Anda di halaman 1dari 12

1

FASCIOLOSIS, SCHISTOSOMIASIS DAN PARAMPHISTOMOSIS PADA


RUMINANSIA

Makalah ini bertujuan untuk mengenal jenis cacing dari kelas trematoda yang menyebabkan
fasciolosis, schistosomiasis dan paramphistomosis pada ruminansia. Hewan ruminansia memiliki
nilai ekonomi sebagai sumber protein hewani dan hewan pekerja. Masyarakat Sulawesi juga
menggunakan kerbau dalam berbagai kegiatan adat dan keagamaan. Infeksi oleh parasit
Trematoda dapat mengganggu potensi ternak tersebut berupa gangguan produktivitas. Ciri umum
yang dimiliki trematoda antara lain betuk tubuh pipih seperti daun , tidak bersegmen, tidak
mempunyai rongga badan, mempunyai 2 batil isap yang terletak di mulut dan perut, mempunyai
saluran pencernaan yang menye-rupai huruf Y terbalik dan buntu, serta hermafrodit, kecuali
Schistosoma. Menurut habitat cacing dewasa, trematoda dibagi dalam 4 kelompok, yaitu
trematoda hati (liver flukes), trematoda usus (intestinal flukes), trematoda paru (lung flukes), dan
trematoda darah (blood flukes).Trematoda yang menyebabkan penyakit fasciolosis pada hewan
ruminansia biasanya disebabkan oleh endoparasit genus Fasciola sp. Trematoda yang
menyebabkan penyakit schistosomiasis pada hewan ruminansia biasanya disebabkan oleh
endoparasit genus Schistosoma sp. Trematoda yang menyebabkan penyakit paramphistomosis
pada hewan ruminansia biasanya disebabkan oleh endoparasit genus Paramphistomum sp.

Kata kunci: Fasciolosis, Paramphistomosis, Ruminansia, Schistosomiasis, Trematoda.

PENDAHULUAN kambing dan domba. Ada beberapa


keuntungan yang dapat diambil dengan
Ruminansia adalah mamalia berkuku memelihara ruminansia antara lain sebagai
genap seperti sapi, kerbau, domba, kambing, sumber protein hewani (daging, susu, dan
rusa, dan kijang yang merupakan sub ordo olahannya), kulit, pupuk, serta dapat
dari ordo Artiodactyla. Nama ruminansia digunakan sebagai hewan pekerja di area
berasal dari bahasa Latin “ruminare” yang persawahan (Cruz 2007; Nanda & Nakao
artinya mengunyah kembali atau memamah 2003). ruminansia juga dapat menjadi
biak, sehingga dalam bahasa Indonesia sumber pendapatan tambahan bagi
dikenal dengan hewan memamah biak. masyarakat di daerah tertentu dengan
Ruminansia adalah hewan yang pada sistem memanfaatkan sisa hasil pertanian dan
pencernaanya mempunyai alat pencernaan perkebunan dalam jumlah yang cukup besar
berupa lambung ganda, ada sebanyak empat (Blakely dan Bade 1998).
bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum,
dan abomasum (Braun dan Jacquat 2011). Potensi nilai ekonomi hewan
Ruminansia dapat dibagi menjadi dua ruminansia ini juga dapat dihambat oleh
kelompok, pertama kelompok ternak beberapa faktor, seperti halnya penyakit
ruminansia besar yaitu sapi dan kerbau dan infeksi cacing parasitik. Infeksi oleh parasit
kelompok ternak ruminansia kecil yaitu pada ternak dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, reproduksi, pertumbuhan, dan

