Anda di halaman 1dari 10

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA :

PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Azas-Azas


Manajemen

Disusun Oleh :

Desinta Nuramadhaning Ayudya Bestary

185030100111055 / Kelas H

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perencanaan adalah proses yang mendefinisikan tujuan dari organisasi,


membuat strategi digunakan untuk mencapai tujuan dari organisasi, serta
mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan
proses-peroses yang penting dari semua fungsi manajemen sebab tanpa
perencanaan (planning) fungsi pengorganisasian, pengontrolan maupun
pengarahan tidak akan dapat berjalan.

Kota adalah pusat segala aktivitas dengan berbagai pembangunan yang ada
di dalamnya menyebabkan peningkatan kebutuhan penduduk kota termasuk
kebutuhan lahan di berbagai sektor. Dampak peningkatan kebutuhan penduduk
kota telah memberikan tekanan yang berarti pada ketersediaan lahan untuk
ruang terbuka hijau perkotaan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan telah
menjadi kebutuhan suatu kota yang mempunyai peranan penting bagi lingkungan
hidup. Peranan ruang terbuka hijau selain sebagai paru-paru kota (penghasil
oksigen), RTH juga berfungsi sebagai daerah resapan air, penyaring polusi
udara, penurun tingkat kebisingan, tempat rekreasi dan habitat berbagai satwa
terutama burung. Ruang terbuka hijau adalah salah satu unsur penting yang
dapat mengendalikan kualitas lingkungan perkotaan. Ketentuan proporsi
ketersediaan ruang terbuka kota dalam undang-undang nomor 26 tahun 2007
adalah paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Ketersediaan RTH perkotaan
apabila disediakan dengan baik, maka RTH kota adalah salah satu lahan
potensial yang dapat dijadikan kawasan konservasi ex-situ.

Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Malang belum sepenuhnya dikaji


secara terpadu sebagai faktor penting dalam mendukung upaya pelestarian
lingkungan. Maka dari itu perlu diadakannya pembangunan RTH agar
mewujudkan Kota Malang yang bersih, indah, tertib dan aman serta berwawasan
lingkungan. Fungsi dari RTH itu sendiri diharapkan mampu: 1) menetralisasi
736.000 liter limbah cair hasil buangan 16.355 penduduk; 2) menghasilkan 0,6
ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk perhari; 3) menyimpan 900 m3 air
tanah per tahun; 4) mentransfer air 4.000 liter per hari atau setara dengan
pengurangan suhu lima sampai delapan derajat Celsius, setara dengan
kemampuan lima unit alat pendingin udara berkapasitas 2.500 Kcal/20 jam; 5)
meredam kebisingan 25-80 persen; 6) mengurangi kekuatan angin sebanyak 75-
80 persen; 7) RTH tidak hanya meningkatkan kualitas ruang kota, tapi juga
menghemat pengeluaran pemerintah.
1.2. Rumusan Masalah

 Bagaimanakah Penerapan Konsep Perencanaan Pembangunan Ruang


Terbuka Hijau di Kota Malang ?
 Bagaimanakah Kebijakan Yang Bisa Dilakukan Pemerintah Kota Malang
Dalam Menunjang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau ?

1.3. Tujuan

 Untuk Mengetahui Penerapan Konsep Perencanaan Pembangunan


Ruang Terbuka Hijau di Kota Malang
 Untuk Mengetahui Kebijakan Yang Bisa Dilakukan Pemerintah Kota
Malang Dalam Menunjang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penerapan Konsep Perencanaan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau di


