rajungan di jual di pasar dalam negeri (baca :
lokal) dalam bentuk beku ataupun segar (frozen or fresh) dan untuk keperluan ekspor di jual
dalam bentuk daging yang sudah di kalengkan (crab-flesh canning) (Anonim,
1998).Rajungan (P. pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan ekonomis tinggi
untuk keperluan ekspor ke negara-negara Amerika, Eropa, Asia dan Australia (Anonim,
2009a). Menurut Raharjo (2008), ekspor rajungan ke Amerika Serikat mengalami penurunan
drastis sejak September 2008 seiring dengan menurunnya permintaan akibat krisis keuangan
yang menimpa negara adidaya tersebut.Untuk menyiasati keadaan yang seperti itu perlu
adanya upaya mengalihkan pasar ekspor ke negara lain selain Amerika Serikat seperti negara
Dubai (Timur Tengah), agar perusahaan industri pengolahan rajungan masih bisa melakukan
produksi. Tanpa pula melupakan mengutamakan keamanan pangan (food safety) khususnya
proses penanganan bahan baku.
Menurut Colleer dan Sussams (1990), salah satu persyaratan mutu yang menjadi
pertimbangan dan ikut menentukan suatu produk diterima atau di tolak konsumen adalah
keamanan pangan (food safety). Pengawasan mutu proses penanganan bahan baku perikanan
khususnya rajungan, waktu demi waktu harus di tingkatkan agar sesuai dengan persyaratan
internasional sehingga dengan mudah dapat di terima oleh konsumen internasional.

PT. Tonga Tiur Putra merupakan perusahaan yang bergerak dalam bisnis pengalengan
rajungan. Perusahaan ini menerapkan sistem rantai dingin dalam melakukan proses
penanganan bahan baku rajungan. Hal ini di maksudkan untuk mengendalikan mutu bahan
baku rajungan agar perusahaan tidak mengalami kerugian yang berarti.

Oleh karena itu dengan melaksanakan magang di PT. Tonga Tiur Putra, diharapkan
penulis mengetahui dan menambah pengalaman serta pengetahuan tentang proses
penanganan bahan baku rajungan yang baik sehingga produk insya ALLAH dapat diterima
oleh konsumen.

B. Tujuan

1. Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam proses penanganan bahan baku


rajungan di PT. Tonga Tiur Putra, Cirebon, Jawa Barat.
2. Mengetahui dan memahami proses penanganan bahan baku rajungan di PT. Tonga
Tiur Putra, Cirebon, Jawa Barat.
3. Mengetahui masalah-masalah yang timbul selama proses penanganan bahan baku
rajungan serta cara untuk mengatasinya.

C. Manfaat

Melalui pelaksanaan magang ini diharapkan mahasiswa mampu meningkatkan


pengetahuannya serta pengalaman kerja tentang proses penanganan bahan baku rajungan
beserta hambatan-hambatannya dan cara mengatasinya, sehingga hal tersebut dapat dijadikan
sebuah dasar pijakan untuk melangkah demi menyongsong masa depan yang lebih baik.