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


2

produktivitas. Infeksi yang parah bahkan selalu vertebrata, dan inang sekunder hampir
dapat menyebabkan kematian (Fromsa et al. selalu siput(Nurwidyanti 2015). Trematoda
2011). Penyakit parasitik dikenal sebagai parasitik penting yang juga menyebabkan
faktor signifikan yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi pada ternak ruminansia
kerugian sosial ekonomi di seluruh dunia besar yang pernah dilaporkan di Indonesia
(Elelu & Eisler 2018; Fromsa et al. 2011), ialah Fasciola gigantica penyebab
termasuk Indonesia (Putri 2008). Potensi fasciolosis, Schistosoma bovis dan
gangguan yang ditimbulkan akibat infeksi Schistosoma japonicum penyebab
parasit selain kerugian ekonomi ialah sifat schistosomiasis, dan Paramphistomum sp.
zoonotik. Penyakit zoonotik merupakan penyebab paramphistomosis (Putra et al.
penyakit pada hewan yang juga dapat 2014; Chai et al. 2009; Gunawan et al.
berdampak pada manusia. Satu hal yang 2014).
memungkinkan terjadinya penularan
penyakit dari hewan ke manusia adalah 1.Fasciola sp.
interaksi yang bersifat kontinu antara Fasciola sp. Merupakan penyebab
manusia dan hewan (Budiono et al. 2018). penyakit fasciolosis atau distomatosis yang
Penyakit parasitik pada ruminansia yang hidup di saluran empedu dan jaringan hati
prevalensinya cukup tinggi dan banyak sapi, kerbau, kambing atau domba. Spesies
menimbukan berarti kerugian salah satunya yang paling penting di Indonesia adalah
berasal dari cacing kelas trematoda Fasciola gigantica. Gejala klinis bersifat
(Sandjaja 2007). akut atau kronis. Bentuk akut umumnya
Trematoda atau disebut juga cacing terjadi pada kambing dan domba, tetapi
isap adalah kelas dari anggota hewan tak kadang juga terjadi pada sapi. Sedangkan
bertulang belakang yang termasuk dalam bentuk kronis biasanya dijumpai pada sapi
filum Platyhelminthes. Trematoda dijuluki (Arifin 2018).
cacing hisap karena memiliki alat pengisap
atau kait (Tiuria et al. 2008). Jenis cacing 1.1 Morfologi
trematoda hidup sebagai parasit pada hewan Fasciola sp. adalah cacing yang
dan manusia. Tubuhnya dilapisi dengan secara morfologi berbentuk seperti daun,
kutikula untuk menjaga agar tubuhnya tidak pipih, dan melebar ke anterior. Fasciola sp.
tercerna oleh inangnya dan mempunyai alat Mempunyai pharynx yang letaknya di
pengisap dan alat kait untuk melekatkan diri bawah oral. Cacing ini mempunyai dua alat
pada inangnya. Siklus hidup trematoda penghisap, yaitu alat hisap mulut (oral
termasuk kompleks karena berganti sucker) dan alat penghisap perut (ventral
reproduksi seksual dan aseksualnya, serta sucker), keduanya terletak berdekatan.
melibatkan setidaknya dua inang, yaitu: Cacing jenis ini tidak mempunyai anus dan
inang primer, di mana cacing isap alat ekskresinya berupa sel api. Faciola
berkembang biak secara seksual; dan inang gigantica berukuran 25-27 × 3-12 mm.
perantara, di mana hewan ini berkembang anterior sepit dan ujung posterior tumpul,
biak secara aseksual. Inang primer hampir ovarium lebih panjang dengan banyak

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


3

cabang, sedangkan Fasciola hepatica Fasciola halli, dan Fasciola


berukuran 25-75 × 12 mm, memiliki anterior California.
yang lebar dan ujung posterior lancip. Telur
Cacing dewasa dalam tubuh inang
Fasciola gigantica memiliki operculum dan
definitif mengeluarkan telur, kemudian
berukuran 190 × 100 µm, sedangkan telur
masuk kedalam duodenum bersama dengan
Fasciola hepatica juga memiliki operculum
cairan empedu dan keluar dari tubuh inang
dan berukuran 150 × 90 µm. cacing ini
bersama feses. Cacing dewasa
bersifat hermaprodit. Alat kelamin jantan
mengeluarkan telur rata-rata 3000 per
terdiri dari dua buah testis yang bercabang
harinya. Telur menetas setelah 14 hari, yang
banyak dan terletak di ditengah garis median
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban,
tubuh. Alat kelamin betina terdiri atas
menghasilkan miracidium. Miracidium
ovarium yang jumlahnya satu dan bercabang
mempunyai bentuk melebar di bagian
serta terletak di sebelah kanan gari median
anterior dengan suatu penonjolan kecil
agak disebelah atas dari testis (Baker 2007).
berbentuk papilla atau konus, kutikulanya
bersilia, serta mempunyai sepasang titik
mata. Miracidium memerlukan siput dari
genus Lymnea untuk perkembangan
selanjutnya. Lymnea javanica atau Lymnea
rubiginosa merupakan inang antara Fasciola
gigantica, sedangkan Lymnea tomentosa,
Lymnea bulimiodes varietas techella dan
Lymnea truncatula merupakan inang antara
Fasciola hepatica. Miracidium menembus
secara aktif kedalam tubuh sipu air dengan
Sumber : Slideshare.net melepaskan selubung silianya dan
1.2 Daur Hidup berkembang menjadi sporokista (sporocyst),
sporokista tersebut panjangnya dapat
Fasciola sp. adalah cacing yang mencapai 1 mm. setiap sporokista
memiliki daur hidup tidak langsung karena menghasilkan 5-8 redia yang jika
dalam siklus hidupnya memerlukan inang berkembang penuh dapat mencapai panjang
perantara siput air dari genus Lymnea. 1-3 mm.
Klasifikasi cacing Fasciola sp. adalah
sebagai berikut : Redia berbentuk spesifik dengan
suatu lingkaran tebal di belakang daerah
Filum : Platyhelminthes faring dan sepasang penonjolan buntu pada
Kelas : Trematoda seperempat bagian belakang tubuhnya redia
Ordo : Digenea anak terbentuk pada kondisi yang cocok tapi
Famili : Fasciolidae akhirnya akan menghasilkan generasi
Genus : Fasciola selanjutnya yang normal, yaitu cercaria.
Spesies : Fasciola hepatica, Fasciola Cercaria meninggakan siput pada minggu
gigantica, Fasciola indica,

