Anda di halaman 1dari 2

TEKS SEJARAH

Oleh : Hanifah Shalihah Harahap XII-IPS2

Namaku Hanifah Shalihah Harahap, aku biasa dipanggil Hanifah, aku anak kedua dari dua
bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki dan seorang adik perempuan. Aku lahir di Kota
Aek Kanopan. Umurku sekarang 17 tahun. Sekarang aku bersekolah di MAN 1 Medan.

Pada suatu hari, di kelasku yang sekarang, aku dan teman-temanku sekelasku bercerita tentang
kisah-kisah horror yang ada di sekolah kami. Begitu antusiasnya kami mengenai kisah horor di
sekolah, hingga semua yang ada di kelas ikut bercerita atau mendengarkan, hal yang biasanya tidak
terjadi di kelas, karena biasanya kami sibuk dengan urusan masing-masing.

Begitu antusiasnya kami dengan cerita-cerita horor, menumbuhkan rasa penasaran kami, jadi kami
ingin membuktikan apakah rumor-rumor atau cerita-cerita horror yang beredar di sekolah kami itu
benar-benar ada. Seketika itu salah satu temanku memberikan saran untuk bermain Charlie pencil
untuk membuktikan rasa penasaran kami. Lalu kami sepakat kami akan bermain Charlie pencil
setelah pulang sekolah.

Beberapa menit sebelum pulang sekolah kamipun menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk
permainan ini, awalnya kami menggunakan pulpen, karena beranggapan bahwa tidak ada yang
membawa pensil, setelah itu kami mencoba, tapi gagal. Setelah itu salah satu temanku menyaut
bahwa itu tidak akan berhasil, karena menggunakan pulpen, ia haruslah menggunakan pensil, karena
rasa antusias yang tinggi, teman-teman yang lain segera menyari pensil yang ada di kelas.

Setelah itu kami mencobanya lagi kali ini menggunakan pensil, setelah berulang kali kami coba, tapi
tetap gagal dan terus gagal, dan lagi-lagi salah temanku menyaut mengatakan asumsinya mengapa
percobaan kami gagal, ia berasumsi bahwa kami bermain dekat dengan AL-Qur’an, kamipun semua
setuju itu tidak bakal terjadi, karena berada dekat dengan kitab suci.

Lalu kamipun pindah posisi kedepan kelas, berbagai cara sudah kami lakukan, mulai dari
menggunakan Bahasa inggris dan Bahasa Indonesia, mematikan lampu, dan mengucapkan kata-kata
yang dianggap bias menggerakkan pensilnya. Tapi hasilnya juga tetaplah nihil pensil itu tidak
bergerak.

Karena kami sudah mencobanya berulang-ulang tapi tetap gagal, aku mulai putus asa, tapi teman-
temanku masih serius memainkannya, disitulah muncul ide di kepalaku untuk meniup pensilnya agar
begerak. Tidak kusangka pensilnya benar-benar bergerak sebagaiamana yang ku inginkan dan tanpa
ketahuan teman-temanku.
Di saat itu saya terkejut dan merasa lucu dengan ekspresi teman-teman saya, seketika mereka
langsung menjerit, berlarian keluar kelas, dan ada yang langsung mengacak-acak pensilnya. Ekspresi
mereka di luar ekspetasi saya, padahal mereka yang selalu menganggap diri mereka berani tampang
mereka kini menjadi seperti penuh keringat dingin karena ketakutan. Karena melihat ekspresi
teman-teman saya yang demekian saya jadi tidak mau mengatakan sebenarnya. Saya beranggapan
biarlah ini menjadi kenangan untuk masa SMA kami dikelas.

Setelah tamat dari sekolah, pasti ini akan menjadi salah satu kenangan yang membekas bagi teman-
teman kelasku, karena rasa penasaran mereka terpenuhi dengan hal-hal yang mistis dan tidak hanya
disaksikan oleh sedikit orang tapi sebagian besar dari anggota kelas,

Anda mungkin juga menyukai