D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Magang ini akan dilaksanakan selama 14 hari, di mulai pada tanggal 9Juni 2013
sampai dengan 22Juni 2013 di PT. Tonga Tiur Putra, Cirebon, Jawa Barat.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Komoditas Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan (Portunus pelagicus) dan kepiting merupakan hasil laut yang sangat
digemari masyarakat dan harganya cukup mahal.Rajungan dan kepiting lebih berupa
makanan lezat (delicacy) yang dimakan pada saat-saat santai, seperti di restoran dari pada
sebagai lauk atau sebagai sumber protein utama (Juwana dan Kasijan, 2000).
Daging rajungan dan kepiting mampunyai komposisi gizi yang tinggi, hal ini dapat
dilihat dari hasil analisa kimia (proksimat) daging kepiting dan rajungan antara jantan dan
betina (BBPMHP, 1995).
Standar mutu rajungan yang biasanya digunakan di perusahaan pengalengan rajungan
adalah jenis Portunus pelagicus, rajungan dalam keadaan hidup atau segar, tidak kopong dan
tidak dalam keadaan moulting, tidak terdapat bau asing (bau minyak tanah, solar, amonia, dan
lain-lain), daging tidak dalam keadaan lunak atau hancur (Wibowo dan Yunizal, 1998).
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil perikanan dari laut yang banyak di
jual pada pasar-pasar di negara-negara Asia Tenggara. Dari tahun 1990 sampai dengan 1995
dapat dilaporkan data penangkapan rajungan di wilayah Western Central Pacific (Australia,
Indonesia, dan Thailand) berkisar dengan kisaran sekitar 36.700 ton sampai 48.000 ton (FAO
yearbook of Fishery Statistics). Pada umumnya rajungan di jual di pasar dalam negeri (baca :
lokal) dalam bentuk beku ataupun segar (frozen or fresh) dan untuk keperluan ekspor di jual
dalam bentuk daging yang sudah di kalengkan (crab-flesh canning) (Anonim, 1998).
Rajungan (P. pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan ekonomis tinggi
untuk keperluan ekspor ke negara-negara Amerika, Eropa, Asia dan Australia (Anonim,
2009a). Menurut Raharjo (2008), ekspor rajungan ke Amerika Serikat mengalami penurunan
drastis sejak September 2008 seiring dengan menurunnya permintaan akibat krisis keuangan
yang menimpa negara adidaya tersebut.
Untuk menyiasati keadaan yang seperti itu perlu adanya upaya mengalihkan pasar
ekspor ke negara lain selain Amerika Serikat seperti negara Dubai (Timur Tengah), agar
perusahaan industri pengolahan rajungan masih bisa melakukan produksi. Tanpa pula
melupakan mengutamakan keamanan pangan (food safety) khususnya proses penanganan
bahan baku.
Menurut Colleer dan Sussams (1990), salah satu persyaratan mutu yang menjadi
pertimbangan dan ikut menentukan suatu produk diterima atau di tolak konsumen adalah
keamanan pangan (food safety). Pengawasan mutu proses penanganan bahan baku perikanan
khususnya rajungan, waktu demi waktu harus di tingkatkan agar sesuai dengan persyaratan
internasional sehingga dengan mudah dapat di terima oleh konsumen internasional.
P. pelagicus (Rajungan) adalah kepiting yang berenang dan mempunyai sepasang
kaki renang yang dimodifikasi untuk mendayung.Karapasnya bertekstur kasar dan lebar yang
mempunyai proyeksi tertinggi di setiap sudutnya. Capitnya panjang dan ramping. Rajungan
merupakan binatang aktif, namun ketika sedang tidak aktif atau dalam keadaan tidak
melakukan pergerakan, rajungan akan diam di dasar perairan sampai kedalaman 35 meter dan
hidup membenamkan diri dalam pasir di daerah pantai berlumpur, hutan bakau, dan batu
karang. Akan tetapi sekali-kali rajungan juga dapat terlihat berenang dekat permukaan
(Anonim cit Mirzads, 2009).
Di perairan Indonesia dijumpai ada 1.400 jenis.Jenis-jenis yang umum dijumpai di
perairan Teluk Jakarta adalah rajungan (P. pelagicus) dan kepiting (Scylla serrata).Di
antaranya yang berukuran cukup besar dan bisa dimakan adalah dari jenis Charybdis feriatus
dan Thalamitta prymna (Anonim, 2004).
Rajungan yang bernama latinP. pelagicus, merupakan jenis kepiting yang sangat
popular dimanfaatkan sebagai sumber pangan dengan harga yang cukup mahal. Rajungan
merupakan kepiting yang memiliki habitat alami hanya di laut (Anonim, 2007).
Daging kepiting dan rajungan mempunyai nilai gizi tinggi.Kandungan protein
rajungan lebih tinggi daripada kepiting.Kandugan karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi,
vitamin A, dan vitamin B1. Rata-rata per 100 gram daging kepiting dan rajungan berturut-
turut sebesar 14,1 gram, 210 mg, 1,1 mg, 200 SI, dan 0,05 mg/100 g (Anonim, 2007).
P. pelagicus merupakan jenis yang mempunyai nilai ekspor tinggi dalam bentuk
rajungan beku atau di kemasan dalam kaleng (Anonim, 2004).

B. PENGELOMPOKAN MUTU DAGING RAJUNGAN

Rajungan yang masih segar memiliki penampakan yang bersih, tidak beraroma busuk,
dagingnya putih mengandung lemak berwarna kuning, dan bebas dari bahan pengawet.
Daging rajungan yang mulai membusuk terlihat dari warna kulitnya yang pucat, terbuka dan
merenggang, daging pun mengering, dan tak terdapat lagi cairan dalam kulit, warna daging
berubah kehitam-hitaman dan berbau busuk (Anonim, 2007).

Menurut BBPMHP (1995) daging rajungan yang diperoleh biasanya digolongkan menjadi
tiga tingkatan mutu, yaitu:
a. Mutu 1 (daging super/jumbo), yaitu daging badan yang terletak di bagian bawah
(berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna putih.
b. Mutu 2 (daging reguler), yaitu daging badan yang berupa serpihanserpihan, terletak
disekat sekat rongga badan berwarna putih.
c. Mutu 3 (daging merah/clawmeat), yaitu daging rajungan yang berada dikaki dan
capit, berwarna putih kemerahan.