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


4

ke-4 sampai minggu ke-7 setelah penularan. 1.3 Diagnosis, pencegahan, dan
Cercaria mempunyai ukuran 0.25-0.35 mm, pengobatan
memiliki ekor dan glandula sisitogen yang
Menurut Kusnoto et al. 2015, cara
jelas pada sisi tubuhnya. Cercaria akan
pencegahan dan pemberantasan fascioliasis
menempel pada rumput atau tanaman air
sangat sulit, namun hal ini dapat dilakukan
dalam waktu 2 menit sampai 2 jam. Cercaria
dengan usaha-usaha yaitu dengan
yang telah melepaskan ekornya disebut
pemeriksaan feses untuk menemukan telur
metacercaria yang infektif. Metacercaria
cacing yang rutin pada ternak setiap 2-3
masuk ke dalam alat pencernaan inang
bulan sekali, mecegah siput air masuk ke
bersama makanan atau minuman yang
wilayah peternakan dengan cara membuat
mengandung metacercaria. Setelah kista
selokan tergenang di sekitar peternakan dan
metacercaria masuk ke duodenum maka
pada air selokan dimasukkan obat anti siput
keluarlah cacing muda dari kista dan
(molluscida), seperti senyawa Cu dan garam
selanjutnya cacing-cacing muda akan
natrium. Pengobatan terhadap ternak yang
menembus dinding duodenum inang,
dinyatakn positif terhadap infeksi cacing
kemudian memasuki rongga abdominal
dapat diobati dengan :
dalam waktu 24 jam setelah terinfeksi. Hari
ke 4-6 pasca infeksi, sebagian besar cacing 1. Carbon tetrachloride dengan dosis 1-2
muda sudah menembus pembungkus hatidan ml per 50 kg berat badan. Pemberian
bermigrasi ke jaringan hati. Beberapa cacing secara intra muskuler dan sub kutan
muda bias mencapai hati melalui aliran lebih baik dari per oral.2.
darah. Migrasi di dalam parenkim hati 2. Mineral oil dengan dosis 1-2 ml per 10
terjadi selama 8 minggu, setelah minggu ke- kg berat badan.
7 cacing muda mulai memasuki saluran 3. Hexachlorophene, pemberian secara per
empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa. oral dengan dosis 15 mg per kg berat
Setelah minggu ke-8 dan seterusnya telur badan dapat membunuh cacing muda.
cacing di temukan dalam saluran atau cairan 4. Obat-obatan lain yang dapat digunakan
empedu dan kemudian juga dapat ditemukan adalah : Dovenix dengan dosis 7 ml
pada feses (Kusnoto et al. 2015). untuk sapi dewasa secara sub kutan.
Triclabendazole dengan dosis 5 mg per
kg berat badan, pemberian secara intra
muskuler.

2. Schistoma japonicum
Schystosoma japonicum atau disebut
juga Cacing darah merupakan anggota dari
Trematoda (Platyhelminthes). Disebut
cacing darah karena hidup di dalam
pembuluh darah balik atau vena pada
Sumber : Ebiological.net
manusia, kucing, babi, sapi, biri-biri, anjing,

