Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIKUM SUSPENSI

I. Tujuan Praktikum

Mengetahui dan menguasai pembuatan sediaan Suspensi

II. Dasar Teori

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair. (Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hlm 18)
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. (Farmakope Indonesia III,
Th. 1979, hal 32)
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus
yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus dan
tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan haris segera
terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan disebut sebagai
emulgator (joenoes, 1990).
Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung partikel
obat yang terbagi sevara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata
dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat minimum.
Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedi dalam bentuk siap pakai,
telahdisebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan
tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).
Macam-macam sediaan suspensi :
1. Suspensi Oral
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma
termasuk kedalam kategori ini. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat dalam bentuk
halus yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang
sesuai, segera sebelum digunakan. Sediaan ini disebut “Untuk Suspensi
Oral”.
2. Suspensi Topikal
Suspensi Topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam pembawa cair yang
ditujukan untuk penggunaan pada kulit. Losion eksternal harus mudah
menyebar di daerah pemakaian, tidak mudah mengalir dari daerah
pemakaian, dan cepat kering membentuk lapisan film pelindung.
Beberapa suspensi yang diberi etiket “Lotio” termasuk kedalam
kategori ini.
3. Suspensi Tetes Telinga
Suspensi Tetes Telinga adalah sediaan cair yang mengandung
partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga
bagian luar.
4. Suspensi Oftalmik
Suspensi Oftalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung
partikel-partikel sangat halus yang terdispersi dalam cairan pembawa
untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan jika terdapat massa yang
mengeras atau terjadi penggumpalan.
5. Suspensi untuk Injeksi
Suspensi untuk Injeksi adalah sediaan cair steril berupa suspensi
serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak boleh menyumbat
jarum suntiknya (syringe ability) serta tidak disuntikkan secara
intravena atau ke dalam larutan spinal.
6. Suspensi untuk Injeksi Terkonstitusi
Suspensi untuk Injeksi Terkonstitusi adalah sediaan padat
kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan pembawa.
(Syamsuni,2006)
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas partikel.
Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi yaitu :

1) Ukuran partikel
Semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya
(dalam volume yang sama ). Sedangkan semakin besar luas penampang
partikel daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan
partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan
tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
2) Kekentalan (viscositas)
Dengan menambah viscositas cairan maka gerakan turun dari
partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu diingat
bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan
mudah dikocok dan dituang. . Dengan demikian, dengan menambah
kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan
suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dituang. Hal ini dapat dibuktikan dengan Hukum Stokes.
Keterangan : V = Kecepatan aliran
d = Diameter partikel
ρ = Bobot jenis partikel
ρ0 = Bobot jenis cairan
g = Gravitasi
n = Viskositas cairan

3) Jumlah partikel (konsentrasi)


Makin besar konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi
endapan partikel dalam waktu yang singkat.
4) Sifat / muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari babarapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan
bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut
sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya.
(Syamsuni,2006)
Menurut (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 22-23) berdasarkan Sifatnya

suspense dibagi menjadi 2 yaitu :

a) Suspensi Deflokulasi

Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan

sedimentasi bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya

akan lambat. Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-

masing partikel menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.

Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan

sedimentasi partikel yang halus sangat lambat.


 Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang

relatif homogen pada waktu yang lama karena kecepatan

sedimentasinya yang lambat.

 Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali

diredispersi karena terbentuk masa yang kompak.

Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi

tetapi tidak dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu

paronya.

b) Suspensi Flokulasi

Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat

terjadinya sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk

oleh kelompok partikel sehingga ukurang agregat relatif besar. Cairan

supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan

flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang

bermacam-macam.

 Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap

besar dan mudah diredispersi.

 Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena

kecepatan sedimentasinya tinggi.

 Flokulasi dapat dikendalikan dengan :

 Kombinasi ukuran partikel

 Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.


 Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur

partikel dalam suspensi.