Menurut Phillips-Seafood (2005), daging rajungan dapat digolongkan menjadi lima jenis
daging (Gambar 3), yaitu:

a. Jumbo lump atau kolosal (daging putih) yang merupakan jaringan terbesar yang
berhubungan dengan kaki renang.
b. Backfin (daging putih) yang merupakan jumbo kecil dan pecahan dari daging jumbo.
Special (daging putih) yang merupakan daging yang berada disekitar badan yang
berupaserpihan-serpihan.
d. Clawmeat (daging merah) yang merupakan daging dari bagian kaki sampai capit dari
rajungan.
e. Claw Finger (daging merah) yang merupakan bagian dari capit rajungan bersama
dengan bagian shell yang dapat digerakkan.

Rendemen total daging rajungan yang diperoleh dari pengolahan sebesar 25-30 % dari berat
utuh dan besarnya rendemen ini dipengaruhi juga oleh kesegaran daging rajungan serta cara
pengambilan dagingnya (picking). Rendemen daging antara kepiting dan rajungan tidak
berbeda,akan tetapi rendemen rajungan antara jantan dan betina menunjukkan perbedaan,
dimana rendemen daging rajungan jantan rata-rata lebih besar bila dibandingkan dengan
betinanya. Dari total berat daging rajungan, biasanya rendemen dari daging rajungan terdiri
dari: 10,1% (mutu 1);8,6% (mutu 2); dan 10,5% (mutu 3). Sedangkan untuk daging kepiting
terdiri dari 5,3% (mutu 1); 10,5% (mutu 2) dan 12,7% (mutu 3) (BBPMHP, 1995)
C. PROSES PENANGANAN BAHAN BAKU DAGING RAJUNGAN

Rajungan seperti halnya produk perikanan lainnya merupakan bahan pangan yang
mudah rusak dan membusuk (perishable). Rajungan yang baru ditangkap dalam beberapa
jam saja bila tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka mutunya akan
menurun. Penanganan harus segera dilakukan sejak ditangkap dengan perlakuan suhu rendah
dan memperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan (Anggawati, 2002). Menurut
Purwaningsih et al. (2005) daging rajungan rebus dingin dengan nilai organoleptik 6,5
(kriteria 1-9), batas maksimum penyimpanan di dalam suhu kamar adalah 5 jam.

Penanganan dan pengolahan rajungan pasca tangkap oleh nelayan atau pengumpul
meliputi pencucian, perebusan atau pengukusan, pengambilan daging (picking) dan
pengepakan.Selanjutnya daging rajungan umumnya didistribusikan ke industri pengalengan
untuk diproses menjadi rajungan pasteurisasi dalam kaleng. Proses penanganan dan
pengolahan di industri pengalengan meliputi penerimaan bahan baku daging rajungan,
sortasi, pengisian daging dalam kaleng, penimbangan, penutupan kaleng, pasteurisasi,
pengepakan dan penyimpanan dingin (Windika, 2007).

D. SANITASI DAN HIGIENE

Sanitasi menggunakan zat kimia dan atau metode fisika bertujuan untuk
menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin
pengolah makanan. Sanitas pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam
tempat produksi, persiapan penyimpanan, dan penyajian makanan dan air sanitasi pangan
merupakan aspek esensial dalam setiap mempersiapkan makanan, khususnya dalam cara
penanganan pangan (Winarno 2002)Program sanitasi dijalankan sama sekali bukan untuk
mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemprosesan bahan, tetapi untuk
menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah
terjadinya kontaminasi silang atau kontaminasi kembali (Winarno 2002).Sanitasi merupakan
bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik.
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan
atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit
tersebut (Purnawijayanti 2001).

Higiene dan Sanitasi Makanan

Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan, istilah higiene dan sanitasi mempunyai tujuan
yang sama dan erat kaitannya antara satu dengan lainnya yaitu melindungi, memelihara, dan
mempertinggi derajat kesehatan manusia (individu maupun masyarakat). Tetapi dalam
penerapannya, istilah higiene dan sanitasi memiliki perbedaan yaitu higiene lebih
mengarahkan aktivitasnya kepada manusia (individu maupun masyarakat), sedangkan
sanitasi lebih menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan hidup manusia (Azwar, 1990).

1. Pengertian Higiene

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi lingkungan


terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga
terjamin pemeliharaan kesehatan. Misalnya, minum air yang direbus, mencuci tangan
sebelum memegang makanan, dan pengawasan kesegaran ataupun mutu daging (Azwar,
1990).Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan
tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, serta membuang bagian
makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI,
2004).

2. Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan


terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia seperti
pembuatan sumur yang memenuhi persyaratan kesehatan, pengawasan kebersihan pada
peralatan makan, serta pengawasan terhadap makanan (Azwar, 1990).Sanitasi adalah upaya
kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya,
misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan
tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes
RI, 2004).

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan


keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia
(Chandra, 2006). Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya
pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik
pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan membahayakan
kesehatan manusia.

Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan antara lain:

a) Menjamin keamanan dan kebersihan makanan


b) Mencegah penularan wabah penyakit
c) Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat
d) Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan
e) Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang disebarkan oleh
perantara-perantara makanan

Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya sanitasi
makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:

a) Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi


b) Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan
c) Keamanan terhadap penyediaan air bersih
d) Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
e) Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan, penyajian
dan penyimpanan
f) Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapanPengertian
Higiene Sanitasi Makanan
Higiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,
tempat, dan perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap
produk rumah makan dan restoran, dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan
bakteriologis, kimia, dan fisika (Depkes RI, 2003).

E. KEBERSIHAN DAN KESEHATAN KARYAWAN

Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan
harus diperhatikan, karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikologis
seseorang. Kebersihan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai individu dan kebiasaan.Hal ini
sangat dipengaruhi diantaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang
terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.Jika seorang sakit, biasanya disebabkan oleh
kebersihan yang kurang diperhatikan.Hal ini terjadi karena kita menggangap masalah
kebersihan adalah masalah yang kurang penting, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus
dapat mempengaruhi kesehatan secara umum (Mubarak & Chayatin, 2008).
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal artinya perorangan dan
hygiene berarti sehat.Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang atau kebersihan diri untuk mensejahterakan fisik dan
psikologis.(Tarwoto, 2006).Adapun pentingnya personal hygene dalam kehidupan manusia
yaitu meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri, memperbaiki
personal hygiene yang kurang, pencegah penyakit, meningkatkan percaya diri dan
menciptakan keindahan.(Tarwoto, 2006).
METODE DAN RENCANA PELAKSANAAN

1. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam magang ini adalah :

1. Pengamatan langsung dan ikut dalam proses penanganan produk di Tonga Tiur Putra
2. Wawancara dengan pekerja dan karyawan PT Tonga Tiur Putra
3. Pengumpulan data skunder yang diperolah di PT Tonga Tiur Putra
4. Studi Pustaka
2. Rencana Pelaksanaan Magang

Jadwal kegiatan pelaksanaan magang :

Kegiatan Juni Juli


1 2 3 4 1 2 3 4
Survey
Perizinan V V
Proposal V V
Pelaksanaan V V
Laporan V
RENCANA ISI LAPORAN

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Manfaat
D. Metodologi dan Tata Laksana
E. Waktu dan Tempat
II. KONDISI UMUM
A. Sejarah Perusahaan
B. Visi dan Misi Perusahaan
C. Struktur Organisasi
D. Sarana dan Prasarana
III. BAHAN BAKU DAN BAHAN PENUNJANG
A. Jenis dan Asal Bahan Baku
B. Sistem Penyediaan dan Ketersediaan Bahan Baku
C. Spesifikasi Bahan Baku
D. Bahan Penunjang
IV. PROSES PRODUKSI
A. Jenis Produk
B. Alur Proses Produksi
V. SANITASI DAN HIGIENE
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Daftar Pustaka

Anggawati. A. M. 2002. Kumpulan Hasil-Hasil Penilitian Pasca Panen Perikanan.Pusat


Riset Pengolahan Produk Dan Sosial Ekonomi Departemen Kelautan Dan Perikanan.
Jakarta.

Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit Mutiara Sumber


Widya.Jakarta.

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta.

Depkes RI, 1996. Modul Penyehatan Makanan dan Minuman untuk Petugas Puskesmas,
Pengambilan Contoh dan Spesimen Makanan. Ditjen PPM dan PLP. Jakarta.

__________, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi
Makanan Jajanan. Jakarta.

__________, 2004.Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman.Ditjen PPM dan PL. Jakarta.

Mubarak, Wahit & Chayatin.(2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar manusia Teori dan Aplikasi
dalam Praktik.EGC. Jakarta.
Oginawati, K. 2008. Sanitasi Makanan dan Minuman. Penerbit Institut Teknologi Bandung
Press. Bandung.

Purnawijayanti, Hiasinta. A. 2001. Sanitasi, higiene dan keselamtan kerja dalam pengolahan
makanan.Kanisius.Yogyakarta.

Purwaningsih, S., Josephine W., D.S. Lestari.2005. Pengaruh Lama Penyimpanan Daging
Rajungan (Portunus pelagicus) Rebus Pada Suhu Kamar. Buletin Teknologi Hasil
Perikanan 7(1):42-50

Tarwoto dan Wartonah.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan


Edisi3. Salemba Medika. Jakarta.
Winarno, F.G. dan Surono. 2002. GMP cara pengolahan pangan yang baik. M-Brio Press,
Bogor.
Windika Utama, P.T. 2007. HACCP Based Integrated Quality Management
Program:Pasteurized Crab Meat. Semarang

Anda mungkin juga menyukai