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


5

dan binatang pengerat. Banyak dijumpai di hati, hipertensi portal dan splenomegali
daerah Sulawesi. Ukuran cacing jantan lebih (Salvana and King 2009).
besar daripada cacing betina. Tampak tubuh
cacing jantan melipat menutupi tubuh cacing Ciri-ciri umum cacing dewasa
betina yang lebih ramping. Jika cacing ini Schistosoma sp. (Gambar. 1) Ini adalah
menulari manusia, maka akan menyebabkan cacing dewasa bersifat non hermaprodit
penyakit schistosomosis yang menjadi salah (jenis kelamin cacing jantan dan betina
satu masalah kesehatan masyarakat terbesar terpisah); ukuran cacing jantan meliputi
di Asia dan Afrika. Seseorang yang panjang ±10 mm, lebar ±1 mm. Ukuran
menderita penyakit ini akan mengalami cacing betina adalah panjang ±20 mm, lebar
kerusakan hati, kelainan jantung, limpa, ±0,25 mm;mempunyai 2 buah batil isap
ginjal, dan kantung kemih (Mowafy and Intestinal coecum bersatu pada bagian
Abdel-Hafeez 2015). Klasifikasi posterior; cercaria mempunyai ekor
Schystosoma japonicum adalah sebagai bercabang dua dan dapat menginfeksi
berikut : hospes dengan jalan menembus kulit
Kingdom : Animalia (bentuk infektif) tanpa melalui metaserkaria;
Filum : Platyhelminthes cacing jantan mempunyai sebuah saluran
Kelas : Trematoda (lekukan) memanjang di sebelah ventral
Subkelas : Digenea badan yang dibentuk oleh lipatan kedua tepi
Ordo : Strigeidida lateral badan ke arah ventral dimana terdapat
Genus : Schistosoma cacing betina, celah ini disebut dengan
Spesies : S. japonicum canalis gynecophorus (Mowafy and Abdel-
Hafeez 2015).
1.1 Morfologi
Schistosomiasis atau bilharzia
merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi trematoda Schistosoma spp. Penyakit
ini merupakan penyakit yang biasanya
terjadi di daerah pedesaan, khususnya
endemik di daerah sub-Sahara Afrika. Ada
tiga spesies utama yang mempengaruhi
manusia, dua diantaranya dominan di Afrika
(Schistosoma haematobium dan Schistosoma
mansoni) dan yang ketiga hanya ditemukan
Gambar 1. Morfologi cacing Schistosoma
di Asia Timur, misalnya Cina dan Filipina
sp. (Mowafy and Abdel-Hafeez 2015)
(Schistosoma japonicum). Schistosoma
japonicum, dikenal sebagai cacing fluke 1.2 Daur Hidup
darah merupakan salah satu agen penyebab
schistosomiasis usus kronis pada manusia. Siklus hidup Schistosoma spp.
Infeksi fluke dapat menyebabkan fibrosis (Gambar.2) meliputi tahap parasit dan hidup
bebas. Tahap infektif untuk manusia adalah

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


6

serkaria, yang hidup dan berenang bebas,


tetapi berumur pendek (24-72 jam). Serkaria
masuk ke dalam tubuh inang melalui
penetrasi kulit yang berada di dalam air.
Serkaria kemudian bertransformasi menjadi
larva schistosomula, yang menembus sistem
sirkulasi melalui pembuluh subkutaneus dan
mencapai sistem sirkulasi pulmonal. Pada
paru-paru, schistosomula memanjang,
masuk ke pembuluh vena pulmonalis dan
kemudian bergerak menuju jantung hingga
kapiler darah sistemik. Jika schistosomula
mencapai pembuluh splanchnic,
schistosomula bergerak ke pembuluh kapiler
untuk menuju sirkulasi portal. Apabila tidak
mencapai sirkulasi portal, schistosomula Gambar 2. Siklus hidup Schistosoma sp.
akan kembali ke jantung untuk bersirkulasi (Mowafy and Abdel-Hafeez 2015).
kembali. Dari kapiler mesenterika,
schistosomula akan bergerak ke hati dan 1.3 Transmisi
masuk ke dalam cabang-cabang intrahepatik
vena portal dan mengalami maturasi Cara infeksi atau Penularandari
menjadi cacing schistosome dewasa. Cacing Schistosoma spp. Terbagi menjadi 2 yaitu
fluke darah dewasa bersifat dioecious, yaitu infek akut dan infeksi kronis. Infeksi akut
jantan atau betina terpisah dan akan merupakan sejenis infeksi yang cukup sulit
bermigrasi melalui pembuluh mesenterika untuk didiagnosis pada inang definitif.
untuk mencari pasangan, kawin dan Gejala klinis tidak bersifat spesifik untuk
memulai oviposisi pada dinding usus. Telur schistosomiasis. Riwayat kulit yang terpapar
akan keluar dari tubuh manusia bersamaan air pada daerah endemik diikuti oleh
dengan kotoran dan apabila telah mencapai kelainan klinis sesuai dapat meningkatkan
air tawar, telur akan menetas untuk kecurigaan adanya schistosomiasis akut.
melepaskan mirasidia. Mirasidia merupakan Pengujian serologi antischistosom dapat
tahap yang akan menginfeksi inang dilakukan, meskipun hasil positif tidak
perantara siput. Mirasidia akan berkembang membedakan anata infeksi yang baru
menjadi sporokista dan nantinya akan dengan yang lama. Namun, beberapa orang
melepaskan serkaria 4-12 minggu setelah yang sebelumnya memiliki hasil negatif
siput terinfeksi. Pada tahapan siklus hidup dapat menjadi indikasi imun yang dapat
schistosom tidak memiliki tahapan redia mengesampingkan kemungkinan infeksi
(Alnassir and King 2009). schistosoma (Salvana and King 2009).
Infeksi kronis,Pemeriksaan tinja langsung
menggunakan teknik Kato-Katz adalah