Kota Malang

Pembangunan Ruang Terbuka Hijau


(RTH) merupakan isu pembangunan
perkotaan sejak lama. Di era reformasi
perencanaan ruang, penyediaan RTH
menjadi salah satu syarat utama
diterbitkannya Persetujuan Substansi
Menteri yang membidangi Penataan
Ruang yang merupakan amanat
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang sebagaimana
pasal 28 sampai dengan pasal 31.
Sedangkan dalam Undang-undang
Penataan Ruang sebelumnya (UU No.
24 Tahun 1992), RTH tidak diatur
menjadi bagian yang penting dalam
pembangunan daerah kota dan
perkotaan. Sebagai turunan teknisnya,
Menteri Pekerjaan Umum yang
diserahkan sebagai Menteri yang
mengelola Penataan Ruang (sebelum
era Presiden Jokowi) telah menerbitkan
Peraturan Menteri PU Nomor
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan.
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dalam pasal
28 (a) menyebutkan bahwa “Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27
berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan
ketentuan selain rincian dalam Pasal 26 ayat (1) ditambahkan : a. rencana
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau”; sedangkan pasal
selanjutnya mengatur mengenai tipologi dan proporsi RTH. Pasal 29 ayat 1, 2
dan 3 menyebutkan “(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka
hijau privat. (2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit
30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota. (3) Proporsi ruang terbuka hijau
publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas
wilayah kota”. Lebih rinci RTH di atur dalam Permenpu No. 5 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau Di
Kawasan Perkotaan.
Perencanaan dalam mewujudkan ketersedian lahan perkotaan untuk
mendukung upaya pelestarian lingkungan dapat dimulai dengan membuat
desain model pengelolaan RTH yang berbasis pada pola ruang kota. Upaya
pelestarian lingkungan dengan berbagai fungsi lahan perkotaan di dalamnya
tentu tidak lepas dari rangkaian bentang lahan (lanskap) yang dikelola secara
berkelanjutan. Jaringan ekologis memegang peranan penting dalam
mewujudkan lanskap berkelanjutan (sustainable landscape) di lingkungan
perkotaan. Jadi setiap perencanaan dan desain strategi, terutama dalam
skala lanskap yang luas harus mempertimbangkan jaringan ekologinya.
Pertimbangan tersebut merupakan hal paling mendasar yang sesuai untuk
mengintegrasikan ekologi dalam pengembangan lanskap perkotaan secara
berkelanjutan. Pengembangan yang perlu dilakukan untuk mendukung
pelestarian lingkungan di perkotaan lebih ditekankan pada pembinaan RTH.
Potensi ketersedian luas kawasan RTH Kota Malang berdasarkan peta pola
ruang Kota Malang berkisar 9,6 % dari luas wilayah Kota Malang dan terlihat
kurang maksimal ( lihat pada gambar ).

Luas kawasan RTH Kota Malang yang kurang optimal perlu diatasi
dengan memaksimalkan semua potensi fungsi lahan kota untuk menjadi
areal pendukung pelestarian lingkungan yang asri. Desain model
pengelolaan keruangan RTH dapat diimplementasikan melalui
penggabungan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang dengan aplikasi
konsep ekologi lanskap dalam jaringan ekologis perkotaan. Aplikasi
pembuatan desain model dimulai dengan melakukan pengukuran /
kuantifikasi terhadap tutupan vegetasi (vegetation cover) untuk mengetahui
persentase luasnya terhadap luas wilayah kota Malang. Pengukuran pola
lanskap secara spasial diperlukan untuk dapat mendeskripsikan hubungan
proses jaringan ekologis dengan pola tata ruang kota yang terintegrasi pada
perangkat lunak SIG. Tampilan pola tutupan vegetasi yang terlihat heterogen
dapat dijadikan acuan untuk mengintrepretasikan elemen-elemen lanskap
dalam menetukan konektifitas / koridor di seluruh wilayah perkotaan.
Penilaian dan prediksi terhadap jalur penghubung saat ini (existing corridor)
dapat dilihat pada luasan areal penutupan vegetasi (vegetation cover) pohon
yang mempunyai tingkat penutupan diatas 60%. Analisis tutupan vegetasi
Kota Malang untuk memprediksi keberadaan existing corridor dilakukan
dengan penggunaan aplikasi software SIG melalui intrepetasi citra satelit.