Suspensi dapat dibuat dengan 2 metode yaitu :

1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan
obat ke dalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru
diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran
pada saat mendispersikan serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut
karena adanya udara, lemak atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang
sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi. Mudah
dan sukarnya serbuk dibasahi tergantung pada besarnya sudut kontak
antara zat terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak ± 90o, serbuk
akan mengembang diatas cairan. Serbuk yang demikian disebut
memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan permukaan antara
partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat
pembasah atau wetting agent (Syamsuni,2006).
2. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu kedalam
pelarut organic yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam
pelarut organik, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan larutan
pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus tarsuspensi
dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah etanol,
propilen glikol dan polietilen glikol (Syamsuni,2006).

Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor


anatara lain sifat partikel terdispersi ( derajat pembasahan partikel ), Zat
pembasah, Medium pendispersi serta komponen – komponen formulasi
seperti pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan.
Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehigga
dapat dikocok dan mudah dituang. Pada etiket harus tertera “Kocok dahulu
dan di simpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan di tempat yang
sejuk” (Windra,2019).

Keuntungan Sediaan Suspensi :

1. Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat
memperlambat terlepasnya obat .
2. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.
3. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam
larutan, karena rasa obat yang tergantung kelarutannya.

Kerugian Bentuk Suspensi :


1. Rasa obat dalam larutan lebih jelas.
2. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain,
misalnya pulveres, tablet, dan kapsul.
3. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi
kimia antar kandungan dalam larutan di mana terdapat air sebagai
katalisator .

(Windra,2019)

Penilaian stabilitas suspensi meliputi :

1. Volume sedimentasi
Volume sedimentasi adalah perbandingan antara volume
sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula-mula suspensi (Vo)
sebelum mengendap.
2. Derajat flokulasi
Derajat flokulasi adalah perbandingan antara volume sedimen
akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimen akhir
suspensi deflokulasi (Voc).

3. Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas,
membantu menentukan perilaku pengendapan, mengatur
pembawa dan susunan partikel untuk tujuan perbandingan.
4. Perubahan ukuran partikel
Digunakan cara freeze-thaw cycling , yaitu temperature
diturunkan sampai titik beku, lalu dicairkan sampai mencair
kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan Kristal, yang
pada pokoknya menjaga agar tidak terjadi perubahan ukuran
partikel dan sifat Kristal.
(Syamsuni
,2006)
III. Alat dan Bahan
3.1 Alat
1. Cawan Porseolen
2. Sudip
3. Mortir dan Stemper
4. Gelas Ukur
5. Beker Glass
6. Batang Pengaduk
3.2 Bahan
1. Paracetamol
2. Etanol
3. Propilen Glikol
4. Sirup Simplex
5. Asam Benzoate
6. CMC
7. Pewarna
8. Essense
3.3 Formulasi

R/ Parasetamol 120 mg/5 ml

Etanol 5 ml

PG 5,5 ml

Sirup simplex 40 %

Asambenzoate 0,1 %

CMC 1%

Pewarna 0,1 %

Essense Qs

Aqua Ad 60 ml
IV. Pemerian Bahan
1. Parasetamol

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P,
dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 9
bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wdah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Khasiat : Analgetikum, antipiretikum.
Dosis : Sekali 500 mg; sehari 500mg – 2 g.
(FI III, 1979)
2. Etanol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan
nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam Kloroform P dan dalam
eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup rapat, terlindung dari cahaya; di
tempat sejuk, jauh dari nyala api.
Khasiat : Zat tambahan.
(FIIII, 1979)
3. Propilen Glikol
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; tidak berbau, rasa agak
manis, higroskopis.
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan
dengan Kloroform P; larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur
dengan eter minyaktanah P dan dengan minyak lemak.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan, pelarut. (FI III, 1979)
4. Sirup Simplex
Pemerian : Cairan Jernih, tidak berwarna.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuuk.

(FI III, 1979)

5. Asam Benzoat

Pemerian : Hablur halus dan ringan; tidak berwarna; tidak berbau.


Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang
3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian Kloroform P dan dalam 3
bagian eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Antiseptikum ekstern, antijamur.
(FI III, 1979)
6. CMC
Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik.
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal,
tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organic lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(FI IV, 1995)
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C.H., Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems,

Philadelphia,1999.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC.

Windra, I Gusti Ngurah Agung. 2019. Petunjuk Praktikum Teknologi Formulasi


Sediaan Non Steril. Denpasar : Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali.
V. Cara Kerja

Botol dikalibrasi 60 ml

Timbang Paracetamol kemudian masukkan dalam beaker glass lalu tambahkan


etanol dan aduk sampai larut kemudian tambahkan PG, asam benzoate dan aduk
sampai larut (Larutan 1)

Kemudian Taburkan CMC di atas air dan biarkan sampai mengembang dan diaduk
(Larutan 2)

Campurkan larutan 1 dan larutan 2 kemudian tambahkan pewarna dan aduk sampai
homogen
Tambahkan air sampai tanda kalibrasi dan terakhir di tambahkan essense

Untuk Menguji suatu sediaan suspensi dapat dilakukan dengan beberapa


cara seperti dibawah ini yakni :

1. Uji Organoleptis
Sifat organoleptis dari suatu suspensi dapat dievaluasi dari
keseragaman bau, warna, kontaminasi oleh benda asing (seperti
rambut, tetesan minyak, dan kotoran), serta penampilan
dievaluasi sacara visual.
2. Uji Endapan
Volume sedimentasi merupakan parameter yang diturunkan dari
penyelidikan sedimentasi (endapan) yang dirumuskan sebagai
berikut :
𝑉𝑢
F= 𝑉𝑜

Keterangan :
F : volume sedimentasi,
Vu: volume akhir endapan,
Vo: volume awal suspensi sebelum mengendap.
Pengukuran volume sedimentasi dilakukan dengan melihat volume
endapan yang tebentuk pada masing-masing suspensi di dalam gelas
ukur.
3. Uji Flukolasi (Redispersi)
Evaluasi suspensi ini dilakukan setelah pengukuran volume
sedimentasi konstan. Dilakukan secara manual dan hati-hati, tabung
reaksi diputar 180° dan dibalikkan ke posisi semula. Formulasi yang
dievaluasi ditentukan berdasarkan jumlah putaran yang diperlukan
untuk mendispersikan kembali endapan partikel paracetamol agar
kembali tersuspensi.
Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi
sempurna dan diberi nilai 100%. Setiap pengulangan uji redispersi pada
sampel yang sama, maka akan menurunkan nilai redispersi sebesar
5%.(Gebresamuel & Gebre Mariam, 2013)
4. Uji Viskositas
Evaluasi uji viskositias menggunakan Viskometer Brookfield.
Prinsip kerjanya yaitu sediaan suspensi paracetamol akan diukur
kekentalan menngunakan spindel yang berputar serta ukuran spindel
menyesuaikan dengan kekentalan suspensi. Spindel akan berputar dan
menunjukkan skala dari viskositas suspensi dalam RPM. (Martin, et al.,
1993)
5. Uji pH
Sediaan suspensi paracetamol ditentukan dengan alat menggunakan pH
meter digital. Kalibrasi, lalu elektroda dari pH meter digital dicelupkan
ke dalam suspensi, biarkan selama 30 detik, catat nilai pH yang muncul
pada layar alat. (Aremu & Oduyela,2015)
VI. Perhitungan Bahan
1. Paracetamol = 120 mg/ 5 ml X 60 ml = 1440 mg
2. Etanol = 5 ml
3. Propilen Glikol = 5,5 ml
4. Sirup Simplex = 40 g / 100 ml X 60 ml = 24 g
5. Asam Benzoat = 0,1 g / 100 ml X 60 ml = 60 mg
6. CMC = 1 g / 100 ml X 60 ml = 600 mg
7. Air Untuk CMC = 1,5 X 600 mg = 900 mg
8. Pewarna = 0,1 g / 100 ml X 60 ml = 60 mg
9. Essense = qs
10. Air = ad 60 ml

Anda mungkin juga menyukai