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


7

metode pilihan untuk menentukan mansoni dan S. haematobium lebih


keberadaan infeksi dan densitas telur pada sering menyebabkandermatitis
manusia yang terinfeksi. Telur memiliki dibandingkanS. japonicum. Gejala lanjutnya
penampilan yang berbeda, yaitu ovoidal yaitu munculnya “demam siput” atau
dengan operculumkecil di dekat salah satu demam Katayama yang disertai arthralgia,
kutub. Telur berukuran sekitar panjang 100 mialgia, nyeri perut, limfadenopati,
μm dan lebar 60 μm. Teknik-teknik hepatosplenomegali dan eosinofilia (Salvana
konsentrasi sangat membantu untuk and King 2009). Saat cacing fluke dewasa
mengolah jumlah volume tinja yang besar, bermigrasi melalui sistem sirkulasi jarang
tetapi tidak sensitif untuk infeksi ringan. berakhir pada daerah seperti otak atau
Teknik konsentrasi umum sumsum tulang belakang, apabila terjadi
meliputikonsentrasi formaldehid-eter, teknik maka dapat menyebabkan serangan iskemik
konsentrasi mertiolat-formaldehid, dan transien, stroke, paraparesis, kejang, atau
teknik konsentrasi mertiolat-yodium- hidrosefalus.Infeksi berulang dapat
formaldehid. Biopsi rektal dapat berguna menstimulasi kekebalan parsial pada inang.
jika pemeriksaan tinja berulang tetap Karena imunomodulasi kompensasi dari
menunjukkan hasil negatif ketika kecurigaan respon imun antiparasit, dermatitis dan
klinis tinggi terhadap infeksi schistosom, manifestasi sistemik dari infeksi akut, maka
karena sebagian besar telur kemungkinan infeksi dapat menurun saat individu yang
berkonsentrasi di mukosa rektal dan akan terinfeksi pada penetrasi berikutnya (Khiani
tetap ada bahkan jika infeksi aktif telah and King 2009).
berhenti. Saat ini tes yang mumpuni
yaitupengujian precipitin sirkumoval Pada Schistosomiasis kronis,
(COPT), pengujian hemaglutinasi tidak Schistosoma japonicum mampu
langsung dan ELISA terhadap antigen menyebabkan gejala kronis jika cacing fluke
schistosome yang larut (Salvana and King dewasa menemukan jalan ke dalam sirkulasi
2009). portal. Sepasang cacing dewasa yang kawin
mampu menghasilkan 300 hingga 3.000
1.4 Gejala Klinis telur tiap hari, yang dilepaskan ke pembuluh
kapiler dan vena porta. Agar dapat
Berdasarkan cara infeksi atau dikeluarkan melalui dinding usus, telur
penularan dari Schistosoma spp. Maka harus masuk ke dalam urat terminal di
gejala klinis dan patologis nya juga dinding usus, menyebabkan ulserasi.
sama,yaitu terbagi atas Schistosomiasis akut Pendarahan dan pembentukan polip di
dan Schistosomiasis kronis. Pada dinding usus merupakan komplikasi umum
schistosomiasis akut,penetrasi serkaria ke dari perpindahan telur dari venula ke lumen
dalam kulit menyebabkan inflamasi dan usus. Proses inflamasi dapat menyebabkan
pruritus yang dikenal sebagai dermatitis tubuh kehilangan protein, kehilangan zat
serkaria atau “swimmer’s itch.” Pada besi, anemia penyakit kronis, diare dan
dasarnya gejala unik bersifat umum untuk dalam beberapa kasus, obstruksi usus
trematoda skistosom. Namun, spesiesS. (Khiani and King 2009). Lebih dari setengah