2.2 Kebijakan Yang Bisa Dilakukan Pemerintah Kota Malang Dalam


Menunjang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau

Dalam mempertahankan fungsi dan menata RTH yang ada, dan


mengendalikan alih fungsi ke fungsi lain adapun pengembangan kawasan
rencana tata ruang wilayah yang dapat menyelamatkan keutuhan potensi
keanekaragaman hayati, baik potensi fisik wilayahnya (habitat), potensi
sumberdaya kehidupan serta keanekaragaman sumber genetikanya, yaitu :
 Mempertahankan tempat olahraga yang sudah ada dan
membangun tempat olahraga baru di setiap wilayah kecamatan.
 Membangun jaringan jalan yang berhirarki dengan maksud
meningkatkan aksesibilitas warga di setiap bagian kota, serta
mengurangi kemacetan lalu lintas.
 Penetapan sempadan bangunan sesuai dengan kelas jalan.
 Pembangunan trotoar jalan yang mendorong warga berjalan kaki
untuk pejalan jarak dekat.
 Pengembangan dan peningkatan kualitas tempat pembuangan
akhir dan tempat pembuangan sementara.
 Ruang terbuka hijau di luar kawasan terbangun harus
dicadangkan minimum, 30 % terhadap luas total Kota Malang
dimana angka ini sudah termasuk untuk keperluan konservasi,
keberadaan sawah dan sebagainya.
 Pada kawasan sekitar pengembangan tanah untuk industri, harus
disediakan ruang terbuka hijau yang cukup yakni dengan
ketentuan KDB kegiatan industri maksimum adalah 50 %
sedangkan 50 % sisanya adalah untuk sirkulasi dan ruang terbuka
hijau. Pada pengembangan tanah industri ini juga disyaratkan
bahwa jenis tanaman yang dikembangkan sebaiknya adalah
tanaman yang mempunyai fungsi buffer terhadap polusi baik
udara maupun suara.
 Kawasan yang seharusnya mempunyai fungsi kawasan lindung,
harus dikembangkan sebagai jalur hijau kota, terutama yang
berfungsi sebagai kawasan penyangga dan penyedia oksigen
(paru-paru kota). Hal ini sebaiknya dilakukan pada wilayah
bantaran sungai, sepanjang rel kereta api, juga pada sekitar
tegangan tinggi dan kawasan konservasi lainnya.
 Kota Malang yang memiliki variasi topografi mulai dari wilayah
yang datar,bergelombang, sampai berbukit perlu menjaga
keseimbangan ekologi lingkungan. Kota Malang dengan
kebijaksanaan perencanaan sebagai berikut:
o Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan ruang
terbuka hijau yang cukup yaitu:
 Untuk kawasan yang padat, minimum disediakan
area 10 % dari luas total kawasan.
 Untuk kawasan yang kepadatan bangunannya
sedang harus disediakan ruang terbuka hijau
minimum 15 % dari luas kawasan.
o Untuk kawasan berkepadatan bangunan rendah harus
disediakan ruang terbuka hijau minimum 20 % terhadap luas
kawasan secara keseluruhan.
o Pada kawasan terbangun kota, harus dikendalikan besaran
angka Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maupun Koefisien Lantai
Bangunan (KLB) sesuai dengan sifat dan jenis penggunaan
tanahnya. Secara umum pengendalian KDB dan KLB ini adalah
mengikuti kaidah semakin besar kapling bangunan, nilai KDB dan
KLB makin kecil, sedangkan semakin kecil ukuran kapling, maka
nilai KDB dan KLB akan semakin besar.
 Untuk meningkatkan daya resap air ke dalam tanah, maka perlu
dikembangkan kawasan resapan air yang menampung buangan
air hujan dari saluran drainase. Kawasan resapan air ini terutama
direncanakan di wilayah Gunung Buring, dimana untuk setiap 20
ha tanah perlu disediakan 1 unit serta di bagian Barat kota yaitu di
sekitar Bandulan, Tidar, Karangbesuki dan Medosari yang
membutuhkan 1 unit untuk setiap 30 ha tanah. Pada bagian Utara
dan Selatan kota kawasan resapan air ini minimum adalah 200
m2. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah dengan membuat
kolam resapan air pada setiap wilayah tangkapan air.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan perencanaan yang akan dilakukan, dapat disimpulkan terkait