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


8

dari jumlah total telur tidak mampu keluar ringan, termasuk mual, demam ringan,
dari tubuh inang, terperangkap secara pusing dan diaforesis. Padaorang yang
permanen di jaringan inang, menyebabkan mengalami gejala fibrosis dan obstruksi
granuloma inflamatori. Jumlah telur yang luas, pengobatan mungkinhanya memiliki
signifikan akhirnya menyebabkan fibrosis sedikit efek, dengan hanya penurunangejala
pada berbagai jaringan, menyebabkan klinis Rejimen obat alternatif, yaitu
hipertensi portal dan sequelae dari niridazole dan terapi berbasis antimon, tetapi
pembentukan varix, asites dan splenomegali obat ini tidak disetujui FDA dan
(Khiani and King 2009). berhubungan dengan tingkat penyembuhan
yang jauh lebih rendah dan dengan toksisitas
1.5 Pencegahan dan Pengobatan yang besar. Derivat artemisinin, seperti
artemeter telah terbukti memiliki aktivitas
Pencegahan yang dapat dilakukan antiparasit, terutama terhadap bentuk-bentuk
dalam mengatasi Schistosomiasis ini lebih fluke juvenil, namun kurang efektif terhadap
ditekankan dengan menggangu transmisi fluke darah dewasa. Penelitian menunjukkan
fluke. Pada daerah dengan prevalensi tinggi, bahwa perawatandengan kombinasi
kemoterapi massal adalah strategi kontrol artemeter dan praziquantel lebih efektif
utama. Meskipun pengobatan massal dapat dalam mengurangi keparahan infeksi cacing
mengurangi penularan, namun hal tersebut pada hewan laboratorium, maka diyakini
tidak menjamin dalam mengambat transmisi memiliki potensi yang cukup besar untuk
schistosoma. Pengendalian siput mengobati dan mencegah infeksi di dalam
Oncomelaniasebagai inang perantara adalah masyarakat luas (Salvana and King 2009).
strategi efektif yang digunakan di Jepang
dan sebagian dataran Cina. Eliminasi siput 3. Paramphistomum sp.
melibatkan penggunaan molusikisida kimia
Paramphistomum sp adalah salah
untuk membunuh siput. Perbaikan sanitasi
satu cacing dalam kelas trematoda yang
untuk mencegah telur fluke darah dalam
menyebabkan infeksi penyakit parasitik
feses menyebar ke perairan juga merupakan
yang disebut Paramphistomiasis dimana
ukuran kontrol yang penting (Khiani and
King 2009). dapat ditemukan menyebar di seluruh dunia
(Rafique et al. 2009). Paramphistoum sp
Pengobatan yang dapat dilakukan disebut juga cacing hisap karena pada saat
adalah mengkonsumsi praziquantel. menempel cacing ini menghisap makanan
Praziquantelmerupakan obat yang menjadi berupa jaringan atau cairan tubuh hospes
andalan untuk terapi penyakit (Subronto Tjahajati 2001). Infeksi
schistosomiasis aktif. Untuk pengobatan S. Paramphistomum sp dalam jumlah sedikit
japonicum, praziquantel harus diberikan tidak menimbulkan gejala klinis pada ternak,
pada dosis oral 60 mg / kg dalam dua atau tetapi pada infeksi yang berat dapat
tiga dosis selama satu hari. Jumlah tersebut menimbulkan gastroenteritis dan
adalah hasil rejimen dalam tingkat menyebabkan kematian cukup tinggi
kesembuhan 80-90%. Efek samping umum

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


9

terutama pada ternak muda (Melaku dan Namun demikian telur tersebut cepat sekali
Addis 2012). rusak pada lingkungan yang kering.
Dalam waktu 3 minggu akan
1.1 Morfologi
terbentuk mirasidium. Mirasidium
Cacing Paramphistomum sp. berkembang dalam waktu 11-29 hari dan
merupakan cacing trematoda yang berotot berenang sampai menemukan hosper
tebal meneyerupai kerucut dari bagian intermedier (siput). Mirasidium akan mati
anterior dan berakhir pada satu penghisap jika tidak menemukan siput dalam air dalam
yang mengelilingi mulut dan yang lainnya waktu kurang dari 24 jam. Setelah
(sucker dorsal dan ventral). Cacing menemukan induk semang perantara maka
Paramphistomum sp. yang dewasa memiliki mirasidium akan masuk dan melepaskan
ukuran panjang 3-11 mm dan lebar 1-3 mm. silianya dan menjadi sporokista yang
Bentuk cacing ini adalah cembung pada memanjang dalam waktu 12 jam. Sporokista
bagian dorsal dan sedikit cekung pada akan tumbuh dan menjadi matur dalam
bagian ventral. Cacing ini memiliki waktu sekitar 1,5 minggu atau lebih dan
acetabulum yang terletak pada bagian akhir kemudian memproduksi redia. Redia
posterior dengan diameter 1,3 mm. meneluarkan serkaria yang belum matur dan
Penghisap di bagian mulut pyriformis. akan berkembang dalam waktu 13 hari atau
Testes cacing ini besar dan ukurannya pada lebih di dalam siput dan kemudian keluar ke
cacing yang masih muda adalah sebesar air.
penghisap mulut. Pada cacing yang sudah Proses dari mirasidium menjadi
tua ukuran testesnya adalah sedikit lebih sporokista, redia, redia anak dan akhirnya
besar daripada acetabulum. serkaria menghabiskan waktu sekitar 4
Secara umum bentuk cacing ini tidak minggu. Pada temperatur antara 16-17 0 C
sama dengan bentuk cacing trematoda perkembangan larva membutuhkan waktu
lainnya. Kebanyakan bentuk tubuhnya bulat sekitar 110 hari. Serkaria melepaskan diri
dan kadang-kadang lebih mirip dengan buah dari tubuh siput dan menempelkan diri pada
labu atau pir dengan sebuah lubang di dedaunan atau bagian tumbuhan dan
puncaknya. berubah menjadi metaserkaria yang dalam
waktu lima hari akan bersifat infektif.
1.2 Daur Hidup Metaserkaria dapat bertahan hidup di
Siklus hidup Paramphistomum sp dalam lingkungan yang lembab hingga 5
pada fase bebas mirip dengan siklus hidup bulan. Namun demikian larva ini sangat
Fasciola hepatica yaitu membutuhkan inang peka terhadap lingkungan yang kering.
perantara siput air. Paramphistomum Metaserkaria yang tertelan oleh induk
memiliki siklus hidup yang bersifat semang definitif akan menetas di dalam
heteroxene dengan induk semang antaranya usus, menempel pada bagian depan dari
adalah siput. Telur yang keluar bersama duodenum pada selaput lendir atau
feses akan mampu bertahan pada suhu di menembusnya. Dalam waktu selama satu
bawah 10 0C selama lebih dari enam bulan. setengah bulan, cacing akan mengembara

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


10

menuju rumen. Masa prepaten dari Untuk pencegahan terhadap


Paramphistomum cervi adalah 3 setengan manifestasi dari Paramphistomum dapat
bulan pada sapi dan domba. dilakukan dengan menggunakan molluscida
Cacing ini mencapai dewasa kelamin untuk membasmi siput, pengaturan air
dalam waktu 3,5 bulan dan waktu yang minum yang baik agar hewan tidak minum
dibutuhkan untuk satu siklus hidup berkisar sembarangan (secara alami) yang
antara 5-8 bulan. Cacing-cacing yang kemungkinan airnya tercemar oleh siput
belum dewasa berdiam di duodenum dan serta mengembalakan ternak di dataran yang
setelah dewasa berpindah melalui tinggi yang siklus hidupnya relatif lebih
abomasum ke reticulum. kecil.
1.3 Diagnosis, pencegahan, dan
pengobatan SUMBER RUJUKAN

Paramphistomum memiliki dua fase


Alnassir W, King CH. 2009.
yaitu fase intestinal dan fase ruminal. Pada
Schistosomiasis: Schistosoma
fase intestinal, cacing muda menyebabkan
mansoni. Journal Medical
pendarahan, bengkak serta merah di dalam
Parasitology. 1(1) : 118-128.
duodenum dan abomasums. Hal ini pada
akhirnya dapat menyebabkan duodenitis dan
Arifin MC. 2018. Kamus dan Rumus
abomasitis. Pada kasus infeksi missal,
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
pertumbuhan cacing menjadi lambat,
Jakarta(ID): Gita Pustaka.
sehingga gejala klinis akan terlihat lebih
lama. Pada fase ruminal, cacing akan Baker DG. 2007. Flnn’s Parasites of
menyebabkan perubahan epitel dari rumen Laboratory Animals Second Edition.
yang mengganggu kapasitas resorbsi. Gejala American Collage of laboratory
klinis yang ditunjukkan oleh infeksi ini Animal Medicine.
adalah diare dengan feses yang berbau khas
Blakely J, Bade DH. 1998. Ilmu Peternakan
yang disertai anoreksia dan dehidrasi (pada
Edisi ke Empat. Yogyakarta(ID):
infeksi duodenum ringan), apatis dan
Gadjah Mada University Press.
demam ringan. Pada Paramphistomum fase
ruminal, gejala klinis tidak terlihat jelas. Braun U, Jacquat D. 2011. Ultrasonography
Apabila terinfeksi cacing of the retikulum in 30 healthy Saanen
Paramphistomum sp dapat dilakukan goats. Acta Veterinaria Scandinavica.
pengobatan dengan pemberian fluksidens/ 53:19.
oxyclozodine yang efektif melawan
Budiono NG, Satrija F, Ridwan Y, Nur D,
Paramphistomum sp yang dewasa. Terapi
Hasmawat. 2018. Trematodosis pada
juga dapat dilakukan dengan pemberian
sapi dan kerbau di wilayah endemik
resorantel 65 mg/ Kg BB atau rafoxanid 15
schistosomiasis di provinsi Sulawesi
mg/ Kg BB untuk domba. Sementara untuk
Tengah, Indonesia. Jurnal Ilmu
sapi dapat diberikan levamisol 9,4 mg/ Kg
Pertanian Indonesia (JIPI). 23 (2):
BB atau niclosamid 2 x 160 mg/ Kg BB.
112-126.