permasalahan penataan lingkungan hidup terutama penyediaan RTH di Kota
Malang adalah:
Strategi yang digunakan terkait penataan lingkungan hidup adalah
peningkatan kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu dengan
arahan kebijakan meningkatkan RTH publik dengan dominasi tanaman
perindang. Pelaksanaan teknis dikerjakan oleh mitra kerja pengelolaan RTH,
pengawasannya dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang dan masyarakat,
dan pertanggungjawaban diberikan langsung kepada Pemerintah Kota
Malang. Implikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang dalam
penataan lingkungan hidup mencakup strategi yang menghasilkan inovasi
dalam penyediaan ruang terbuka hijau di Kota Malang. Hal ini mengandung
implikasi bahwa strategi yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Malang
dalam penataan lingkungan hidup memiliki peranan yang sangat penting
untuk mencapai target ruang terbuka hijau yang telah diamanatkan dalam
Undang Undang Nomor 26 tahun 2007. Strategi yang tepat dalam
menyelesaikan permasalahan ruang terbuka hijau akan berdampak baik
terhadap hasil yang akan dicapai.

3.2 Saran

1. Pemeliharaan ruang terbuka hijau baik bagi pemerintah maupun


masyarakat yang berkunjung ke lokasi ruang terbuka hijau atau taman harus
bersama-sama menjaga agar kelestarian dan fungsi dari ruang terbuka hijau
tersebut tetap terawat.
2. Kepada pihak investor/swasta agar memiliki kesadaran yang lebih tinggi
untuk ikut serta dalam pemenuhan proporsi ruang terbuka hijau di Kota
Malang yang sesuai dengan peraturan yang ada, karena dampak positif dan
negatif dari sesuai tidak sesuainya proporsi ruang terbuka hijau dalam suatu
lingkungan berimbas kepada keberlanjutan hidup manusia di lingkungan
tersebut.
3. Kepada pihak masyarakat, hendaknya sadar akan perannya sebagai
salah satu stake holder dan turut ikut andil dalam menciptakan ruang terbuka
hijau (mempergunakan lahan yang ada di depan rumah dengan cara
menanam pohon-pohon kecil atau bahu-bahu jalan), dan memelihara fungsi
ruang terbuka hijau; ikut menjaga, mengawasi, mengoptimalkan dan
memanfaatkan ruang terbuka hijau secara bebas dan bertanggung jawab.
4. Untuk pihak dinas pengelola ruang terbuka hijau dan pihak dinas tata
ruang Kota Malang lebih sering lagi melakukaan koordinasi satu sama lain
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemberian izin bangunan yang dapat
mengurangi ruang terbuka hijau yang telah dipelihara oleh Dinas
Pertamanan.
5. Untuk kepala Pemerintah Kota Malang dan dinas-dinas terkait harus lebih
terbuka dalam informasi publik seperti alokasi dana yang dikeluarkan untuk
mengelola Ruang Terbuka Hijau.
DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, et al. 2016. Analisis Potensi Ruang Terbuka Hijau Kota Malang
Sebagai Areal Pelestarian Burung. Jurnal Pengetahuan Alam. 7(2).
Universitas Brawijaya

Kementerian Lingkungan Hidup. 2001. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan


Ruang Terbuka Hijau. Jakarta

Peraturan Menteri no. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan


Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.

Syamdermawan, et al. 2012. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau Terhadap Kualitas


Lingkungan Pada Perumahan Menengah Atas. Jurnal Teknologi dan
Kejuruan. 35(1)

Anda mungkin juga menyukai