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


11

Chai JY, Shin EH, Lee SH, Rim HJ, 2009. ruminant slaughtered at Debre Zeit
Foodborne intestinal flukes in Industrial Abattoir Ethopia. Glob Vet.
Southeast Asia. Korean Journal of 3(8): 315-319.
Parasitology. 47: 69-102.
Mowafy NM, Abdel-Hafeez EH. 2015.
Cruz LC. 2007. Trends in buffalo production Schistosomiasis with special
in Asia. Italian Journal of Animal references to the mechanisms of
Science. 6(2): 9-24.
evasion. Journal of Coastal Life
Elelu N, Eisler NC. 2018. A review of Medicine. 3(11): 914-923.
bovine fasciolosis and other trematode
infections in Nigeria. Journal of Nanda AS, Nakao T. 2003. Role of buffalo
Helminthology. 92(2): 128-141. in the socioeconomic development of
rural Asia: current status and future
Fromsa A, Meharenet B, Mekibib B. 2011. prospectus. Animal Science Journal.
Major trematode infections of cattle 74: 443-455.
slaughtered at Jimma Municipality Nurwidyanti A. 2015. Variasi genus keong
abattoir and occurrence of the di daerah fokus keong perantara
intermediate hosts in selected water schistosomiasis di dataran tinggi lindu,
bodies of the Zona. Journal of Animal Sulawesi Tengah. Balaba. 11(2): 17-
and Veterinary Advances. 10(12): 20.
1592-1597. Putra RD, Suratma NA, Oka IBM. 2014.
Gunawan G, Anastasia H, Pamela P, Risti R. Prevalensi trematode pada sapi Bali
2014. Kontribusi hewan mamalia sapi, yang dipelihara peternak di Desa
kerbau, kuda, babi, dan anjing dalam Sobangan, Kecamatan Mengwi,
penularan schistosomiasis di Kabupaten Badung. Indonesia
Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Medicus Veterinus. 3(5): 394-402.
Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2013. Putri DPE. 2008. Studi kasus fasciolosis
Media Penelitian dan Pengembangan yang dipantau pada pemeriksaan
Kesehatan. 24: 209-214. daging qurban Idul Adha 1427 H di
wilayah Jabodeta. [Skripsi]. Bogor
Khiani V, King CH. 2009. Schistosomiasis: (ID): Fakultas Kedokteran Hewan,
Schistosoma haematobium. Journal Institut Pertanian Bogor.
Medical Parasitology. 1(1) : 129-136.
Rafique A, Rana SA, Khan HA, Sohail A.
Kusnoto, Bendryman SS, Sosiawati SM. 2009.Prevalence of some helminthes
2015. Ilmu Penyakit Helmin in rodents captured from different city
Kedokteran Hewan. structures including poultry farms and
Sidoarjo(ID) : Zifatama publisher. human population of Faisalabad.
Pakistan Vet J. 29(3): 141-144.
Melaku S dan Addis. 2012. Prevalence and
intensity of Paramphistonum in

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]


12

Salvana EM, King CH. 2009. Subronto dan Tjahjati I. 2001. Ilmu Penyakit
“Schistosomiasis: Schistosoma Ternak II. Yogyakarta (ID): Gadjah
japonicum”. Journal Medical Madah University Press.
Parasitology. 1(1) : 111-117.
Tiuria R, Pangihutan J, Nugraha RM,
Priyosoeryanto BP, Hariyadi AR,
Sandjaja B. 2007. Parasitologi Kedokteran:
2008. Kecacingan trematoda pada
Helminthologi Kedokteran.
Jakarta(ID): Prestasi Pustaka. badak jawa dan banteng jawa di
Taman Nasional Ujung Kulon. Jurnal
Verteriner. 9(2):27-29.

Data Kelompok

1. Hasnah Niaty B04170033

2. Sri Rahayu B04170033

3. Jurnila Sari Tanjung B04170035

4. Indra Permana B04170036

5. Rifdah Septiani Putri B04170037

TUGAS TERSTRUKTUR |Parasitologi Veteriner: Endoparasit [IPH331]

Anda mungkin juga menyukai